Pengendalian Infeksi (PPI) yang berada dalam Satuan Penjaminan Mutu (SPM). Di
dalam SPM terbagi tiga komite, yaitu komite PPI, komite Keselamatan Pasien
(Patient Safety), dan komite Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Semua pegawai
yang ditempatkan di SPM adalah orang-orang yang masa kerjanya lebih dari 6 tahun.
Di PPI saya sebagai staf sekaligus Infection Prevention and Control Nurse (IPCN). Di
atas ketua komite PPI ada yang disebut ketua SPM yang selama 2 tahun terakhir
sudah 3 kali berganti tampuk kepemimpinan. Ketua SPM yang sebelumnya, bergaya
kepemimpinan partisipatif atau laissez faire yang dikombinasikan dengan demokratis.
Pada bulan Desember lalu, pimpinan kami diganti, dilihat dari segi usia beliau
pimpinan kami yang paling muda. Tapi jika dilihat dari gaya kepemimpinannya
beliau menggunakan gaya kepemimpinan otoriter yang berorientasi tugas (Weiss &
Tappen, 2015). Dia menggunakan kekuatan dan kontrol berlebihan, hanya percaya
pada dirinya sendiri, setiap perkataan yang beliau katakan harus dilakukan, beliau
sangat jarang mendengar apa yang kami katakan, hanya perkataan beliau yang benar.
Setiap selesai melakukan tugas kami harus membuat laporan dengan tenggat waktu 3
hari, hanya hasil yang dipedulikannya, tanpa peduli proses bagaimana kami
mengerjakannya. Namun, sayang sekali beliau tidak termasuk pemimpin yang berani
karena jika hasil laporan monitoring kami bagus, beliau yang mau presentasi ke
direktur, tapi jika hasilnya bermasalah beliau seringkali minta diwakilkan.
Analisis gaya kepemimpinan pimpinan di tempat kerja saya saat ini juga
bergaya otoriter karena dapat dilihat dari sikap keakuannya. Pemimpin ini selalu
menggunakan cara yang lebih dianggap cocok dan benar dari dirinya sendiri sehingga
segala sesuatu yang dilakukan olehnya sendiri pasti benar dan ide atau gagasan
karyawan atau bawahan tidak diakui (Huber, 2010). Setiap pemimpin sudah
seharusnya menjadi pusat mengambilan resiko pekerjaan apapun dengan tidak
menyalahkan bawahan (Faturahman, 2018). Seharusnya seorang pemimpin dapat
menjadi contoh yang baik dan bisa bertanggung jawab atas segala sesuatu yang
terjadi dalam organisasi yang dipimpinnya, tidak hanya ingin terlihat baik di depan
pemimpin yang lebih di atasnya (Weiss & Tappen, 2015). Gaya kepemimpinan
otoriter tidak cocok digunakan jika dilihat dari follower atau bawahannya yang sudah
cukup lama bergelut di bidangnya atau sudah ahli di bidangnya, tidak perlu lagi
diterus-menerus harus diarahkan. Sebaliknya menurut saya, gaya kepemimpinan
laissez faire yang dikombinasikan dengan demokratis yang cocok.
DAFTAR PUSTAKA
Faturahman, B. M. (2018). Kepemimpinan dalam budaya organisasi. Kepemimpinan
Dalam Budaya Organisasi, Volume X(Nomor1 ISSN: 2085-143X), 1–11.
Ginting, R., & Haryati, T. (2012). Kepemimpinan dan Konteks Peningkatan Mutu
Pendidikan. Jurnal Ilmiah CIVIS, II(2).
Huber, D. L. (2010). Leadership and Nursing Care Management. (N. O’Brien, Ed.)
(4th ed.). Missouri: Elsevier.
Miles, J. M., & Scott, E. S. (2019). A New Leadership Development Model for
Nursing Education ☆. Journal of Professional Nursing, 35(1), 5–11.
https://doi.org/10.1016/j.profnurs.2018.09.009