Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

ADHF

A. PENGERTIAN
ADHF merupakan kependekan dari Akut DecompensatedHeart Failure
yang berarti gagal jantung akut. Istilah ini sama dengan gagal jantung
atau“Dekompensasi Cordis”.Decompensasi cordis secara sederhana berarti
kegagalan jantung untuk memompa cukup darah untuk mencukupi kebutuhan
tubuh. Dekompensasi kordis merupakan suatu keadaan dimana terjadi
penurunan kemampuan fungsi kontraktilitas yang berakibat pada penurunan
fungsi pompa jantung. Dari definisi di atas, diketahui bahwa kondisi cardiac
output (CO) yang tidak cukup terjadi karena kehilangan darah atau beberapa
proses yang terkait dengan kembalinya darah ke jantung (Tabrani, 1998;
Price,2005).

B. EPIDEMIOLOGI
Gagal jantung merupakan penyebab utama dirawatnya lansia yang
berusia diatas 60 tahun. Pada negara berkembang gagal jantung rata-rata
menyerang orang dengan usia 75 tahun. 2-3% dari populasi menderita gagal
jantung, tapi pada usia 70-80 tahun presentase terjadinya penyakit ini
meningkat menjadi 20-30%. Penyakit gagal jantung saat ini semakin
meningkat, dimana jenis penyakit gagal jantung yang paling tinggi
prevalensinya adalah Congestive Heart Failure (CHF). Di Eropa, tiap tahun
terjadi 1,3 kasus per 1000 penduduk yang berusia 25 tahun.Sedang pada
anak-anak yang menderita kelainan jantung bawaan, komplikasi gagal
jantung terjadi 90% sebelum umur 1 tahun, sedangkan sisanya terjadi antara
umur 5–15 tahun.
C. ETIOLOGI
Mekanisme fisiologis yang menyebabkan timbulnya dekompensasi kordis
adalah keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau
yang menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan yang meningkatkan
beban awal seperti regurgitasi aorta, dan cacat septum ventrikel. Beban akhir
meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta atau hipertensi
sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokard atau
kardiomyopati. Faktor lain yang dapat menyebabkan jantung gagal sebagai
pompa adalah gangguan pengisian ventrikel (stenosis katup atrioventrikuler),
gangguan pada pengisian dan ejeksi ventrikel (perikarditis konstriktif dan
temponade jantung).
.
D. PATOFISIOLOGI
Pada beberapa kasus, dekompensasi kordis dapat terjadi karena
penggunaan darah yang berlebihan oleh jaringan (high output failure).
Cardiac Output yang tidak cukup (forward failure) sering diikuti oleh
penghambatan pada system vena (backward failure) karena kegagalan
ventrikel tidak mampu untuk mengeluarkan darah yang dikirim oleh vena
dalam jumlah normal saat diastole. Ini dihasilkan saat peningkatan volume
darah dalam ventrikel saat akhir diastole, peningkatan end-diastolic pressure
pada jantung dan akhirnya peningkatan tekanan vena.
Pada permulaan, sejumlah respon adaptif local diberikan untuk mengatur
Cardiac Output yang normal, yaitu reaksi neurohumoral dimana pada
awalnya akan terjadi peningkatan aktivitas system saraf simpatik.
Catecholamines menyebabkan kontraksi yang lebih bertenaga pada otot
jantung dan meningkatkan heart rate. Kelebihan kerja yang membebani
jantung dapat menyebabkan peningkatan keperluan dalam bentuk yang
bermacam-macam dari remodeling termasuk hipertrofi dan dilatasi.
Pada kasus ruang jantung yang mendapat tekanan berlebih (hipertensi,
valvular stenosis), hipertrofi dicirikan dengan peningkatan diameter pada
serat otot dimana dinding ventrikel bertambah tanpa diikuti peningkatan
ukuran ruang. Keperluan oksigen meningkat pada miokardium yang
hipertrofi, meningkatkan masa sel miokardia dan meningkatkan tekanan
dinding ventrikel. Oleh karena capillary beds pada miokardial tidak selalu
meningkat dengan cukup untuk mendapatkan tambahan oksigen pada otot
yang hipertrofi menyebabkan miokardium mudah mengalami iskemia.
Peningkatan beban kerja jantung pada berbagai tipe mempengaruhi
perkembangan dilatasi jantung atau perluasan chambers, ketika aktivitas
simpatik meningkat dan mioist yang hipertrofi membuktikan
ketidakmampuan untuk mengalirkan darah dari vena ke jantung. Saat
kegagalan jantung terjadi, tekanan akhir diastolic meningkat, menyebabkan
serat otot jantung meregang yang akhirnya meningkatkan volume rongga
jantung. Sesuai dengan hubungan Frank-Straling, pemanjangan serat ini
diawali dengan kontraksi yang lebih keras sehingga Cardiac Output (CO)
meningkat. Bila ventrikel yang terdilatasi mampu untuk mengatur CO pada
level yang diperlukan tubuh, pasien dikatakan pada compensated heart
failure. Sebaliknya, dilatasi jantung seperti hipertrofi memberi efek
pengurangan pada jantung. Peningkatan dilatasi dihasilkan pada peningkatan
tekanan dinding pada ruang yang terpengaruh, yang menyebabkan
peningkatan kebutuhan oksigen pada miokardium. Seiring waktu, miokard
yang gagal tidak mampu lagi untuk mendorong darah ke tubuh (fase
decompensasi heart failure).
Pada pasien dengan gagal jantung kiri ini dihasilkan kemacetan sirkulasi
pulmonary pasif. Saat kegagalan ventrikel berlangsung, tekanan hidostatik
pada pulmonary vasculature meningkat menyebabkan kebocoran cairan dan
eritrosit masuk ke jaringan interstisial dan rongga paru sehingga
menyebabkan pulmonary edema. Kemacetan sirkulasi pulmonal juga
meningkatkan resistensi pembuluh pulmonary sehingga beban kerja pada sisi
kanan jantung meningkat. Peningkatan beban, bila berlangsung dan berat,
bisa menyebabkan jantung kanan gagal memompa. Kegagalan sisi kanan
jantung mempengaruhi perkembangan kemacetan sistemik vena, dan edema
jaringan.
Saat jantung gagal, perubahan sistemik juga terjadi agar CO mendekati
normal. Penurunan output ventrikel kiri berhubungan dengan penurunan
perfusion ginjal yang selanjutnya menyebabkan aktivasi local pada system
rennin-angiotensin yang menyebabkan tubulus ginjal menyerap air dan
sodium. Kejadian ini kadang disebut secondary hyperaldosteronism.
Kelainan intrinsik pada kontraktilitas myokard yang khas pada gagal
jantung akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan
pengosongan ventrikel yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang
menurun mengurangi curah sekuncup, dan meningkatkan volume residu
ventrikel.Sebagai respon terhadap gagal jantung, ada 3 mekanisme primer
yang dapat dilihat:
a. Meningkatkan aktivitas adrenergic simpatik
b. Meningkatkan beban awal akibat aktivasi system rennin-angiotensin
aldosteron
c. Hipertrofi ventrikel
Ketiga respon kompensatorik ini mencerminkan usaha untuk
mempertahankan curah jantung. Kelainan pada kerja ventrikel dan
menurunnya curah jantung biasanya tampak pada keadaan beraktivitas.
Dengan berlanjutnya gagal jantung maka kompensasi akan menjadi semakin
kurang efektif.
Menurunnya curah sekuncup pada gagal jantung akan membangkitkan
respon simpatik kompensatorik. Meningkatnya aktivitas adrenergic simpatik
merangsang pengeluaran katekolamin dari saraf-saraf adrenergic jantung dan
medulla adrenal. Denyut jantung dan dan kekuatan kontraksi akan meningkat
untuk menambah curah jantung. Juga terjadi vasokontriksi arteria perifer
untuk menstabilkan tekanan arteria, redistribusi volume darah dengan
mengurangi aliran darah ke organ-organ yang rendah metabolismenya seperti
kulit dan ginjal agar perfusi ke jantung dan otak dapat dipertahankan.
Penurunan curah jantung pada gagal jantung akan memulai peristiwa :
a. Penutunan aliran darah ginjal serta laju filtrasi glomerulus
b. Pelepasan rennin dan apparatus juksta glomerulus
c. Interaksi rennin dengan angiotensinogen dalam darah untuk
menghasilkan angiotensin I
d. Konversi angiotensin I menjadi angiotensin II
e. Perangsangan sekresi aldosteron dari kelenjar adrenal
f. Retansi natrium dan air pada tubulus distal dan duktus pengumpul
Respon kompensatorik terakhir pada gagal jantung adalah hipertofi
miokardium atau bertambah tebalnya dinding. Hipertrofi meningkatan jumlah
sarkomer dalam sel miokardium yang tergantung dari jenis beban
hemodinamik yang mengakibatkan gagal jantung. Sarkomer dapat bertambah
secara parallel atau serial. Respon miokardium terhadap beban volume seperti
pada regurgitasi aorta yang ditandai dengan dilatasi dan bertambahnya tebal
dinding jantung.

E. KLASIFIKASI
Berdasarkan bagian jantung yang mengalami kegagalan pemompaan,
dekompensasi kordis dibagi menjadi gagal jantung kiri, gagal jantung kanan,
dan gagal jantung kongestif. Pada gagal jantung kiri terjadi dyspnea d`effort,
fatigue, orthopnea, dispnea nocturnal paroksismal, batuk, pembesaran
jantung, irama derap, ventricular heaving, bunyi derap S3 dan S4, pernafasan
cheyne stokes, takikardia, pulsusu internans, ronkhi, dan kongesti vena
pulmonalis. Pada gagal jantung kanan timbul edema, liver engargement,
anoreksia dan kembung. Pada pemeriksaan fisik didapatkan hipertrofi jantung
kanan, heaving ventrikel kanan, irama derap atrium kanan, murmur, tanda-
tanda penyakit paru kronik, tekanan vena jungularis meningkat, bunyi P2
mengeras, asites, hidrothoraks, peningkatan tekanan vena, hepatomegali, dan
pitting edema. Pada gagal jantung kongestif terjadi manifestasi gabungan
gagal jantung kiri dan gagal jantung kanan.
Berdasarkan hubungan antara aktivitas tubuh dengan keluhan
dekompensasi dapat dibagi berdasarkan klisifikasi sebagai berikut:
I. Pasien dengan penyakit jantung tetapi tidak memiliki keluhan pada
kegiatan sehari-hari
II. Pasien dengan penyakit jantung yang menimbulkan hambatan aktivitas
hanya sedikit, akan tetapi jika ada kegiatan berlebih akan menimbulkan
capek, berdebar, sesak serta angina
III. Pasien dengan penyakit jantung dimana aktivitas jasmani sangat
terbatas dan hanya merasa sehat jika beristirahat.
IV. Pasien dengan penyakit jantung yang sedikit saja bergerak langsung
menimbulkan sesak nafas atau istirahat juga menimbulkan sesak nafas.

F. MANIFESTASI KLINIK ATAU TANDA DAN GEJALA


Decompensasi cordis dapat dimanifestasikan oleh penurunan curah
jantung dan/atau pembendungan darah di vena sebelum jantung kiri atau
kanan, meskipun curah jantung mungkin normal atau kadang-kadang di atas
normal.Tanda dominangagal jantung adalah meningkatnya volume
intravaskuler. Kongesti jaringan terjadi akibat tekanan arteri dan vena yang
meningkat akibat turunnya curah jantung dan kegagalan jantung. Peningkatan
tekanan vena pulmonalis dapat menyebakan cairan mengalir dari kapiler ke
alveoli, akibatnya terjadi edema paru yang dimanifestasikan dengan batuk
dan nafas pendek. Meningkatnya tekanan vena sistemik dapat mengakibatkan
edema perifer umum dan penambahan berat badan. Turunnya curah jantung
pada gagal jantung dimanifestasikan secara luas karena darah tidak dapat
mencapai jaringan dan organ (perfusi rendah) untuk menyampaikan oksigen
yang dibutuhkan. Beberapa efek yang biasanya timbul akibat perfusi rendah
adalah pusing, konfusi, kelelahan, tidak toleran terhadap latihan dan panas,
ektremitas dingin, dan haluaran urin berkurang (oliguri). Tekanan perfusi
ginjal menurun, mengakibatkanpelepasan rennin dari ginjal, yang pada
gilirannya akan menyebabkan sekresi aldosteron, retensi natrium dan cairan
serta peningkatan volume intravaskuler.
Dampak dari cardiak output dan kongesti yang terjadi pada sistem vena atau
sistem pulmonal antara lain:
 Lelah
 Angina
 Cemas
 Oliguri.
 Penurunan aktifitas GI
 Kulit dingin dan pucat
Tanda dan gejala yang disebakan oleh kongesti balik dari ventrikel kiri,
antara lain :
 Dyspnea
 Batuk
 Orthopnea
 Reles paru
 Hasil x-ray memperlihatkan kongesti paru
Tanda-tanda dan gejala kongesti balik ventrikel kanan :
 Edema perifer
 Distensi vena leher
 Hati membesar (hepatomegali)
 Peningkatan central venous pressure (CPV)
Respon Terhadap Kegagalan Jantung
a) Peningkatan tonus simpatis
Peningkatan sistem saraf simpatis yang mempengaruhi arteri vena
jantung. Akibatnya meningkatkan aliran balik vena ke jantung dan
peningkatan kontraksi. Tonus simpatis membantu mempertahankan
tekanan darah normal.
b) Retensi air dan natrium
Bila ginjal mendeteksi adanya penurunan volume darah yang ada untuk
filtrasi, ginjal merespon dengan menahan natrium dan air dengan cara
demikian mencoba untuk meningkatkan volume darah central dan aliran
balik vena.
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Keluhan penderita berdasarkan tanda dan gejala klinis
b. Pemeriksaan fisik EKG untuk melihat ada tidaknya infark myocardial
akut, dan guna mengkaji kompensasi seperti hipertropi ventrikel. Irama
sinus atau atrium fibrilasi, gel. mitral yaitu gelombang P yang melebar
serta berpuncak dua serta tanda RVH, LVH jika lanjut usia cenderung
tampak gambaran atrium fibrilasi.
c. Echocardiografi dapat membantu evaluasi miokard yang iskemik atau
nekrotik pada penyakit jantung kotoner
d. Foto X-ray thorak untuk melihat adanya kongesti pada paru dan
pembesaran jantung
e. Esho-cardiogram, gated pool imaging, dan kateterisasi arteri
polmonal.untuk menyajikan data tentang fungsi jantung
f. Sonogram : Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan
dalam fungsi/struktur katub atau are penurunan kontraktilitas ventricular
g. Kateterisasi jantung
Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan
gagal jantung sisi kanan verus sisi kiri, dan stenosis katup atau
insufisiensi, juga mengkaji fungsi arteri kororner. Zat kontras disuntikkan
kedalam ventrikel menunjukkan ukuran abnormal dan ejeksi
fraksi/perubahan kontrktilitas.
h. Foto polos dada
 Proyeksi A-P; konus pulmonalis menonjol, pinggang jantung hilang,
cefalisasi arteria pulmonal
 Proyeksi RAO; tampak adanya tanda-tanda pembesaran atrium kiri
dan pembesaran ventrikel kanan.

