Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA Tn ‘ ‘ DENGAN HIPERTENSI

DI BPSTW BUDI LUHUR KASONGAN

Disususun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Klinik

Stase Keperawatan Grontik

Disusun Oleh :

SANTY GRETTA PURBA


PN.17.0129

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)

WIRA HUSADA YOGYAKARTA

2018
LAPORAN PENDAHULUAN

PADA Tn ‘ ‘ DENGAN HIPERTENSI

DI BPSTW BUDI LUHUR KASONGAN

Laporan pendahuluan ini telah dibaca, diperiksa pada


Hari/tanggal :

Pembimbing Klinik Mahasiswa Parktikan

(...................................................................) (…….........................................................)

Mengetahui
Pembimbing Akademik

(......................................................................)
BAB I

TINJAUAN TEORI

A. Defenisi
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik dengan konsisten
diatas 140/90 mmHg. Diagnosis hipertensi tidak berdasarkan pada peningkatan tekanan
darah yang hanya sekali, tekanan darah harus diukur dalam posisi duduk dan berbaring
(Tanto, 2014).
Hipertensi didefenisikan sebagai tekanan darah yang interminten atau terus-menerus
diatas 140/90 mmHg karena fluktuasi tekanan darah terjadi antar individu dan dapat
dipengaruhi oleh lingkungan dan ansietas. Hipertensi dikategorikan ringan apabila tekanan
diastoliknya antara 95 – 104 mmHg, hipertensi sedang jika tekanan diastoliknya antara 105
dan 114 mmHg, dan hipertensi berat bila tekanan diastoliknya 115 mmHg atau lebih.
Pembagian ini berdasarkan peningkatan tekanan diastolik karena dianggap lebih serius dari
peningkatan sistolik (Devicaesaria, 2014).

B. Anatomi
1. Jantung
Berukuran sekitar satu kepalan tangan dan terletak didalam dada, batas kanannya
terdapat pada sternum kanan dan apeksnya pada ruang intercostalis kelima kiri pada linea
midclavicular.
Hubungan jantung adalah:
Atas : pembuluh darah besar
Bawah : diafragma
Setiap sisi : paru
Belakang : aorta desendens, oesophagus, columna vertebralis
2. Arteri
Adalah tabung yang dilalui darah yang dialirkan pada jaringan dan organ. Arteri
terdiri dari lapisan dalam: lapisan yang licin, lapisan tengah jaringan elastin/otot: aorta
dan cabang-cabangnya besar memiliki laposan tengah yang terdiri dari jaringan elastin
(untuk menghantarkan darah untuk organ), arteri yang lebih kecil memiliki lapisan
tengah otot (mengatur jumlah darah yang disampaikan pada suatu organ).
Arteri merupakan struktur berdinding tebal yang mengangkut darah dari jantung ke
jaringan. Aorta diameternya sekitar 25mm(1 inci) memiliki banyak sekali cabang yang
pada gilirannya tebagi lagi menjadi pembuluh yang lebih kecil yaitu arteri dan arteriol,
yang berukuran 4mm (0,16 inci) saat mereka mencapai jaringan. Arteriol mempunyai
diameter yang lebih kecil kira-kira 30 µm. Fungsi arteri menditribusikan darah
teroksigenasi dari sisi kiri jantung ke jaringan. Arteri ini mempunyai dinding yang kuat
dan tebal tetapi sifatnya elastic yang terdiri dari 3 lapisan yaitu : (Devicaesaria, 2014).
a. Tunika intima. Lapisan yang paling dalam sekali berhubungan dengan darah dan
terdiri dari jaringan endotel.
b. Tunika Media. Lapisan tengah yang terdiri dari jaringan otot yang sifatnya elastic dan
termasuk otot polos
c. Tunika Eksterna/adventisia. Lapisan yang paling luar sekali terdiri dari jaringan ikat
gembur yang berguna menguatkan dinding arteri
3. Arteriol
Adalah pembuluh darah dengan dinding otot polos yang relatif tebal. Otot dinding
arteriol dapat berkontraksi. Kontraksi menyebabkan kontriksi diameter pembuluh darah.
Bila kontriksi bersifat lokal, suplai darah pada jaringan/organ berkurang. Bila terdapat
kontriksi umum, tekanan darah akan meningkat.
4. Pembuluh darah utama dan kapiler
Pembuluh darah utama adalah pembuluh berdinding tipis yang berjalan langsung dari
arteriol ke venul. Kapiler adalah jaringan pembuluh darah kecil yang membuka
pembuluh darah utama.
Kapiler merupakan pembuluh darah yang sangat halus. Dindingnya terdiri dari suatu
lapisan endotel. Diameternya kira-kira 0,008 mm. Fungsinya mengambil hasil-hasil dari
kelenjar, menyaring darah yang terdapat di ginjal, menyerap zat makanan yang terdapat
di usus, alat penghubung antara pembuluh darah arteri dan vena.
5. Sinusoid
Terdapat limpa, hepar, sumsum tulang dan kelenjar endokrin. Sinusoid tiga sampai
empat kali lebih besar dari pada kapiler dan sebagian dilapisi dengan sel sistem retikulo-
endotelial. Pada tempat adanya sinusoid, darah mengalami kontak langsung dengan sel-
sel dan pertukaran tidak terjadi melalui ruang jaringan.
Saluran Limfe mengumpulkan, menyaring dan menyalurkan kembali cairan limfe ke
dalam darah yang ke luar melalui dinding kapiler halus untuk membersihkan jaringan.
Pembuluh limfe sebagai jaringan halus yang terdapat di dalam berbagai organ, terutama
dalam vili usus.
6. Vena dan venul
Venul adalah vena kecil yang dibentuk gabungan kapiler. Vena dibentuk oleh
gabungan venul. Vena memiliki tiga dinding yang tidak berbatasan secara sempurna satu
sama lain. Vena merupakan pembuluh darah yang membawa darah dari bagian atau alat-
alat tubuh masuk ke dalam jantung. Vena yang ukurannya besar seperti vena kava dan
vena pulmonalis. Vena ini juga mempunyai cabang yang lebih kecil disebut venolus
yang selanjutnya menjadi kapiler. Fungsi vena membawa darah kotor kecuali vena
pulmonalis, mempunyai dinding tipis, mempunyai katup-katup sepanjang jalan yang
mengarah ke jantung.

C. Klasifikasi
Hipertensi dibagi menjadi 2 (Tanto, 2014), yaitu :
1. Tekanan darah normal yaitu bila sistolik kurang atau sama dengan 140 mmHg dan
diastolik kurang atau sama dengan 90 mmHg
2. Tekanan darah perbatasan (broder line) yaitu bila sistolik 141-149 mmHg dan diastolik
91-94 mmHg
3. Tekanan darah tinggi (hipertensi) yaitu bila sistolik lebih besar atau sama dengan 160
mmHg dan diastolik lebih besar atau sama dengan 95mmHg.

Klasifikasi menurut The Joint National Committee on the Detection and Treatment of
Hipertension

1. Diastolik
a. < 85 mmHg : Tekanan darah normal
b. 85 – 99 : Tekanan darah normal tinggi
c. 90 -104 : Hipertensi ringan
d. 105 – 114 : Hipertensi sedang
e. >115 : Hipertensi berat
2. Sistolik (dengan tekanan diastolik 90 mmHg)
a. < 140 mmHg : Tekanan darah normal
b. 140 – 159 : Hipertensi sistolik perbatasan terisolasi
c. > 160 : Hipertensi sistolik teriisolasi

The Joint National Committee on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood
Pressure membuat suatu klasifikasi baru yaitu :

Klasifikasi Tekanan Darah untuk Dewasa Usia 18 Tahun atau Lebih *

Kategori Sistolik Diastolik


(mmhg) (mmhg)
Normal < 130 <85
Normal tinggi 130-139 85-89
Hipertensi †
Tingkat 1 (ringan) 140-159 90-99
Tingkat 2 (sedang) 160-179 100-109
Tingkat 3 (berat) ≥180 ≥110
Tidak minum obat antihipertensi dan tidak sakit akut. Apabila tekanan sistolik dan
diastolic turun dalam kategori yang berbeda, maka yang dipilih adalah kategori yang lebih
tinggi. berdasarkan pada rata-rata dari dua kali pembacaan atau lebih yang dilakukan pada
setiap dua kali kunjungan atau lebih setelah skrining awal.

Pada pemeriksaan tekanan darah akan didapat dua angka. Angka yang lebih tinggi
diperoleh pada saat jantung berkontraksi (sistolik), angka yang lebih rendah diperoleh pada
saat jantung berelaksasi (diastolik). Tekanan darah kurang dari 120/80 mmHg didefinisikan
sebagai "normal". Pada tekanan darah tinggi, biasanya terjadi kenaikan tekanan sistolik dan
diastolik. Hipertensi biasanya terjadi pada tekanan darah 140/90 mmHg atau ke atas, diukur
di kedua lengan tiga kali dalam jangka beberapa minggu.

Pada hipertensi sistolik terisolasi, tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih,
tetapi tekanan diastolik kurang dari 90 mmHg dan tekanan diastolik masih dalam kisaran
normal. Hipertensi ini sering ditemukan pada usia lanjut. Sejalan dengan bertambahnya
usia, hampir setiap orang mengalami kenaikan tekanan darah; tekanan sistolik terus
meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolik terus meningkat sampai usia 55-60
tahun, kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan menurun drastis.

Disamping itu juga terdapat hipertensi pada kehamilan ( pregnancy-induced


hypertension, PIH ) PIH adalah jenis hipertensi sekunder karena hipertensinya reversible
setelah bayi lahir. PIH tampaknya terjadi akibat dari kombinasi peningkatan curah jantung
dan TPR. Selama kehamilan normal volume darah meningkat secara drastis. Pada wanita
sehat, peningkatan volume darah diakomodasikan oleh penurunan responsifitas vascular
terhadap hormon-hormon vasoaktif, misalnya angiotensin II. Hal ini menyebabkan TPR
berkurang pada kehamilan normal dan tekanan darah rendah. Pada wanita dengan PIH,
tidak terjadi penurunan sensitivitas terhadap vasopeptida-vasopeptida tersebut, sehingga
peningkatan besar volume darah secara langsung meningkatkan curah jantung dan tekanan
darah. PIH dapat timbul sebagai akibat dari gangguan imunologik yang mengganggu
perkembangan plasenta. PIH sangat berbahaya bagi wanita dan dapat menyebabkan
kejang,koma, dan kematian.

D. Etiologi
Sekitar 20% populasi dewasa mengalami hipertensi, lebih dari 90% diantara mereka
menderita hipertensi essensial (primer), dimana tidak dapat ditentukan penyebab medisnya.
Sisanya mengalami kenaikan tekanan darah dengan penyebab tertentu (hipertensi sekunder).
(Devicaesaria, 2014).
Hipertensi berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi 2 jenis :
1. Hipertensi primer atau esensial adalah hipertensi yang tidak / belum diketahui
penyebabnya (terdapat pada kurang lebih 90 % dari seluruh hipertensi).
2. Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan/ sebagai akibat dari adanya
penyakit lain.
Hipertensi primer kemungkinan memiliki banyak penyebab; beberapa perubahan pada
jantung dan pembuluh darah kemungkinan bersama-sama menyebabkan meningkatnya
tekanan darah.
Jika penyebabnya diketahui, maka disebut hipertensi sekunder. Pada sekitar 5-10%
penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada sekitar 1-2%, penyebabnya
adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu (misalnya pil KB).
Penyebab hipertensi lainnya yang jarang adalah feokromositoma, yaitu tumor pada
kelenjar adrenal yang menghasilkan hormon epinefrin (adrenalin) atau norepinefrin
(noradrenalin).
Beberapa penyebab terjadinya hipertensi sekunder:
1. Penyakit Ginjal
a. Stenosis arteri renalis
b. Pielonefritis
c. Glomerulonefritis
d. Tumor-tumor ginjal
e. Penyakit ginjal polikista (biasanya diturunkan)
f. Trauma pada ginjal (luka yang mengenai ginjal)
g. Terapi penyinaran yang mengenai ginjal
2. Kelainan Hormonal
a. Hiperaldosteronism
b. Sindroma Cushing
c. Feokromositoma
3. Obat-obatan
a. Pil KB
b. Kortikosteroid
c. Siklosporin
d. Eritropoietin
e. Kokain
f. Penyalahgunaan alkohol
g. Kayu manis (dalam jumlah sangat besar)
4. Penyebab Lainnya
a. Koartasio aorta
b. Preeklamsi pada kehamilan
c. Porfiria intermiten akut
d. Keracunan timbal akut
Adapun penyebab lain dari hipertensi yaitu :
1. Peningkatan kecepatan denyut jantung
2. Peningkatan volume sekuncup yang berlangsung lama
3. Peningkatan TPR yang berlangsung lama

E. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat
vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis,
yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia
simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk
impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada
titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf
pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin
mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan
ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi.
Individu dengan hipertensi sangat sensitiv terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui
dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai
respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan
aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan
vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat
memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan
penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Renin merangsang
pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu
vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks
adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan
hipertensi.
Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan structural dan fungsional
pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang
terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas
jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada
gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah.
Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi
volume darah yang dipompa oleh jantung (volumesekuncup) mengakibatkan penurunan
curang jantung dan peningkatan tahanan perifer.
Pada usia lanjut perlu diperhatikan kemungkinan adanya “hipertensi palsu” disebabkan
kekakuan arteri brachialis sehingga tidak dikompresi oleh cuff sphygmomanometer
Menurunnya tonus vaskuler merangsang saraf simpatis yang diteruskan ke sel jugularis.
Dari sel jugularis ini bisa meningkatkan tekanan darah. Dan apabila diteruskan pada ginjal,
maka akan mempengaruhi eksresi pada rennin yang berkaitan dengan Angiotensinogen.
Dengan adanya perubahan pada angiotensinogen II berakibat pada terjadinya vasokontriksi
pada pembuluh darah, sehingga terjadi kenaikan tekanan darah.Selain itu juga dapat
meningkatkan hormone aldosteron yang menyebabkan retensi natrium. Hal tersebut akan
berakibat pada peningkatan tekanan darah. Dengan peningkatan tekanan darah maka akan
menimbulkan kerusakan pada organ-organ seperti jantung. (Tanto, 2014).
F. Manifestasi klinik
Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala; meskipun secara
tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan tekanan
darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala,
perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan; yang bisa saja terjadi baik
pada penderita hipertensi, maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal.
Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala berikut:
1. sakit kepala
2. kelelahan
3. mual
4. muntah
5. sesak nafas
6. gelisah
7. pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung
dan ginjal.
Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma
karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati hipertensif, yang
memerlukan penanganan segera. (Devicaesaria, 2014).

G. Komplikasi
1. Iskemia atau Infark Miokard
Iskemia atau infark miokard merupakan komplikasi yang sering terjadi pada hipertensi
berat. Tekanan darah harus diturunkan sampai rasa nyeri dada berkurang atau sampai
tekanan diastolik mencapai 100 mmHg. Obat pilihan adalah nitrat yang diberikan secara
intravena yang dapat menurunkan resistensi sistemik perifer dan memperbaiki perfusi
koroner. Obat lain yang dapat dipakai adalah labetalol.
2. Gagal Jantung Kongestif
Peningkatan resistensi vaskular sistemik yang mencolok dapat menimbulkan gagal
jantung kiri. Natrium nitroprusid yang diberikan bersama-sama dengan oksigen, morfin,
dan diuretik merupakan obat pilihan karena dapat menurunkan preload dan afterload.
Nitrogliserin yang juga dapat menurunkan preload dan afterload merupakan obat pilihan
yang lain.
3. Diseksi Aorta Akut
Diseksi aorta harus dipikirkan pada pasien dengan peninggian tekanan darah yang
mencolok yang disertai dengan nyeri di dada, punggung, dan perut. Untuk menghentikan
perluasan diseksi tekanan darah harus segera diturunkan. Tekanan darah diastolik harus
segera diturunkan sampai 100 mmHg, atau lebih rendah asal tidak menimbulkan
hipoperfusi organ target. Obat pilihan adalah vasodilator seperti nitroprusid yang
diberikan bersama penghambat reseptor b. Labetalol adalah obat pilihan yang lain.
4. Insufisiensi Ginjal
Insufisiensi ginjal akut dapat sebagai penyebab atau akibat peninggian tekanan darah
yang mencolok. Pada pasien cangkok ginjal peninggian tekanan darah dapat disebabkan
stenosis arteri pada ginjal cangkok, siklosporin, kortikosteroid, dan sekresi renin yang
tinggi oleh ginjal asli. Penatalaksanaan adalah dengan cara menurunkan resistensi
vaskular sistemik tanpa mengganggu aliran darah ginjal. Antagonis kalsium seperti
nikardipin dapat dipakai pada keadaan ini.
5. Krisis Katekolamin
Krisis katekolamin terjadi pada feokromositoma dan kelebihan dosis kokain. Pada
intoksikasi obat tersebut biasanya disertai kejang, strok, dan infark miokard. Fentolamin
adalah obat pilihan klasik pada krisis katekolamin, meski labetalol juga terbukti efektif.

H. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan tekanan darah : tekanan darah sistolik sistolik > 180 mmHg, dan atau
diastolic >120 mmHg
2. Funduskopi : spasme arteri segmental atau difus, edema retina, perdarahan retina,
eksudat retina, papil edema, vena membesar
3. Pemeriksaan neurologis : sakit kepala, bingung, kehilangan penglihatan, deficit fokal
neurologis, kejang, koma
4. Status kardiopulmoner
5. Pemeriksaan cairan tubuh : oliguria pada gagal ginjal akut
6. Pemeriksaan denyut nadi perifer
7. Pemeriksaan darah : hematokrit dan apusan darah
8. Urinalisis : proteinuria, eritrosit pada urine
9. Kimia darah : peningkatan kreatinin, azotemia (ureum > 200 mg/dl), glukosa, elektrolit
10. Pemeriksaan EKG : adanya iskemia, hipertropi ventrikel kiri
11. Foto thoraks (jika terdapat kecurigaan gagal jantung atau diseksi aorta
(Tanto, 2014).

I. Penatalaksanaan
Olah raga lebih banyak dihubungkan dengan pengobatan hipertensi, karena olah raga
isotonik (spt bersepeda, jogging, aerobic) yang teratur dapat memperlancar peredaran darah
sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Olah raga juga dapat digunakan untuk
mengurangi/ mencegah obesitas dan mengurangi asupan garam ke dalam tubuh (tubuh yang
berkeringat akan mengeluarkan garam lewat kulit).
Pengobatan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi 2 jenis yaitu:
1. Pengobatan non obat (non farmakologis)
Pengobatan non farmakologis kadang-kadang dapat mengontrol tekanan darah
sehingga pengobatan farmakologis menjadi tidak diperlukan atau sekurang-kurangnya
ditunda. Sedangkan pada keadaan dimana obat anti hipertensi diperlukan, pengobatan
non farmakologis dapat dipakai sebagai pelengkap untuk mendapatkan efek pengobatan
yang lebih baik.
Pengobatan non farmakologis diantaranya adalah :
a. Diet rendah garam/kolesterol/lemak jenuh
b. Mengurangi asupan garam ke dalam tubuh.
Nasehat pengurangan garam, harus memperhatikan kebiasaan makan penderita.
Pengurangan asupan garam secara drastis akan sulit dilaksanakan. Cara pengobatan
ini hendaknya tidak dipakai sebagai pengobatan tunggal, tetapi lebih baik digunakan
sebagai pelengkap pada pengobatan farmakologis.
c. Ciptakan keadaan rileks
Berbagai cara relaksasi seperti meditasi, yoga atau hipnosis dapat mengontrol sistem
saraf yang akhirnya dapat menurunkan tekanan darah.
d. Melakukan olah raga seperti senam aerobik atau jalan cepat selama 30-45 menit
sebanyak 3-4 kali seminggu.
e. Berhenti merokok dan mengurangi konsumsi alcohol
2. Pengobatan dengan obat-obatan (farmakologis)
Obat-obatan antihipertensi. Terdapat banyak jenis obat antihipertensi yang beredar saat
ini. Untuk pemilihan obat yang tepat diharapkan menghubungi dokter.
a. Diuretik
Obat-obatan jenis diuretik bekerja dengan cara mengeluarkan cairan tubuh (lewat
kencing) sehingga volume cairan ditubuh berkurang yang mengakibatkan daya pompa
jantung menjadi lebih ringan. Contoh obatannya adalah Hidroklorotiazid.
b. Penghambat Simpatetik
Golongan obat ini bekerja dengan menghambat aktivitas saraf simpatis (saraf yang
bekerja pada saat kita beraktivitas ). Contoh obatnya adalah : Metildopa, Klonidin dan
Reserpin.
c. Betabloker
Mekanisme kerja anti-hipertensi obat ini adalah melalui penurunan daya pompa
jantung. Jenis betabloker tidak dianjurkan pada penderita yang telah diketahui
mengidap gangguan pernapasan seperti asma bronkial. Contoh obatnya adalah :
Metoprolol, Propranolol dan Atenolol. Pada penderita diabetes melitus harus hati-hati,
karena dapat menutupi gejala hipoglikemia (kondisi dimana kadar gula dalam darah
turun menjadi sangat rendah yang bisa berakibat bahaya bagi penderitanya). Pada
orang tua terdapat gejala bronkospasme (penyempitan saluran pernapasan) sehingga
pemberian obat harus hati-hati.
d. Vasodilator
Obat golongan ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot polos
(otot pembuluh darah). Yang termasuk dalam golongan ini adalah : Prasosin,
Hidralasin. Efek samping yang kemungkinan akan terjadi dari pemberian obat ini
adalah : sakit kepala dan pusing.
e. Penghambat ensim konversi Angiotensin
Cara kerja obat golongan ini adalah menghambat pembentukan zat Angiotensin II (zat
yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah). Contoh obat yang termasuk
golongan ini adalah Kaptopril. Efek samping yang mungkin timbul adalah : batuk
kering, pusing, sakit kepala dan lemas.
f. Antagonis kalsium
Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung dengan cara menghambat
kontraksi jantung (kontraktilitas). Yang termasuk golongan obat ini adalah :
Nifedipin, Diltiasem dan Verapamil. Efek samping yang mungkin timbul adalah :
sembelit, pusing, sakit kepala dan muntah.
g. Penghambat Reseptor Angiotensin II
Cara kerja obat ini adalah dengan menghalangi penempelan zat Angiotensin II pada
reseptornya yang mengakibatkan ringannya daya pompa jantung. Obat-obatan yang
termasuk dalam golongan ini adalah Valsartan (Diovan). Efek samping yang mungkin
timbul adalah : sakit kepala, pusing, lemas dan mual.
Dengan pengobatan dan kontrol yang teratur, serta menghindari faktor resiko terjadinya
hipertensi, maka angka kematian akibat penyakit ini bisa ditekan. Faktor predisposisi :
usia, jenis kelamin, merokok, stress, kurang olah raga, genetic, alcohol,konsumsi garam,
obesitas
BAB II

KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas
a. Pasien, meliputi : Nama, Umur, Jenis Kelamin, Alamat, Pendidikan, Agama, Bangsa.
b. Penanggung Jawab : Nama, Umur, Jenis Kelamin, Alamat, Pendidikan, Agama,
Bangsa dan hubungan dengan pasien.
2. Pengkajian Primer
a. Airway
Kaji :
1. Bersihan jalan nafas
2. Adanya/ tidaknya jalan nafas
3. Distres pernafasan
4. Tanda-tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan, edema laring
b. Breathing
Kaji :
1. Frekuensi nafas, usaha dan pergerakan dinding dada
2. Suara nafas melalui hidung atau mulut
3. Udara yang dikeluarkan dari jalan nafas
c. Circulation
Kaji :
1. Denyut nadi karotis
2. Tekanan darah
3. Warna kulit, kelembapan kulit
4. Tanda-tanda perdarahan eksternal dan internal
d. Disability
Kaji :
1. Tingkat kesadaran
2. Gerakan ekstremitas
3. GCS ( Glasgow Coma Scale )
4. Ukuran pupil dan respon pupil terhadap cahaya
e. Eksposure
Kaji : Tanda-tanda trauma yang ada.
3. Dasar Data Pengkajian
a. Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton
Tanda : frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, Takipnea
b. Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner, penyakit
serebrovaskuler
Tanda : Kenaikan TD, hipotensi postural, takhikardi, perubahan warna kulit, suhu
dingin
c. Integritas Ego
Gejala : Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, Factor stress
multiple
Tanda : Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinue perhatian, tangisan yang
meledak, otot muka tegang, pernapasan menghela, peningkatan pola bicara
d. Eliminasi
Gejala : gangguan ginjal saat ini atau yang lalu
e. Makanan/Cairan
Gejala : makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi garam, lemak
dan kolesterol
Tanda : BB normal atau obesitas, adanya edema
f. Neurosensori
Gejala : keluhan pusing/pening, sakit kepala, berdenyut sakit kepala, berdenyut,
gangguan penglihatan, episode epistaksis
Tanda : perubahan orientasi, penurunan kekuatan genggaman, perubahan retinal optic
g. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : Angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit kepala oksipital berat, nyeri
abdomen
h. Pernapasan
Gejala : dispnea yang berkaitan dengan aktivitas, takipnea, ortopnea, dispnea
nocturnal proksimal, batuk dengan atau tanpa sputum, riwayat merokok
Tanda : distress respirasi/penggunaan otot aksesoris pernapasan, bunyi napas
tambahan, sianosis
i. Keamanan
Gejala : Gangguan koordinasi, cara jalan
Tanda : episode parestesia unilateral transien, hipotensi postura
Pembelajaran/Penyuluhan
Gejala : factor resiko keluarga ; hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung, DM ,
penyakit ginjal Faktor resiko etnik, penggunaan pil KB atau hormone.
(Herdman, T. H. 2012).
B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan Penurunan ekspansi paru
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas jantung
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan suplai O2 ke otak
menurun karena hipertensi
4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen
5. Nyeri akut b/d agen cedera biologis
6. Resiko injury berhubungan dengan penurunan fungsi penglihatan

C. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
1 Ketidakefektifan pola napas NOC: NIC:
berhubungan dengan  Respiratory status :  Pantau kecepatan, irama,
Penurunan ekspansi paru ventilation kedalaman dan upaya
 Respiratory status : pernafasan
airway patency  Pantau adanya pucat dan
 Vital sign status sianosis
Kriteria hasil :  Atur posisi pasien untuk
 Suara nafas bersih, optimalkan pernafasan
tidak ada sianosis, dan (posisi semi fowler)
dispneu  Informasikan kepada
 Menunjukkan jalan pasien dan keluarga
nafas yang paten tentang teknik relaksasi
 TTV dalam rentang untuk memperbaiki pola
normal pernafasan
 Kolaborasikan pemberian
bronkodilator dan oksigen
sesuai dengan program
2 Penurunan curah jantung NOC: NIC:
berhubungan dengan  Efektivitas pompa  Kaji dan dokumentasikan
perubahan kontraktilitas jantung tekanan darah, adanya
jantung  Status sirkulasi sianosis, status pernafasan
 Perfusi jaringan dan status mental
perifer  Pantau denyut perifer,

 Status tanda vital CRT, dan suhu serta

Kriteria hasil : warna ekstremitas


 Ubah posisi pasien datar
 Menunjukkan curah atau trendelenburg ketika
jantung yang tekanan darah pasien
memuaskan yang berada pada rentang lebih
dibuktikan oleh rendah dibandingkan
efektivitas pompa dengan yang biasanya
jantung, status  Ubah posisi pasien tiap 2
sirkulasi, dan perfusi jam atau pertahankan
jaringan aktivitas lain yang sesuai
 Menunjukkan status atau dibutuhkan untuk
sirkulasi tidak menurunkan statis
mengalami gangguan sirkulasi perifer
 Tanda vital dalam  Kolaborasikan pemberian
rentang normal akses intravena untuk
 Tekanan darah dan pemberian cairan atau
frekuensi jantung obat
dalam batas normal  Pasang kateter urine bila
 Nadi perifer kuat dan diperlukan
sama dengan waktu
pengisian kapiler
3 Ketidakefektifan perfusi NOC: NIC:
jaringan serebral  Circulation status  Kaji tanda-tanda vital
berhubungan dengan suplai  Tissue perfusion :  Pantau adanya sakit
O2 ke otak menurun karena cerebral kepala, tingkat kesadaran
hipertensi Kriteria hasil : dan orientasi
 Mendemonstrasikan  Minimalkan stimulus
status sirkulasi yang lingkungan
ditandai dengan  Berikan posisi senyaman
tekanan darah dalam mungkin
batas normal, tidak  Kolaborasikan pemberian
ada hipertensi diuretic dan obat-obatan
ortostatik, tidak ada untuk meningkatkan
tanda-tanda volume intravaskuler
peningkatan TIK
 Mendemonstrasikan
kemampuan kognitif
yang ditandai dengan
berkomunikasi yang
jelas dan sesuai
dengan kemampuan,
menunjukkan
perhatian, konsentrasi
dan orientasi
 Menunjukkan fungsi
sensori motorik
cranial yang utuh :
tingkat kesadaran
membaik, tidak ada
gerakan gerakan
involunter
4 Intoleransi aktifitas NOC: NIC:
berhubungan dengan  Energy conservation  Kaji tingkat kemampuan
ketidakseimbangan antara  Activity tolerance pasien untuk berpindah
suplai dan kebutuhan  Self care : ADLs  Tentukan penyebab
oksigen Kriteria hasil : keletihan
 Berpartisipasi dalam  Pantau respon
aktivitas fisik tanpa kardiorespiratori terhadap
disertai peningkatan aktivitas
tekanan darah, nadi,  Ajarkan teknik
dan RR penghematan energy :
 Mampu melakukan misal menyimpan alat
aktivitas sehari-hari atau benda yang sering
 TTV normal digunakan di tempat yang
 Status mudah dijangkau
kardiopulmonal  Bantu pasien untuk
adekuat mengubah posisi secara
 Status sirkulasi baik berkala sesuai toleransi
 Status respirasi :  Pantau TTV sebelum,
pertukaran gas dan selama dan setelah
ventilasi adekuat aktivitas
 Rujuk pasien ke
rehabilitasi jantung jika
keletihan berhubungan
dengan penyakit jantung
5 Nyeri akut b/d agen cedera NOC: NIC:
biologis  Pain level.  Lakukan pengkajian nyeri
 Pain control secara komprehensif
Kriteria hasil :  Observasi reaksi
 Mampu mengontrol nonverbal dari ketidak
nyeri, nyamanan
 Menginformasikan  Ajarkan tekhnik
bahwa nyeri manajemen nyeri non
berkurang dengan farmakologis
manajemen nyeri,  Tingkatkan istrahat
 Merasakan rasa  Kolaborasikan pemberian
nyaman setelah nyeri analgetik untuk
berkurang mengurangi nyeri
6 Resiko injury berhubungan NOC: NIC:
dengan penurunan fungsi  Risk control  Identifikasi kebutuhan
penglihatan Kriteria hasil : keamanan pasien
 Klien terbebas dari  Menghindarkan
cedera lingkungan yang
 Klien mampu berbahaya
menjelaskan  Menganjurkan keluarga
cara/metode untuk untuk menemani pasien
mencegah injury  Memindahkan barang-
barang yang dapat
membahayakan
 Berikan penjelasan
tentang perubahan status
kesehatan dan penyebab
penyakit
DAFTAR PUSTAKA

1. Devicaesaria, A. (2014). Hipertensi Krisis. Leading Jurnal Medicinus , 9-17.


2. DiGiulio, M. (2011). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Rapha Publishing
3. Herdman, T. H. (2012). NANDA International Diagnosis Keperawatan Defenisi dan
Klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC.
4. Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. Jogjakarta: MediAction.
5. Paramita. (2011). Nursing : Understanding Disease. Jakarta: PT. Indeks.
6. Tanto, C. (2014). Kapita Selekta Kedokteran Essensial Of Medicine. Jakarta: Media
Aesculapius.
7. Wilkinson, Judith. (2011). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. EGC. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai