Anda di halaman 1dari 30

KEPERAWATAN GERONTIK

Asuhan Keperawatan Lansia dengan DM

Di Susun Oleh :

KELOMPOK I
Ayu Ananda
Cahyani Ardan
Hutri Anggraini
Mega Putri Julianti
Suci Ramadhani
Tilka Afrianti

DOSEN PEMBIMBING : Ns. Dewi Kurniawati, S.Kep, MS

PRODI S1 KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MOHAMMAD NATSIR YARSI SUMBAR
BUKITTINGGI
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufik,
serta hidayahnya, sehingga kita dapat menyelesaikan makalah “ASUHAN KEPERAWATAN
LANSIA DENGAN DM” yang diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah “Keperawatan
Gerontik”
Pada kesempataan kali ini kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak turut adil
dalam penyusunan makalah ini hingga pada batas waktu yang telah ditentukan .
Kami sebagai penulis sangat menyadari bahwa makalah kami ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran para pembaca untuk
kesepurnaan makalah ini.
DAFTAR ISI

Kata Pengantar…………………………………………………………………..…………...…….i
Daftar Isi…………………………………………………………………………….………...…..ii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar belakang…………………………………………………………………..………....1
B. Rumusan masalah…………………………………………………………….......……….1
C. Tujuan……………………………………………………………………………....…......2
BAB II. PEMBAHASAN
A. Definisi DM…………………………………………………………………………….....3
B. Etiologi……………………………………………………………….................................3
C. Patofisiologi……………………………………………………………………………….4
D. Manifestasi Klinis…………………………………………………………………………5
E. Klasifikasi……………………………………………………………................................7
F. Komplikasi………………..……………………………………………………………….8
G. Treatment ………...……………………………………………………………………...10
H. Asuhan keperawatan …………………………………………………………………….12
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan……………………………………………………………………………....22
B. Saran……………………………………………………………………………………..22
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………23
LITERATURE REVIEW………………………………………………………………………25

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diabetes melitus atau DM adalah suatu akibat dari kegagalan fungsional organ
tubuh yang terjadi akibat sejumlah faktor. Diabetes melitus terdapat defisiensi insuli dan
gangguan pada produksi ataupun kerja dari insulin. Terdapat banyak klasifikasi diabetes,
termasuk DM tipe 2 yang menyerang lansia. Diabetes melitus tipe 2 ini terjadinya karena
terdapat kelainan pada sekresi dan kerja dari hormone insulin dalam tubuh (Decroli,
2019).
Diabetes melitus tipe 2 muncul ketika organ tubuh tidak mampu lagi
memproduksi insulin dan menekan kadar gula yang tinggi didalam tubuh. 90% pasien
dengan diabetes melitus tipe 2 terdapat gangguan sekresi insulin. DM tipe 2 mengalami
peningkatan kasus terutama pada negara berkembang, dan juga DM tipe 2 banyak
dijumpai saat usia > 45 tahun(Decroli, 2019).
Upaya-upaya promosi kesehatan dan tindakan pencegahan dilakukan untuk
mengantisipasi peningkatan kasus DM tipe 2 pada masyarakat. Dengan upaya ini
masyarakayt di himbau untuk menerapkan perilaku hidup sehat yang mengutamakan pola
hidup dan menjaga makanan yang bergizi seimbang(Decroli, 2019).
Menurut organisasi diabetes federation (IDF) sebanyak 463 juta orang dengan
rentang usai 20-79 tahun menderita diabetes pada tahun 2019. IDF memperkirakan
pravelensi diabetes menurut jenis kelamin yaitu 9% perempuan dan 9,65% laki-laki dan
mengalami peningkatan seiring bertambahnya umur penduduk. Indonesia menempati
posisi ke-7 diantara 10 negara dengan jumlah penderita terbanyak yaitu 10,7 juta jiwa.
Terkhususnya provinsi sumatera barat mengalami peningkatan pravelensi penderita
diabetes dari 2013 hingga 2018 sebesar 1,8%(Kementrian kesehatan republik indonesia,
2020).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas diangatlah sebuah rumusan masalah yaitu “Bagaimana
Asuhan Keperawatan Gerontik pada Lansia dengan Diabetes Melitus?”

1
C. Tujuan
1. Agar mahasiswa bisa memahami tentang asuhan keperawatan gerontic pasien lansia
dengan diabetes melitus
2. Agar mahasiswa bisa memahami tentang pengertian DM
3. Agar mahasiswa bisa memahami tentang kerentanan lansia terkena DM
4. Agar mahasiswa bisa memahami tentang pengkajian keperawatan gerontic
5. Agar mahasiswa bisa memahami tentang diagnose keperawatan lansia dengan DM
6. Agar mahasiswa bisa memahami tentang intervensi keperawatan lansia dengan DM

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Diabetes Melitus
Diabetes Mellitus atau DM adalah suatu penyakit metabolik kronis ditandai
dengan meningkatnya kadar glukosa darah atau hiperglikemia. Gangguan metabolisme
hasil terjadi karena gagalmnya sekresi insulin oleh pankreas, kerja insulin, yang akan
terjadinya resistensi insulin menyebabkan kerusakan dan kegagalan berbagai terutama
jantung, pembuluh darah, mata, ginjal, dan saraf. Terdapat juga penyimpatan pembuluh
darah akibat penyakit diabetes yang menebabkan terjadinya penggumpalan darah yang
bisa diketahui saat proses diagnose pasien. Diabetes mellitus adalah penyakit sistemis,
kronis, dan multifaktorial yang dicirikan dengan hiperglikemia dan hipoglikemia.
Diabetes terutama prevalen diantara kaum lanjut usia. Individu dengan usia lebih dari 65
tahun, 8,6% sering didapati menderita diabetes melitus tipe II(Chentli et al., 2015).

B. Etiologi
Penyakit diabetes yang biasa diderita oleh lansia yaitu diabetes melitus tipe 2.
Menurut (Asiimwe et al., 2020) faktor resiko terjadinya diabetes pada lansia sebagai
berikut :
1. Jenis kelamin
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa perempuan beresiko lebih tinggi
terkena diabetes melitus dibandingkan laki-laki karena perempuan beraktivitas hanya
sedikit dibandingkan laki-laki oleh karena itu penggunaan glukosanya pun hanya
sedikit. Dan juga perempuan memiliki kadar hormone estrogen dan progesterone
yang relative tinggi yang mengurangi sensitivitas seluruh tubuh terhadap insulin
2. Kelompok umur
Kelompok umur juga menjadi faktor resiko terjadinya diabetes pada lansia.
Kelompok umur 61-65 beresiko tinggi terkena diabetes. Dalam hal ini kelompok
umur 45-64 tahun telah terdiagnosa terkena diabetes tipe 2. Kelompok umur yang
lebih dari 60 tahun bisa mengalami komplikasi medis pada organ tubuh seperti
jantung, hipertensi, masalah pada ginjal.
3. Lifestyle (gaya hidup)

3
Gaya hidup termasuk faktor utama lansia terkena diabetes. Gaya hidup yang buruk
bisa meningkatkan resiko lansia terkena diabetes. Gaya hidup yang buruk seperti
obesitas, merokok, minum alcohol jarang berolahraga, junkfood.
4. Keturunan (heredity)
Lansia dengan diabetes juga ditemukan karena faktor keturunan. Faktor keturunan
dari garis orang tua yang terdapat mutase genetic yang menyebabkan diabetes
diturunkan pada garis keturunan.

C. Mekanisme Diabetes Melitus Tipe 2 pada Lansia


Diabetes melitus tipe 2 pada lansia terjadi karena beberapa mekanisme seperti
faktor genetic, penuaan, faktor lingkungan dan resistensi insulin. Faktor lain yaitu
pengaruh hormone arginine vasopressin (AVP) atau fragment c-terminal yang disebut
sebagai copeptin dalam mekanisme DM pada lansia melalui sensitivitas insulin yang
rendah. AVP juga mempengaruhi hati dalam sekresi glukogenesis dan glucagon(Chentli
et al., 2015).
Pada lansia dengan DM tipe 2 defisiensi vitamin D menjadi faktor tambhan antara
osteoporosis, resistensi insulin, oobesitas, DM, kelainan kognitif, dsb. Deficit vitamin D
bisa menyebabkan obesitas atautpun gangguan metabolism glukosa (GMD). Yang mana
vitamin D menghambat akumulasi lemak, mempertahankan sel pulau pancreas,
meningkatkan sintesis insulin, mengurangi resistensi insulin, dan mengurangi rasa lapar
(Chentli et al., 2015).

Resistensi Insulin
Penyebab Diabetes melitus tipe 2 yaitu resistensi insulin dan perubahan pada
kerja sel beta pankreas. Resistensi insulin biasanya terjadi pada pasien dengan obesitas
ataupun overweight . Hormone Insulin bekerja secara tidak optimal pada otot, lemak,
dan hati oleh karena itu memaksa pankreas mengkompensasi untuk memproduksi lebih
banyak hormone insulin. Saat produksi hormone insulin pada pancreas tidak memadai
sehingga kadar glukosa dalam darah meningkat. Apabila kerusakan terjadi terus menerus
maka penyakit diabetes bisa menjadi progresif(Decroli, 2019).
Disfungsi Sel Beta Pankreas

4
Fungsi sel beta pankreas adalah menghasilkan hormon insulin untuk
mengkompensasi meningkatnya resistensi hormone insulin. pada penderita diabetes
melitus sel beta pancreas tidak dapat memproduksi hormone insulin yang memadai untuk
menurunkan resistensi insulin. Karena produksi indulin yang sudah menurun akibat
kerusakan sel beta pankrean maka secara klinis pasien dengan diabetes melitus tipe 2
mengalami kekurangan insulin secara mutlak(Decroli, 2019).
Sel beta mempunyai masa hidup 60 hari. Saat kondisi normal, 0,5 % sel beta
menghadapi apoptosis dan tetap diimbangi replikasi dan neogenesis. Saat bertambahnya
usia, kadar atau jumlah sel beta mngalami penurunan akibat proses apoptosis melebihi
replikasi dan neogenesis. Itulah mengapa lansia rentan terkena diabetes tipe 2(Decroli,
2019).
Lansia dengan diabetes melitus tipe 2, sel beta pankreas yang terpampang dengan
hiperglikemia akan menciptakan reactive oxygen species (ROS). ROS yang berlebihan
akan membuat kerusakan sel beta pankreas. Hiperglikemia kronik yaitu peristiwa yang
dmenyebabkan berkurangnya sintesis dan sekresi insulin pada satu sisi dan merusak sel
beta secara berangsur-angsur(Decroli, 2019).

Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan juga menjalankan peran penting sebab terjadinya penyakit
diabetes melitus tipe 2. Faktor lingkungan yaitu kelebihan berat badan, makan berlebihan,
dan aktivitas fisik yang kurang. Penambahan berat badan merupakan faktor risiko
diabetes melitus tipe 2. Meskipun sebagian besar populasi yang mengalami obesitas tidak
mengalami diabetes tipe 2(Decroli, 2019).

D. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala pasein dengan diabetes melitus tipe 2 bisa ringan pada stadium
yang rendah. Banyak dari pasein yang tidak mengetahui bahwa mereka menderita
penyakit tersebut. Berikut tanda dan gejala diabetes melitus tipe 2(Galan, 2020) :
1. Sering buang air kecil

5
Saat kadar gula darah tinggi, organ ginjal bekerja lebih ekstra dalam menghilangkan
kelebihan gula dalam darah dengan menyaring darah tersebut. Ini bisa menyebabkan
pasien sering buang air kecil terutama pada malam hari
2. Meningkatnya rasa haus
Meningkatnya frekuensi buang air kecil karena penyaringa darah untuk membuah
gula yang ada dalam darah bisa membuat tubuh kehilang cairan. Sehingga sewaktu-
waktu bisa menyebabkan dehidrasi yang memicu klien merasakan haus yang tidak
biasa.
3. Meningkatnya nafsu makan
Klien dengan diabetes sering tidak mendapatkan cukup energi dari makanan yang di
makan. Karena pada penderita diabetes tidak cukup glukosa ini bergerak dari aliran
darah ke dalam sel tubuh. Oleh karena itu penderita diabetes tipe 2 sering mengalamai
lapar.
4. Kelelahan
Penderita diabetes tipe 2 terjadi kekurangan energi sehingga menyebabkan kelelahan
bahkan pingsan. Kelelahan ini terjadi akibat tidak memadainya peredaran gula darah
dari sel darah ke sel tubuh
5. Mata kabur
Kelebihan gula dara bisa merusak pembuluh darah kecil pada mata yang bisa
mengakibatkan penglihatan kabur. Hal ini bisa terjadi pada 1 ataupun kedua mata.
Apibila hal ini tidak segera ditangani pengelihatan kabur bisa menjadi permanen.
6. Luka sulit sembuh
Kadar gula dalam darah yang tinggi bisa menyebabkan kerusaka pada pembuluh
darah atau pun saraf tubuh yang bisa menyebakan gangguan sirkulasi darah. Oleh
karena itu luka yang sedikit bisa sembuh dalam kurun waktu berminggu-minggu
ataupun bulan. Hal ini juga bisa menyebabkan terjadinya infeksi pada luka. Apaila
tidak segera ditangani penderita diabetes melitus bisa mengalami amputasi pada
bagian yang luka.
7. Neuropati diabetic

6
Adalah kerusakan saraf karena penyakit diabetes, yang ditandai dengan kesemutan,
nyeri, mati rasa. Meski dapat terjadi dibagian tubuh manapun tetapi neuropati diabetic
sering terjadi pada kaki.
8. Bercak hitam pada kulit (akantosis nigricans)
Bercak hitam pada kulit biasanya terbentuk pada daerah lipatan seperti leher, ketiak,
selangkangan.
9. Gatal dan infeksi jamur
Kelebihan gula dalam darah dan urine bisa menyebabkan jamur yang bisa menjadi
infeksi. Infeksi jamur bisa terjadi pada kulit yang hangat dan lembab seperti bagian
mulut, area genital, ketiak. Infeksi jamur ini bisa menyebabkan gatak dan muncul
kemerahan, sensasi terbakar.

E. Klasifikasi
1. Diabetes melitus tipe 1
Autoimun
Kerusakan sel beta pancreas yang menyebabkan defisiiensi insulin yang absolut
Penyakit automin yang di perantarai oleh seluler menyebabkan kerusakan pada sel
beta pancreas. Karena kerusakan imun yang mebuat rusaknya sel beta pancreas
sehingga menyebbakan terjadinya sell autoantibodi, autoantibodi kepada insulin,
autoantibodi to GAD (GAD65). Biasanya auto antiboti ditemukan 85-90% pada
penderiyta hiperglikemia puasa(D. O. F. Diabetes, 2010).
Kerusakan sel beta pancreas berbeda-beda, ada yang dengan cepat pada indivisu
seperti bayi dan anak-anak. Ada juga yang lambat biasanya orang dewasa. Beberapa
pasien khususnya anak-anak dan remaja bisa terkena ketoasidosis pada tanda dan
gejala awal diabetes. Banyak faktor prediposisis terjadinya kerusakan sel beta
pancreas akibat penyakit autoimun termasuk faktor lingkungan. Walupun pasien
dengan diabetes sering ditemukan pada tipe ini, namun pasien dengan penyakit
autoimun bisa beresiko lebih tinggi seperti grave disease, hasyimoto thyroiditis,
Addison disease, vitiligo, hepatitis autoimun, miastenia gravis, anemia perniosa(D. O.
F. Diabetes, 2010).
Idiopatik diabetes

7
Beberapa penderita diabetes tipe satu tidak mengetahui etiologi penyakit yang
jelas. Tetapi beberapa pasien mempunyai insulopenia permanen yang rentan terkena
keto asidosi tapi tidak ada pembuktian bahwa itu terjadi akibat penyakit auto imun(D.
O. F. Diabetes, 2010).

2. Diabetes melitus tipe 2


Penderita dengan diabetes melitus tipe 2 menglaami retensi insulin yang relative
predominan pada defek sekresi insulin. Sebagian besar pasien dengan obesitas
meningkatkan retensi insulin tubuh(D. O. F. Diabetes, 2010).
Pada diabetes melitus tipe 2 kerusakan sel beta pancreas sudah jatuh pada keadaan
progressive yang keadaan ini menyebabkan resistensi insulin yang semaikin
meningkat. Diabetes tipe 2 terjadi hanya pada orang dewasa atau lanjut usia. Saat
hiperglikemia terjadi pasien bisa mengalami penyebaran kepada kesehatan yang
lainnya(Care & Suppl, 2019).
Berdasarkan mekanisme dan penyakitnya terbagi menjadi 2 bagian(Seino et al.,
2010) :
a. Terjadi mutase genetic yang spesifik yang menjadi tanda terjadinya diabetes
seperti :
1) Tidak normalnya genetic yang menyebabkan terganggunya fungsi sel beta
pancreas
2) Tidak normalnya genetic yang menyebkan kerja dari hormone insulin
b. Terjadi komplikasi penyakit
1) Penyakit eksokrin pada organ pancreas
2) Penyakit endokrin
3) Penyakit hati
4) Infeksi
5) Genetic sindrom yang bisa menyebabkan penyakit diabetes

F. Komplikasi
Menurut (Brindley, 2021) komplikasi yang terjadi pada penderita diabetes melitus tipe 2
adalah sebagai berikut :

8
1. Risiko Kardiovaskuler
Faktor risiko kardiovaskuler harus mempunyai pennagan yang segera dan tepat
karena sebagian besar pasien dengan diabestes meninggal akibat komplikasi diabetes
dengan penyaki kardipvaskuler. Hal ini bisa diatasi dengan menggunakan pengobatan
seperti statin, antihipertensi, dan antiplatelet. Pengawasan ketat saat emngonsumsi
pengobatan ini karena dapt mengalami efek samping yang cukup berbahaya seperti
hipotensi postural, bradikardia dan mialgia, pendarahan, risiko jatuh dan fraktur pada
orang tua yang lemah.
2. Peripheral arterial disease (PAD)
Risiko PAD meningkat pada umur lanjut dan 3-6 kali pasien menderita diabetes.
Akibat kalsifikasi pada pembuluh darah pada ekstremitas bawah, tekanan pada daerah
tersebut cenderung tinggi. PAD menmbawa dampak kesakitan pada kaki, ulserasi,
gangrene ataupun nyeri karena iskemia dan berpoteni amputasi. Jadwal Latihan
seperti berjalan dapat dicoba, termasuk memakai sepatu nyaman, perlu di perhatikan
kebersihan kaki dan pengobatan dan pencegahan yang tepat saat terdapat infeksi,
untuk meminimalkan risiko amputasi.
3. Komorbiditas dan kelemahan
Masalah kesehatan pada penderita lanjut usia termasuk kelemahan penglihatan,
kognitif, dan permasalah pada sendi. Keadaan ini bisa menghambat kemampuan
pasien untuk mengkontrol glukosa darah atau menginjeksi insulin. penderita ini
mudah terjangkit kekurangan nutrisi yang bisa membuat penderita melewatkan
makan sehingga berisiko mengalami hipoglikemia. Infeksi terjadi pada orang tua
dengan hiperglikemia akibat polifarmasi, yang berbarengan dengan kelemahan ginjal
dan hati, dan terjadi efek samping obat dapat meningkat.
4. Kehilangan penglihatan
Risiko terkena retinopati bisa dikurangi oleh pengkontrolan kadar glukosa darah yang
baik dan penatalaksanaan ACE inhibitor sangat di anjurkan. Untuk memantau
terjadinya resiko ini maka skrining retina wajib dilakukan secara rutin.
5. Perawatan kaki
Masalah kesehatan pada kaki dapat menyebabkan rasa sakit, morbiditas, dan kelainan
fungsional. Kurang berfungsinya penglihatan, ketangkasan, dan kelemahan kognitif

9
dapat memperlambat mengetahui adanya masalah pada kaki yang akhirnya
memperlambat untuk mendapat penanganan yang tepat, dan pada akhirnya
menyebabkan komplikasi yang membahayakan tungkai. Sebagai tambahan untuk
melihat adanya risiko kaki diabetic, pasien harus di edukasi untuk bisa memeriksa
kaki dan menjaga higienitas kaki.
6. Keseimbangan
Neuropati perifer, penyakit vascular perifer, penglihatan yang berkurang
serta polifarmasi pada penderita diabetes bisa menyebabakan tingginya resiko jatuh
yang dapat menambah masalh kesehatan baru baik dari segi fisik maupun psikologis.

G. Treatment
Tujuan dari penatalaksaan terapi target pada penderita diabetes tipe 2 yaitu untuk
resiko hiperglikemi dan faktor resiko lain yang mempengaruhi. Karena pertimbangan
penyakit komorbid dan keterbatasan fungsional maka pemebrian terapi sangat
dipertimbangkan. Berikut penatalaksanaan medis pasien dengan diabetes melitus tipe 2
:(W. J. Diabetes, 2017)
1. Monitori kadar glukosa
Memonitori kadar glukosa darah dapat menghindari tubuh terkena komplikasi.
Target A1C pada lansia membuat lansia bisa hidup 10 tahun kedepan dan pasien
dengan resiko hipoglikemia mendapatkan terapi regimen yang sesuai. Meskipun uji
coba jangka Panjang kurang pada lansia, tetapi lansia dengan harapan hidup 10 tahun
dan pemberian obat A1C haru <7.5% (58.5 mmol/mol).
Pemberian obat pada lansia yang mempuanyai komorbiditas fungsional medis dan
mempunyai angka harapan hidup kurang dari 10 tahun harus mendapatakan target
glikemik sedikit tinggi [A1C < 8.0, puasa dan pre prandial glukosa harus ada pada
rentang 160 dan 170 mg/dL (8.9 to 9.4 mmol/L)
Target individual lansia yang lainnya bisa tinggi (A1C < 8.5%) yang mana
pemberian terapi ini bertujuan untuk menjaga kualitas hidup lansia, mencegah
hipoglikemia dan komplikasi medis.
2. Perubahan gaya hidup

10
Konseling tentang perubahan kebiasaan sangat dianjurkan karena dapat mengurangi
resiko terjadinya diabetes
3. Aktivitas fisik
Aktivitas visik sangat dianjurkan untuk menormalkan fungsi tubuh termasuk
produksi insulin. aktivitas fisik bisa mengurangi resiko terkena serangan jantung
4. Terapi obat
Pada lansia dengan diabetes perubahan gaya hidup disarankan dengan pemberian
terapi metformin. Pasien dengan penyakit bawaan menggunakan obat yang beragam
atau kadar HbA1C dekat denagn targen yang di monitori 3-6 mo dengan perubahan
gaya hidup sebelum diberikan terapi metformin.
Pada saat pendiagnosaan pasien yang mempunyai HbA1c level > 9% (74.9
mmol/mol), kadar glukosa > 300 mg/dL (16.7 mmol/L) atau penderita dengan
ketonuria harus dipilih sebagai penerima terapi pertama.
Terapi farmakologis harus dilakukan terus-menerus tergantung dengan keadaan
penderita ataupun penyakit bawaan yang dideritanya. Terapi pada lansia
menggunakan prinsip mulai dengan yang terendah dan bergerak lambat. Dan juga
obat oral antidiabetic dan insulin digunakan untuk terapi diabetes pada lansia.

Selain itu tujuan utama terapi diabetes melitus adalah mencoba menormalkan
aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi
vaskuler serta neuropati sebagai berikut(Brindley, 2021):
1. Diet
Diet diabetes adalah perancangan dan pengaturan makanan dan pola makan.
Perancangan diet ini dianjurkan untuk mencegah diabetes. Asupan makanan yang
rendah lemak dapt mencegah terjadinya arterosklerosis, tetapi juga dapat
menigkatkan aktivitas resptor insulin.
2. Olahraga
Olahraga juga dapat membantu mencegah diabetes. Pemeriksaan pra-latihan harus
dilakukan untuk memastikan bahwa klien lansia secara fisik dapat berpartisipasi
dalam program pelatihan kebugaran. Penilaian tingkat aktivitas klien saat ini dan
pilihan gaya hidup dapat membantu menentukan jenis latihan yang mungkin paling

11
berhasil. Berjalan atau berenang, dua aktivitas berdampak rendah lainnya adalah awal
yang bagus untuk pemula. Bagi lansia penderita NIDDM, olahraga secara langsung
dapat meningkatkan fungsi fisik dengan cara menurunkan kadar gula darah,
meningkatkan daya tahan dan kesehatan emosi, melancarkan peredaran darah, dan
membantu menurunkan berat badan.
3. Pemantauan Kadar Glukosa Pada pasien dengan diabetes
Pemeriksaan gula darah harus dilaukan secara rutin baik dirumah maupun di fasilitas
kesehatan terdekat. Selain kadar glukosa darah perlu diamati perubahan berat badan
pada lansia untuk menentukan terjadinya obesitas yang dapat memperburuk resiko
diabetes pada lansia

H. Asuhan Keperawatan (Damanik, 2019)


1. Pengkajian
a. Riwayat kesehatan keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
b. Riwayat kesehatan pasien dan pengobatan sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi
insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa
saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
c. Aktifitas/Istirahat
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram Letih, Lemah, Sulit Bergerak /
berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
d. Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus
pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah
e. Integritas Ego
Stress, ansietas
f. Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
g. Makanan/Cairan

12
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus,
penggunaan diuretik.
h. Neurosiasi
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia, gangguan
penglihatan.
i. Nyeri/Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
j. Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
k. Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit

2. Diagnosa Keperawatan (DPP PPNI, 2016)


a. Defisit kebutuhan nutrisi berhubungan dengan kenaikan produksi metabolisme
protein dan lemak.
b. Hypovolemia berhubungan dengan osmotik diuresis yaitu tugor kulit menurun
dan mukosa kering.
c. Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan perubahan status
metabolik ditandai gangguan pada extremitas
d. Kelelahan berhubungan dengan kondisi fisik tubuh.
e. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan glukosa darah yang tinggi.
f. Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan penglihatan.

3. Perencanaan Keperawatan (PPNI, 2018a)


No DIAGNOSA TUJUAN DAN INTRVENSI KEPERAWATAN
KEPERAWATAN KRITERIA
HASIL(PPNI, 2018b)
1 Deficit Kebutuhan Status Nutrisi (L.03030) Manajemen Nutrisi (I.03119)
Nutrisi Berhubungan Definisi : keadekuatan Tindakan :
dengan knaikan asupan nutria untuk Observasi
produksi metabolism memenuhi kebutuhan 1. Identifikasi status nutrisi

13
protein dan lemak metabolism 2. Identifikasi alergi dan intoleran
Ekspektasi : membaik makanan
Kriteria Hasil : 3. Identifikasi makan yang
1. Porsi mahakan disukai
yang dihabiskan 4. Identifikasi kebutuhan kalori
meningkat dan jenis nutrient
2. Berat badan 5. Identifikasi perlunya
membaik penggunaan selang nasogastric
3. Indeks masa 6. Monitori asupan makanan
tubuh (IMT) 7. Monitori berat badan
membaik 8. Monitori hasil pemeriksaan
4. Pengetahuan laboratorium
tentang pilihan Terapeutik
makanan yang 1. Lakukan oral hygiene sebelum
sehat meningkat makan, jika perlu
5. Pengetahuan 2. Fasilitasi menentukan pedoman
tentang pilihan diet
minuman yang 3. Sajikan makanan secara
sehat meningkat menarik dan suhu yang sesuai
4. Berikan suplemen makanan,
jika perlu
5. Hentikan pemberian makan
melalui selang nasogastric jika
asupan oral dapat ditoleransi
Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk, jika
mampu
2. Ajarkan diet yang di
programkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian

14
medikasi sebelum makan
2. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrient yang
dibutuhkan, jika perlu
2 Hypovolemia Status Cairan (L.03028) Manajemen Hipovolemia (I.03116)
berhubungan dengan Definisi : kondisi Tindakan :
osmotic diuresis volume cairan Observasi
yaitu tugor kulit intravaskuler, 1. Periksa tanda dan gejala
menurun dan interstisiel, dan/atau hypovolemia (mis. Frekuensi
mukosa kering intarselulaer nadi meningkat, nadi teraba
Ekspektasi : membaik lamah, tekanan darah menurun,
Kriteria Hasil : tekanan nadi menyempit, tugor
1. Kekuatan nadi kulit menurun, membrane
meningkat mukosa kering, volume urin
2. Tuhor kulit menurun, hematokrit
meningkat meningkat, haus, lemah)
3. Output urine 2. Monitori intek dan output
meningkat cairan
4. Edema anasarca Terapeutik
menurun 1. Hitung kebutuhan cairan
5. Edema perifer 2. Berikan posisi modified
menurun Trendelenburg
6. Membran 3. Berikan asupan cairan oral
mukosa Edukasi
membaik 1. Anjurkan memperbanyak
asupan cairan oral
2. Anjurkan menghindari
perubahan posisi mendadak
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian cairan

15
IV isotonis (mis, NaCL, RL)
2. Kolaborasi pemerian cairan IV
hipotonis (mis, glukosa 2,5%,
NaCL 0,4%)
3. Kolaborasi pemberian cairan
koloid (mis. Albumin,
plasmanate)
4. Kolaborasi pemberian produk
darah
3 Gangguan integritas Integritas kulit dan Perawatan Integritas Kulit (I.11353)
kulit/jaringan jaringan (L.14125) Tindakan :
berhubungan dengan Definisi : keutuhan kulit Observasi
perubahan status (dermis dan atau 1. Identifikasi penyebab
metabolic ditandai epidermis) atau jaringan gangguan integritas kulit (mis.
dengan gangguan (membrane mukosa, Perubahan sirkulasi, penurunan
pada ekstermitas kornea, fasia, tonus, kelembapan, status nutrisi,
tulang, kartilago, kapsul suhu lingkungan ekstreme,
sendi dan atau ligament) penurunan mobilitas)
Ekspektasi : meningkat Terapeutik
Kriteria Hasil : 1. Ubah posisi tiap 2 jam jika
1. Elastisitas tirah baring
meningkat 2. Lakukan pemijatan pada area
2. Hidrasi penonjolan tulang, jika perlu
meningkat 3. Bersihkan perineal dengan air
3. Perfusi jaringn hangat, terutama selama
meningkat periode diare
4. Kerusakan 4. Gunakan produk berbahan
jaringan petroleum atau minyak pada
menurun kulit kering
5. Tekstur 5. Gunakan produk berbahan
membaik tingan atau alami dan

16
6. Sensasi membaik hipoalergik pada kulit sensitive
6. Hindari produk berbahan dasar
alcohol pada kulit kering
Edukasi
1. Anjurkan menggunakan
pelembab
2. Anjurkan minum air yang
cukup
3. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
4. Anjurkan meningkatkan
asupan buah dan sayur
5. Anjurkan menghindari terpapar
suhu ekstrim
6. Anjurkan menggunakan tabir
surya SPF meinimal 30 saat
berada di luar ruangan
7. Anjurkan mandi dan
menggunakan sabun
secukupnya.
4 Keletihan Tingkat Keletihan Manajemen Energi (I.05178)
berhubungan dengan (L.05046) Tindakan :
kondisi fisik tubuh Definisi : kapsitas kerja Observasi
fisik dan mental yang 1. Identifikasi gangguan fungsi
tidak pulih dengan tubuh yang mengakibatkan
istirahat kelelahan
Ekspektasi : menurun 2. Monitori kelelahan fisik dan
Krtiteria Hasil : emosional
1. Verbalisasi 3. Monitori pola dan jam tidur
kepulihan energi 4. Monitori lokasi dan
dan tenaga ketidaknyamanan selama

17
meningkat melakukan aktivitas
2. Kemampuan Terapeutik
melakukan 1. Sediakan lingkungan nyama
aktivitas rutin dan rendah stimulus
meningkat 2. Lakukan Latihan rentang gerak
3. Lesu menurun pasif atau aktif
4. Pola istirahat 3. Berikan aktivitas distraksi yang
membaik menyenangkan
5. Selera makan 4. Fasilitasi duduk disisi tempat
membaik tidur, jika dapat berpindah atau
berjalan
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
2. Anjurkan melakukan aktivitas
secara bertahap
3. Anjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan gejala
kelelahan berkurang
4. Ajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan makanan
5 Resiko tinggi infeksi Tingkat Infeksi Pencegahan Infeksi (I.14539)
berhubungan dengan (L.14137) Tindakan :
glukosa darah yang Definisi : derajat infeksi Observasi
tinggi berdasarkan observasi 1. Monitori tanda dan gejala
atau sumber informasi infeksi local dan sistemik
Ekspektasi : menurun Terpeutik
Kriteria Hasil : 1. Batasi jumblah pengunjung

18
1. Demam menurun 2. Berikan perawatan kulit pada
2. Nyeri menurun area edema
3. Bengkak 3. Cuci tangan sebelum dan
menurun sesudah kontak dengan pasien
4. Cairan berbau dan lingkungan pasien
busuk menurun 4. Perhatikan Teknik aseptic pada
5. Vesikel menurun pasien dengan resiko tinggi
Edukasi
1. Jelaskan tnda dan gejala infeksi
2. Ajarkan cara mencuci tangan
dengan benar
3. Ajarkan etika batuk
4. Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka atau luka operasi
5. Anjurkan meningatkan asupan
nutrisi
6. Anjurkan meningkatkan
asupan cairan
6 Resiko jatuh Tingkat Jatuh (L.14138) Pencegahan Jatuh (I.14540)
berhubungan dengan Definisi : derajat jatuh Tindakan :
penurunan berdasarkan observasi Obervasi
penglihatan atau sumber informasi 1. Identifikasi factor resiko jatuh
Ekspektasi : menurun (mis. Usia >65 tahun,
Kriteria Hasil : penurunan tingkat kesadaran,
1. Jatuh dari dari gangguan keseimbangan,
tempat tidur gangguan penglihatan, deficit
menurun kognitif, hipotensi ortostatik,
2. Jatuh saat berdiri neuropati)
menurun 2. Identifikasi resiko jatuh
3. Jatuh saat duduk setidaknya sekali setiap shift
menurun atau sesuai dengan kebijakan

19
4. Jatuh saat institusi
berjalan 3. Identifikasi factor lingkunagn
menurun yang meningkatkan resiko
jatuh
4. Hitung resiko jatuh dengan
menggunakan skala
5. Monitori kemampuan
berpindah dari tempat tidur ke
kursi roda dan sebaliknya
Terapeutik
1. Orientasikan ruangan pada
pasien dan keluarga
2. Pastikan roda tempat tidur dan
kursi roda selalu dalam
keadaan terkunci
3. Psang hand rail tempat tidur
4. Tempatkan pasien beresiko
tinggi jatuh dekat dengan
pantuan perawat dari nurse
station
5. Gunakan alat bantu berjalan
6. Dekatkan bel pemanggil dalam
jangkauan pasien
Edukasi
1. Anjurkan memanggil perawat
jika membutuhkan bantuan
untuk berpindah
2. Anjurkan menggunakan alas
kaki yang tidak licin
3. Anjurkan berkonsentrasi untuk
menjaga keseimbangan tubuh

20
4. Anjurkan melebarkan jarak
kedua kali untuk meningkatkan
keseimbangan saat berdiri
5. Anjurkan cara menggunakan
bel pemanggil untuk
memanggil perawat

21
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Definisi DM Diabetes melitus merupakan kelainan metabolisme yang kronis
terjadi defisiensi insulin atau retensi insulin, di tandai dengan tingginya keadaan glukosa
darah (hiperglikemia) dan glukosa dalam urine (glukosuria) atau merupakan sindroma
klinis yang ditandai dengan hiperglikemia kronik dan gangguan metabolisme karbohidrat,
lemak dan protein sehubungan dengan kurangnya sekresi insulin secara absolut / relatif
dan atau adanya gangguan fungsi insulin.
Diabetes mellitus merupakan penyakit sistemis, kronis, dan multifaktorial yang
dicirikan dengan hiperglikemia dan hipoglikemia. Selain itu perubahan fungsi fisik yang
menyebabkan keletihan dapat menutupi tanda dan gejala diabetes dan menghalangi lansia
untuk mencari bantuan medis. Keletihan, perlu bangun pada malam hari untuk buang air
kecil, dan infeksi yang sering merupakan indikator diabetes yang mungkin tidak
diperhatikan oleh lansia dan anggota keluarganya karena mereka percaya bahwa hal
tersebut adalah bagian dari proses penuaan itu sendiri. Adiposit visceral terkait dengan
resistensi insulin dan diabetes pada wanita yang lebih tua.
Penelitian pada orang tua yang sehat ditemukan adanya akumulasi lemak di otot
dan hati yang menyebabkan penurunan fungsi sel-sel mitokondria, selain itu seiring
bertambah usia abnormalitas mitokondria semakin ditemukan. Pola hidup juga
berkontribusi pada usia terkait penurunan sensitivitas insulin termasuk di dalamnya
perubahan diet dimana lebih banyak mengkonsumsi lemak, gula, dan penurunan
aktivitas fisik, yang menyebabkan penurunan massa otot dan penurunan kekuatan.
Program olahraga untuk berjalan dapat dicoba, termasuk menggunakan sepatu
yang sesuai dan nyaman, perhatikan juga higienis kaki dan pencegahan yang tepat
apabila terdapat infeksi, untuk meminimalkan risiko amputasi.

B. Saran
Diharapkan mencari referensi lain untuk menambah literatur

22
DAFTAR PUSTAKA
.
Asiimwe, D., Mauti, G. O., & Kiconco, R. (2020). Prevalence and Risk Factors Associated with
Type 2 Diabetes in Elderly Patients Aged 45-80 Years at Kanungu District. Journal of
Diabetes Research, 2020. https://doi.org/10.1155/2020/5152146
Brindley, R. (2021). Good Practice Guide. In Good Practice Guide.
https://doi.org/10.4324/9781003231462
Care, D., & Suppl, S. S. (2019). 2. Classification and diagnosis of diabetes: Standards of medical
care in diabetesd2019. Diabetes Care, 42(January), S13–S28. https://doi.org/10.2337/dc19-
S002
Chentli, F., Azzoug, S., & Mahgoun, S. (2015). Diabetes mellitus in elderly. Indian Journal of
Endocrinology and Metabolism, 19(6), 744–752. https://doi.org/10.4103/2230-8210.167553
Damanik, S. M. (2019). Buku Keperawatan Gerontik. Universitas Kristen Indonesia, 26–127.
Decroli, E. (2019). Diabetes Melitus Tipe 2 (A. Kam, Y. P. Efendi, G. P. Decroli, & A. Rahmadi
(eds.); 1st ed.). pusat penerbitan bagian ilmu penyakit dalam fakultas kedokteran universitas
andalas padang.
Diabetes, D. O. F. (2010). Diagnosis and classification of diabetes mellitus. Diabetes Care,
33(SUPPL. 1). https://doi.org/10.2337/dc10-S062
Diabetes, W. J. (2017). Wjd-8-278. 9358(6).
DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator
Diagnostik (1st ed.). DPP PPNI.
Galan, N. (2020). Early Sign and Symptoms Type 2 Diabetes.
https://www.medicalnewstoday.com/articles/323185
Kementrian kesehatan republik indonesia. (2020). Tetap Produktif, Cegah Dan Atasi Diabetes
Mellitus. In pusat data dan informasi kementrian kesehatan RI.
Kurniawati, D., Izzati, W., & Nengsih, Y. (2021). Hubungan Glukosa Darah dengan Tekanan
Darah dan Risiko Stroke pada Lansia. Jurnal Kesehatan Mercusuar, 4(2), 60–65.
PPNI. (2018a). Standar Intervensi Keperawatan Indomnesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan Diagnostik. Edisi 1. Jakarta. In Practice Nurse (1st ed., Vol. 49, Issue 5). DPP
PPNI.
PPNI. (2018b). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil

23
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI. In Dpp Ppni (1st ed.). DPP PPNI.
Seino, Y., Nanjo, K., Tajima, N., Kadowaki, T., Kashiwagi, A., Araki, E., Ito, C., Inagaki, N.,
Iwamoto, Y., Kasuga, M., Hanafusa, T., Haneda, M., & Ueki, K. (2010). Report of the
Committee on the classification and diagnostic criteria of diabetes mellitus: The Committee
of the Japan Diabetes Society on the diagnostic criteria of diabetes mellitus. Diabetology
International, 1(1), 2–20. https://doi.org/10.1007/s13340-010-0006-7

24
LITERATURE REVIEW

JUDUL : Hubungan Glukosa Darah dengan Tekanan Darah dan Risiko Stroke pada
Lansia : Studi Kolerasi(Kurniawati et al., 2021)

Penulis Tujuan Metodologi Temuan Sumber


Penelitian
Dewi Tujuan dari Metode Uji statistik yang digunakan Jurnal
Kurniawati, penelitian ini penelitian ini untuk mengetahui hubungan Kesehatan
Wisnatul Izzati, adalah untuk menggunakan kadar gula darah dengan Mercusuar
Yulia Nengsih. mengetahui korelasional tekanan darah dan risiko Vol. 4 No. 2
Program Studi apakah ada dengan stroke pada lansia penderita Oktober
Ilmu hubungan pendekatan DM tipe 2 dengan 2021,
Keperawatan, kadar gula cross sectional menggukan uji statistik E-ISSN -
STIKes Yarsi darah pasien study. Populasi Spearman Rank. 2654-9751
Sumar DM tipe II dalam
Bukittinggi, dengan penelitian ini Hasil uji spearman rank pada
Email tekanan adalah lansia hubungan kadar gula darah
Korespondensi: darah dan Diabetes dengan tekanan darah di
dewee.kurniaw terjadinya Melitus Tipe 2 dapatkan p=0,001 yang
ati@gmail.com risiko stroke yang artinya adanya hubungan
pada lansia. melakukan antara gula darah dengan
Penelitian pengobatan di tekanan darah sistole dan
dilakukan poli penyakit diastole pada lansia dengan
terhadap dalam di RS nilap p 0.001 Dimana nilai r
pasien DM Ibnu Sina Kota pada tekanan pada tekanan
tipe 2 di poli Bukittinggi darah sistole adalah 0.405
penyakit yang berjumlah sedangkan r pada tekanan
dalam RS 232 orang. darah diastole sebesar 0.407.
Ibnu Sina Besar sampel

25
Bukittinggi penelitian Hasil uji spearman rank pada
sebanyak 96 hubungan kadar gula darah
orang. dengan risiko stroke di
Instrumen dapatkan p=0,001, sehingga
penelitian ini di nyatakan terdapatnya
menggunakan hubungan signifikan antara
alat gluko kadar gula darah dengan
meter untuk risiko stroke pada lansia
penilaian kadar dengan korelasi r=0,422
gula darah,
Sphygmomano Dari hasil penelitian ini
meter didapatkan adanya hubungan
bertujuan yang bermakna anatara
untuk tingginya glukosa darah
mengetahui dengan peningkatan tekanan
ukuran tekanan darah dan resiko stroke pada
darah lansia.
responden dan
kuisioner untuk
penilaian risiko
stroke.
Uji statistik
yang
digunakan
untuk
mengetahui
hubungan
kadar gula
darah dengan
tekanan darah
dan risiko

26
stroke pada
lansia
penderita DM
tipe 2 dengan
menggukan uji
statistik
Spearman
Rank

27

Anda mungkin juga menyukai