HIPERTENSI
Disusun Oleh :
NINING
NIM : PO7120421080
2. Etiologi
Menurut Ignatavicius dan Aspiani (2016) penyebab hipertensi
diantaranya karena faktor keturunan/genetik, ciri dari perseorangan (umur,
jenis kelamin dan ras) serta kebiasaan hidup/gaya hidup seseorang (seperti
konsumsi garam tinggi, kegemukan atau makan berlebihan, stres atau
ketegangan jiwa, kebiasaan merokok, minum alkohol dan obat-obatan)
Faktor-Faktor yang Menyebabkan Hipertensi
a) Faktor yang tidak dapat diubah/dikontrol
1. Umur
2. Jenis kelamin
3. Riwayat keluarga
b) Faktor yang dapat diubah/dikontrol
1. Kebiasaan merokok
2. Konsumsi natrium/garam
3. Konsumsi lemak jenuh
4. Kebiasaan konsumsi minuman beralkohol
5. Obesitas
6. Olahraga
7. Stres
Sebagian besar tanda dan gejala hipertensi berasal dari efek merusak
jangka panjang pada pembuluh darah besar dan kecil dari jantung, ginjal, otak,
dan mata. Efek ini dikenal sebagai penyakit organ target
4. Patofisiologi
Menurut Putri (2013) mekanisme yang mengontrol konstriksi dan
relaksasi pembuluh darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla di otak.
Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke
bawah ke korda spinalis, dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia
simpatis di toraks dan abdomen.
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang
bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpati. Pada
titik ini, neuron preganglion melepaskan asetikolin, yang akan merangsang
serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskanya
noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor
seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah
terhadap rangsang vasokonrtiksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitiv
terhadap enorepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal
tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang
pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga
terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medulla adrenal
mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal
mensekresi kortisol dan steroid lainya, yang dapat memperkuat respon
vasokontrikstor pembuluh darah. Vasokontriksi mengakibatkan penurunan
aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Renin merangsang
pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II,
suatu vasokonstriktor kuat, yang pada giliranya merangsa sekresi aldosterone
dan oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air
oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua
faktor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi. Perubahan tersebut
meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan
dalam relasasi otot polos pembuluh darah yang pada giliranya menurunkan
kemampuan distensi dan daya regang pembuluhdarah. Konsekuensinya, aorta
dan arteri besar berkurang kemampuanya dalam mengakomodasi volume
darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup), mengakibatkan
penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer (Price, 2006).
5. Pathway
Hipertensi
Diplopia
Peningkatan TIK Rangsangan
Resiko Cardiac output
aldosteron
penurunan menurun
perfusi jaringan Resiko injury
jantung Nyeri kepala
Retensi Na
7. Komplikasi
Menurut Williams (2007), Aspiani (2016) komplikasi hipertensi yaitu :
a. Hipertrofi ventrikel kiri
b. Proteinuria dan gangguan fungsi ginjal
c. Aterosklerosi pembuluh darah
d. Retinopati
e. Stroke atau Transient ischemic attack (TIA)
f. Infark miokard
g. Angina pectoris
h. Gagal jantung
Tekanan kerusakan darah tinggi pembuluh kecil dari jantung, otak, ginjal,
dan retina. Hasilnya adalah gangguan fungsional progresif dari organ-organ
ini, dikenal sebagai penyakit sasaran-organ.
8. Penatalaksanaan
Menurut Williams (2007), Aspiani (2016) tujuan deteksi dan
penatalaksanaan hipertensi adalah menurunkan menurunkan resiko penyakit
kardiovaskuler dan mortalitas serta morbiditas yang berkaitan. Tujuan terapi
adalah mencapai dan mempertahankan tekanan sistolik dibawah 140 mmHg
dan diastolik dibawah 90 mmHg dan mengontrol faktor resiko.
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan antara lain :
a. Penatalaksanaan Nonfarmakologi :
Penatalaksanaan nonfarmakologis dengan memodifikasi dengan
memodifikasi gaya hidup sangat penting dalam mencegah tekanan
darah tinggi Penatalaksanaan hipertensi dengan nonfarmakologis
terdiri dari berbagai macam cara memodifikasi gaya hidup untuk
menurunkan tekanan darah yaitu:
1. Mempertahankan berat badan ideal
Mempertahankan berat badan ideal sesuai Body Mass Index
(BMI) dengan rentang 18,5-24,9 kg/m2). BMI dapat diketahui
dengan membagi berat badan anda dengan tinggi badan anda yang
telah dikuadratkan dalam satuan meter. Mengatasi obesitas
(kegemukan) juga dapat dilakukan dengan melakukan diet rendah
kolesterol namun dengan kaya serat dan protein, dan jika berhasil
menurunkan badan 2,5-5kg maka tekanan darah diastolic dapat
diturunkan sebanyak 5 mmHg
2. Kurangi asupan natrium (sodium)
Mengurangi asupan natrium dapat dilakukan dengan cara diet
rendah garam yaitu tidak lebih dari 100mmol/hari (kira-kira 6 gr
NaCl atau 2,4 gr garam/hari). Jumlah yang lain dengan
mengurangi asupan garam sampai kurang dari 2300 mg (1 sendok
teh) setiap hari. Pengurangan konsumsi garam menjadi ½ sendok
teh/hari, dapat menurunkan sistolik sebanyak 5 mmHg dan
diastolik sekitar 2,5 mmHg.
3. Batasi konsumsi alkohol
Konsumsi alkohol harus dibatasi karena konsumsi alkohol
berlebihan dapat meningkatkan tekanan darah. Para peminum
berat mmpunyai resiko mengalami hipertensi empat kali lebih
besar dari pada mereka yang tidak minum minuman beralkohol.
4. Makan K dan Ca yang cukup dari diet
Pertahankan asupan diet potassium (>90 mmol (3500
mg)/hari) dengan cara mengurangi asupan lemak jenuh dan lemak
total. Kalium dapat menurunkan tekanan darah dengan
meningkatkan jumlah natrium yang terbuang bersama air kencing
dengan setidaknya menggonsumsi buah-buahan sebanyak 3-5 kali
dalam sehari, seseorang bisa mencapai asupan potassium yang
cukup.
5. Menghindari merokok
Merokok memang tidak berhubungan secara langsung dengan
timbulnya hipertensi, tetapi merokok dapat meningkatkan resiko
komplikasi pada pasien hipertensi seperti penyakit jantung dan
stroke, maka perlu dihindari mengonsumsi tembakau (rokok)
karena dapat memperberat hipertensi Nikotin dalam tembakau
membuat jantung bekerja lebih keras karena menyempitkan
pembuluh darah dan meningkatkan frekuensi denyut jantung serta
tekanan darah, maka pada penderita hipertensi dianjurkan nuntuk
menghentikan kebiasaan merokok.
6. Meningkatkan aktifitas fisik
Orang yang aktivitasnya rendah berisiko terkena hipertensi.
Cara untuk meningkatkan aktivitas fisik seperti melakukan
olahraga aerobik seperti: bersepeda, berenang, berlari dan berjalan
cepat secara teratur setidaknya 30 menit sehari selama ≥ 3 kali
seminggu.
7. Penurunan stress
Stress memang tidak menyebabkan hipertensi yang menetap
namun jika episode stress sering terjadi dapat menyebabkan
kenaikan sementara yang sangat tinggi. Menghindari stress
dengan menciptakan suasana yang menyenangkan bagi penderita
hipertensi dan memperkenalkan berbagai metode relaksasi seperti
yoga atau meditasi yang dapat mengontrol system saraf yang
akhirnya dapat menurunkan tekanan darah
8. Terapi masase (pijat)
Prinsipnya pijat yang dilakukan pada penderita hipertensi
adalah untuk memperlancar aliran energi dalam tubuh sehingga
gangguan hipertensi dan komplikasinya dapat diminimalisir,
ketika semua jalur energy terbuka dan aliran energy tidak lagi
terhalang oleh ketegangan otot dan hambatan lain maka resiko
hipertensi dapat dihentikan.
b. Pengobatan Farmakologi
Menurut Aspiani (2016) tujuan pengobatan hipertensi tidak
hanya menurunkan tekanan darah saja tetapi juga mengurangi dan
mencegah komplikasi akibat hipertensi agar penderita dapat
bertambah kuat. Pengobatan hipertensi umumnya perlu dilakukan
seumur hidup penderita. Pengobatan standar yang dianjurkan oleh
komite dokter ahli hipertensi (Joint National Committee on
detection, evaluation and treatment of high blood preasure, USA,
2003) menyimpulkan bahwa obat diuretika, penyekat beta,
antagonis kalsium, atau penghambat ACE dapat digunkan sebagai
obat tunggal pertama dengan memperhatikan keadaan penderita
dan penyakit lain yang ada pada penderita.
Pengobatan meliputi:
1) Diuretik (Hidroklorotiazid)
Mengeluarkan cairan tubuh sehingga volume cairan di tubuh
berkurang yang mengakibatkan daya pompa jantung menjadi
lebih ringan.
2) Penghambat simpatetik (metildopa, klonidin dan reserpine)
menghambat aktivitas saraf simpatis
3) Beta blocker (metoprolol, propranolol dan atenolol)
a) Menurunkan daya pompa jantung
b) Tidak dianjurkan pada penderita yang telah diketahui
mengidap gangguan pernapasan seperti asma bronkial.
c) Pada penderita diabetes militus: dapat menutupi gejala
hipoglikemia
4) Vasodilator (prasosin, hidralasin)
Bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot
polos pembuluh darah.
5) ACE inhibitor (Captopril)
a) Menghambat pembentukan zat angiotensin II
b) Efek samping batuk kering , pusing, sakit kepala dan lemas.
6) Penghambat reseptor angiotensin II pada reseptor sehingga
memperingan daya pompa jantung.
7) Antagonis kalsium (diltiazem dan verapamil)
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Wilkinson (2014), Dongoes (2000) diagnosa yang ditegakan
pada pasien dengan gangguan penyakit hipertensi adalah sebagai
berikut :
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan afterload, preload,
gangguan kontraktilitas
2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi natrium
3. Resiko cedera berhubungan dengan defisit lapang pandang, motorik
atau persepsi
4. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler
cerebral
3. Intervensi Keperawatan
N Intervensi Keperawatan
o Diagnosa Rasional
Keperawatan
Tujuan dan kriteria Intervensi
hasil
Nurarif Amin Huda dan Kusuma Hardi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Cetakan 1. Jogja :
Mediaction Publishing.
Price, Sylvia & Wilson, Lorraine. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit. Jakarta: EGC