H. PENATALAKSANAAN
Tujuan dasar penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung adalah sebagai
berikut:
a) Menurunkan kerja jantung
b) Meningkatkan curah jantung dan kontraktilitas miocard
c) Menurunkan retensi garam dan air
d) Dukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung
e) Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraksi jantung dengan bahan-
bahan farmakologis
f) Menghilangkan penimbunan cairan tubuh berlebihan dengan terapi
diuretic diet dan istirahat
Pelaksanaannya meliputi:
1. Tirah Baring
Kebutuhan pemompaan jantung diturunkan, untuk gagal jantung kongesti
tahap akut dan sulit disembuhkan.
2. Pemberian diuretik
Pemberian terapi diuretik bertujuan untuk memacu ekskresi natrium dan
air melalui ginjal. Obat ini tidak diperlukan bila pasien bersedia
merespon pembatasan aktivitas, digitalis dan diet rendah natrium.
3. Pemberian morphin
Untuk mengatasi edema pulmonal akut, vasodilatasi perifer, menurunkan
aliran balik vena dan kerja jantung, menghilangkan ansietas karena
dispnea berat.
4. Reduksi volume darah sirkulasi
Dengan metode plebotomi, yaitu suatu prosedur yang bermanfaat pada
pasien dengan edema pulmonal akut karena tindakan ini dengan segera
memindahkan volume darah dari sirkulasi sentral, menurunkan aliran
balik vena dan tekanan pengisian serta sebaliknya menciptakan masalah
hemodinamik segera.
5. Terapi vasodilator
Obat-obat vasoaktif merupakan pengobatan utama pada penatalaksanaan
gagal jantung. Obat ini berfungsi untuk memperbaiki pengosongan
ventrikel dan peningkatan kapasitas vena sehingga tekanan pengisian
ventrikel kiri dapat diturunkan dan dapat dicapai penurunan dramatis
kongesti paru dengan cepat.
6. Terapi digitalis
Digitalis adalah obat utama yang diberikan untuk meningkatkan
kontraktilitas (inotropik) jantung dan memperlambat frekuensi ventrikel
serta peningkatam efisiensi jantung. Ada beberapa efek yang dihasilkan
seperti : peningkatan curah jantung, penurunan tekanan vena dan volume
darah, dan peningkatan diuresis yang mengeluarkan cairan dan
mengurangi edema.
7. Inotropik positif
a. Dopamin
Pada dosis kecil 2,5 s/d 5 mg/kg akan merangsang alpha-adrenergik
beta-adrenergik dan reseptor dopamine ini mengakibatkan keluarnya
katekolamin dari sisi penyimpanan saraf. Memperbaiki kontraktilitas
curah jantung dan isi sekuncup. Dilatasi ginjal-serebral dan
pembuluh koroner. Pada dosis maximal 10-20 mg/kg BB akan
menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkan beban kerja jantung.
b. Dobutamin
Merangsang hanya betha adrenergik. Dosis mirip dopamine
memperbaiki isi sekuncup, curah jantung dengan sedikit
vasokonstriksi dan tachicardi.
8. Dukungan diet (pembatasan natrium)
Pembatasan natrium ditujukan untuk mencegah, mengatur, atau
mengurangi edema, seperti pada hipertensiatau gagal jantung. Dalam
menentukan ukuran sumber natrium harus spesifik dan jumlahnya perlu
diukur dalam milligram.

I. PROGNOSIS
Prognosis pada gagal jantung dapat diperkirakan dengan banyak cara
termasuk dengan pemeriksaan klinik dan pemeriksaan cardiopulmonary.
Pemeriksaan klinik merupakan gabungan dari beberapa pemerikasaan
diantaranya tes lab dan tes tekanan darah sebagai perkiraan prognosis. Namun
beberapa pemeriksaan klinik hanya untuk gagal jantung akut. Yang paling
penting dalam prognosis adalah memperkirakan prognosis gagal jantung
kronis yaitu dengan cardiopulmonary exercise testing (CPX testing). CPX
testing selalu mengacu pada trasplantasi jantung sebagai indicator prognosis.
Pengujian kerja kardiopulmonary melibatkan pengukuran dari oksigen dan
karbondioksida. Pada umumnya karbondioksida maksimal berkurang sampai
12-14 cc/Kg/min mengindikasikan survival terburuk dan meminta pasien
untuk melakukan trasplantasi jantung. Bila gejala klinik sudah diketahui sejak
dini pertolongan segera pada bayi dan anak akan lebih baik daripada
penanganan pada orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh karena belum terjadi
perburukan pada miokardium.Ada beberapa faktor yang menentukan
prognosa, yaitu:
a. Waktu timbulnya gagal jantung.
b. Timbul serangan akut atau menahun.
c. Derajat beratnya gagal jantung.
d. Penyebab primer.
e. Kelainan atau besarnya jantung yang menetap.
f. Keadaan paru.
g. Cepatnya pertolongan pertama.
h. Respons dan lamanya pemberian digitalisasi.
i. Seringnya gagal jantung kambuh.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
a. Keluhan Utama
Pasien dengan gagal jantung biasanya datang ke rumah sakit dengan keluhan
sesak napas, nyeri dada yang berat
b. Status Kesehatan Masa Lalu
Pasien dengan gagal jantung biasanya memiliki riwayat hipertensi, DM,
penyakit katup jantung, penyakit arteri koroner.
c. Keadaan Umum
Adanya kelelahan/kelemahan, tingkat kesadaran baik hingga penurunan
kesadaran, takikardi dengan tekanan darah yang meningkat ataupun menurun,
dan sesak napas
d. Pengkajian 11 Pola Fungsional Gordon
 Pola Pemeliharaan Kesehatan
Jarang berolahraga, konsumsi kafein, alkohol, makanan berlemak, gula,
jarang melakukan pemeriksaan kesehatan.
 Pola Nutrisi Metabolic
Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, penambahan berat badan signifikan,
pembengkakan pada ekstremitas bawah, diet tinggi garam/makanan yang
telah diproses, lemak, gula dan kafein, distensi abdomen (asites); edema
(umum, dependen, tekanan, pitting)
 Pola Eliminasi
Penurunan berkemih, urine berwarna gelap, berkemih malam hari (nokturia),
diare/konstipasi.
 Pola Aktivitas dan Latihan
Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari, nyeri dada dengan
aktivitas, dispnea pada istirahat atau pada pengerahan tenaga, gelisah, letargi,
tanda vital berubah pada aktivitas.
 Pola Tidur dan Istirahat
Insomnia, kesulitan memulai tidur, kualitas tidur tidak terpenuhi karena sesak
napas dan nyeri
 Pola Persepsi Diri
Pasien dengan gagal jantung dapat mengalami penurunan kualitas hidup
 Pola Seksual Reproduksi
Aktivitas seksual menurun karena keterbatasan aktivitas yang dapat
dilakukan.
 Pola Peran Hubungan
Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas soial.
 Pola Manajemen Koping Stres
Perubahan perilaku, mudah tersinggung, ansietas, takut, stres yang
berhubungan dengan penyakit/keprihatinan finansial (pekerjaan/biaya
perawatan medis).
 Sistem Nilai dan Keyakinan
Selalu berdoa hingga menyangkal penyakit yang dialami

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Ketidakefektifan bersihan jalan napasberhubungan dengan obstruksi
jalan nafas akibat adanya cairan dan eksudat pada alveoli
2) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ventilasi-perfusi
3) Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan kontraktilitas
jantung, perubahan preload, after load
4) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera kimia (kurangnya suplai
darah ke miokardium, perubahan metabolisme, dan peningkatan produksi
asam laktat)
5) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan regulasi cairan
akibat gangguan kontraktilitas jantung
6) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai
oksigen dengan kebutuhan tubuh
7) Nausea berhubungan dengan penekanan lambung akibat hepatomegali
DAFTAR PUSTAKA

Arif. M. 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Kardiovaskuler dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika

Dochterman, Joanne McCloskey and Bulechek, Gloria M. 2004. Nursing


Intervention Classification (NIC). Fourth Edition. St. Louis Missouri:
Mosby Elsevier

Doenges, Marilynn E. 2007. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta:
EGC

Guyton. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC

Herdman, T. Heather. 2015. Diagnosa keperawatan: Definisi dan Klasifikasi


2015-2017 oleh NANDA International. Jakarta: EGC

Moorhead, Sue, et.al. Nursing Outcomes Classification (NOC). Fourth Edition.


St. Louis Missouri: Mosby Elsevier

Price, SA. 2005. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta:


EGC

Soeparman, Waspadji S. 1990. Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.

Smeltzer, Suzanne C, dkk. 2002. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &


Suddarth, Edisi 8, Volume 3. Jakarta: EGC

Suddart, & Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai