Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KLIEN DENGAN PNEUMONIA DI RUANG RAWAT


INAP ANTURIUM RSD Dr. SOEBANDI JEMBER

LAPORAN PENDAHULUAN

disusun guna memenuhi tugas pada Program Pendidikan Profesi Ners (P3N)
Stase Keperawatan Medikal Bedah (KMB)

oleh
Devintania Kurniasti N.H., S.Kep.
NIM 112311101017

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2015
A. REVIEW ANATOMI DAN FISIOLOGI
1. Anatomi Paru
Paru manusia terbentuk setelah embrio mempunyai panjang 3 mm.
Pembentukan paru di mulai dari sebuah Groove yang berasal dari Foregut.
Selanjutnya pada Groove ini terbentuk dua kantung yang dilapisi oleh suatu
jaringan yang disebut Primary Lung Bud. Bagian proksimal foregut membagi diri
menjadi 2 yaitu esophagus dan trakea.
Pada perkembangan selanjutnya trakea akan bergabung dengan primary lung
bud. Primary lung bud merupakan cikal bakal bronchi dan cabang-cabangnya.
Bronchial-tree terbentuk setelah embrio berumur 16 minggu, sedangkan alveoli
baru berkembang setelah bayi lahir dan jumlahnya terus meningkat hingga anak
berumur 8 tahun. Ukuran alveol bertambah besar sesuai dengan perkembangan
dinding toraks. Jadi, pertumbuhan dan perkembangan paru berjalan terus menerus
tanpa terputus sampai pertumbuhan somatic berhenti.

Gambar 1. Anatomi Paru-paru


Saluran pernafasan terdiri dari rongga hidung, rongga mulut, faring, laring,
trakea, dan paru. Laring membagi saluran pernafasan menjadi 2 bagian, yakni
saluran pernafasan atas dan saluran pernafasan bawah. Pada pernafasan melalui
paru-paru atau pernafasan external, oksigen di pungut melalui hidung dan mulut.
Pada waktu bernafas, oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronchial ke alveoli
dan dapat erat hubungan dengan darah didalam kapiler pulmunaris.
Hanya satu lapis membran yaitu membran alveoli, memisahkan oksigen dan
darah oksigen menembus membran ini dan dipungut oleh hemoglobin sel darah
merah dan dibawa ke jantung. Dari sini dipompa didalam arteri kesemua bagian
tubuh. Darah meninggalkan paru-paru pada tekanan oksigen 100 mm hg dan tingkat
ini hemoglobinnya 95%. Di dalam paru-paru, karbon dioksida, salah satu hasil
buangan. Metabolisme menembus membran alveoli, kapiler dari kapiler darah ke
alveoli dan setelah melalui pipa bronchial, trakea, dinafaskan keluar melalui hidung
dan mulut.
2. Fisiologi Paru
Udara bergerak masuk dan keluar paru-paru karena ada selisih tekanan yang
terdapat antara atmosfir dan alveolus akibat kerja mekanik otot-otot. Seperti yang
telah diketahui, dinding toraks berfungsi sebagai penembus. Selama inspirasi,
volume toraks bertambah besar karena diafragma turun dan iga terangkat akibat
kontraksi beberapa otot yaitu sternokleidomastoideus mengangkat sternum ke atas
dan otot seratus, skalenus dan interkostalis eksternus mengangkat iga-iga (Price,
2004)
Selama pernapasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat elastisitas
dinding dada dan paru-paru. Pada waktu otot interkostalis eksternus relaksasi,
dinding dada turun dan lengkung diafragma naik ke atas ke dalam rongga toraks,
menyebabkan volume toraks berkurang. Pengurangan volume toraks ini
meningkatkan tekanan intrapleura maupun tekanan intrapulmonal. Selisih tekanan
antara saluran udara dan atmosfir menjadi terbalik, sehingga udara mengalir keluar
dari paru-paru sampai udara dan tekanan atmosfir menjadi sama kembali pada akhir
ekspirasi (Price, 2004)
Tahap kedua dari proses pernapasan mencakup proses difusi gas-gas melintasi
membrane alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari 0,5 μm). Kekuatan
pendorong untuk pemindahan ini adalah selisih tekanan parsial antara darah dan
fase gas. Tekanan parsial oksigen dalam atmosfir pada permukaan laut besarnya
sekitar 149 mmHg. Pada waktu oksigen diinspirasi dan sampai di alveolus maka
tekanan parsial ini akan mengalami penurunan sampai sekiktar 103 mmHg.
Penurunan tekanan parsial ini terjadi berdasarkan fakta bahwa udara inspirasi
tercampur dengan udara dalam ruangan sepi anatomic saluran udara dan dengan
uap air. Perbedaan tekanan karbondioksida antara darah dan alveolus yang jauh
lebih rendah menyebabkan karbondioksida berdifusi kedalam alveolus.
Karbondioksida ini kemudian dikeluarkan ke atmosfir (Price, 2004).

Gambar 2. Gambar C menunjukkan Pertukaran Gas di Alveolus


Dalam keadaan beristirahat normal, difusi dan keseimbangan oksigen di
kapiler darah paru-paru dan alveolus berlangsung kira-kira 0,25 detik dari total
waktu kontak selama 0,75 detik. Hal ini menimbulkan kesan bahwa paru-paru
normal memiliki cukup cadangan waktu difusi. Pada beberapa penyakit misal;
fibosis paru, udara dapat menebal dan difusi melambat sehingga ekuilibrium
mungkin tidak lengkap, terutama sewaktu berolahraga dimana waktu kontak total
berkurang. Jadi, blok difusi dapat mendukung terjadinya hipoksemia, tetapi tidak
diakui sebagai faktor utama (Pearce, 2013).
3. Sistem Pertahanan Paru
Paru-paru mempunyai pertahanan khusus dalam mengatasi berbagai
kemungkinan terjadinya kontak dengan aerogen dalam mempertahankan tubuh.
Sebagaimana mekanisme tubuh pada umumnya, maka paru-paru mempunyai
pertahanan seluler dan humoral. Beberapa mekanisme pertahanan tubuh yang
penting pada paru-paru dibagi atas (Pearce, 2013) :
1. Filtrasi udara
Partikel debu yang masuk melalui organ hidung akan :
a) Yang berdiameter 5-7 μ akan tertahan di orofaring.
b) Yang berdiameter 0,5-5 μ akan masuk sampai ke paru-paru
c) Yang berdiameter 0,5 μ dapat masuk sampai ke alveoli, akan tetapi dapat
pula di keluarkan bersama sekresi.
2. Mukosilia
Baik mucus maupun partikel yang terbungkus di dalam mucus akan digerakkan
oleh silia keluar menuju laring. Keberhasilan dalam mengeluarkan mucus ini
tergantung pada kekentalan mucus, luas permukaan bronkus dan aktivitas silia yang
mungkin terganggu oleh iritasi, baik oleh asap rokok, hipoksemia maupun
hiperkapnia.
3. Sekresi Humoral Lokal
zat-zat yang melapisi permukaan bronkus antara lain, terdiri dari :
a) Lisozim, dimana dapat melisis bakteri
b) Laktoferon, suatu zat yang dapat mengikat ferrum dan bersifat
bakteriostatik
c) Interferon, protein dengan berat molekul rendah mempunyai kemampuan
dalam membunuh virus.
d) Ig A yang dikeluarkan oleh sel plasma berperan dalam mencegah terjadinya
infeksi virus. Kekurangan Ig A akan memudahkan terjadinya infeksi paru
yang berulang.
4. Fagositosis
Sel fagositosis yang berperan dalam memfagositkan mikroorganisme dan
kemudian menghancurkannya. Makrofag yang mungkin sebagai derivate monosit
berperan sebagai fagositer. Untuk proses ini diperlukan opsonim dan komplemen.
Faktor yang mempengaruhi pembersihan mikroba di dalam alveoli adalah :
a) Gerakan mukosiliar.
b) Faktor humoral lokal.
c) Reaksi sel.
d) Virulensi dari kuman yang masuk.
e) Reaksi imunologis yang terjadi.
f) Berbagai faktor bahan-bahan kimia yang menurunkan daya tahan paru,
seperti alkohol, stress, udara dingin, kortekosteroid, dan sitostatik.

B. PNEUMONIA
1. Definisi
Pneumonia adalah proses inflamasi dari parenkim paru yang umumnya
disebabkan oleh preparat infeksius (Baughman, 2000).
Pneumonia adalah suatu proses peradangan dimana terdapat konsolidasi yang
disebabkan pengisisan rongga alveoli oleh eksudat sehingga pertukaran gas tidak
dapat berlangsung pada daerah ygang mengalami konsolidasi dan darah dialirkan
ke sekitar alveoli yang tidak berfungsi (Soemantri, 2007).
Pneumonia adalah infeksi yang menyebabkan paru-paru meradang, kantung-
kantung kemampuan menyerap oksigen menjadi kurang (Misnadiarly, 2008).
Pneumonia is a form of acute respiratory infection that affects the lungs. The
lungs are made up of small sacs called alveoli, which fill with air when a healthy
person breathes. When an individual has pneumonia, the alveoli are filled with pus
and fluid, which makes breathing painful and limits oxygen intake (WHO, 2014).
Beberapa definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pneumonia adalah
proses peradangan dari parenkim paru dimana terdapat konsolidasi berupa
terdapatnya pus dan cairan pada rongga alveoli sehingga pertukaran oksigen di paru
mengalami gangguan.

Gambar 3. Alveolus pada paru-paru dengan Pneumonia

2. Etiologi
Menurut Baughman (2000) kategori utama pneumonia adalah bakterial dan
atipikal. Pneumonia bakteri ditandai oleh eksudat intraalveolar supuratif disertai
konsolidasi, kebanyakan disebabkan oleh bakteri Pneumonia pneumococcus
(Soemanti, 2007). Menurut WHO (2014) penyebab pneumonia kedua setelah
Pneumonia pneumococcus adalah haemophilus influenzae tibe b (HIB), kemudian
pada bayi yang terinfeksi HIV penyebabnya adalah Pneumocystis jiroveci.
Penyebab Pneumonia menurut Misnadiarly (2007):
a. Bakteri :
- Gram positif: Streptococcus Pneumoniae (Pneumococcal
Pneumonia), Staphylococcus Aureus.
- Gram negatif: Haemophilus Influenzae, Pseudomonas Aeruginosa,
Klebsiella Pneumoniae (Friedlender’s Bacillus).
- Anaerobik: Anaerobic Streptococcus, Fusobacteria, Bacteroides
Species.
- Atipikal: Legionella Pneumophila, Mycoplasma Pneumoniae
b. Virus : Influenza, Parainfluenza, Adenovirus.
c. Jamur : Candidiasis, Blastomycosis, Cryptococcosis, Histoplasmosis,
Coccidioidomycosis.
d. Aspirasi : Makanan, Cairan, Muntah.
e. Inhalasi : Racun atau bahan kimia (Polivinilpirolidin, Gumma Arabikum,
Berillium, Uap air raksa), rokok, debu dan gas.

3. Klasifikasi
1) Berdasarkan Umur
a. Kelompok umur < 2 bulan
1) Pneumonia berat
Bila disertai dengan tanda-tanda klinis seperti berhenti menyusu (jika
sebelumnya menyusu dengan baik), kejang, rasa kantuk yang tidak wajar
atau sulit bangun, stridor pada anak yang tenang, mengi, demam (38ºC
atau lebih) atau suhu tubuh yang rendah (di bawah 35,5 ºC), pernapasan
cepat 60 kali atau lebih per menit, penarikan dinding dada berat, sianosis
sentral (pada lidah), serangan apnea, distensi abdomen dan abdomen
tegang.
2) Bukan pneumonia
Jika anak bernapas dengan frekuensi kurang dari 60 kali per menit dan
tidak terdapat tanda pneumonia seperti di atas.
b. Kelompok umur 2 bulan sampai < 5 tahun
1) Pneumonia sangat berat
Batuk atau kesulitan bernapas yang disertai dengan sianosis sentral,
tidak dapat minum, adanya penarikan dinding dada, anak kejang dan sulit
dibangunkan.
2) Pneumonia berat
Batuk atau kesulitan bernapas dan penarikan dinding dada, tetapi tidak
disertai sianosis sentral dan dapat minum.
3) Pneumonia
Batuk atau kesulitan bernapas dan pernapasan cepat tanpa penarikan
dinding dada.
4) Bukan pneumonia (batuk pilek biasa)
Batuk atau kesulitan bernapas tanpa pernapasan cepat atau penarikan
dinding dada.
5) Pneumonia persisten
Balita dengan diagnosis pneumonia tetap sakit walaupun telah diobati
selama 10-14 hari dengan dosis antibiotik yang kuat dan antibiotik yang
sesuai, biasanya terdapat penarikan dinding dada, frekuensi pernapasan
yang tinggi, dan demam ringan (WHO, 2003).
2) Berdasarkan Etiologi

Tabel 2.1. Klasifikasi Pneumonia Berdasarkan Etiologinya


Grup Penyebab Tipe Pneumonia
Bakteri Streptokokus pneumonia Pneumoni bakterial
Streptokokus piogenesis Legionnaires disease
Stafilokokus aureus
Klebsiela pneumonia
Eserikia koli
Yersinia pestis
Legionnaires bacillus
Aktinomisetes Aktinomisetes Israeli Aktinomisetes pulmonal
Nokardia asteroides Nokardia pulmonal
Fungi Kokidioides imitis Kokidioidomikosis
Histoplasma kapsulatum Histoplasmosis
Blastomises dermatitidis Blastomikosis
Aspergilus Aspergilosis
Fikomisetes Mukormikosis
Riketsia Koksiela burneti Q fever
Klamidia Chlamydia trachomatis Chlamydial Pneumonia
Mikoplasma Mikoplasma pneumonia Pneumonia mikoplasmal
Virus Influenza virus, adeno Pneumonia virus
Virus respiratory
Syncytial
4. Manifestasi Klinik
a. Gejala
Gejala penyakit pneumonia biasanya didahului dengan infeksi saluran napas
atas akut selama beberapa hari. Selain didapatkan demam, menggigil, suhu tubuh
meningkat dapat mencapai 40 derajat celcius, sesak napas, nyeri dada dan batuk
dengan dahak kental, terkadang dapat berwarna kuning hingga hijau. Pada sebagian
penderita juga ditemui gejala lain seperti nyeri perut, kurang nafsu makan, dan sakit
kepala (Misnadiarly, 2008).
b. Tanda
Menurut Misnadiarly (2008), tanda-tanda penyakit pneumonia pada balita
antara lain :
a. Batuk nonproduktif
b. Ingus (nasal discharge)
c. Suara napas lemah
d. Penggunaan otot bantu napas
e. Demam
f. Cyanosis (kebiru-biruan)
g. Thorax photo menujukkan infiltrasi melebar
h. Sakit kepala
i. Kekakuan dan nyeri otot
j. Sesak napas
k. Menggigil
l. Berkeringat
m. Lelah
n. Terkadang kulit menjadi lembab
o. Mual dan muntah

5. Cara Penularan
Pada umumnya pneumonia termasuk kedalam penyakit menular yang
ditularkan melalui udara. Sumber penularan adalah penderita pneumonia yang
menyebarkan kuman ke udara pada saat batuk atau bersin dalam bentuk droplet.
Inhalasi merupakan cara terpenting masuknya kuman penyebab pneumonia
kedalam saluran pernapasan yaitu bersama udara yang dihirup, di samping itu
terdapat juga cara penularan langsung yaitu melalui percikan droplet yang
dikeluarkan oleh penderita saat batuk, bersin dan berbicara kepada orang di sekitar
penderita, transmisi langsung dapat juga melalui ciuman, memegang dan
menggunakan benda yang telah terkena sekresi saluran pernapasan penderita
(WHO, 2014).

6. Faktor Resiko
Menurut Misnadiarly (2008) orang yang rentan terkena pneumonia antara
lain:
a. Peminum alkohol
b. Perokok
c. Riwayat Diabetes Melitus
d. Riwayat Gagal Jantung
e. Riwayat Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK)
f. Gangguan sistem kekebalan karena obat dan penyakit tertentu (penderita
kanker menerima organ cangkokan)
g. Gangguan sistem kekebalan tubuh karena penyakitnya (penderita AIDS)

7. Patofisiologi
Di antara semua pneumonia bakteri, patogenesis dari pneumonia pneumokokus
merupakan yang paling banyak diselidiki. Pneumokokus umumnya mencapai
alveoli lewat percikan mukus atau saliva. Lobus bagian bawah paru-paru paling
sering terkena karena efek gravitasi. Setelah mencapai alveoli, maka pneumokokus
menimbulkan respon yang khas terdiri dari empat tahap yang berurutan (Price,
2005) :
a. Kongesti (24 jam pertama): Merupakan stadium pertama, eksudat yang kaya
protein keluar masuk ke dalam alveolar melalui pembuluh darah yang
berdilatasi dan bocor, disertai kongesti vena. Paru menjadi berat, edematosa
dan berwarna merah.
b. Hepatisasi merah (48 jam berikutnya): Terjadi pada stadium kedua, yang
berakhir setelah beberapa hari. Ditemukan akumulasi yang masif dalam ruang
alveolar, bersama-sama dengan limfosit dan magkrofag. Banyak sel darah
merah juga dikeluarkan dari kapiler yang meregang. Pleura yang menutupi
diselimuti eksudat fibrinosa, paru-paru tampak berwarna kemerahan, padat
tanpa mengandung udara, disertai konsistensi mirip hati yang masih segar dan
bergranula (hepatisasi = seperti hepar).
c. Hepatisasi kelabu (3-8 hari): Pada stadium ketiga menunjukkan akumulasi
fibrin yang berlanjut disertai penghancuran sel darah putih dan sel darah merah.
Paru-paru tampak kelabu coklat dan padat karena leukosit dan fibrin
mengalami konsolidasi di dalam alveoli yang terserang.
d. Resolusi (8-11 hari): Pada stadium keempat ini, eksudat mengalami lisis dan
direabsorbsi oleh makrofag dan pencernaan kotoran inflamasi, dengan
mempertahankan arsitektur dinding alveolus di bawahnya, sehingga jaringan
kembali pada strukturnya semula. (Underwood, 2000).

8. Pemeriksaan Khusus dan Penunjang


a. Chest X-ray
Teridentifikasi adanya penyebaran (misal: lobus dan bronkhial); dapat jug
amenunjukkan multiple abses/infiltat, empiema (Staphylococcus);
penyebaran atau lokasi infiltrasi (bakterial); atau penyebaran/extensive
nodul infiltrat (sering kali viral), pada pneumonia mycoplasma chest x-ray
mungkin bersih.
Gambar 4. Perbedaan X-Ray Paru Normal dan Paru dengan Pneumonia

b. Analisis Gas Darah dan Pulse Oximetry


Abnormalitas mungkin timbul tergantung dari luasnya kerusakan paru-
paru.
c. Pewarnaan Gram/Kultur Sputum dan Darah
Didapatkan dengan needle biopsy, aspirasi trantrakheal, fiberoptic
bronchoscopy, atau biopsi paru-paru terbuka untuk mengeluarkan
organisme penyebab. Lebih dari satu tipe organisme yang dapat
ditemukan, seperti Diplococcus pneumoniae, Staphylococcus aureus, A.
Hemolytic streptococcus, dan Hemophilus influenzae.
d. Pemeriksaan Darah Lengkap (Complete Blood Count – CBC)
Leukositosis biasanya timbul, meskipun nilai pemeriksaan darah putih
(white blood count-WBC) rendah pada infeksi virus.
e. Tes Serologi
Membantu dalam membedakan diagnosis pada organisme secara spesifik.
f. LED
meningkat
g. Pemeriksaan Fungsi Paru-paru
Volume mungkin menurun (kongesti dan kolaps alveolar): tekanan saluran
udara meningkat dan kapasistas pemenuhan udara menurun, hiposekmia.
h. Elektrolit
Sodium dan klorida mungkin rendah.
i. Bilirubin mungkin meningkat (Soemantri, 2007)

9. Terapi yang dilakukan


Menurut Soemantri (2007) penatalaksanaan medis umum yang diberikan pada
penderita pneumonia adalah:
a. Farmakoterapi:
1) Antibiotik (diberikan secara intravena)
2) Ekspektoran
3) Antipiretik
4) Analgetik
b. Terapi oksigen dan nebulisasi aerosol
c. Fisioterapi dada dengan drainase postural
Menurut Baughman (2000) penatalaksanaan yang dapat diberikan pada klien
dengan pneumonia adalah :
1. Penisilin 50.000 IU/ kg BB/ hari ditambah kloramfenikol 50 – 70 mg/ kg
BB/ hari atau diberikan antibiotik yang mempunyai spectrum luas seperti
ampicilin. Pengobatan ini diteruskan sampai bebas demam 4 – 5 hari.
2. Pemberian oksigen dan cairan intravena; biasanya diperlukan campuran
glukose 5 % dan NaCL 0,9 % dengan perbandingan 3 : 1 ditambah larutan
KCL 10 mEq/ 500 ml/ botol infus.

10. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi menyertai pneumonia menurut Soemantri
(2007) adalah:
a. Abses paru
b. Efusi pleural
c. Empiema
d. Gagal nafas
e. Perikarditis
f. Meningitis
g. Atelektasis
3. Clinical Pathway

Bakteri Virus Parasit

Infeksi Saluan Napas Bawah

Parenkim Paru

Koloni Organisme Patogen

Antigen Produk Toksik

Respon Humoral Cedera Jaringan Pelepasan


mediator nyei

Kerusakan Sel
Antigen Patogen Berikatan
Merangsang
dengan Antibodi
Nosiseptor

Antigen-Antibodi Berikatan Medulla


dengan Molekul Komplemen Spinalis

Pengaktifan Kaskade Komplemen


Nyei Akut

Mengubah Permukaan Menghasilkan Produk Kemotaksis Netrofil Aktifasi Sel Mast dan
Organisme Patogen Protein C5b6789 dan Makrofag Basofil

Melekat Satu Sama Merobek Membran Aktifasi Proses Pelepasan Histamin


Lain Sel Bakteri atau Fagositosis oleh Aktivasi Bradikinin
Organisme Netrogil dan
Penginfeksi Lainnya Makrofag
Aglutinasi Vasodilatasi Kapiler

Permeabilitas
Kapiler Meningkat

Penampakan Fibrin, Perpindahan Eksudat


Pelepasan pirogen Eksudat, Eritrosit, Plasma ke Interstisiel
endogen (Sitokin) Leukosit
Fagositosis Sel
Interleukin-1 Debris Oedem Ruang
Interleukin-6 Kapiler Alveoli
Sekret
Merangsang Menumpuk Penurunan
saraf vagus Pada Bronkus Difusi O2

Gangguan
Sinyal mencapai Sekret
Pertukaran Gas
Sistem Saraf Pusat Menumpuk
Pada Bronkus
Penurunan
Pembentukan
Saturasi O2
Prostaglandin Otak Batuk, Sesak
Napas, Dipsnea
Hipoksia
Metabolisme Merangsang
Jaringan
meningkat hipotalamus Ketidakefektifan
meningkatkan titik Bersihan Jalan
patokan suhu (set point) Nafas Ketidakefektifan
Peningkatan Perfusi Jaringan
Penggunaan Perifer
Peningkatan
Energi Menggigil, Produksi
meningkatkan suhu Eritropoeisis
basal Ginjal
Intoleransi
Aktivitas
Stimulasi Produksi
Hipertermia
Sel Darah Merah

Polisitemia
4. Asuhan Keperawatan
Pengkajian Umum
a. Identitas klien
Nama: mengetahui identitas klien
Umur dan tanggal lahir: dapat terjadi pada semua usia meningkat pada usia
rentan yaitu bayi dan lansia.
Jenis kelamin: bisa terjadi pada laki-laki dan perempuan
Suku bangsa: dapat terjadi pada semua suku bangsa
Pekerjaan: pekerjaan yang meningkatkan pneumonia dapat memicu lebih
banyak terjadinya misalnya pekerjaan yang setiap hari terpapar dengan AC,
lingkungan udara yang kurang sehat.
Pendidikan: pendidikan menentukan pengetahuan dalam memahami proses
penyakit
Status menikah: dukungan dari istri/suami dapat mempercepat proses
penyembuhan dari pada klien yang hidup sendiri
Alamat: mengetahui identitas klien
Tanggal MRS: mengetahui identitas klien
Diagnosa medis: Pneumonia
b. Identitas penaggung jawab meliputi nama, umur, tanggal lahir, jenis
kelamin, alamat.
c. Alasan MRS dan Keluhan Utama: Tanyakan kepada pasien adanya keluhan
seperti sesak napas, demam tinggi, menggigil dan batuk. Adanya keluhan
nyeri dada, sesak napas, peningkatan frekuensi pernapasan, lemas, dan
kepala nyeri (Supandi, 1992; Jeremy, 2007; Alberta Medical Assosiation,
2011).
d. Riwayat penyakit sekarang: Informasi yang dapat diperoleh meliputi
informasi mengenai keluhan batuk biasanya timbul mendadak dan tidak
berkurang setelah meminum obat batuk yang biasanya tersedia di pasaran.
Pada awalnya keluhan batuk yang tidak produktif, tapi selanjutnya akan
berkembang menjadi batuk produktif dengan mucus purulen kekuning-
kuningan, kehijau-hijauan, dan seringkali berbau busuk.
e. Riwayat penyakit dahulu: penyakit kronik (misalnya ginjal, dan paru),
diabetes mellitus, imunosupresi (misalnya obat-obatan, HIV),
ketergantungan alkohol, aspirasi (misalnya epilepsi), penyakit virus yang
baru terjadi (misalnya influenza), malnutrisi, ventilasi mekanik,
pascaoperasi (Jeremy, 2007; Misnadirly, 2008).
f. Riwayat penyakit keluarga: tanyakan pada pasien apakah keluarga pasien
ada yang mengalami hal yang sama dengan pasien atau apakah keluarga ada
yang mengalami penyakit degeneratif.
g. Pola pemeliharaan kesehatan
Merupakan pola kesehatan yang sering dilakukan misalnya :
1. Kebiasaan minum alkohol
2. Kebiasaan merokok
3. Menggunakan obat-obatan
4. Aktifitas atau olahraga
5. Stress

Pengkajian Fisik (B1-B6)


Setelah melaukan anamnesa yang mengarah pada keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian
anamnesis. Pemeriksaan fisik dilakukan secara persistem (B1-B6) dengan
focus pada pemeriksaan B3 (brain) yang terarah dan dihubungkan dengan
keluhan-keluhan dari klien. Pemeriksaan fisik dimulai dengan memeriksa
TTV. Pada klien pneumonia biasanya didapatkan sesak nafas, peningkatan
suhu tubuh lebih dari normal yaitu 38-48 oC, kemerahan, panas, kulit kering,
dan berkeringat. Keadaan ini biasanya dihubungkan dengan proses inflamasi
dan iritasi alveoli yang sudah menggangu pusat pengatur suhu tubuh (Muttaqin,
2008).

B1 Breathing
Inspeksi apakah terdapat batuk, produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot
bantu nafas, dan peningkatan frekuensi pernafasan yang sering didapatkan
pada pasien pneumonia. Palpasi adanya ketidaksimetrisan pernapasan pada
klien. Perkusi seluruh dada dan lapang paru untuk menentukan letak gangguan
di paru sebelah mana. Auskultasi bunyi napas tambahan yaitu stridor maupun
ronkhi pada pasien pneumonia untuk menentukan pneumonia terletak pada
lobus paru sebelah mana.
B2 Blood
Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokonstriksi, kualitas darah
menurun. Berhubungan dengan adanya agen asing yang masuk di dalam tubuh.
B3 Brain
Pada klien dengan pneumonia pada fase akut dapat terjadi penurunan GCS,
refleks menurun atau normal, letargi. Terjadi karena virus atau bakteri di dalam
paru besirkulasi mengikuti aliran darah menuju sistem saraf pusat.
B4 Bladder
Pada pneumonia produksi dapat menurun atau normal. Observasi adanya
penurunan urin sebagai tanda terjadinya penurunan tekanan darah atau syok
hipovolemik.
B5 Bowel
Pneumonia kadang tidak mempengaruhi sistem pencernaan, feses normal atau
dapat terjadi mual dan muntah akibat terapi pengobatan dan anoreksia.
B6 Bone
Akibat gangguan pada ventilasi paru maka suplai O2 ke jaringan juga menurun
mengakibatkan penurunan tonus otot dan nyeri otot. Kulit nampak pucat,
sianosis, banyak keingat, suhu kulit meningkat serta kemerahan.
Diagnosis Keperawatan
1. Gangguan Pertukaran Gas berhubungan dengan penurunan difusi O2
2. Ketidakefektifan Bersihan Jalan nafas berhubungan dengan penumpukan
sekret pada bronkus
3. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer berhubungan dengan penurunan
saturasi O2
4. Nyeri akut berhubungan dengan cedera jaringan alveoli
5. Hipertermia berhubungan dengan invasi organisme penginfeksi
6. Intolerasi Aktivitas berhubungan dengan peningkatan metabolisme
Rencana tindakan keperawatan
No. Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1 Gangguan Pertukaran Gas NOC: NIC :
berhubungan dengan a. Respiratory Status : Gas 1. Posisikan pasien untuk 1. Memaksimalkan ventilasi
penurunan difusi O2 exchange (NOC: 433b) memaksimalkan ventilasi
(NANDA: 204) b. Electrolyte & Acid/Base 2. Pasang mayo bila perlu 2. Membuka jalan nafas
1. DS: Balance (NOC: 209-210b) 3. Lakukan fisioterapi dada jika perlu 3. Membantu mengeluarkan sekret
a. sakit kepala ketika c. Respiratory Status : ventilation 4. Keluarkan sekret dengan batuk atau 4. Membantu mengeluarkan sekret
bangun (NOC: 434b) suction
b. Dyspnoe d. Vital Sign Status (NOC: 550b) 5. Auskultasi suara nafas, catat adanya 5. Mnengetahui keadaan paru-paru
c. Gangguan penglihatan Setelah dilakukan tindakan suara tambahan
2. DO: keperawatan selama …. Gangguan 6. Berikan bronkodilator ; 6. Membuka jalan nafas melebarkan

a. Penurunan CO2 pertukaran pasien teratasi dengan 7. Barikan pelembab udara bronkus

b. Takikardi kriteria hasi: 8. Atur intake untuk cairan 7. Melembapkan saluran napas
c. Hiperkapnia - Mendemonstrasikan mengoptimalkan keseimbangan. 8. mengoptimalkan keseimbangan

d. Keletihan peningkatan ventilasi dan 9. Monitor respirasi dan status O2 9. memantau respirasi dan status O2

e. Iritabilitas oksigenasi yang adekuat 10. Catat pergerakan dada, amati 10. melihat respon non verbal
f. Hypoxia - Memelihara kebersihan paru kesimetrisan, penggunaan otot
g. kebingungan paru dan bebas dari tanda tanda tambahan, retraksi otot supraclavicular
h. sianosis distress pernafasan dan intercostal 11. memantau adanya obstruksi jalan

11. Monitor suara nafas, seperti dengkur nafas jatuhnya napas


i. warna kulit abnormal - Mendemonstrasikan batuk 12. Monitor pola nafas : bradipena, 12. mengetahui frekuensi nafas
(pucat, kehitaman) efektif dan suara nafas yang takipenia, kussmaul, hiperventilasi,
j. Hipoksemia bersih, tidak ada sianosis dan cheyne stokes, biot
k. hiperkarbia dyspneu (mampu mengeluarkan 13. Auskultasi suara nafas, catat area 13. mengetahui suara nafas
l. AGD abnormal sputum, mampu bernafas penurunan / tidak adanya ventilasi dan
m. pH arteri abnormal dengan mudah, tidak ada pursed suara tambahan
3. frekuensi dan lips) 14. Monitor TTV, AGD, elektrolit dan 14. mengetahui keadaan fisiologis
kedalaman nafas - Tanda tanda vital dalam rentang ststus mental paru-paru tanda-tanda adanya
abnormal normal 15. Observasi sianosis khususnya perubahan
- AGD dalam batas normal membran mukosa 15. tanda-tanda kekurangan O2
- Status neurologis dalam batas 16. Jelaskan pada pasien dan keluarga jaringan
normal tentang persiapan tindakan dan tujuan 16. mengurangi kecemasan pada
penggunaan alat tambahan (O2, keluarga
Suction, Inhalasi)
17. Auskultasi bunyi jantung, jumlah, 17. mengetahui keadaan jantung
irama dan denyut jantung
2. Ketidakefektifan Bersihan NOC: NIC:
Jalan nafas berhubungan - Respiratory status : Ventilation 1. Pastikan kebutuhan oral / tracheal 1. Membebaskan jalan napas
dengan penumpukan sekret (NOC: 434b) suctioning.
pada bronkus (NANDA: - Respiratory status : Airway 2. Berikan O2 ……l/mnt, 2. Memperkuat keadekuatan
380) patency (NOC: 432-433b) metode……… pernapasan
DS: - Aspiration Control 3. Anjurkan pasien untuk istirahat dan 3. Mengurangi kebutuhan energi
- Dispneu Setelah dilakukan tindakan napas dalam dan penggunaan O2
DO: keperawatan selama …………. 4. Posisikan pasien untuk 4. Mempertahankan keadekuatan
- Penurunan suara nafas pasien menunjukkan keefektifan memaksimalkan ventilasi pernapasan
- Orthopneu jalan nafas dibuktikan dengan 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu 5. Membantu mengeluarkan sekret
- Cyanosis kriteria hasil : 6. Keluarkan sekret dengan batuk atau yang menumpuk
- Kelainan suara nafas a. Mendemonstrasikan batuk suction 6. Membantu mengeluarkan sekret
(rales, wheezing) efektif dan suara nafas yang 7. Auskultasi suara nafas, catat adanya yang menumpuk
- Kesulitan berbicara bersih, tidak ada sianosis dan suara tambahan 7. Mengetahui apakah sekret sudah
- Batuk, tidak efekotif atau dyspneu (mampu mengeluarkan 8. Berikan bronkodilator : keluar
tidak ada sputum, bernafas dengan 9. Monitor status hemodinamik 8. Melebarkan bronkus
- Produksi sputum mudah, tidak ada pursed lips) 10. Berikan pelembab udara Kassa basah 9. Mengontrol keadaan
- Gelisah b. Menunjukkan jalan nafas yang NaCl Lembab kardiopulmonal
- Perubahan frekuensi dan paten (klien tidak merasa 11. Berikan antibiotik : 10. Melembabkan udara yang baik
irama nafas tercekik, irama nafas, frekuensi 12. Atur intake untuk cairan bagi penapasan
pernafasan dalam rentang mengoptimalkan keseimbangan. 11. Membantu membunuh invasi
normal, tidak ada suara nafas 13. Monitor respirasi dan status O2 antigen dari eksternal
abnormal) 12. mengoptimalkan keseimbangan
c. Mampu mengidentifikasikan 14. Pertahankan hidrasi yang adekuat 13. mengetahui status O2
dan mencegah faktor yang untuk mengencerkan sekret 14. mengencerkan sekret
penyebab. 15. Jelaskan pada pasien dan keluarga 15. mengurangi kecemasan keluaga
d. Saturasi O2 dalam batas normal tentang penggunaan peralatan : O2,
e. Foto thorak dalam batas normal Suction, Inhalasi.

3. Ketidakefektifan Perfusi NOC: NIC:


Jaringan Perifer - Circulation Status Circulation Status
berhubungan dengan - Fluid Management 1. Kaji secara komprehensif sirkukasi 1. Mengetahui tanda-tanda
penurunan saturasi O2 - Vital Signs perifer (nadi perifer, edema, kapillary gangguan perifer
(NANDA: 237) Setelah dilakukan tindakan refill, warna dan temperatur 2. Mengetahui tanda-tanda
DS: keperawatan selama …………. ekstremitas) gangguan perifer
Klien sesak nafas pasien menunjukkan keefektifan 2. Evaluasi nadi perifer dan edema 3. Agar luka ditangani darin infeksi
DO: jalan nafas dibuktikan dengan 3. Inpseksi kulit adanya luka karena beresiko mengalami delay
- Nadi lemah kriteria hasil : 4. Kaji tingkat nyeri healing
- Perubahann a. Tekanan darah sistolik dbn 5. Elevasi anggota badan 20 derajat atau 4. Mengetahui tingkat nyeri klien
karakteristik kulit b. Tekanan darah diastolik dbn lebih tinggi dari jantung untuk 5. Meningkatkan venous return
(misal: warna, c. Kekuatan nadi dbn meningkatkan venous return 6. Meminimalkan dekubitus
elastisitas, kelembapan d. Rata-rata tekanan darah dbn 6. Ubah posisi klien minimal setiap 2 jam 7. Mengontrol volume yang masuk
e. Nadi dbn sekali ke dalam jantung dan paru
rambut, kuku, sensasi, f. Tekanan vena sentral dbn 7. Monitor status cairan masuk dan 8. Memudahkan mengatur posisi
temperatur) g. Tidak ada bunyi hipo jantung keluar klien
- CRT > 3 detik abnormal 8. Gunakan therapeutic bed 9. Meminimalkan kelemahan
- Penurunan tekanan h. Tidak ada angina 9. Dorong latihan ROM selama bedrest ekstremitas pasca bedrest
darah pada ekstremitas i. AGD dbn 10. Dorong pasien latihan sesuai 10. Meminimalkan kelemahan
- Edema j. Kesimbangan intake dan output kemampuan ekstremitas pasca bedrest
- Nyeri ekstremitas 24 jam 11. Jaga keadekuatan hidrasi untuk 11. mencegah peningkatan viskositas
- Parastesia k. Perfusi jaringan perifer mencegah peningkatan viskositas darah
- Keterlambatan l. Kekuatan pulsasi perifer darah 12. mencegah koagulasi darah
penyembuhan luka m. Tidak ada pelebaran vena 12. Kolaborasi pemberian antiplatelet atau 13. memantau keadaan darah
n. Tidak ada distensi vena antikoagulan
jugularis 13. Monitor laboratorium Hb, Hematokrit
o. Tidak ada edema perifer
p. Tidak ada asites Fluid Management
q. Pengisian kapiler 1. Catat intake dan output cairan 1. menghitung balance cairan
r. Warna kulit normal 2. Monitor status hidrasi 2. mengetahui kebutuhan cairan

s. Kekuatan fungsi otot 3. Monitor tanda-tanda vital 3. mengetahui status klien

t. Kekuatan kulit 4. Monitor status nutrisi 4. mengontol nutrisi

u. Suhu kulit hangat


v. Tidak ada nyeri ekstremitas
4. Nyeri akut berhubungan NOC : NIC:
dengan cedera jaringan - Pain Level, Pain Management

alveoli - pain control, 1. Lakukan pengkajian nyeri secara 1. Mengetahui gambaran klinis

DS: - comfort level komprehensif termasuk lokasi, nyeri yang dirasakan

- Laporan secara verbal Setelah dilakukan tinfakan karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
keperawatan selama …. Pasien tidak dan faktor presipitasi
DO:
- Posisi untuk menahan mengalami nyeri, dengan kriteria 2. Observasi reaksi nonverbal dari 2. Memvalidasi ketidaknyamanan

nyeri hasil: ketidaknyamanan klien melalui subjektif dan

- Tingkah laku berhati-hati a. Mampu mengontrol nyeri (tahu objektif

- Gangguan tidur (mata penyebab nyeri, mampu 3. Bantu pasien dan keluarga untuk 3. Dukungan untuk kesembuhan

sayu, tampak capek, sulit menggunakan tehnik mencari dan menemukan dukungan klien

atau gerakan kacau, nonfarmakologi untuk 4. Kontrol lingkungan yang dapat 4. Memberikan kenyamanan klien

menyeringai) mengurangi nyeri, mencari mempengaruhi nyeri seperti suhu agar tidak fokus pada nyeri

- Terfokus pada diri bantuan) ruangan, pencahayaan dan kebisingan

sendiri b. Melaporkan bahwa nyeri 5. Kurangi faktor presipitasi nyeri 5. Menghindari timbulnya nyeri

- Fokus menyempit berkurang dengan 6. Kaji tipe dan sumber nyeri 6. Untuk menentukan intervensi

(penurunan persepsi menggunakan manajemen nyeri 7. Ajarkan tentang teknik non 7. Memberikan kenyamanan klien

waktu, kerusakan proses c. Mampu mengenali nyeri (skala, farmakologi: napas dada, relaksasi, agar tidak fokus pada nyeri

berpikir, penurunan intensitas, frekuensi dan tanda distraksi, kompres hangat/ dingin
nyeri) 8. Bantuan farmakologis dasar
interaksi dengan orang d. Menyatakan rasa nyaman 8. Berikan analgetik untuk mengurangi 9. Mengurangi timbulnya nyeri
dan lingkungan) setelah nyeri berkurang nyeri: ……... 10. Meningkatkan koping diri klien
- Tingkah laku distraksi, e. Tanda vital dalam rentang 9. Tingkatkan istirahat
contoh : jalan-jalan, normal 10. Berikan informasi tentang nyeri seperti
menemui orang lain f. Tidak mengalami gangguan penyebab nyeri, berapa lama nyeri
dan/atau aktivitas, tidur akan berkurang dan antisipasi
aktivitas berulang-ulang) ketidaknyamanan dari prosedur
- Respon autonom (seperti
diaphoresis, perubahan
tekanan darah,
perubahan nafas, nadi
dan dilatasi pupil)
- Perubahan autonomic
dalam tonus otot
(mungkin dalam rentang
dari lemah ke kaku)
- Tingkah laku ekspresif
(contoh : gelisah,
merintih, menangis,
waspada, iritabel, nafas
panjang/berkeluh kesah)
- Perubahan dalam nafsu
makan dan minum
5. Hipertermia NOC : NIC:
berhubungan dengan Thermoregulation Temperature Regulation (Pengaturan

invasi organisme Setelah dilakukan tinfakan Suhu)


keperawatan selama …. Pasien 1. Monitor suhu minimal tiap 2 jam 1. Mengontrol status suhu
penginfeksi
tidak mengalami hipertermi, 2. Rencanakan monitoring suhu secara 2. Mengontrol status suhu
kriteria hasil : kontinyu 3. Mengetahui tanda infeksi
a. Suhu tubuh dalam rentang 3. Monitor TD, nadi, dan RR 4. Menngetahui peningkatan suhu
normal 4. Monitor warna dan suhu kulit melalui warna kulit
b. Nadi dan RR dalam rentang 5. Monitor tanda-tanda hipertermi dan 5. Mengontrol perubahan suhu
normal hipotermi tubuh yang ekstrim
c. Tidak ada perubahan warna 6. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi 6. Membantu meningkatkan
kulit, dan tidak ada pusing 7. Selimuti pasien untuk mencegah kekebalan tubuh
hilangnya kehangatan tubuh 7. Selimut tipis mengurangi
8. Ajarkan pada pasien cara mencegah evaporasi yang berlebihan
keletihan akibat panas 8. Mencegah berkurangnya energi
9.
9. Diskusikan tentang pentingnya
pengaturan suhu dan kemungkinan
efek negatif dari kedinginan
10. Beritahukan tentang indikasi
terjadinya keletihan dan penanganan
emergency yang diperlukan
11. Ajarkan indikasi dari hipotermi dan
penanganan yang diperlukan
12. Berikan anti piretik jika perlu
Fever Treatment
Temperature Regulation
Vital Signs Monitoring
6. Intolerasi Aktivitas NOC : NIC :
berhubungan dengan - Self Care : ADLs 1. Observasi adanya pembatasan klien 1. Mengurangi pengeluaran energi

peningkatan metabolisme - Toleransi aktivitas dalam melakukan aktivitas yang tidak perlu

DS: - Konservasi eneergi 2. Kaji adanya faktor yang 2. Mengurangi penyebab kelelahan

- Melaporkan secara Setelah dilakukan tindakan menyebabkan kelelahan 3. Meningkatkan energi dengan cara

verbal adanya keperawatan selama …. Pasien 3. Monitor nutrisi dan sumber energi meningkatkan nutrisi

kelelahan atau bertoleransi terhadap aktivitas yang adekuat 4. Monitor respon kardivaskuler

kelemahan. dengan terhadap aktivitas (takikardi,


- Adanya dyspneu atau Kriteria Hasil : 4. Monitor pasien akan adanya disritmia, sesak nafas, diaporesis,
ketidaknyamanan saat a. Berpartisipasi dalam aktivitas kelelahan fisik dan emosi secara pucat, perubahan hemodinamik)
beraktivitas. fisik tanpa disertai peningkatan berlebihan 5. Monitor pola tidur dan lamanya
DO : tekanan darah, nadi dan RR 5. Monitor respon kardivaskuler tidur/istirahat pasien
- Respon abnormal dari b. Mampu melakukan aktivitas terhadap aktivitas (takikardi, 6. Kolaborasikan dengan Tenaga
tekanan darah atau sehari hari (ADLs) secara disritmia, sesak nafas, diaporesis, Rehabilitasi Medik dalam
nadi terhadap aktifitas mandiri pucat, perubahan hemodinamik) merencanakan progran terapi
- Perubahan ECG : c. Keseimbangan aktivitas dan 6. Monitor pola tidur dan lamanya yang tepat.
aritmia, iskemia istirahat tidur/istirahat pasien 7. Bantu klien untuk
7. Kolaborasikan dengan Tenaga mengidentifikasi aktivitas yang
Rehabilitasi Medik dalam mampu dilakukan
merencanakan progran terapi yang 8. Bantu untuk memilih aktivitas
tepat. konsisten yang sesuai dengan
8. Bantu klien untuk mengidentifikasi kemampuan fisik, psikologi dan
aktivitas yang mampu dilakukan sosial
9. Bantu untuk memilih aktivitas 9. Bantu untuk mengidentifikasi dan
konsisten yang sesuai dengan mendapatkan sumber yang
kemampuan fisik, psikologi dan diperlukan untuk aktivitas yang
sosial diinginkan
10. Bantu untuk mengidentifikasi dan 10. Bantu untuk mendpatkan alat
mendapatkan sumber yang bantuan aktivitas seperti kursi
diperlukan untuk aktivitas yang roda, krek
diinginkan 11. untuk mengidentifikasi aktivitas
11. Bantu untuk mendpatkan alat yang disukai
bantuan aktivitas seperti kursi roda, 12. Bantu klien untuk membuat
krek jadwal latihan diwaktu luang
12. Bantu untuk mengidentifikasi 13. Bantu pasien/keluarga untuk
aktivitas yang disukai mengidentifikasi kekurangan
13. Bantu klien untuk membuat jadwal dalam beraktivitas
latihan diwaktu luang 14. Sediakan penguatan positif bagi
14. Bantu pasien/keluarga untuk yang aktif beraktivitas
mengidentifikasi kekurangan dalam 15. Bantu pasien untuk
beraktivitas mengembangkan motivasi diri
15. Sediakan penguatan positif bagi dan penguatan
yang aktif beraktivitas 16. Monitor respon fisik, emosi,
16. Bantu pasien untuk mengembangkan sosial dan spiritual
motivasi diri dan penguatan
17. Monitor respon fisik, emosi, sosial
dan spiritual
Discharge Planning (NIC: 150)
a. Kaji kemampuan klien untuk meninggalkan RS
b. Kolaborasikan dengan terapis, dokter, ahli gizi, atau petugas kesehatan
lain tentang kebelanjutan perawatan klien di rumah
c. Identifikasi bahwa pelayanan kesehatan tingkat pertama (puskesmas atau
petugas kesehatan di rumah klien) mengetahui keadaan klien
d. Identifikasi pendidikan kesehatan apa yang dibutuhkan oleh klien yaitu
hindari penyebab kambuhnya pneumonia, cara penularan, dan pencegahan
kekambuhan, melakukan gaya hidup sehat.
e. Komunikasikan dengan klien tentang perencanaan pulang
f. Dokumentasikan perencanaan pulang
g. Anjurkan klien untuk melakukan pengontrolan kesehatan secara rutin

DAFTAR PUSTAKA

Baughman, D.C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah: Buku Saku untuk Brunner
dan Suddarth. Jakarta: EGC.

Bulecked, G.M, et al. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC). United Sates
of America: Elsevier.

NANDA. 2014. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2015-2017.


Jakarta: EGC.

Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluan Napas Pneumonia pada Anak, Orang
Dewasa, Usia Lanjut, Penumonia Atipik & Pneumonia Atypik
Mycobacterium. Jakarta: Pustaka Obor Populer.
Moorhead, S., et al. 2013. Nursing Outcome Classification (NOC). United Sates of
America: Elsevier.
Pearce, E.C. 2013. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT. Gramedia.
Jakarta: Erlangga.

Price, A & Wilson, L. 2004. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.


Jakarta: EGC.
Soemantri, I. 2007. Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan pada
Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
WHO. 2014. Pneumonia. [serial online] http://www.who.int/mediacentre
/factsheets/fs331/en/ [18 Oktober 2015]

Anda mungkin juga menyukai