Anda di halaman 1dari 26

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kita panjatkan kehadirat Allah Subhana wata ‘ala, atas
rahmat dan hidayahnya sehingga penulisan makalah yang berjudul “Asuhan
Keperawatan pada Pasien Hipertensi” dapat selesai.

Makalah ini ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah Lanjut.Penulis menyadari dalam penulisan makalah
ini masih jauh dari sempurna, dan banyak kekurangan baik dalam metode
penulisan maupun dalam pembahasan materi.Hal tersebut dikarenakan
keterbatasan kemampuan Penulis.Sehingga Penulis mengharapkan saran dan
kritik yang bersifat membangun.

Dalam penulisan makalah ini, penulis selalu mendapatkan bimbingan,


dorongan, serta semangat dari banyak pihak.Oleh karena itu, Penulis ingin
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para dosen Mata kuliah
KMB lanjut yang telah membagi ilmu serta meluangkan waktunya, tenaga dan
pikirannya untuk membimbing Penulis dalam penulisan makalah ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dan penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat.

Makassar, Oktober 2019

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pemeriksaan tekanan darah menjadi hal yang sangat penting, sebagai
bagian dari skrining hipertensi. Menurut American Heart Association tahun
2017 hipertensi didefenisikan dengan tekanan darah sistolik ≥ 130 mmHg,
diastolik ≥ 80 mmHg (Vaduganathan et al., 2018). Sementara itu, baseline
yang berbeda dari European Society Cardiology tahun 2018 hipertensi
mengandung pengertian tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg, diastolik ≥ 90
mmHg (Esh et al., 2018). Dua pengertian baseline yang berbeda tersebut bisa
menjadi bahan rujukan karena keduanya telah menjadi Guideline dengan
berbagai Randomized Controlled Trial (RCT) yang telah dimeta
analisis.Perbedaan baseline dari pengertian hipertensi tidaklah menjadi
perdebatan, karena respon tiap individu terhadap tekanan darah bisa saja
berbeda.
Sampai saat ini hipertensi masih menjadi salah satu faktor risiko yang
dapat diubah dari penyakit kardiovaskuler (Oparil & Schmieder, 2015).
Dengan adanya skrining hipertensi memudahkan dalam upaya pencegahan
ataupun penanganan penyakit degeneratif tersebut sehingga meminimalkan
prevalensi hipertensi.
Prevalensi global hipertensi diperkirakan 1,13 miliar pada tahun 2015.
dengan prevalensi lebih dari 150 juta di Eropa tengah dan timur. Prevalensi
keseluruhan hipertensi pada orang dewasa adalah sekitar 30 - 45%.Hipertensi
menjadi semakin umum dengan usia lanjut, dengan prevalensi> 60% di orang
yang berusia> 60 tahun(Zhou et al., 2017). Sementara itu, data Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia (2013) menunjukkan bahwa prevalensi
hipertensi di Indonesia sebesar 26.5 %.
Prevalensi yang cukup tinggi dan sebagai faktor risiko yang dapat
diubah, mendorong penanganan dan perawatan pasien dengan
hipertensi.Keterlibatan perawat sangat dibutuhkan dalam meningkatkan upaya
tersebut.Oleh karena itu penerapan asuhan keperawatan yang komprehensif

ii
dan berkualitas sangat diperlukan.Hal inilah yang mendasari penulis
untuk membuat makalah tentang Asuhan Keperawatan Pasien dengan
Hipertensi.

B. Tujuan
Tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk mengetahui dan memahami
penerapan asuhan keperawatan pasien hipertensi berdasrkan Evidence Based
Practice.
BAB II
KONSEP MEDIS

A. Defenisi
Hipertensi merupakan suatu keadaan terjadinya peningkatan tekanan yang
secara terus-menerus pada pembuluh darah di bawa ke jantung ke seluruh
tubuh. Pembuluh darah tersebut akan terisi darah yang akan di alirkan
keseluruh tubuh setiap kali jantung berdetak. Sehingga tekanan darah tersebut
terdengar sebab kekuatan darah untuk mendorong darah pada dinding
pembuluh darah (arteri). Semakin kuat jantung memompa maka akan semakin
miningkat tekanan darah (WHO,2013). Sedangkan menurut Smeltzer &
Bare(2013) menjelaskan bahwa hipertensi adalah tekanan darah persisten
dimana tekanan diastolic di atas 140 mmHg dan tekanan diastolic diatas 90
mmHg.
Menurut Pradana(2012)berpendapat bahwa hipertensi merupakan suatu
keadaan dimana tekanan darah meningkat melebihi batas normal. Namun
batas normal tersebut dapat disesuaikan dengan usia. Berdasarkan
penyebabnya 0% belum diketahui secara pasti akan tetapi banyak factor yang
dapat menyebabkan terjadinya hipertensi.
Seperti kita ketahui bahwa hipertensi yang dialami oleh seseorang sangat
erat hubungannya secara terus menerus antara tekanan diastolic dan
sistolik.Dimana pada ttekanan sistolik terjadi ketika jantung berkontraksi dan
terjadi tekanan yang tinggi pada arteri sedangkan diastolic terjadi ketika
jantung berelaksasi dintara dua denyut jantung pada tekanan arteri.

B. Jenis Hipertensi
Menurut European Society of Cardiology (ESC) and the European Society
of Hypertension (ESH) (2018) mengklasifikasikan beberapa tingkatan
hipertensi yaitu optimal, normal, high normal, hipertensi grade 1, hipertensi
grade 2, hipertensi grade 3 dan isolated systole hypetension (Esh et al., 2018).
Tabel 1. Klasifikasi Hipertensi Menurut ESC dan ESH Tahun 2018

Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)


Optimal <120 <80
Normal 120–129 80-84
High normal 130–139 85-89
Grade 1 Hipertensi 140–159 90-99
Grade 2 Hipertensi 160–179 100-109
Grade 3 Hipertensi ≥180 ≥110
Isolated systolic hypertension ≥140 <90
Source: (Esh et al., 2018)
Klasifikasi lain hipertensi menurut American Heart Association (AHA) (2017)
mengklasifikasikan beberapa tingkatan seperti hipertensi normal, elevated dan
hypertension (grade 1 dan grade 2).

Table 2.klasifikasi hipertensi menurut American Heart Association (AHA)


tahun 2017
C.

Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)


Normal <120 <80
Elevated 120-129 <80
Hypertension
Stage 1 130-139 80-89
Stage 2 ≥140 ≥90
Source : (Whelton et al., 2018)

Selain perbedaan grade tersebut, kategori hipertensi juga dibedakan


berdasarkan penyebab (Silbernagl & Lang, 2006).
1. Hipertensi primer (90 %), hipertensi yang belum diketahui faktor
penyebabnya secara pasti. Penjelasannya ada pada sub bagian etiologi.
2. Hipertensi sekunder (10 %), hipertensi yang disebabkan oleh penyakit
lainnya, 7 % oleh gangguan ginjal, dan 3 % oleh hormonal, kardiovaskuler,
dan neurogenic.

2
Berdasarkan tingkat kegawatannya, hipertensi dibedakan atas 2 yaitu (Esh et
al., 2018)
1. Hipertensi urgensi, kondisi dimana hipertensi berat pada pasien yang dating
ke IGD, tidak disertai dengan HMOD (Hypertension-mediated organ damage)
yang akut. Sementara pasien-pasien ini memerlukan pengurangan BP,
mereka tidak biasanya perlu masuk ke rumah sakit, dan pengurangan BP
paling baik dicapai dengan obat oral sesuai dengan algoritma pengobatan
obat yang disajikan. Namun, pasien-pasien ini akan membutuhkan rawat
jalan yang mendesakuntuk memastikan bahwa BP mereka terkendali.
2. Hipertensi emergency, Keadaan darurat hipertensi adalah situasi di mana
hipertensi berat (tingkat 3) dikaitkan dengan HMOD akut, yang sering
mengancam jiwa dan memerlukan intervensi segera tetapi hati-hati untuk
menurunkan tekanan darah, biasanya dengan terapi intravena. Tingkat dan
besarnya peningkatan tekanan darah setidaknya sama pentingnya dengan tingkat
absolut BP dalam menentukan besarnya cedera organ.

D. Etiologi
Terdapat beberapa faktor resiko menyebabkan munculnya hipertensi
primer atau hipertensi esensial sebagai berikut (Black & Hawks, 2014):
1. Riwayat keluarga
Poligenik pada penderita hipertensi dianggap orang tersebut ada riwayat
hipertensi. Dimana tejadinya peningkatan tekanan darah secara terus
menerus diakibatkan karena gen yang mungkin berinteraksi dengan yang
yang lainnya.
2. Jenis kelamin
Pada penderita hipertensi dominan terjadi pada laki-laki setelah
memasuki fase lansia.Namun untuk resiko terjadinya hipertensi baik laki-
laki maupun perempuan sama-sama beresiko namun perempuan lebih
beresiko setelah umur 74 tahun.
3. Umur
Padausia 30-50 tahun biasanya akan muncul hipertensi primer. Sebanyak
50-60% mengalami peningkatan pada usia lebih dari 60 tahun dengan

3
tekanan darah 140/90 mmHg. Penelitian epidemologi, menunjukkan
prognosis pada penderita hipertensi pada usia lebih muda lebih buruk.
4. Etnis
Berdasarkan angka kejadian tingkat kematian pada perempuan berkulit
putih dengan hipertensi lebih rendah pada angka 4,7%; pria berkulit putih
pada tingkat terendah berikutnya yaitu 22,5%; angka kematian tertinggi
pada wanita berkulit hitam pada angka 29,3%. Alasan peningkatan
prevalensi hipertensi dikaitkan dengan diantara kulit putih dan hitam
tidaklah jelas, akan tetapi peningkatannya dikaitkan dengan kadar renin
yang lebih rendah, sensitivitas yang lebih besar terhadap vasopresin,
tingginya asupan garam, dan tingginya stres lingkungan.
5. Stress
Tingkat kecemasa yang tinggi akan mempengaruhi terjadinya
peningkatan resistensi vaskuler perifer dan curah jantung serta
merangsang aktivitas system saraf simpatis. Lam kelamaan akan
mengalami peningkatan tekanan darah.
6. Diabetes
Pada penyakit diabetes militus telah terbukti lebih besar akan mengalami
peningkatan tekanan darah. Terdapat beberapa penelitian menunjukkan
bahwa diabetes akan mempercepat terjadinya arteroklerosis sehingga
menimbulkan hipertensi yang disebabkan karena terjadinya gangguan
pada pembuluh darah besar.
7. Kegemukan
Kegemukan khususnya pada bagian anggota tubuh bagian atas yang
diikuti denga bertambahnya jumlah lemak disekitar diafragma, pinggang
dan abdomen sangat erat kaitannya dengan peningkatan tekanan darah.
8. Penyalahgunaan obat
Merokok, mengkomsumsi banyak alkohol dan beberapa penggunaan obat
terlarang merupakan faktor resiko hipertensi.
9. Nutrisi
Factor penting sehingga terjadi peningkatan tekanan darah esensial
dikarenakan mengkonsumsi natrium.Penyebab utama munculnya

4
penyakit hipertensi ddisebabkan karena mengkonsumsi garam yang
berlebihan, dimana kurang lebih 40% dari pasien mengalami penyakit
hipertensi yang sensitive terhadap garam.

E. Patofisiologi
Sampai sekarang ini kasus hipertensi belum dapat diidentifikasi
penyebabnya, dapat dimengerti bahwa hipertensi merupakan situasi
multifaktorial.Dimana hal ini merupakan gejala dari kemungkinan besar
terdapat banyak penyebab seperti peningkatan suhu tubuh. Proses terjadinya
hipertensi dapat terlihat dalam satu atau beberapa factor penyebab yang
mempengaruhi resistensi perifer atau curah jantung. Selain itu, harus ada
masalah dengan sistem kontrol yang memantau atau mengatur tekanan.
Mutasi gen tunggal telah diidentifikasi untuk beberapa jenis hipertensi
langka, tetapi sebagian besar jenis tekanan darah tinggi dianggap poligenik
(mutasi pada lebih dari satu gen) (Suzanne C Smeltzer, Bare, Hinkle, &
Cheever, 2010).
Beberapa hipotesis tentang basis patofisiologi tekanan darah tinggi
dikaitkan dengan konsep hipertensi sebagai kondisi multifaktorial. Mengingat
tumpang tindih di antara hipotesis ini, ada kemungkinan bahwa aspek dari
semuanya pada akhirnya akan terbukti benar. Hipertensi dapat disebabkan
oleh satu atau lebih dari yang berikut:
a. Meningkatkan aktivitas sistem saraf simpatis yang berhubungan dengan
disfungsi sistem saraf otonom
b. Peningkatan reabsorpsi ginjal natrium, klorida, dan air yang berhubungan
dengan variasi genetik dalam jalur di mana ginjal menangani natrium
c. Peningkatan aktivitas sistem renin-angiotensin-aldosteron, menghasilkan
perluasan volume cairan ekstraseluler dan meningkatkan resistensi
pembuluh darah sistemik
d. Berkurangnya vasodilatasi arteriol berhubungan dengan disfungsi
endotelium vaskular.

5
e. Resistensi terhadap kerja insulin, yang mungkin merupakan faktor umum
yang menghubungkan hipertensi, diabetes mellitus tipe
2,hipertrigliseridemia, obesitas, dan intoleransi glukosa.
F. Manifestasi Klinik
Pada beberapa penderita yang mengalami penyakit hipertensi tidak
merasakan gejala.Namun secara tidak disengaja sudah ada beberapa gejala
yang dirasakan secara tidak langsung. Gejala yang dimaksud berupa sakit
kepala, mimisan, pusing, muka memerah dan mudah capek. Namun, jika
hipertensi sudah masuk skala berat dan tidaka ada tindakan pengobatan maka
akan menimbulkan gejala sebagai berikut (Price & Wilson, 2015):
1. Sakit kepala
2. Kelelahan
3. Mual
4. Muntah
5. Sesak nafas
6. Gelisah

G. Manajemen Medis
Penatalaksanaan pada pasien hipertensi menurut (Baradero, Dayrit, &
Siswandi, 2008) yaitu:
a. Obat-obatan
Terapi dengan mengguanakan obat adalah pengobatan utama untuk
hipertensi esensial. Pada umumnya, pemakaian obat dimulai denan satu
macam obat dalam dosis yang rendah dan diberikan satu kali tiap hari untuk
mempermudah kepatuhan pasien.
b. Modifikasi pola hidup
Sangat dianjurkan agar pasien dapat memodifikasi pola hidupnya agar
pengobatannya menjadi lebih efektif. Dua pola hidup sangat perlu
disesuaikan adalah kebiasaan merokok dan stress.
c. Pembedahan
Pembedahan tidak digunakan untuk pengobatan hipertensi esensial, tetapi
dapat bermanfaat untuk hipertensi sekunder, seperti tumor adrenal,

6
feokromositoma yang sangat banyak mengeluarkan katekolamin-epinefrin
dan norepinefrin, atau pembedahan ginjal.
d. Diet
Diet adalah pola hidup yang perlu dimodifikasi.
a) Mengurangi garam dalam makanan
b) Menurunkan berat badan bagi yang obesitas.
c) Tidak mengonsumsi lemak jenuh untuk mengurangi risiko penyakit
jantung.
d) Mengurangi konsumsi alcohol
e. Aktivitas
Gerak badan aerobik secara teratur dianjurkan karena dapat membantu
mengurangi berat badan dan risiko penyakit jantung.

7
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Hal-hal yang perlu dikaji pada bagian ini yaitu antara lain: Nama, Umur,
Jenis Kelamin, Pendidikan, Pekerjaan, Agama, Status Mental, Suku,
Keluarga/orang terdekat, alamat, nomor registrasi.
2. Aktivitas/ Istirahat
- Gejala : kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidupmonoton.
- Tanda : Frekuensi jantung meningkat, perubahan iramajantung,
takipnea.
3. Sirkulasi
- Gejala : Riwayat Hipertensi, aterosklerosis, penyakitjantung
koroner/katup dan penyakit cerebrovaskuler,episode palpitasi.
- Tanda : Kenaikan TD, Nadi denyutan jelas dari karotis,jugularis,
radialis, takikardi, murmur stenosis valvular,distensi vena
jugularis,kulit pucat, sianosis, suhu dingin(vasokontriksi perifer)
pengisiankapiler mungkin lambat/bertunda.
4. Integritas Ego
- Gejala : Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, factorstress
multiple(hubungan, keuangan, yang berkaitandengan pekerjaan.Tanda
: Letupan suasana hat, gelisah, penyempitancontinue
perhatian,tangisan meledak, otot muka tegang,pernapasan menghela,
peningkatan pola bicara.
5. Eliminasi
- Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau (seperti obstruksiatau
riwayatpenyakit ginjal pada masa yang lalu)
6. Makanan/cairan
- Gejala: Maanan yang disukai yang mencakup makanantinggi garam,
lemak serta kolesterol, mual, muntah danperubahan BB akhir akhir
ini(meningkat/turun), Riwayatpenggunaan diuretic

8
- Tanda: Berat badan normal atau obesitas,, adanyaedema, glikosuria.
7. Neurosensori
- Gejala: Keluhan pening pening/pusing, berdenyu, sakitkepala,
suboksipital (terjadi saat bangun dan menghilang secara spontansetelah
beberapa jam), Gangguan penglihatan (diplobia,
penglihatankabur,epistakis).
- Tanda: Status mental, orientasi,pola/isi bicara,efek, proses pikir,
8. Nyeri/ ketidaknyaman
- Gejala: Angina (penyakit arteri koroner),sakit kepala.
9. Pernafasan
- Gejala: Dispnea yang berkaitan dari
kativitas/kerjatakipnea,ortopnea,dispnea, batuk
dengan/tanpapembentukan sputum, riwayat merokok.
- Tanda: Distress pernafasan/penggunaan otot aksesoripernafasan
bunyinafas tambahan (krakels/mengi),sianosis.
10. Keamanan
- Gejala: Gangguan koordinasi/cara berjalan, hipotensipostural.

9
PATOMEKANISME HIPERTENSI

Berbagai Faktor Genetik


Stenosis Arteri renalis tumor korteks adrenal
penyakit ginjal

Iskemia Ginjal Massa ginjal Hiperaldosteronisme Sensitivitas Natrium Stress psikologis


fungsional ↓ terlalu tinggi

Ginjal memproduksi renin aldosteron Perangsangan jantung ↑


Retensi Natrium

Angiotensin I
Efek mineralokortikoid

Angiotensin II
ECV ↑
Aldosteron
Autoregulasi
CO ↑
TPR ↑

Vasokonstriksi

Hipertrofi otot vaskuler

TPR ↑
Hipertensi

10
HIPERTENSI

Sindrom Multiple
Jika berlangsung Perubahan
Peningkatan TD Perifer
lama merusak struktur vaskuler
Krisis Situasional otak
Jantung Resistensi ejeksi darah
dari ventrikel
Koping Individu
Tidak Efektif Ginjal Mata
Oklusi A. Koroner

Sclerosis Resiko Penurunan Beban ventrikel


vaskularisasi Sclerosis Curah Jantung meningkat
Otak Renal vaskularisasi Mata
PJK
Sirkulasi sistemik
Sirkulasi serebral Sirkulasi dara menurun Hipertrofi
Disfungsi Renal mata menurun ventrikel
terganggu
Resiko Cedera
Ketidak seimbangan
Peningkatan TIK Penglihatan kabur suplai O2
Azetonemia Jantung tidak mamapu
Nocturia menahan beban kerja
Intoleransi
Ggn Penglihatan Metabolisme
Aktivitas
Nyeri Akut menurun Gagal jantung kiri
GGA
Kelemahan umum Energi menurun
Penurunan Curah
Jantung

11
B. Diagnosa Keperawatan(Herdman & Kamitsuru, 2018)
1. Risiko penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan
afterload, peningkatakn resistensi vaskuler sistemik, vasokonstriksi,
peubahan kontraktilitas (Domain 4, Kelas 4, Kode Diagnosis 00240)
2. Intoleransi aktivitas berhubungan kelemahan umum,
ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen(Domain 4, Kelas 4,
Kode Diagnosis 00092)
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen fisik (peningkatan tekanan
vaskuler serebral) (Domain 12, Kelas 1, Kode Diagnosis 00132)
4. Risiko jatuh berhubungan dengan gangguan vaskular pada mata
(Domain 12 Kelas 2, Kode Diagnosis 00155)

12
C. Rencana Asuhan Keperawatan
NO. Diagnosa Keperawatan NOC NIC
(Moorhead, Johnson, Maas, & Swanson, 2016) (Bulechek, Butcher, Dochterman, & Wagner, 2016)
1. Risiko penurunan curah Status Sirkulasi: Pengaturan Hemodinamik
jantung berhubungan  Berpartisipasi dalam aktivitas yang mengurangi 1. Lakukan penilaian komprehensif terhadap status
dengan perubahan tekanan darah dan beban kerja jantung hemodinamik (memeriksa tekanan darah, denyut
afterload, peningkatakn  Mempertahankan tekanan darah dalam kisaran jantung, denyut nadi, tekanan vena jugularis) dengan
resistensi vaskuler normal individu tepat
sistemik, vasokonstriksi,  Mendemonstrasikan irama dan frekuensi 2. Lakukan auskultasi jantung dan paru
perubahan kontraktilitas jantung stabil dalam kisaran normal 3. Observasi warna kulit, kelembaban, suhu tubuh, dan
(Domain 4, Kelas 4, waktu pengisian kapiler.
Kode Diagnosis 00240) 4. Perhatikan edema dependen dan edema umum
5. Tinggikan kepala tempat tidur
6. Pantau respon pemberian obat antihipertensi
7. Kolaboratif : berikan obat sesuai indikasi
8. Anjurkan Diet rendah garam, dengan saran
penggunaan < 5 g/hari (Whelton et al., 2018;
Esh et al., 2018)

2. Intoleransi aktivitas Endurance Manajemen Energi


berhubungan kelemahan  Berpartisipasi dalam aktivitas yang diperlukan 1. Kaji respon pasien terhadap aktivitas
umum, dan diinginkan 2. Pilih intervensi yang dapat mengurangi kelelahan
ketidakseimbangan  Kelelahan berkurang 3. Monitor system kardirespirasi selama kegiatan
suplai dan kebutuhan 4. Monitor.cata waktu istirahat pasien
oksigen (Domain 4, 5. Bantu pasien untuk memprioritaskan kegiatan untuk
Kelas 4, Kode Diagnosis mengakomodasi energy yang diperlukan

13
00092) 6. Anjurkan periode istirahat dan kegiatan secara
bergantian
7. Evaluasi secara bertahap respin pasien setiap
peningkatan level aktivitas
8. Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas fisik
(EBN) (Whelton et al., 2018).

3. Nyeri akut berhubungan Kontrol Nyeri Manajemen nyeri


dengan agen fisik  Laporan nyeri atas ketidaknyamana terkontrol 1. Lakukan pengkajian nyeri komprehensif (lokasi,
(peningkatan tekanan  Meningkatkan metode yang meredakan nyeri karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas,
vaskuler serebral)  Mematuhi regimen farmakologis yang atau beratnya nyeri dan factor pencetus
(Domain 12, Kelas 1, diserepkan 2. Observasi adanya petunjuk nonverbal mengenai
Kode Diagnosis 00132) ketidaknyamanan
3. Pastikan [erawatan amalgetik bagi pasien dilakukan
dengan pemantauan yang ketat
4. Gunakan strategi komunikasi terapeutik untuk
mengetahui pengalaman nyeri pasien
5. Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
6. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
7. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain
tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
8. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
menemukan dukungan
9. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
10. Kurangi faktor presipitasi nyeri

14
11. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi,
non farmakologi dan inter personal)
12. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
intervensi
13. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
14. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
15. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
16. Tingkatkan istirahat
17. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak berhasil
18. Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
Analgesic Administration
1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat
nyeri sebelum pemberian obat
2. Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan
frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari
analgesik ketika pemberian lebih dari satu
5. Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan
beratnya nyeri
6. Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis
optimal
7. Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan
nyeri secara teratur
8. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali

15
9. Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri
hebat
10. Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek
samping)

4 Risiko jatuh Kejadian Jatuh : Pencegahan Jatuh :


berhubungan dengan  Tidak terjad kejadian jatuh 1. Identifikasi perilaku dan faktor yang mempengaruhi
gangguan vaskular pada  Cedera fisik terhidarkan risiko jatuh
mata (Domain 12 Kelas  Dalam keadaan aman 2. Kaji riwayat jatuh bersama pasien dan keluarga
2, Kode Diagnosis 3. Identifikasi lingkungan yang meningkatkan potensi
00155) jatuh
4. Bantu ambulasi pasien yang memiliki
ketidakseimbangan
5. Sediakan alat bantu (tongkat dan walker)
6. Letakkan benda-benda dala jangkauan yang mudah
bagi pasien
7. Ajarkan pasien bagaimana meminimalkan cedera
ketika jatuh
8. Pindahkan barang-barnag yang diletakkan rendah
9. Sarankan penggunaan alas kaki yang aman

16
BAB IV
EVIDENCE BASED PRACTICE

1. Latihan Fisik
Salah satu penerapan Evidence Based Practice (EBP) yang telah menjadi
guideline AHA 2018 yaitu latihan fisik, sebagai intervensi nonfarmakologis.
Meningkatkan latihan fisik melalui program latihan terstruktur
direkomendasikan bagi orang dewasa yang mengalami peningkatan tekanan
darah atau hipertensi (Whelton et al., 2018). Latihan Fisik ini merupakan EBP
Kelas I, Level A. maksudnya EBP dengan rekomendasi utama, lebih besar
manfaat daripada risiko, dengan level bukti berkualitas tinggi, lebih dari satu
RCT dan meta-analysis. Investigasi yang mendukung EBP ini adalah
penelitian yang berjudul Isometric exercise training for blood pressure
management: a systematic review and meta-analysis(Carlson, Dieberg, Hess,
Millar, & Smart, 2014).Penelitian ini menunjukkan bahwa bentuk pelatihan
isometrik memiliki potensi untuk memperoleh pengurangan tekanan darah
yang signifikan dan bermakna secara klinis dan dapat berfungsi sebagai
tambahan penting untuk rekomendasi latihan saat ini pelatihan olahraga
dinamis.
Hal ini didukung pula penelitian yang dilakukan oleh Inder et al.(2016)
dengan judul Isometric exercise training for blood pressuremanagement: a
systematic review and meta-analysisto optimize benefit.
2. Diet rendah garam, dengan saran penggunaan < 5 g/hari (Whelton et al., 2018;
Esh et al., 2018). Baik AHA maupun ESC merekomendasikan konsumsi
pengurangan garam. Dan keduanya memiliki level evidence sama yaitu kelas
I, level A. Artikel yang menjadi acuan dalam menerbitkan rekomendasi ini
adalah artikel yang berjudul Effect of longer term modest salt reduction on
blood pressure: Cochrane systematic review and meta-analysis of randomised
trials. Hasil dari penelitian ini melaporkan bahwa pengurangan garam selama
4 minggu secara signifikan mengurangi tekanan darah. Hasil ini mendukung
pengurangan asupan garam populasi, yang akan menurunkan tekanan darah
penduduk dan dengan demikian mengurangi penyakit kardiovaskular.

17
Hubungan yang signifikan diamati antara pengurangan natrium urin 24 jam
dan penurunan tekanan darah sistolik, menunjukkan bahwa pengurangan yang
lebih besar dalam asupan garam akan menyebabkan penurunan lebih besar
dalam tekanan darah sistolik. Rekomendasi saat ini untuk mengurangi asupan
garam dari 9-12 hingga 5-6 g / hari akan memiliki efek besar pada tekanan
darah, tetapi pengurangan lebih lanjut hingga 3 g / hari akan memiliki efek
yang lebih besar dan harus menjadi target jangka panjang untuk populasi(He,
Li, & MacGregor, 2013)

18
BAB V
PENUTUP

1. KESIMPILAN
1. Penyakit hipertensi sering disebut sebagai the silent disease. Umumnya
penderita tidak mengetahui dirinya mengidap hipertensi sebelum
memeriksakan tekanan darahnya.
2. Hipertensi dapat dikelompokkan dalam dua kategori besar, yaitu primer
dan sekunder.
3. Cara yang paling baik dalam menghindari tekanan darah tinggi adalah
dengan mengubah ke arah gaya hidup sehat, pengaturan pola makan yang
baik dan aktivitas fisik yang cukup. seperti aktif berolahraga, Mengatur
diet atau pola makan seperti rendah garam, rendah kolesterol dan lemak
jenuh, meningkatkan konsumsi buah dan sayuran, tidak mengkonsumsi
alkohol dan rokok.

2. SARAN
Saran yang dapat diberikan pada penulisan makalah selanjutnya adalah
mencari jenis EBP lain yang dapat diterapkan pada pasien Hipertensi,
sehingga penerapan intervensi keperawatan dapat dilaksanakan secara lebih
efektif.

19
DAFTAR PUSTAKA

Baradero, M., Dayrit, W. M., & Siswandi, Y. (2008). Klien Gangguan Ginjal:
Seri Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.
Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen
Klinis untuk Hasil yang Diharapkan. (A. Suslia, F. Ganiajri, P. P. Lestari, &
R. W. A. Sari, Eds.) (8th ed.). Singapore: Elsevier Ltd.
Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2016).
Nursing Interventions Classification (NIC) (Sixth Edit). St. Louis, Missouri:
Elsevier.
Carlson, D. J., Dieberg, G., Hess, N. C., Millar, P. J., & Smart, N. A. (2014).
Isometric exercise training for blood pressure management: A systematic
review and meta-analysis. Mayo Clinic Proceedings, 89(3), 327–334.
https://doi.org/10.1016/j.mayocp.2013.10.030
Esh, H., Agabiti, E., France, M. A., Uk, A. D., Germany, F. M., Kerins, M., …
France, I. D. (2018). 2018 ESC / ESH Guidelines for the management of
arterial hypertension The Task Force for the management of arterial
hypertension of the European Society of Cardiology ( ESC ) and the
European Society of. https://doi.org/10.1097/HJH.
He, F. J., Li, J., & MacGregor, G. A. (2013). Effect of longer term modest salt
reduction on blood pressure: Cochrane systematic review and meta-analysis
of randomised trials. Bmj, 346(apr03 3), f1325–f1325.
https://doi.org/10.1136/bmj.f1325
Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2018). Nanda-I Diagnosis Keperawatan:
Defenisi dan Klasifikasi 2018-2020. Jakarta: EGC.
Inder, J. D., Carlson, D. J., Dieberg, G., Mcfarlane, J. R., Hess, N. C. L., & Smart,
N. A. (2016). Isometric exercise training for blood pressure management: A
systematic review and meta-analysis to optimize benefit. Hypertension
Research, 39(2), 89–94. https://doi.org/10.1038/hr.2015.111
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2013). Riset Kesehatan Dasar
Riskesdas 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kemenkes RI.

20
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2016). Nursing
Outcome Classification (NOC). Philadelphia: Elseiver.
Oparil, S., & Schmieder, R. E. (2015). New Approaches in the Treatment of
Hypertension. Circulation Research, 116(6), 1074–1095.
https://doi.org/10.1161/CIRCRESAHA.116.303603
Pradana, T. (2012). Tatalaksana Hipertensi. Jakarta: CDK.
Price, S. A., & Wilson, L. M. (2015). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
PEnyakit. Jakarta: EGC.
Silbernagl, S., & Lang, F. (2006). Teks dan Atlas Berwana Patofisiologi. Jakarta:
EGC.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner& Suddarth, E/8, Vol.1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Smeltzer, S. C., Bare, B. G., Hinkle, J. L., & Cheever, K. H. (2010). Brunner &
Suddarth’s TextBook of Medical - Surgical Nursing (12th ed.). Philadelphia,
United States: Lippincott Williams & Wilkins.
Vaduganathan, M., Pareek, M., Qamar, A., Pandey, A., Olsen, M. H., & Bhatt, D.
L. (2018). Baseline Blood Pressure, the 2017 ACC/AHA High Blood
Pressure Guidelines, and Long-Term Cardiovascular Risk in SPRINT.
American Journal of Medicine, 131(8), 956–960.
https://doi.org/10.1016/j.amjmed.2017.12.049
Whelton, P. K., Carey, R. M., Aronow, W. S., Casey, D. E., Collins, K. J.,
Dennison Himmelfarb, C., … Wright, J. T. (2018). 2017
ACC/AHA/AAPA/ABC/ACPM/AGS/APhA/ASH/ASPC/NMA/PCNA Guideline
for the Prevention, Detection, Evaluation, and Management of High Blood
Pressure in Adults: Executive Summary. Journal of the American College of
Cardiology (Vol. 71). Elsevier. https://doi.org/10.1016/j.jacc.2017.11.005
Zhou, B., Bentham, J., Di Cesare, M., Bixby, H., Danaei, G., Cowan, M. J., …
Eggertsen, R. (2017). Worldwide trends in blood pressure from 1975 to
2015: a pooled analysis of 1479 population-based measurement studies with
19·1 million participants. The Lancet, 389(10064), 37–55.
https://doi.org/10.1016/S0140-6736(16)31919-5

21
22

Anda mungkin juga menyukai