Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

HIPERTENSI

Disusun Oleh :
NINING
NIM : PO7120421080

PRECEPTOR RUANGAN PRECEPTOR INSTITUSI

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALU


JURUSAN KEPERAWATAN PALU
PRODI PROFESI NERS
TAHUN 2021
LAPORAN PENDAHULUAN
HIPERTENSI

A. Konsep Dasar Hipertensi


1. Pengertian Hipertensi
` Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan
darah secara abnormal dan terus-menerus pada beberapa kali pemeriksaan
tekanan darah yang disebabkan beberapa faktor resiko yang tidak berjalan
sebagaimana mestinya dalam mempertahankan tekanan secara normal
(Wijaya, 2013).

2. Etiologi
Menurut Ignatavicius dan Aspiani (2016) penyebab hipertensi
diantaranya karena faktor keturunan/genetik, ciri dari perseorangan (umur,
jenis kelamin dan ras) serta kebiasaan hidup/gaya hidup seseorang (seperti
konsumsi garam tinggi, kegemukan atau makan berlebihan, stres atau
ketegangan jiwa, kebiasaan merokok, minum alkohol dan obat-obatan)
Faktor-Faktor yang Menyebabkan Hipertensi
a) Faktor yang tidak dapat diubah/dikontrol
1. Umur
2. Jenis kelamin
3. Riwayat keluarga
b) Faktor yang dapat diubah/dikontrol
1. Kebiasaan merokok
2. Konsumsi natrium/garam
3. Konsumsi lemak jenuh
4. Kebiasaan konsumsi minuman beralkohol
5. Obesitas
6. Olahraga
7. Stres

3. Tanda dan Gejala


Wijaya (2013) menyebutkan bahwa sebagian besar gejala klinis yang
dapat timbul adalah :
a. Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai rasa mual muntah,
akibat peningkatan tekanan darah intracranial
b. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi
c. Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf
pusat.
d. Nuctoria karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi
glomerulus
e. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan
kapiler.

Sebagian besar tanda dan gejala hipertensi berasal dari efek merusak
jangka panjang pada pembuluh darah besar dan kecil dari jantung, ginjal, otak,
dan mata. Efek ini dikenal sebagai penyakit organ target

4. Patofisiologi
Menurut Putri (2013) mekanisme yang mengontrol konstriksi dan
relaksasi pembuluh darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla di otak.
Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke
bawah ke korda spinalis, dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia
simpatis di toraks dan abdomen.
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang
bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpati. Pada
titik ini, neuron preganglion melepaskan asetikolin, yang akan merangsang
serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskanya
noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor
seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah
terhadap rangsang vasokonrtiksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitiv
terhadap enorepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal
tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang
pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga
terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medulla adrenal
mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal
mensekresi kortisol dan steroid lainya, yang dapat memperkuat respon
vasokontrikstor pembuluh darah. Vasokontriksi mengakibatkan penurunan
aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Renin merangsang
pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II,
suatu vasokonstriktor kuat, yang pada giliranya merangsa sekresi aldosterone
dan oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air
oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua
faktor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi. Perubahan tersebut
meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan
dalam relasasi otot polos pembuluh darah yang pada giliranya menurunkan
kemampuan distensi dan daya regang pembuluhdarah. Konsekuensinya, aorta
dan arteri besar berkurang kemampuanya dalam mengakomodasi volume
darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup), mengakibatkan
penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer (Price, 2006).

5. Pathway

Faktor predisposisi :Umur, jenis kelamin, gaya


hidup, merokok, stress, kurang olahraga, genetic,
alkohol, konsentrasi garam, obesitas

Hipertensi

Jantung Otak Retina Pembuluh darah


gGinjal

Kerja jantung Retensi pembuluh Vasokontriksi Spasme Vasokontriksi


meningkat darah otak pembuluh arteriole afterload
darah ginjal meningkat

Diplopia
Peningkatan TIK Rangsangan
Resiko Cardiac output
aldosteron
penurunan menurun
perfusi jaringan Resiko injury
jantung Nyeri kepala
Retensi Na

Gangguan rasa oedema


Intoleransi
nyaman nyeri
aktivitas
Gangguan
keseimbangan cairan
6. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Aspiani (2016) pemeriksaan penunjang yang sebaiknya dilakukan
adalah :
a. Riwayat dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh
b. Pemeriksaan retina
c. Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kerusakan organ seperti
ginjal dan jantung
d. EKG untuk mengetahui hipertropi ventrikel kiri
e. Urinalisa untuk mengetahui protein dalam urin, darah, glukosa
f. Pemeriksaan : renjogram, pielogram intravena anterior renal,
pemeriksaan fungsi ginjal terpisah dan penentuan kadar urin
g. Foto dada dan CT scan

7. Komplikasi
Menurut Williams (2007), Aspiani (2016) komplikasi hipertensi yaitu :
a. Hipertrofi ventrikel kiri
b. Proteinuria dan gangguan fungsi ginjal
c. Aterosklerosi pembuluh darah
d. Retinopati
e. Stroke atau Transient ischemic attack (TIA)
f. Infark miokard
g. Angina pectoris
h. Gagal jantung
Tekanan kerusakan darah tinggi pembuluh kecil dari jantung, otak, ginjal,
dan retina. Hasilnya adalah gangguan fungsional progresif dari organ-organ
ini, dikenal sebagai penyakit sasaran-organ.

8. Penatalaksanaan
Menurut Williams (2007), Aspiani (2016) tujuan deteksi dan
penatalaksanaan hipertensi adalah menurunkan menurunkan resiko penyakit
kardiovaskuler dan mortalitas serta morbiditas yang berkaitan. Tujuan terapi
adalah mencapai dan mempertahankan tekanan sistolik dibawah 140 mmHg
dan diastolik dibawah 90 mmHg dan mengontrol faktor resiko.
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan antara lain :
a. Penatalaksanaan Nonfarmakologi :
Penatalaksanaan nonfarmakologis dengan memodifikasi dengan
memodifikasi gaya hidup sangat penting dalam mencegah tekanan
darah tinggi Penatalaksanaan hipertensi dengan nonfarmakologis
terdiri dari berbagai macam cara memodifikasi gaya hidup untuk
menurunkan tekanan darah yaitu:
1. Mempertahankan berat badan ideal
Mempertahankan berat badan ideal sesuai Body Mass Index
(BMI) dengan rentang 18,5-24,9 kg/m2). BMI dapat diketahui
dengan membagi berat badan anda dengan tinggi badan anda yang
telah dikuadratkan dalam satuan meter. Mengatasi obesitas
(kegemukan) juga dapat dilakukan dengan melakukan diet rendah
kolesterol namun dengan kaya serat dan protein, dan jika berhasil
menurunkan badan 2,5-5kg maka tekanan darah diastolic dapat
diturunkan sebanyak 5 mmHg
2. Kurangi asupan natrium (sodium)
Mengurangi asupan natrium dapat dilakukan dengan cara diet
rendah garam yaitu tidak lebih dari 100mmol/hari (kira-kira 6 gr
NaCl atau 2,4 gr garam/hari). Jumlah yang lain dengan
mengurangi asupan garam sampai kurang dari 2300 mg (1 sendok
teh) setiap hari. Pengurangan konsumsi garam menjadi ½ sendok
teh/hari, dapat menurunkan sistolik sebanyak 5 mmHg dan
diastolik sekitar 2,5 mmHg.
3. Batasi konsumsi alkohol
Konsumsi alkohol harus dibatasi karena konsumsi alkohol
berlebihan dapat meningkatkan tekanan darah. Para peminum
berat mmpunyai resiko mengalami hipertensi empat kali lebih
besar dari pada mereka yang tidak minum minuman beralkohol.
4. Makan K dan Ca yang cukup dari diet
Pertahankan asupan diet potassium (>90 mmol (3500
mg)/hari) dengan cara mengurangi asupan lemak jenuh dan lemak
total. Kalium dapat menurunkan tekanan darah dengan
meningkatkan jumlah natrium yang terbuang bersama air kencing
dengan setidaknya menggonsumsi buah-buahan sebanyak 3-5 kali
dalam sehari, seseorang bisa mencapai asupan potassium yang
cukup.
5. Menghindari merokok
Merokok memang tidak berhubungan secara langsung dengan
timbulnya hipertensi, tetapi merokok dapat meningkatkan resiko
komplikasi pada pasien hipertensi seperti penyakit jantung dan
stroke, maka perlu dihindari mengonsumsi tembakau (rokok)
karena dapat memperberat hipertensi Nikotin dalam tembakau
membuat jantung bekerja lebih keras karena menyempitkan
pembuluh darah dan meningkatkan frekuensi denyut jantung serta
tekanan darah, maka pada penderita hipertensi dianjurkan nuntuk
menghentikan kebiasaan merokok.
6. Meningkatkan aktifitas fisik
Orang yang aktivitasnya rendah berisiko terkena hipertensi.
Cara untuk meningkatkan aktivitas fisik seperti melakukan
olahraga aerobik seperti: bersepeda, berenang, berlari dan berjalan
cepat secara teratur setidaknya 30 menit sehari selama ≥ 3 kali
seminggu.
7. Penurunan stress
Stress memang tidak menyebabkan hipertensi yang menetap
namun jika episode stress sering terjadi dapat menyebabkan
kenaikan sementara yang sangat tinggi. Menghindari stress
dengan menciptakan suasana yang menyenangkan bagi penderita
hipertensi dan memperkenalkan berbagai metode relaksasi seperti
yoga atau meditasi yang dapat mengontrol system saraf yang
akhirnya dapat menurunkan tekanan darah
8. Terapi masase (pijat)
Prinsipnya pijat yang dilakukan pada penderita hipertensi
adalah untuk memperlancar aliran energi dalam tubuh sehingga
gangguan hipertensi dan komplikasinya dapat diminimalisir,
ketika semua jalur energy terbuka dan aliran energy tidak lagi
terhalang oleh ketegangan otot dan hambatan lain maka resiko
hipertensi dapat dihentikan.
b. Pengobatan Farmakologi
Menurut Aspiani (2016) tujuan pengobatan hipertensi tidak
hanya menurunkan tekanan darah saja tetapi juga mengurangi dan
mencegah komplikasi akibat hipertensi agar penderita dapat
bertambah kuat. Pengobatan hipertensi umumnya perlu dilakukan
seumur hidup penderita. Pengobatan standar yang dianjurkan oleh
komite dokter ahli hipertensi (Joint National Committee on
detection, evaluation and treatment of high blood preasure, USA,
2003) menyimpulkan bahwa obat diuretika, penyekat beta,
antagonis kalsium, atau penghambat ACE dapat digunkan sebagai
obat tunggal pertama dengan memperhatikan keadaan penderita
dan penyakit lain yang ada pada penderita.
Pengobatan meliputi:
1) Diuretik (Hidroklorotiazid)
Mengeluarkan cairan tubuh sehingga volume cairan di tubuh
berkurang yang mengakibatkan daya pompa jantung menjadi
lebih ringan.
2) Penghambat simpatetik (metildopa, klonidin dan reserpine)
menghambat aktivitas saraf simpatis
3) Beta blocker (metoprolol, propranolol dan atenolol)
a) Menurunkan daya pompa jantung
b) Tidak dianjurkan pada penderita yang telah diketahui
mengidap gangguan pernapasan seperti asma bronkial.
c) Pada penderita diabetes militus: dapat menutupi gejala
hipoglikemia
4) Vasodilator (prasosin, hidralasin)
Bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot
polos pembuluh darah.
5) ACE inhibitor (Captopril)
a) Menghambat pembentukan zat angiotensin II
b) Efek samping batuk kering , pusing, sakit kepala dan lemas.
6) Penghambat reseptor angiotensin II pada reseptor sehingga
memperingan daya pompa jantung.
7) Antagonis kalsium (diltiazem dan verapamil)

B. Konsep Asuhan Keperawatan Teoritis


1. Pengkajian menurut Putri (2013)
a. Data biografi : nama, alamat, tanggal MRS, diagnosa medis,
penanggung jawab, catatan kedatangan
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama : biasanya pasien datang ke RS dengan keluhan
kepala terasa pusing dan bagian kuduk terasa berat, tidak bisa
tidur.
2) Riwayat kesehatan sekarang : biasanya pada saat dilakukan
pengkajian pasien masih mengeluh kepala terasa sakit dan
berat, penglihatan berkunang-kunang, tidak bias tidur
3) Riwayat kesehatan dahulu : biasanya penyakit hipertensi ini
adalah penyakit yang menahun yang sudah lama dialami oleh
pasien, dan biasanya pasien mengonsumsi obat rutin seperti
captopril.
4) Riwayat kesehatan keluarga : biasanya penyakit hipertensi ini
adalah penyakit keturunan.
c. Data dasar pengkajian
1) Aktivitas / istirahat
Gejala: kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton
Tanda: frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung
takipnea
2) Sirkulasi
Gejala: riwayat hipertensi, ateroskelrosis, penyakit jantung
coroner, penyakit serebrovaskuler
Tanda: kenaikan TD, hipotensi postural, takikardi, perubahan
warna kulit, suhu dingin
3) Integritas ego
Gejala: riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi,
euphoria, faktor stress multiple
Tanda: letupan suasana hati, gelisah, penyempitan continue
perhatian, tangisan yang meledak, otot muka tegang,
pernapasan mengehela, peningkatan pola bicara
4) Eliminasi
Gejala: gangguan ginjal saat ini atau yang lau
5) Makanan/cairan
Gejala: makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan
tinggi garam, lemak dan kolesterol
6) Neurosensori
Gejala: keluhan pusing/pening, sakit kepala, berdenyut sakit
kepala, berdenyut, gangguan penglihatan, episode epistaksis
Tanda: perubahan orientasi, penurunan kekuatan genggaman,
perubahan retinal optic
7) Nyeri / ketidaknyamanan
Gejala: angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit kepala
oksipital berat, nyeri abdomen
8) Pernapasan
Gejala: dyspnea yang berkaitan dengan aktivitas, takipnea,
ortopnea, dyspnea nocturnal proksimal, batuk dengan atau
tanpa sputum, riwayat merokok
9) Keamanan
Gejala: gangguan kordinasi, cara jalan
Tanda: episode parestesia unilateral transien, hipotensi postural
10) Pembelajaran / penyuluhan
Gejala: faktor resiko keluarga hipertensi, aterosklerosis,
penyakit jantung, DM, penyakit ginjal, faktor resiko etnik,
penggunaan pil kb atau hormone

2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Wilkinson (2014), Dongoes (2000) diagnosa yang ditegakan
pada pasien dengan gangguan penyakit hipertensi adalah sebagai
berikut :
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan afterload, preload,
gangguan kontraktilitas
2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi natrium
3. Resiko cedera berhubungan dengan defisit lapang pandang, motorik
atau persepsi
4. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler
cerebral
3. Intervensi Keperawatan

Tabel 2.1 Intervensi Keperawatan pada Pasien dengan Hipertensi

No Intervensi Keperawatan
Diagnosa Rasional
Keperawatan
Tujuan dan kriteria Intervensi
hasil

1. Penurunan curah NOC : NIC


jantung b/d Setelah dilakukan 1. Lakukan tirah baring pada klien 1. Mengkonstriksikan pembuluh darah..
afterload tindakan keperawatan dengan posisi miring kiri. Meningkatkan aliran balik vena, curah
Data penunjang : selama 3x24 jam jantung, dan perfusi ginjal/plasenta.
penurunan curah jantung 2. Nyeri dada menunjukkan adanya
- Edema
teratasi. Kriteria hasil: 2. Evaluasi adanya nyeri dada kerja jantung yang abnormal.
- Penurunan
1. Tanda vital 3. Disritmia jantung menunjukkan
resistensi
dalam rentang 3. Catat adanya disritmia jantung pompa jantung dan kerja jantung
vascular paru
normal (TD, 4. Tanda dan gejala penting untuk
- Kongesti vena
nadi, respirasi) 4. Catat adanya tanda dan menunjukkan adanya penurunan cardiac
pulmonal
TD: 120/80 mmHg. gejalapenurunan cardiac output output.
RR : 18-24 x/menit. 5. Untuk mengetahui respon terhadap
Nadi : 60-100 x/menit. 5. Monitor respon pasien terhadap pengobatan.
2. Dapat efekpengobatan antiaritmia 6. Periode latihan disusun agar
mentoleransi 6. Atur periode latihan dan kelelahan tidak terjadi pada pasien
aktivitas, tidak istirahat untukmenghindari
ada kelelahan kelelahan. 7. Untuk mengetahui sejauh mana
3. Tidak ada edema 7. Monitor toleransi aktivitas kemampuan pasien dalam aktivitas
paru, perifer, dan pasien 8. Stress dapat mempengaruhi kerja
tidak ada asites 8. Anjurkan pasien tarik nafas jantung.
4. Tidak ada dalam untuk menurunkan stress. 9. Untuk mengetahui apakah kerja
penurunan 9. Auskultasi TD pada kedua jantung seimbang dan optimal.
kesadaran lengan dan bandingkan. 10. TD, Nadi, RR menunjukkan respon
10.Monitor TD, nadi, RR, sebelum, pasien setelah latihan.
selama,dan setelah aktivitas. 11. Mengetahui apakah terdapat patologis
11.Monitor jumlah, bunyi dan padajantung.
irama jantung. 12. Pernafasan yang abnormal bisa
12.Monitor frekuensi dan irama dipengaruhi dari kerja jantung.
pernapasan. 13. Mengetahui perfusi jaringan apakah
13.Monitor suhu, warna, dan adekuat atau tidak
kelembabankulit 14. Sebagai Terapi yang diberikan untuk
14.Konsultasikan pemberian obat mempertahankan kontraktilitas
anti aritmia,inotropik, jantung.
nitrogliserin dan vasodilator.

2. Kelebihan volume NOC NIC


cairan b/d retensi Setelah dilakukan 1. Kaji faktor-faktor diet yang 1. Diet yang tidak tepat, khususnya
natrium tindakan keperawatan dapat memperberat retensi defisiensi protein dan kelebihan
selama 3x24 jam cairan berlebihan, berikan natrium, memperberat retensai cairan
kelebihan volume informasi sesuai kebutuhan.
cairan teratasi. 2. Kaji tanda dari dyspnea, distensi 2. Menandakan kegagalan dan
Kriteria hasil: vena jugularis, dll. kebutuhan akan pengobatan yang
1. Menunjukkan segera.
keseimbangan cairan 3. Batasi cairan dan natrium yang 3. Meminimalkan risiko
yang stabil dengan diberikan. retensi/kelebihan beban cairan.
ttv DBN, 4. Berikan diuretik misalnya, 4. Membantu menghilangkan tahanan
penambahan berat klorotiazid, hidriklorotiazid. cairan berlebihan pada tindakan
badan tepat, tidak koservatif dari istirahat dan
ada edema. penurunan masukan natrium.
2. Mengungkapkan 5. Pantau kecepatan infus secara 5. Intake dan output harus kira-kira
pemahaman tentang manual atau secara elektrik. sama dengan volume sirkulasi stabil.
batasan/kebutuhan Catat intake dan output.
terapi 6. Kaji status neurologis, 6. Perubahan perilaku dapat menjadi
3. Menyebutkan tanda- perhatikan perubahan perilaku tanda awal dari edema serebral
tanda yang atau peningkatan kepekaan karena retensi cairan.
memerlukan
pemberitahuan
pemberi perawatan.
3. Resiko Cidera b/d NOC: NIC
defisit lapang Setelah dilakukan 1. Sediakan lingkungan yang aman 1. Lingkungan yang aman mengurangi
pandang, motorik tindakan keperawatan untuk pasien. resiko cedera.
atau persepsi. selama 3x24 jam 2. Identifikasi kebutuhan 2. Sebagai acuan dalam pemberian
diharapkan gangguan keamanan pasien, sesuai dengan asuhan keperawatan yang tepat
sensori penglihatan kondisi fisik dan fungsi kognitif
teratasi. pasien dan riwayat penyakit
kriteria Hasil: terdahulu pasien.
1. Klien terbebas dari 3. Menghindari lingkungan yang 3. Lingkungan yang berbahaya dapat
cedera berbahaya (misalnya meningkatkan risiko cedera pada
2. Klien mampu memindahkan perabotan) klien.
menjelaskan 4. Menempatkan skalar lampu 4. Mengurangi mobilisasi klien yang
cara/metode untuk ditempat yang mudah dijangkau jauh.
mencegah pasien
injury/cedera 5. Memberikan pencahayaan agar klien
5. Memberikan penerangan yang
3. Klien mampu tidak cedera.
cukup.
menjelaskan faktor 6. Keluarga dapat memantau kebutuhan
6. Menganjurkan keluarga untuk
resiko dari dan keamanan klien.
menemani pasien
lingkungan/perilaku
personal
4. Nyeri akut NOC : NIC :
berhubungan 1. Pain Level, Pain Management
dengan peningkatan 2. pain control, 1. Lakukan pengkajian nyeri 1. Untuk mengetahui sejauh mana
tekanan vaskuler 3. comfort level secara komprehensif tingkat nyeri dan merupakan
cerebral termasuk lokasi, indiaktor secara dini untuk dapat
Setelah dilakukan karakteristik, durasi, memberikan tindakan selanjutnya
tindakan keperawatan, frekuensi, kualitas dan
selama 3 x24 jam, faktor presipitasi
diharapkan nyeri klien 2. Observasi reaksi nonverbal 2. Reaksi nonverbal menunjukkan
berkurang dengan dari ketidaknyamanan adanya nyeri pada pasien.
kriteria hasil: 3. Bantu pasien dan keluarga 3. Dukungan dari keluarga dapat
1. Klien mampu untuk mencari dan menurunkan tingkat nyeri pasien
mengontrol nyeri menemukan dukungan
(tahu penyebab 4. Suhu ruangan, pencahayaan dan
4. Kontrol lingkungan yang
nyeri, mampu kebisingan dapat mempengaruhi
dapat mempengaruhi nyeri
menggunakan nyeri.
seperti suhu ruangan,
tehnik pencahayaan dan
nonfarmakologi kebisingan 5. Faktor presipitasi nyeri penting
untuk mengurangi 5. Kurangi faktor presipitasi untuk dikurangi, karena merupakan
nyeri, mencari nyeri faktor penyebab utama yang
bantuan)
menimbulkan nyeri.
2. Melaporkan bahwa
6. informasi yang tepat dapat
nyeri berkurang 6. Kaji tipe dan sumber nyeri
menurunkan tingkat kecemasan
dengan untuk menentukan
pasien dan menambah pengetahuan
menggunakan intervensi
pasien tentang nyeri.
manajemen nyeri
7. Ajarkan tentang teknik non 7. meningkatkan relaksasi dan dapat
3. Tanda vital dalam
farmakologi: napas dalam, menurunkan skala nyeri pasien
rentang normal
a. TD (sistole 110 - relaksasi, distraksi,
130 mmHg, kompres hangat atau
diastole 70 -90 dingin 8. Analgetik dapat memnurunkan nyeri
mmHg) 8. Kolaborasi dengan tim pada pasien
b. HR(60-100 medis, terapi analgetik : … 9. Istirahat yang cukup dapat membuat
x/menit) 9. Tingkatkan istirahat pasien pasien menjadi rileks.
c. RR (16-24 10. Informasi yang cukup pada pasien
x/menit) 10. Berikan informasi tentang dapat memberi pemahaman pada
d. suhu (36,5 - 37,5 nyeri seperti penyebab pasien dan keluarga, sehingga pasien
0
C) nyeri, berapa lama nyeri dan keluarga dapat mengidentifikasi
e. Klien tampak akan berkurang dan nyeri.
rileks mampu antisipasi
tidur/istirahat ketidaknyamanan dari
prosedur 11. Vital sign penting untuk
11. Monitor vital sign sebelum mengobservasi respon pasien akan
dan sesudah pemberian pemberian analgesik.
analgesik pertama kali

Sumber : Wilkinson (2014)Doengoes (2000),


DAFTAR PUSTAKA

Nurarif Amin Huda dan Kusuma Hardi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Cetakan 1. Jogja :
Mediaction Publishing.

Nursalam. (2008). Proses dan Dokumentasi Keperawatan. Jakarta : Salemba


Medika.

Price, Sylvia & Wilson, Lorraine. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit. Jakarta: EGC

Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta : Penerbit Buku


Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai