Anda di halaman 1dari 15

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.

D DENGAN HIPERTENSI EMERGENCY


DI RUANG INSTALASI GAWAT DARURAT ZONA MERAH
RUMAH SEHAT UNTUK JAKARTA RSUD TARAKAN

Disusun Oleh : Kelompok Gelombang 4


1. Arga Widyayuda (1020170719940816201701010384)
2. Diana Amira Hasanah (1020170719950408201701020395)
3. Islam Zia Nibrasy (1020170419990731202204010924)
4. Nada Soraya Julyanita (1020170719970511202204021010)
5. Tia Arimukti (1020170419901018201801020538)

BAGIAN KEPERAWATAN
SATUAN PELAKSANA PELAYANAN
PUSAT KRISIS DAN KEGAWATDARURATAN KESEHATAN DAERAH
DINAS KESEHATAN PROVINSI DKI JAKARTA
LAPORAN PENDAHULUAN

HIPERTENSI EMERGENCY

1. Pengertian Hipertensi
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah meningkat melebihi batas normal.
Penyebab tekanan darah meningkat adalah peningkatan kecepatan denyut jantung,
peningkatan resistensi (tahanan) dari pembuluh darah tepi dan peningkatan volume aliran
darah darah (Hani, 2010).
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah penyakit kelainan jantung atau pembuluh darah
yang ditandai dengan peningkatan tekanan pembuluh darah. Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO), memberikan batasan tekanan darah normal adalah 140/90 mmHg dan tekanan darah
sama atau diatas 160/95 dinyatakan sebagai hipertensi. Setiap usia dan jenis kelamin memilki
batasan masing – masing :
a. Pada pria usia < 45 tahun, dinyatakan menderita hipertensi bila tekanan darah waktu
berbaring > 130/90 mmHg.
b. Pada pria usia > 45 tahun, dinyatakan hipertensi bila tekan darahnya > 145/90 mmHg.
c. Pada wanita tekanan darah > 160/90 mmHg, dinyatakan hipertensi.
(Dewi dan Familia, 2010 : 18).
Hipertensi darurat (emergency hypertension) adalah kenaikan tekanan darah mendadak
(sistolik ≥180 mm Hg dan / atau diastolik ≥120 mm Hg) dengan kerusakan organ target yang
bersifat progresif, sehingga tekanan darah harus diturunkan segera, dalam hitungan menit
sampai jam. Tekanan darah yang sangat tinggi dan terdapat kerusakan organ, sehingga
tekanan darah harus diturunkan dengan segera (dalam menit atau jam) agar dapat membatasi
kerusakan yang terjadi. Tingginya tekanan darah untuk dapat dikategorikan sebagai
hipertensi darurat tidaklah mutlak, namun kebanyakan referensi di Indonesia memakan
patokan >220/140.

2. Jenis Hipertensi
Dikenal juga keadaan yang disebut krisis hipertensi. Keadaan ini terbagi 2 jenis :
a) Hipertensi emergensi, merupakan hipertensi gawat darurat, takanan darah melebihi
180/120 mmHg disertai salah satu ancaman gangguan fungsi organ, seperti otak, jantung,
paru, dan eklamsia atau lebih rendah dari 180/120mmHg, tetapi dengan salah satu gejala
gangguan organ atas yang sudah nyata timbul.
b) Hipertensi urgensi : tekanan darah sangat tinggi (> 180/120mmHg) tetapi belum ada gejala
seperti diatas. Tekanan darah tidak harus diturunkan dalam hitungan menit, tetapi dalam
hitungan jam bahkan hitungan hari dengan obat oral.
Sementara itu, hipertensi dibagi menjadi 2 jenis berdasarkan penyebabnya :
1. Hipertensi Primer
Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya (hipertensi essensial). Hal ini ditandai dengan
peningkatan kerja jantung akibat penyempitan pembuluh darah tepi. Sebagian besar (90 –
95%) penderita termasuk hipertensi primer. Hipertensi primer juga didapat terjadi karena
adanya faktor keturunan, usia dan jenis kelamin.
2. Hipertensi Sekunder
Hipertensi yang disebabkan oleh penyakit sistemik lainnya, misalnya seperti kelainan
hormon, penyempitan pembuluh darah utama ginjal, dan penyakit sistemik lainnya (Dewi dan
Familia, 2010 : 22).
Sekitar 5 – 10% penderita hipertensi sekunder disebabkan oleh penyakit ginjal dan sekitar 1 –
2% disebabkan oleh kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu misalnya pil KB
(Elsanti, 2009 : 114 ).

3. Klasifikasi Hipertensi
Table 1. Klasifikasi Tekanan Darah Pada Dewasa
Kategori Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik
Normal Dibawah 130 mmHg Dibawah 85 mmHg
Normal tinggi 130-139 mmHg 85-89 mmHg
Stadium 1
140-159 mmHg 90-99 mmHg
(Hipertensi ringan)
Stadium 2
160-179 mmHg 100-109 mmHg
(Hipertensi sedang)
Stadium 3
180-209 mmHg 110-119 mmHg
(Hipertensi berat)
Stadium 4
(Hipertensi 210 mmHg atau lebih 120 mmHg atau lebih
maligna/darurat)
Penderita hipertensi yang tidak terkontrol sewaktu - waktu bisa jatuh kedalam keadaan gawat
darurat. Diperkirakan sekitar 1-8% penderita hipertensi berlanjut menjadi “Krisis Hipertensi”,
dan banyak terjadi pada usia sekitar 30-70 tahun. Tetapi krisis hipertensi jarang ditemukan
pada penderita dengan tekanan darah normal tanpa penyebab sebelumnya. Pengobatan yang
baik dan teratur dapat mencegah insiden krisis hipertensi menjadi kurang dari 1 %.

4. Etiologi
Hipertensi emergensi merupakan spektrum klinis dari hipertensi dimana terjadi kondisi
peningkatan tekanan darah yang tidak terkontrol yang berakibat pada kerusakan organ target
yang progresif. Berbagai sistem organ yang menjadi organ target pada hipertensi emergensi
ini adalah sistem saraf yang dapat mengakibatkan hipertensi ensefalopati, infark serebral,
perdarahan subarakhnoid, perdarahan intrakranial; sistem kardiovaskular yang dapat
mengakibatkan infark miokard, disfungsi ventrikel kiri akut, edema paru akut, diseksi aorta;
dan sistem organ lainnya seperti gagal ginjal akut, retinopati, eklamsia, dan anemia hemolitik
mikroangiopatik.
Faktor Resiko Krisis Hipertensi
1. Penderita hipertensi tidak minum obat atau tidak teratur minum obat.
2. Kehamilan
3. Penderita hipertensi dengan penyakit parenkim ginjal.
4. Pengguna NAPZA
5. Penderita dengan rangsangan simpatis tinggi. (luka bakar, trauma kepala, penyakit
vaskular/ kolagen)
5. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis krisis hipertensi umumnya adalah gejala organ target yang terganggu,
diantaranya nyeri dada dan sesak nafas pada gangguan jantung dan diseksi aorta; mata kabur
dan edema papilla mata; sakit kepala hebat, gangguan kesadaran dan lateralisasi pada
gangguan otak; gagal ginjal akut pada gangguan ginjal; di samping sakit kepala dan nyeri
tengkuk pada kenaikan tekanan darah umumnya.
Tabel 2. Gambaran Klinik Hipertensi Darurat 5
Tekanan Funduskopi Status neurologi Jantung Ginjal Gastrointestinal
darah
> 220/140 Perdarahan, Sakit kepala, Denyut jelas, Uremia, Mual, muntah
mmHg eksudat, kacau, gangguan membesar, proteinuria
edema papilla kesadaran, dekompensasi,
kejang. oliguria

Tingginya tekanan darah yang dapat menyebabkan kerusakan organ sasaran tidak hanya dari
tingkatan tekanan darah aktual, tapi juga dari tingginya tekanan darah sebelumnya, cepatnya
kenaikan tekanan darah, seks dan usia penderita. Penderita hipertensi kronis dapat mentolelir
kenaikan tekanan darah yang lebih tinggi dibanding dengan normotensi, sebagai contoh :
pada penderita hipertensi kronis, jarang terjadi hipertensi ensefalopati, gangguan ginjal dan
kardiovaskular dan kejadian ini dijumpai bila tekanan darah diastolik > 140 mmHg.
Sebaliknya pada penderita normotensi ataupun pada penderita hipertensi baru dengan
penghentian obat yang tiba-tiba, dapat timbul hipertensi ensefalopati demikian juga pada
eklampsi, hipertensi ensefalopati dapat timbul walaupun tekanan darah 160/110 mmHg.

6. Patofisiologi
Bentuk manapun dari hipertensi yang menetap, baik primer maupun sekunder, dapat dengan
mendadak mengalami percepatan kenaikan dengan tekanan diastolik meningkat cepat sampai
di atas 130 mmHg dan menetap lebih dari 6 jam. Hal ini dapat menyebabkan nekrosis arterial
yang lama dan tersebar luas, serta hiperplasi intima arterial interlobuler nefron-nefron.
Perubahan patologis jelas terjadi terutama pada retina, otak dan ginjal. Pada retina akan
timbul perubahan eksudat, perdarahan dan udem papil. Gejala retinopati dapat mendahului
penemuan klinis kelainan ginjal dan merupakan gejala paling terpercaya dari hipertensi
maligna. Otak mempunyai suatu mekanisme otoregulasi terhadap kenaikan ataupun
penurunan tekanan darah. Batas perubahan pada orang normal adalah sekitar 60-160 mmHg.
Apabila tekanan darah melampaui tonus pembuluh darah sehingga tidak mampu lagi
menahan kenaikan tekanan darah maka akan terjadi udem otak. Tekanan diastolik yang
sangat tinggi memungkinkan pecahnya pembuluh darah otak yang dapat mengakibatkan
kerusakan otak yang irreversible. Pada jantung kenaikan tekanan darah yang cepat dan tinggi
akan menyebabkan kenaikan after load, sehingga terjadi payah jantung. Sedangkan pada
hipertensi kronis hal ini akan terjadi lebih lambat karena ada mekanisme adaptasi. Penderita
feokromositoma dengan krisis hipertensi akan terjadi pengeluaran norefinefrin yang menetap
atau berkala.
Aliran darah ke otak pada penderita hipertensi kronis tidak mengalami perubahan bila Mean
Arterial Pressure ( MAP ) 120 mmHg – 160 mmHg, sedangkan pada penderita hipertensi
baru dengan MAP diantara 60 – 120 mmHg. Pada keadaan hiper kapnia, autoregulasi
menjadi lebih sempit dengan batas tertinggi 125 mmHg, sehingga perubahan yang sedikit
saja dari tekanan darah menyebabkan asidosis otak akan mempercepat timbulnya oedema
otak. Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa cara:
a. Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi sehingga mengalirkan lebih
banyak cairan pada setiap detiknya.
b. Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka tidak dapat
mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut. Karena itu darah
pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit daripada
biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan. Inilah yang terjadi pada usia lanjut, dimana
dinding arterinya telah menebal dan kaku karena arteriosklerosis. Dengan cara yang sama,
tekanan darah juga meningkat pada saat terjadi vasokonstriksi, yaitu jika arteri kecil
(arteriola) untuk sementara waktu mengkerut karena perangsangan saraf atau hormon di
dalam darah.
c. Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Hal
ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu membuang sejumlah
garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh meningkat, sehingga tekanan
darah juga meningkat. Sebaliknya, jika aktivitas memompa jantung berkurang, arteri
mengalami pelebaran, dan banyak cairan keluar dari sirkulasi maka tekanan darah akan
menurun.
7. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan pada keadaan darurat hipertensi ialah menurunkan tekanan darah secepat
dan seaman mungkin yang disesuaikan dengan keadaan klinis penderita. Pengobatan
biasanya diberikan secara parenteral dan memerlukan pemantauan yang ketat terhadap
penurunan tekanan darah untuk menghindari keadaan yang merugikan atau munculnya
masalah baru.
Obat yang ideal untuk keadaan ini adalah obat yang mempunyai sifat bekerja cepat,
mempunyai jangka waktu kerja yang pendek, menurunkan tekanan darah dengan cara yang
dapat diperhitungkan sebelumnya, mempunyai efek yang tidak tergantung kepada sikap
tubuh dan efek samping minimal.
Penurunan tekanan darah harus dilakukan dengan segera namun tidak terburu-buru.
Penurunan tekanan darah yang terburu-buru dapat menyebabkan iskemik pada otak dan
ginjal. Tekanan darah harus dikurangi 25% dalam waktu 1 menit sampai 2 jam dan
diturunkan lagi ke 160/100 dalam 2 sampai 6 jam. Medikasi yang diberikan sebaiknya per
parenteral (Infus drip). Obat yang cukup sering digunakan adalah Nitroprusid IV dengan
dosis 0,25 ug/kg/menit. Bila tidak ada, pengobatan oral dapat diberikan sambil merujuk
penderita ke Rumah Sakit. Pengobatan oral yang dapat diberikan meliputi Nifedipinde 5-10
mg, Captorpil 12,5-25 mg, Clonidin 75-100 ug, Propanolol 10-40 mg. Penderita harus
dirawat inap.

8. Pemeriksaan penunjang
a) Riwayat dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh
b) Pemeriksaan retina
c) Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kerusakan organ ginjal dan jantung
d) EKG untuk mengetahui hipertropi ventrikel kiri
e) Urinalisa untuk mengetahui protein dalam urin, darah, glukosa
f) Pemeriksaan : renogram, pielogram intravena arteriogram renal, pemeriksaan fungsi ginjal

terpisah dan penentuan kadar urin.


g) Foto dada dan CT scan

9. Komplikasi
Hipertensi merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya penyakit jantung, gagal jantung
kongesif, stroke, gangguan penglihatan dan penyakit ginjal. Tekanan darah yang tinggi
umumnya meningkatkan resiko terjadinya komplikasi tersebut. Hipertensi yang tidak diobati
akan mempengaruhi semua sistem organ dan akhirnya memperpendek harapan hidup sebesar
10-20 tahun.
Mortalitas pada pasien hipertensi lebih cepat apabila penyakitnya tidak terkontrol dan telah
menimbulkan komplikasi ke beberapa organ vital. Sebab kematian yang sering terjadi adalah
penyakit jantung dengan atau tanpa disertai stroke dan gagal ginjal.
Dengan pendekatan sistem organ dapat diketahui komplikasi yang mungkin terjadi akibat
hipertensi. Komplikasi yang terjadi pada hipertensi ringan dan sedang mengenai mata, ginjal,
jantung dan otak. Pada mata berupa perdarahan retina, gangguan penglihatan sampai dengan
kebutaan. Gagal jantung merupakan kelainan yang sering ditemukan pada hipertensi berat
selain kelainan koroner dan miokard. Pada otak sering terjadi perdarahan yang disebabkan
oleh pecahnya mikroaneurisma yang dapat mengakibakan kematian. Kelainan lain yang dapat
terjadi adalah proses tromboemboli dan serangan iskemia otak sementara (Transient Ischemic
Attack/TIA). Gagal ginjal sering dijumpai sebagai komplikasi hipertensi yang lama dan pada
proses akut seperti pada hipertensi maligna. Risiko penyakit kardiovaskuler pada pasien
hipertensi ditentukan tidak hanya tingginya tekanan darah tetapi juga telah atau belum adanya
kerusakan organ target serta faktor risiko lain seperti merokok, dislipidemia dan diabetes
melitus. (Tekanan darah sistolik melebihi 140 mmHg pada individu berusia lebih dari 50
tahun, merupakan faktor resiko kardiovaskular yang penting. Selain itu dimulai dari tekanan
darah 115/75 mmHg, kenaikan setiap 20/10 mmHg meningkatkan risiko penyakit
kardiovaskuler sebanyak dua kali (Anggraini, Waren, et. al, 2009).
ASUHAN KEPERAWATAN
INSTALASI GAWAT DARURAT

I. Pengkajian
1. Identitas Pasien
A. Hari/Tanggal : 1/9/2023
B. Pukul : 10.50
C. Diagnosa Medis : HT Emergency, Susp CVD SH dd SNH, DM, Vomitus
D. Initial Pasien : Tn. D
E. Usia : 53 tahun
F. Jenis Kelamin : Laki-laki
G. Tanggal Masuk RS: 1/9/2023
2. Data Fokus : klien datang dengan keluhan lemas, mual, muntah 3x, dan pusing.
3. Primary Survey
A. Airway : terdapat cairan muntah, berwarna coklat
B. Breathing : napas spontan, frekuensi 25x/menit, tidak ada retraksi dinding
dada
C. Circulation : tidak ada perdarahan internal maupun eksternal, capillary refill <2
detik, tekanan darah 196/108mmhg, nadi 110x/menit, saturasi 97% room air, nadi teraba
kuat, akral hangat, suhu 36,5 C
D. Disability : kesadaran compos mentis, GCS E3 M5 V5, pupil isokor, lebar pupil
2mm kiri dan kanan , reflek patologis tidak ada, kekuatan otot

3333 3333

3333 3333
E. Exposure : tidak ada trauma atau jejas
F. Folley Cathether : BAK spontan, tidak terpasang catheter
G. Gastric Tube : klien makan minum per oral
H. Hearth Monitor : dilakukan ekg 12 lead dengan gambaran sinus takikardia
4. Secondary Survey
A. Pemeriksaan/observasi head to toe
1) Kepala:
a. Kulit kepala : tampak bersih, tidak ada ketombe, tidak ada benjolan
b. Mata : simetris, konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, pupil
isokor, penglihatan normal
c. Telinga : tampak bersih, bentuk normal, pendengaran normal,
tidak ada pengeluaran cairan
d. Hidung : tampak bersih, bentuk normal, tidak ada polip,
penciuman normal, tidak ada pengeluaran cairan
e. Mulut dan gigi : mulut bersih, gigi penuh, mukosa bibir kering
f. Wajah : bentuk simetris, tidak ada memar, tidak ada oedem
maupun nyeri tekan
2) Leher : bentuk normal, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, nadi karotis
teraba, tidak ada benjolan dan memar, tengkuk leher terasa kaku dan nyeri.
Skala nyeri VAS 3, nyeri seperti ditekan, nyeri timbul jika tekanan darah
tinggi.
3) Dada/ thoraks paru-paru:
a. Inspeksi : bentuk simetris pengembangan paru simetris,
tidak ada retraksi otot bantu napas
b. Palpasi : tidak ada nyeritekan, tidak ada benjolan
c. Perkusi : suara paru sonor
d. Auskultasi : bunyi napas vasikuler
4) Jantung :
a. Inspeksi : tidak tampak adanya pembesaran jantung
b. Palpasi : iktus kordis teraba
c. Perkusi : suara jantung pekak
d. Auskultasi : S1, S2 tunggal reguler
5) Abdomen :
a. Inspeksi : tidak ada benjolan maupun asites
b. Palpasi : tidak ada nyeri tekan
c. Perkusi : suara timpani
d. Auskultasi : bising usus 7x/menit
6) Pelvis :
a. Inspeksi : tidak ada perubahan bentuk, memar atau jejas
b. Palpasi : tidak ada nyeri tekan
7) Perineum dan rektum : tidak dikaji
8) Genitalia : tidak dikaji
9) Ekstremitas :
a. Status sirkulasi : CRT < 2detik
b. Keadaan injury : tidak ditemukan adanya nyeri ekstremitas

10) Neurologis
a. Fungsi sensorik : tidak ada gangguan fungsi sensorik
b. Fungsi motorik : terdapat kelemahan pada fungsi motorik
B. Pemeriksaan tanda vital:
Tekanan darah : 196/108 mmHg
Nadi : 110 x/mnt
Pernapasan : 27 x/mnt
Suhu : 36,5 C
Spo2 : 97% room air
C. Anamnesa (K.O.M.P.A.K dan A.I.U.E.O):
Keluhan : lemas, mual, muntah 3x, pusing
Obat : tidak ada obat yang diminum
Makanan : makan terakhir pukul 08.00 WIB
Penyakit : hipertensi, stroke
Alergi : tidak ada alergi obat dan makanan
Alkohol : tidak konsumsi alkohol
Insulin : tidak menggunakan insulin
Uremia : BAK normal
Epilepsy : tidak ada riwayat kejang
Overdosis : tidak ada obat yang diminum dalam dosis tinggi

5. Pemeriksaan Penunjang (Laboratorium, radiologi, dan lain-lain)


ASUHAN KEPERAWATAN

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi


. Keperawatan Hasil
1. Bersihan jalan Setelah Manajemen Jalan Napas
napas tidak efektif dilakukan (I.01011)
(D.0001) intervensi Observasi
berbubungan keperawatan  Monitor pola napas (frekuensi,
dengan spasme selama 1 x 8 kedalaman, usaha napas)
jalan napas jam, maka  Monitor bunyi napas tambahan
Bersihan jalan (mis. gurgling, mengi, wheezing,
D S: napas teratasi
ronkhi kering)
a. … yang ditandai
b. … dengan
 Monitor sputum (jumlah, warna,
c. … dengan aroma)
kriteria hasil: Terapeutik
D O: a. …  Pertahankan kepatenan jalan
a. … b. … napas
b. … c. …  Posisikan Semi Fowler/ Fowler
c. …  Berikan minum hangat
 Lakukan fisioterapi dada, jika
perlu
 Lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 detik
 Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
 Anjurkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
bronkodilator, jika perlu
 Kolaborasi pemberian
ekspektoran, jika perlu
 Kolaborasi pemberian mukolitik,
jika perlu

Latihan Batuk Efektif (I.01006)


Pemantauan Respirasi (I. 01014)
2. … … …

No. Implementasi Evaluasi


1. Menyesuaikan intervensi yang S (Subjektif):
dilakukan saja
O (Objektif):

A (Assesment/Penilaian):

P (Plan/Rencana):

2. … …
Referensi:

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Cetakan
III. Jakarta: PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Cetakan II.
Jakarta: PPNI

Note: (tulis referensi dari buku/jurnal/web yang digunakan untuk mendukung isi resume)
DAFTAR PUSTAKA

Hani, Sharon EF, Colgan R.Hypertensive Urgencies and Emergencies. Prim Care Clin Office
Pract 2010;33:613-23.
Vaidya CK, Ouellette CK. Hypertensive Urgency and Emergency. Hospital Physician
2009:43-50
Depkes RI (2011). Epidemologi Penyakit Hipertensi.
Dewi, Sofia dan Digi Familia (2010). Hidup Bahagia dengan Hipertensi. A+Plus Books,
Yogyakarta
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah (2010). The 4th Scientific Meeting on Hypertension.
Elsanti, Salma (2009). Panduan Hidup Sehat : Bebas Kolesterol, Stroke, Hipertensi, &
Serangan Jantung. Araska, Yogyakarta
Ganong, William F (2009). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai