Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

HIPERTENSI

DI RUANG ICU

RSD BALUNG JEMBER

DISUSUN OLEH :

Firman Kurniawan

Halimatus Sa’diyah

M. Wildan Syafiqul .A

Ni Putu Mega Aprihastini

Nurul Fitri

Primilia. R

Ulfaatin Mega R.N.H

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

BANYUWANGI

2017
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan “HIPERTENSI” di Ruang ICU RSD BALUNG JEMBER ini telah di
setujui pada

Hari :

Tanggal :

Mengetahui

Pembimbing Lahan Pembimbing Institusi

( ) ( )
LAPORAN PENDAHULUAN

HIPERTENSI

A. DEFINISI

Hipertensi adalah tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya diatas 140
mmHg dan tekanan diastoliknya diatas 90 mmHg. Pada populasi manula, hipertensi
didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg
(smeltzer, 2001).

Menurut Price (2005) Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah kondisi dimana
terjadi peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu lama). Penderita
yang mempunyai sekurang-kurangnya tiga bacaan tekanan darah yang melebihi 140/90
mmHg saat istirahat diperkirakan mempunyai keadaan darah tinggi.

B. ETIOLOGI

Hipertensi berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi 2 jenis :

1. Hipertensi primer atau esensial adalah hipertensi yang tidak/belum diketahui


penyebabnya (terdapat kurang lebih 90% dari seluruh hipertensi).
2. Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan/sebagai akibat dari adanya
penyakit lain (Smeltzer, 2001).

Hipertensi primer kemungkinan memiliki banyak penyebab, seperti :


memyebabkan meningkatnya tekanan darah (Price, 2005). Jika penyebabnya diketahui,
maka disebut hipertensi sekunder.

Beberapa penyebab terjadinya hipertensi sekunder :

1. Penyakit ginjal :
a. Sianosis arteri renalis
b. Pielonefritis
c. Glomerulonefritis
d. Tumor-tumor ginjal
e. Penyakit ginjal polikista (biasanya diturunkan)
f. Trauma pada ginjal (luka yang mengenai ginjal)
g. Terapi penyinaran yang mengenai ginjal
2. Kelainan hormonal :
a. Hiperaldosteronism
b. Sindroma Cushing
c. Feokromositoma
3. Obat-obatan :
a. Pil KB
b. Kortikosteroid
c. Siklosporin
d. Eritropoetin
e. Kokain
f. Penyalahgunaan alkohol
g. Kayu manis (dalam jumlah sangat besar)
4. Penyebab lainnya :
a. Koartasio aorta
b. Preeklamsi pada kehamilan
c. Porfiria intermiten akut
d. Keracunan timbal akut

Adapun penyebab lain dari hipertensi yaitu :

a. Peningkatan kecepatan denyut jantung


b. peningkantan volume sekuncup yang berlangsung lama
c. Peningkatan TPR yang berlangsung lama
C. FAKTOR PREDISPOSISI

Berdasarkan faktor pemicu, hipertensi dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti
umur, jenis kelamin dan keturunan. Hipertensi juga banyak dijumpai pada penderita
kembar monozigot (satu telur), apabila salah satunya menderita hipertensi. Dugaan ini
menyokong bahwa faktor genetik mempunyai peran didalam terjadinya hipertensi.

Sedangkan yang dapat dikontrol seperti kegemukan/obesitas, stress, kurang


olahraga, merokok, serta konsumsi alkohol dan garam. Faktor lingkungan ini juga
berpengaruh terhadap timbulnya hipertensi esensial. Hubungan antara stress dengan
hipertensi, diduga melalui aktivasi saraf simpatis. Saraf simpatis adalah saraf yang bekerja
pada saat kita beraktivitas, saraf parasimpatis adalah saraf yang bekerja pada saat kita
tidak beraktivitas.

Peningkatan aktivitas saraf simpatis dapat meningkatkan tekanan darah secara


intermiten (tidak menentu). Apabila stress berkepanjangan dapat mengakibatkan tekanan
darah menetap tinggi. Walaupun hal ini belum terbukti, akan tetapi angka kejadian di
masyarakat perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan pedesaan. Hal ini dapat
dihubungkan dengan pengaruh stress yang dialami kelompok masyarakat yang tinggal
dikota.

Berdasarkan penyelidikan, kegemukan merupakan ciri khas dari populasi hipertensi


dan dibuktikan bahwa faktor ini mempunyai kaitan yang erat dengan terjadinya hipertensi
dikemudian hari. Walaupun belum dapat dijelaskan hubungan antara obesitas dan
hipertensi esensial, tetapi penyelidikan membuktikan bahwa daya pompa jantung dan
sirkulasi volume darah penderita obesitas dengan hipertensi lebih tinggi dibandingkan
dengan penderita yang mempunyai berat badan normal.

D. PATOFISIOLOGI

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletaj di


pusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jalan saraf
simpatis, yang berlanjut kebawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla
spinalis ke ganglia simpatis ditorak dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak kebawah melalui system saraf simpatis
ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang
merangsang serabut neoropinefrin mengakibatkan kontriksi pembuluh darah. Berbagai
faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah
terhadap neuropinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa
terjadi.

Pada saat bersamaan dimana system simpatis merangsang pembuluh darah sebagai
respon rangsang emosi. Kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan
aktivitas vasokontriksi. Medula adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan
vasokontriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat
memperkuat respon vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yang mengakibatkan
penurunan aliran darah keginjal, mengakibatkan pelepasan renin. Renin merangsang
pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, saat
vasokontriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks
adrenal. Hormon ini menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor
tersebut cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
E. PATHWAY

Faktor predisposisi : Usia, jenis kelamin, merokok, stress, kurang olahraga, genetik, alkohol,
konsentrasi garam, obesitas

Kerusakan vaskuler
Hipertensi
Pembuluh darah Beban kerja jantung

Perubahan situasi
Perubahan struktur Tekanan sistemik darah

Informasi yang minim


Penyumbatan
Defisiensi
pembuluh darah
pengetahuan
ansietas
Retensi pembuluh darah
Otak
Vasokontriksi
Otak
Gangguan sirkulasi Resiko
Suplay O2 ke otak ketidakefektifan
perfusi jaringan
otak

Ginjal Retina Pembuluh Darah

Vasokontriksi pembuluh spasme artiriol sistemik koroner


Darah ginjal
Risiko cidera Vasokontriksi Iskemik
Blood flow darah miocard
Penurunan curah Ofterload
jantung Nyeri dada
Respon RAA
Fatigue
Merangsang aldosteron

Intoleransi
aktivitas
Retensi N

Edema

Kelebihan volume
cairan

F. MANIFESTASI KLINIS

Pada sebagian besar penderita hipertensi tidak menimbulkan gejala, meskipun


secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan
dengan tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala yang dimaksud adalah
sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan, yang bisa
saja terjadi baik pada penderita hipertensi maupun pada seseorang dengan tekanan darah
yang normal.

Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati bisa timbul gejala berikut :

1. Sakit kepala
2. Kelelahan
3. Mual
4. Muntah
5. Sesak nafas
6. Gelisah

Pandangan menajdi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata,
jantung dan ginjal.

Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan


koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut esofalopati hipertensif,
yang memerlukan penanganan segera.
G. KLASIFIKASI

The Joint Nasional Committe on Detection, Evaluation and Treatment of High


Blood Pressure membuat suatu klasifikasi baru yaitu : /JNC VIII

Klasifikasi Tekanan Darah untuk Dewasa Usia 18 tahun atau lebih

Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)


Normal < 130 < 85
Normal tinggi 130-139 85-89
Hipertensi
Tingkat 1 (Ringan) 140-159 90-99
Tingkat 2 ( Sedang) 160-179 100-109
Tingkat 3 (Berat) >180 >110
Tidak minum obat antihepitertensi dan tidak sakit akut. Apabila tekanan sistolik
dan diastolik turun dalam kategori yang berbeda, maka yang dipilih adalah kategori rata-
rata dari dua kali pembacaan atau lebih yang dilakukan pada setiap dua kali kunjungan
atau lebih setelah skrining awal.

Pada pemeriksaan tekanan darah akan didapatkan dua angka. Angka yang lebih
tinggi diperoleh pada saat jantung berkontraksi (sistolik), angka yang lebih rendah
diperoleh pada saat jantung berkontraksi (sistolik), angka yang lebih rendah diperoleh
pada saat jantung berelaksasi (diastolik). Tekanan darah kurang dari 120/80 mmHg
didefinisikan sebagai “normal”. Pada tekanan darah tinggi biasanya terjadi kenaikan
tekanan sistolik dan diastolik. Hipertensi biasanya terjadi pada tekanan darah 140/90
mmHg atau keatas, diukur dikedua lengan tiga kali dalam jangka beberapa minggu.

Pada hipertensi sistolik terisolasi, tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih,
tetapi tekanan diastolik masih dalam kisaran normal. Hipertensi ini sering ditemukan pada
usia lanjut. Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang mengalami kenaikan
tekanan darah, tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan
diastolik terus meningkat sampai usia 55-60 tahun, kemudian berkurang secara perlahan
atau bahkan menurun drastis.

Disamping itu juga terjadi hipertensi pada kehamilan (pregnancy-induced


hypertension/ PIH) PIH adalah jenis hipertensi sekunder karena hipertensinya reversible
setelah bayi lahir. PIH tampaknya terjadi akibat dari kombinasi peningkatan curah jantung
dan TPR. Selama kehamilan normal volume darah meningkat secara drastis. Pada wanita
sehat peningkatan volume darah diakomodasikan oleh penurunan responsifitas vascular
terhadap hormon-hormon vasoaktif, misalnya angistensin II. Hal ini menyebabkan TPR
berkurang pada kehamilan normal dan tekanan darah rendah. Pada wanita dengan PIH,
tidak terjadi penurunan sensivitas terhadap vasopeptida-vasopeptida tersebut, sehingga
peningkatan besar volume darah secara langsung meningkatkan curah jantung dan
tekanan darah. PIH dapat timbul sebagai akibat dari gangguan imunologik yang
mengganggu perkembangan plasenta. PIH sangat berbahaya bagi wanita dan dapat
menyebabkan kejang, koma dan kematian.

H. KOMPLIKASI

Adapun komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit hipertensi menurut TIM
POKJA RS Harapan Kita (2003 : 64) dan Dr. Budhi Setianto (Depkes, 2007) :

1. Penyakit pembuluh darah otak seperti stroke, perdarahan otak, transient ischemic
attack (TIA)
2. Penyakit jantung seperti gagal jantung, angina pectoris, infark miocard akut (IMA)
3. Penyakit ginjal seperti gagal ginjal
4. Penyakit mata seperti perdarahan retina, penebalan retina, oedema pupil
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang menurut FKUI (2003 : 64) dan dosen Fakultas Kedokteran
USU, Abdul Madjid (2004) :

1. Pemeriksaan laboratorium rutin yang dilakukan sebelum memulai terapi bertujuan


menentukan adanya kerusakan organ dan faktor resiko lain atau mencari penyebab
hipertensi. Biasanya diperiksa urin analisa, darah perifer langkap, kimia darah
(kalium, natrium, kreatinin, gula darah puasa, kolestrol total, HDL, LDL.
2. Pemeriksaan EKG. EKG (pembesaran jantung, gangguan konduksi), IVP (dapat
mengidentifikasi hipertensi), sebagai tambahan dapat dilakukan pemeriksaan lain,
seperti klirens kreatinin, pretein, asam urat, TSH dan ekordiografi.
3. Pemeriksaan diagnostik meliputi BUN/creatinin (fungsi ginjal), glucose (DM) kalium
serum (meningkat menunjukkan aldosteron yang meningkat), kalsium serum
(paningkatan dapat menyebabkan hipertensi, kolestrol dan tri gliserit (indikasi
pencetus hipertensi), pemeriksaan tiroid (menyebabkan vasokontriksi), urinalisa
protein, gula (menunjukkan disfungsi ginjal), asam urat (factor penyebab hipertensi).
4. Pemeriksaan Radiologi : foto dada dan CT Scan
J. PENCEGAHAN HIPERTENSI

1. Faktor mengatasi obesitas/menurunkan kelebihan berat badan

2. Mengurangi Asupan garam

3. Diet rendah lemak

4. Olahraga secara teratur

K. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan Farmakologi
a) Diuretik

Cara kerjanya yaitu menurunkan tekanan darah dengan mengurangi


reabsorbsi ginjal terhadap natrium dan air, jadi menurunkan volume sirkulasi
cairan jenis obatnya antara lain : (lasix) furosemide, (aldoctone) spinolakton,
politiazid.

b) Alfa gloker

Obat yang dapat memblokir reseptor alfa dan menyebabkan vasodilatasi


perifer serta turunnya tekanan lebih efektif menurunkan tekanan darah.

c) Penyekat beta adrenergic/beta blocker

Cara kerjanya bergabung dengan reseptor beta adrenergic dijantung, arteri


dan arteriosol untuk menyekat respon terhadap impuls nervus simpatik.

d) Obat yang bekerja sentral

Dapat mengurangi pelepasan nonadrenalin sehingga menurunkan aktivitas


saraf adrenergic perifer dan turunnya tekanan darah.

e) Vasodilator

Cara kerjanya yaitu bekerja pada otot polos arterior untuk relaksasi dan
menurunkan tekanan vaskuler perifer.
f) Antagonis Kalsium

Menghambat pemasukan ion kalsium kedalam sel otot polos pembuluh darah
efek fasodilatasi & turunnya tekanan darah.

g) Penghambat ACE

Cara kerjanya yaitu menurunkan tekanan darah dengan menyekat konvensi


angiotensis I menjadi angiotensin II, mencegah vasokontriksi, menurunkan
produksi aldosteron & retensi cairan.

2. Penatalaksanaan Non Farmakologis


a) Mengurangi berat badan untuk individu yang obesitas atau kelebihan BB
b) Mengadopsi pola makan DASH (Dietary Approach to Stop Hypertension) yang
kaya kalsium dan kalium, diet rendah natrium.
c) Mengurangi dan menghentikan konsumsi alkohol dan rokok
d) Melakukan aktifitas fisik atau olahraga
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identifikasi Klien : Meliputi umur, jenis kelamin (perbandingan antara perempuan dan
laki-laki), usia (kebanyakan terjadi pada usia 45 tahun keatas), pendidikan, pekerjaan,
agama, suku bangsa.
2. Keluhan Utama : Sakit kepala disertai rasa berat di tengkuk, sakit kepala berdenyut.
3. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien dengan hipertensi didapatkan keluhan pusing,
tengkuk bagian belakang terasa berat, mata berkunang-kunang, riwyat merokok dan
alkohol. Skala nyeri :
 Nyeri ringan : 1-3
 Nyeri sedang : 4-6
 Nyeri berat : 7-10
4. Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat hipertensi sebelumnya, diabetes millitus, penyakit
ginjal, obesitas, hiperkolesterol, ada riwyat merokok, konsumsi alkohol dan
penggunaan obat kontrasepsi oral.
5. Riwyat Kesehatan Keluarga : Ada keluarga yang menderita hipertensi, tidak ada yang
menderita penyakit menular seperti DM.
6. Pemeriksaan Fisik ( B1 – B6)
 B1 (Breating/pernafasan)
Dispnea yang berkaitan dengan aktivitas/kerja, takipnea, penggunaan otot
bantu pernafasan, bunyi nafas tambahan (kreakles/mengi).
 B2 (Blood/kardiovaskuler)
Kulit pucat, sianosis, diforesis (kongesti,hipoksemia), kenaikan tekanan darah,
hipertensi postural (mungkin berhubungan dengan regimen otot), takikardi,
bunyi jantung terdengar S2 pada dasar, S3 (CHF dini), S4 (pengerasan
ventrikel) kiri/hipertropi ventrikel kiri. Murmur stenosis valvular. Desiran
vaskular terdengar diatas karotis, femoralis atau epigastrium (stenosis arteri),
DFJ (Distensi Vena Jungularis).
 B3 (Brain/persyarafan)
Keluhan pening atau pusing, GCS 4-5-6
 Nyeri ringan : 1-3
 Nyeri sedang : 4-6
 Nyeri berat : 7-10
 B4 (Blader/perkemihan)
Adanya infeksi pada gangguan ginjal, adanya riwayat gangguang (susah BAK,
sering berkemih pada malam hari).
 B5 (Bowel/pencernaan)
Terjadi penurunan nafsu makan.
 B6 (Bone/tulang, otot, integumen)
Terjadi kelemahan, letih, ketidak mampuan mempertahankan
kebiasaan/aktivitas seperti biasanya.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru akibat odema
paru.
2. Gangguan perfusi serebral berhubungan dengan penurunan suplai oksigen otak.
3. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload, vasokontriksi
pembuluh darah.
4. Nyeri akut/kronis berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskular serebral dan
iskemia miokard.
5. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan edema.
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum dan ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen.
7. Gangguan persepsi sensori pengelihatan berhubungan dengan penekanan saraf
optikus.
8. Resiko cidera berhubungan dengan penurunan kesadaran, pengelihatan ganda
(diplopia).
9. PK : Gagal jantung.
C. Intervensi Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru akibat odema
paru.
 Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1x24 jam diharapkan pola
nafas pasien kembali efektif.
 Kriteria Hasil :
 RR = 16x/menit
 Tidak ada pernafasan cuping hidung, dan retraksi dada
 Bunyi nafas normal (vesikuler) tidak ada bunyi nafas tambahan seperti ,
krakels, ronchi
 Ekspansi dada simetris, tidak ada keluhan sesak
NO Intervensi NO Rasional
1. kaji frekwensi kedalaman 1. kedalaman dan kecepatan
pernafasan dan ekspansi dada, pernafasan bervariasi tergantung
catat upaya pernafasan derajat gagal nafas. Ekspansi dada
termasuk penggunaan otot-otot yang terbatas berhubungan dengan
bantu pernafasan. atelektasis /nyeri dada pleuritik.
2. auskultasi bunyi nafas dan catat 2. penurunan bunyi nafas akibat
adanya bunyi nafas tambahan obstruksi sekunder terhadap
adventisius, seperti krekels, perdarahan, kolaps jalan nafas
mengi, gesekan pleural serta kegagalan nafas
3. berikan posisi semifowler bila 3. memperbaiki jalan nafas dan
tidak ada konta indikasi saturasi pernafasan
4. kolaborasi pemberian oksigen 4. memaksimalkan pernafasan dan
menurunkan kerja otot pernafasan

2. Gangguan perfusi serebral berhubungan dengan penurunan suplai oksigen otak.


 Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan 1x24 jam diharapkan perfusi
jaringan serebral pasien kembali efektif.
 Kriteria Hasil :
 GCS normal (total 15)
 Nilai TIK dalam batas normal (0-15mmHg)
 TTV normal (RR 16-20x/menit)
NO Intervensi NO Rasional
1. pantau TD, catat adanya 1. normalnya autoregulasi mempertahan
hipertensi sistolik secara terus kan aliran darah otak yang konstan
menerus dan tekanan nadi yang pada saat ada fluktuasi TD sistemik.
semakin berat Kehilangan autoregulasi dapat
mengikuti kerusakan vaskularisasi
serebral lokal/menyebar
2. pantau frekwensi jantung, catat 2. perubahan pada ritme (paling sering
adanya bradikardi, takikardi bradikardi) dan disritmia dapat timbul
atau bentuk disritmia lainnya yang mencerminkan adanya
depresi/trauma pada batang otak pada
pasien yang tidak memiliki kelainan
jantung sebelumnya
3. pantau pernafasan meliputi pola 3. nafas yang tidak teratur dapat
dan iramanya menunjukkan lokasi adanya
gangguan serebral dan memerlukan
intervensi yang lebih lanjut
4. catat status neurologis dengan 4. pengkajian kecendrungan adanya
teratur dan bandingkan dengan perubahan tingkat kesadaran adalah
keadaan normal sangat berguna dalam menentukan
lokasi penyebaran/luasnya dan
perkembangan dari kerusakan
serebral
5. berikan obat anti hipertensi 5. efektif dalam menurunkan tekanan
darah

3. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload, vasokontriksi


pembuluh darah.
 Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan 1x24jam diharapkan curah
jantung pasien mulai normal.
 Kriteria Hasil :
 Tidak adanya sianosis
 Akral hangat
 RR normal (16-20x/menit)
 Tidak adanya bunyi jantung tambahan
 GCS normal (E, V, M = 15)
 Haluara urine dalam batas normal (400ml/24jam) warna kuning jernih
NO Intervensi NO Rasional
1. pantau TD, ulkus pada kedua tangan 1. perbandingan dari tekanan
untuk evaluasi awal. Gunakan memberikan gambaran yang lebih
ukuran manset yang tepat dan teknik lengkap tentang
yang akurat keterlibatan/bidang masalah
vaskular
2. catat keberadaan, kualitas denyut 2. denyut karotis, jungularis, radialis
sentral dan perifer dan femoralis mungkin terpalpasi.
Denyut pada tungkai mungkin
menurun, mencerminkan efek dari
vasokontriksi (peningkatan SVR)
dan kongesti vena
3. auskultasi tonus jantunng dan bunyi 3. S4 umum terdengar pada pasien
nafas hipertensi berat karena adanya
hipertensiatrium.Adanya krakles,
mengi dapat mengindikasikan
kongesti paru sekunder terhadap
terjadinya atau gagal jantung
kronik
4. pertahankan pembatasan aktivitas 4. menurunkan stres dan ketegangan
seperti istirahat di tempat yang mempengaruhi tekanan
tidur/kursi, jadwal periode istirahat darah dan perjalanan penyakit
tanpa gangguan, bantu pasien hipertensi
melakukan aktivitas perawatan diri
sesuai kebutuhan
5. berikan lingkungan tenang, nyaman, 5. membantu untuk menurunkan
kurangi aktivitas/keributan ransang simpatis, meningkatkan
lingkungan. Batasi jumlah relaksasi
pengunjung dan lamanya tinggal
6. kolaborasi, berikan obat-obatan 6. tiazid mungkin digunakan sendiri
sesuai indikasi seperti diuretik dan atau dicampur dengan obat lain
tiazid untuk menurunkan TD pada
pasien dengan fungsi ginjal yang
relatif normal. Diuretik ini
memperkuat agen-agen anti
hipertensi lain dengan membatasi
retensi cairan. Vasodilator
menurunkan aktivitas kontriksi
arteri dan vena pada ujung syaraf
simpatik

4. Nyeri akut/kronis berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskular serebral dan


iskemia miokard.
 Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan 1x24jam diharapkan nyeri
pasien berkurang.
 Kriteria Hasil :
 Mengungkapkan metode yang memberikan pengurangan
 Mengikuti regimen farmakologi yang diresepkan
 Skala nyeri 0-1
 Wajah tidak meringis/wajah tampak rileks
 Mengutamakan nyeri berkurang
NO Intervensi NO Rasional
1. kaji derajat nyeri 1. mengetahui derajat nyeri yang dirasakan
pasien dan mempermudah intervensi
2. pertahankan tirah baring 2. meminimalkan stimulasi/ meningkatkan
selama fase akut relaksasi
3. berikan tindakan non 3. tindakan yang menurunkan tekanan
farmakologi untuk vaskuler serebral dan yang
menghilangkan sakit memperlambat/ memblok respon
kepala atau nyeri dada, simpatis efektif dalam menghilangkan
misal kompres dingin pada sakit kepala dan komplikasinya
dahi, pijat punggung dan
leher, teknik relaksasi
(panduan imajinasi,
distraksi) dan aktivitas
waktu senggang
4. minimalkan aktivitas 4. aktivitas yang meningkatkan
vasokontriksi yang dapat vasokontiksi menyebabkan sakit kepala
meningkatkan sakit kepala pada adanya peningkatan tekanan
misalnya, mengejan saat vaskuler serebral
BAB, batuk panjang,
membungkuk
5. kaji tanda- tanda vital 5. mengetahui keadaan umum pasien,
peningkatan tanda-tanda vital
mengidentifikasi nyeri belum dapat
terkontrol
6. kolaborasi analgesik, 6. menurunkun/ mengontrol nyeri dan
antiansietasmis, lorazepam, menurunkan rangsang sistem syaraf
diazepam simpatis

5. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan edema.


 Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan 1x24jam diharapkan pasien
menunjukkan keseimbangan cairan.
 Kriteria Hasil :
 Masukan dan haluaran seimbang
 BB stabil
 Tanda vital dalam rentang normal (N : 70-80x/menit, RR : 16-20x/menit, S :
36,5 – 37,5 C, TD : 120/80mmHg)
 Odema tidak ada
NO Intervensi NO Rasional
1. awasi denyut jantung, TD, 1. takikardi dan hipertensi terjadi karena
CVP kegagalan ginjal untuk mengeluarkan
urine, pembatasan cairan berlebih
selama mengobati hipovolemi/ hipotensi
atau perubahan fase oliguri gagal ginjal
dan perubahan pada reninangistensin
2. catat pengeluaran dan 2. perlu untuk menentukan fungsi ginjal
pemasukan secara akurat untuk mengkonsentrasikan urine
3. awasi berat jenis urine 3. mengukur untuk kemampuan ginjal
untuk mengkonsentrasikan urine
4. timbang berat badan tiap 4. penimbangan berat badan harian adalah
hari dengan alat dan pengawasan status cairan terbaru.
pakaian yang sama Peningkatan berat badan lebih dari
0,5kg per hari diduga ada retensi cairan
5. kaji kulit, wajah area 5. edema terjadi terutama pada jaringan
tergantung untuk edema yang tergantung pada tubuh misal,
tangan, kaki, area lumbasakral
6. berikan obat sesuai indikasi 6. membantu dalam pengeluaran cairan
(diuretik)

6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum dan ketidakseimbangan


antara suplai dan kebutuhan oksigen.
 Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan 1x24 jam pasien dapat
berpartisipasi dalam aktivitasnya yang diinginkan/ diperlukan.
 Kriteria Hasil :
 Melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas yang dapat diukur
 Menunjukkan penurunan dalam tanda-tanda intoleransi fisiologi
NO Intervensi NO Rasional
1. kaji respon pasien terhadap 1. menyebutkan parameter membantu
aktivitas, perhatikan dalam mengkaji respon fisiologi terhadap
frekwensi nadi >20x/mnt stres aktivitas dan bila ada, merupakan
diatas frekwensi istirahat, indikator dari kelebihan kerja yang
peningkatan tekanan darah berkaitan dengan tingkat aktivitas
yang nyata selama/ sesudah
aktivitas, dispnea/ nyeri
dada, keletihan dan
kelemahan yang berlebihan,
diaforesis, pusing/ pingsan
2. instruksikan pasien dalam 2. teknik menghemat energi mengurangi
teknik penghematan energi, penggunaan energi, juga membantu
misal menggunkan kursi saat keseimbangan antara suplai dan
mandi, duduk saat menyisir kebutuhan oksigen
rambut/ menggosok gigi,
melakukan aktivitas dengan
perlahan
3. kaji sejauh mana aktivitas 3. mengidentifikasi sejauh mana
yang didapat ditoleransi kemampuan pasien dalam melakukan
aktivitas dan perawan diri
4. mendorong kemandirian 4. kemajuan aktivitas bertahap mencegah
dalam melakukan aktivitas peningkatan kerja jantung tiba-tiba.
Memberikan bantuan hanya sebatas
kebutuhan akan mendorong kemandirian
dalam melakukan aktivitas

7. Gangguan persepsi sensori pengelihatan berhubungan dengan penekanan saraf


optikus.
 Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan 1x24 jam diharapkan
pengelihatan pasien semakin membaik.
 Kriteria Hasil :
 Menyatakan pengelihatan semakin membaik
 Visus normal (6/6)
 Refraksi mata baik
 Tidak ada disorientasi waktu, orang dan tempat
NO Intervensi NO Rasional
1. kaji kemampuan melihat pasien 1. untuk mengidentifikasi
kemampuan melihat dan
menyusun rencana tindakan
2. berikan kompres hangat pada mata 2. meningkatkan vaskularisasi pada
area mata
3. bantu kebutuhan pasien dalam 3. menghindari resiko cidera dan
rentang pasien mengalami kesadaran interpretasi yang
penurunan pengelihatan dapat mengancam jiwa pasien
4. kolaborasi dalam pemeriksaan mata 4. menghindari disorientasi waktu,
dan penggunaan alat bantu orang dan tempat
pengelihatan

8. Resiko cidera berhubungan dengan penurunan kesadaran, pengelihatan ganda


(diplopia).
 Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan 1x24 jam diharapkan pasien
tidak mengalami cidera.
 Kriteria Hasil :
 Pasien tidak mengalami cidera
NO Intervensi NO Rasional
1. jauhkan dari benda-benda tajam 1. meminimalkan resiko cidera
2. berikan penerangan yang cukup 2. meminimalkan terjadinya
benturan
3. usahakan lantai tidak licin dan 3. meminumalkan klien jatuh
basah
4. pasang side rail 4. menghindari klien terjatuh pada
saat istirahat
5. anjurkan kepada keluarga klien 5. untuk menjaga meningkatkan
untuk selalu menemani klien dalam keamanan
beraktivitas

9. PK : Gagal jantung.
 Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan 1x24 jam diharapkan klien tidak
mengalami gagal jantung.
 Kriteria Hasil :
 Nadi 70-80x/menit
 Nyeri tidak ada
 Sianosis tidak ada
NO Intervensi NO Rasional
1. pantau adanya tanda-tanda gagal 1. pemantauan/ penanganan sedini
jantung mungkin dan mencegah kerusakan
lebih lanjut
2. kolaborasi dengan dokter bagian 2. pemberian terapi sedini mungkin
dalam (jantung) dengan pertimbangan terapi yang
tepat akan mampu menyelamatkan
jiwa pasie

D. Implementasi
Pada tahap ini ada pengolahan data dan perwujudan dari rencana perawatan
yang telah disusun pada tahap perencanaan keperawatan yang telah ditentukan dengan
tujuan untuk memenuhi kebutuhan secara optimal.

E. Evaluasi
Adalah perbandingan yang sistemik dan terencana tentang kesehatan pasien
dengan tujuan yang ditetapkan dan dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan
melibatkan pasien dan tenaga kesehtan lain.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah vol 2,
Jakarta : EGC

NANDA, 2006. Paduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005-2006, definisi dan


klasifikasi, Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai