Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PENDAHULUAN

HEMORAGIC STROKE
A. DEFINISI
Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai
dan harus ditangani secara cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan
fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya
gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan
kapan saja (Muttaqin, 2008).
Stroke hemoragik adalah pembuluh darah otak yang pecah
sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes
ke dalam suatu kawasan di otak dan kemudian merusaknya (M. Adib,
2009).
Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi karena pembuluh
darah di otak pecah sehingga timbul iskhemik dan hipoksia di hilir.
Penyebab stroke hemoragi antara lain: hipertensi, pecahnya
aneurisma, malformasi arteri venosa. Biasanya kejadiannya saat
melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat
istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun (Ria Artiani, 2009)
B. KLASIFIKASI
1.  Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala
kliniknya, yaitu: (Muttaqin, 2008)
a.     Stroke Hemoragi,
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan
subarachnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak
pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan
aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat
istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun. Perdarahan otak
dibagi dua, yaitu:
1)     Perdarahan intraserebral
     Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma)
terutama karena hipertensi mengakibatkan darah masuk
ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang
menekan jaringan otak, dan menimbulkan edema otak.
Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat
mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak.
Perdarahan intraserebral yang disebabkan karena
hipertensi sering dijumpai di daerah putamen, thalamus,
pons dan serebelum.
2)   Perdarahan subaraknoid
      Pedarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma
berry atau AVM. Aneurisma yang pecah ini berasal dari
pembuluh darah sirkulasi willisi dan cabang-cabangnya
yang terdapat diluar parenkim otak.Pecahnya arteri dan
keluarnya keruang subaraknoid menyebabkan TIK
meningkat mendadak, meregangnya struktur peka nyeri,
dan vasospasme pembuluh darah serebral yang berakibat
disfungsi otak global (sakit kepala, penurunan kesadaran)
maupun fokal (hemiparase, gangguan hemisensorik, dll)
b.      Stroke Non Hemoragi
           Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis
serebral, biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru
bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun
terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya
dapat timbul edema sekunder. Kesadaran umumnya baik.
2.    Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya, yaitu:
a.    TIA (Trans Iskemik Attack) gangguan neurologis setempat yang
terjadi selama beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala
yang timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam
waktu kurang dari 24 jam.
b.     Stroke involusi: stroke yang terjadi masih terus berkembang
dimana gangguan neurologis terlihat semakin berat dan
bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa
hari.
c.    Stroke komplit: dimana gangguan neurologi yang timbul sudah
menetap atau permanen . Sesuai dengan istilahnya stroke
komplit dapat diawali oleh serangan TIA berulang
C. PATOFISIOLOGI
Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area
tertentu di otak. Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti
lokasi dan besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi
kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang 
tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lmbat atau
cepat) pada gangguan lokal (thrombus, emboli, perdarahan dan
spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (hipoksia karena
gangguan paru dan jantung). Atherosklerotik sering/ cenderung
sebagai faktor penting terhadap otak, thrombus dapat berasal dari flak
arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang stenosis, dimana
aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi.
Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa
sebagai emboli dalam aliran darah. Thrombus mengakibatkan; iskemia
jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan
dan edema dan kongesti disekitar area. Area edema ini menyebabkan
disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu sendiri. Edema
dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah
beberapa hari. Dengan berkurangnya edema pasien mulai menunjukan
perbaikan. Oleh karena thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak
terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh 
embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti thrombosis. Jika
terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding pembukluh darah
maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada
pada pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma
pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan cerebral, jika
aneurisma pecah atau ruptur.
Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur
arteriosklerotik dan hipertensi pembuluh darah. Perdarahan
intraserebral yang sangat luas akan menyebabkan kematian
dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebro vaskuler, karena
perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan
tekanan intracranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi
otak.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak,
hemisfer otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi
perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi
pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus
dan pons. Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia
cerebral. Perubahan disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel
untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversibel bila anoksia
lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena
gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan
yang relatif banyak akan mengakibatkan peningian tekanan
intrakranial dan mentebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta
terganggunya drainase otak. Elemen-elemen vasoaktif darah yang
keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi,
menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan
sekitarnya tertekan lagi.
Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila
volume darah lebih dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93 %
pada perdarahan dalam dan 71 % pada perdarahan lobar. Sedangkan
bila terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara 30-60 cc
diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75 % tetapi volume
darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal. (Muttaqin 2008)
D. ETIOLOGI
Menurut Muttaqin (2008) perdarahan intracranial atau
intraserebri meliputi perdarahan di dalam ruang subarachnoid atau di
dalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena
aterosklerosis dan hipertensi. Pecahnya pembuluh darah otak
menyebabkan perembesan darah ke dalam parenkim otak yang dapat
mengakibatkan penekanan, pergesaran, dan pemisahan jaringan otak
yang berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan otak
tertekan sehingga terjadi infark otak, edema, dan mungkin herniasi
otak.
Penyebab perdarahan otak yang paling umum terjadi:
 Aneurisma (dilatasi pembuluh darah) berry, biasanya defek
congenital
 Aneurisma fusiformis dari aterosklerosis.
 Aneurisma mikotik dari vaskulitis nekrose dan emboli sepsis.
 Malformasi arteriovena, terjadi hubungan persambungan
pembuluh darah arteri, sehingga darah arteri langsung masuk
vena.
 Rupture arteriol serebri, akibat hipertensi yang menimbulkan
penebalan dan degenerasi pembuluh darah.
Adapun penyebab stroke hemoragik sangat beragam menurut Ropper
et al (2005), yaitu:
 Perdarahan intraserebral primer (hipertensif)
 Ruptur kantung aneurisma
 Ruptur malformasi arteri dan vena
 Trauma (termasuk apopleksi tertunda paska trauma)
 Kelainan perdarahan seperti leukemia, anemia aplastik, ITP,
gangguan fungsi hati, komplikasi obat trombolitik atau anti
koagulan, hipofibrinogenemia, dan hemofilia.
 Perdarahan primer atau sekunder dari tumor otak.
 Septik embolisme, myotik aneurisma
 Penyakit inflamasi pada arteri dan vena
 Amiloidosis arteri
 Obat vasopressor, kokain, herpes simpleks ensefalitis, diseksi
arteri vertebral, dan acute necrotizing haemorrhagic encephalitis.

Faktor- faktor yang berperan dalam meningkatkan risiko terjadinya


stroke hemoragik dijelaskan dalam tabel berikut (Sotirius, 2000):
Faktor Resiko Keterangan
Umur Umur merupakan faktor risiko yang paling
kuat untuk stroke. Sekitar 30% dari stroke
terjadi sebelum usia 65; 70% terjadi pada
mereka yang 65 ke atas. Risiko stroke adalah
dua kali ganda untuk setiap 10 tahun di atas
55 tahun.
Hipertensi Risiko stroke berkaitan dengan tingkat
sistolik hipertensi. Hal ini berlaku untuk
kedua jenis kelamin, semua umur, dan untuk
resiko perdarahan, atherothrombotik, dan
stroke lakunar, menariknya, risiko stroke
pada tingkat hipertensi sistolik kurang dengan
meningkatnya umur, sehingga ia menjadi
kurang kuat, meskipun masih penting dan
bisa diobati, faktor risiko ini pada orang tua.
Seks Infark otak dan stroke terjadi sekitar 30%
lebih sering pada laki-laki berbanding
perempuan, perbedaan seks bahkan lebih
tinggi sebelum usia 65.
Riwayat keluarga Terdapat lima kali lipat peningkatan
prevalensi stroke antara kembar monozigotik
dibandingkan dengan pasangan kembar laki-
laki dizigotik yang menunjukkan
kecenderungan genetik untuk stroke. Pada
1913 penelitian kohort kelahiran Swedia
menunjukkan tiga kali lipat peningkatan
kejadian stroke pada laki-laki yang ibu
kandungnya meninggal akibat stroke,
dibandingkan dengan laki-laki tanpa riwayat
ibu yang mengalami stroke. Riwayat keluarga
juga tampaknya berperan dalam kematian
stroke antara populasi Kaukasia kelas
menengah atas di California.
Diabetes mellitus Setelah faktor risiko stroke yang lain telah
dikendalikan, diabetes meningkatkan risiko
stroke tromboemboli sekitar dua kali lipat
hingga tiga kali lipat berbanding orang-orang
tanpa diabetes. Diabetes dapat mempengaruhi
individu untuk mendapat iskemia serebral
melalui percepatan aterosklerosis pembuluh
darah yang besar, seperti arteri koronari,
arteri karotid atau dengan, efek lokal pada
mikrosirkulasi serebral.
Penyakit jantung Individu dengan penyakit jantung dari jenis
apa pun memiliki lebih dari dua kali lipat
risiko stroke dibandingkan dengan mereka
yang fungsi jantungnya normal.
Penyakit Arteri koroner :
Indikator kuat kedua dari keberadaan
penyakit difus vaskular aterosklerotik dan
potensi sumber emboli dari thrombi mural
karena miocard infarction.
Gagal Jantung kongestif, penyakit jantung hipertensi :
Berhubungan dengan meningkatnya kejadian
stroke
Fibrilasi atrial :
Sangat terkait dengan stroke emboli dan
fibrilasi atrial
karena penyakit jantung rematik;
meningkatkan risiko stroke sebesar 17 kali.

Berbagai lesi jantung lainnya telah dikaitkan


dengan stroke, seperti prolaps katup mitral,
patent foramen ovale, defek septum atrium,
aneurisma septum atrium, dan lesi
aterosklerotik dan trombotik dari ascending
aorta.
Karotis bruits Karotis bruits menunjukkan peningkatan
risiko kejadian stroke, meskipun risiko untuk
stroke secara umum, dan tidak untuk stroke
khusus dalam distribusi arteri dengan bruit.
Merokok Beberapa laporan, termasuk meta-analisis
angka studi, menunjukkan bahwa merokok
jelas menyebabkan peningkatan risiko stroke
untuk segala usia dan
kedua jenis kelamin, tingkat risiko
berhubungan dengan jumlah batang rokok
yang dihisap, dan penghentian merokok
mengurangi risiko, dengan resiko kembali
seperti bukan perokok dalam masa lima tahun
setelah penghentian.
Peningkatan Penigkatan viskositas menyebabkan gejala
hematocrit stroke ketika hematokrit melebihi 55%.
Penentu utama viskositas darah keseluruhan
adalah dari isi sel darah merah; plasma
protein, terutamanya fibrinogen, memainkan
peranan penting. Ketika meningkat viskositas
hasil dari polisitemia, hyperfibrinogenemia,
atau paraproteinemia, biasanya menyebabkan
gejala umum, seperti sakit kepala, kelesuan,
tinnitus, dan penglihatan kabur. Infark otak
fokal dan oklusi vena retina jauh kurang
umum, dan dapat mengikuti disfungsi
trombosit akibat trombositosis. Perdarahan
Intraserebral dan subarachnoid kadang-
kadang dapat terjadi.
Peningkatan Tingkat fibrinogen tinggi merupakan faktor
tingkat fibrinogen risiko untuk stroke trombotik. Kelainan
dan kelainan sistem pembekuan darah juga telah dicatat,
system pembekuan seperti antitrombin III dan kekurangan
protein C serta protein S dan berhubungan
dengan vena thrombotic.
Sickle-cell
Hemoglobinopathy
disease :
Dapat menyebabkan infark iskemik atau
hemoragik, intraserebral dan perdarahan
subaraknoid, vena sinus dan trombosis vena
kortikal. Keseluruhan kejadian stroke dalam
Sickle-cell disease adalah 6-15%.
Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinuria :
Dapat mengakibatkan trombosis vena serebral
Penyalahgunaan Obat yang telah berhubungan dengan stroke
obat termasuk methamphetamines, norepinefrin,
LSD, heroin, dan kokain. Amfetamin
menyebabkan sebuah vaskulitis nekrosis yang
dapat mengakibatkan pendarahan petechial
menyebar, atau fokus bidang iskemia dan
infark. Heroin dapat timbulkan sebuah
hipersensitivitas vaskular menyebabkan
alergi . Perdarahan subarachnoid dan
difarction otak telah dilaporkan setelah
penggunaan kokain.
Hiperlipidemia  Meskipun tingkat kolesterol tinggi telah jelas
berhubungan dengan penyakit jantung
koroner, mereka sehubungan dengan stroke
kurang jelas. Peningkatan kolesterol tidak
muncul untuk menjadi faktor risiko untuk
aterosklerosis karotis, khususnya pada laki-
laki di bawah 55 tahun. Kejadian
hiperkolesterolemia menurun dengan
bertambahnya usia. Kolesterol berkaitan
dengan perdarahan intraserebral atau
perdarahan subarachnoid. Tidak ada
hubungan yang jelas antara tingkat kolesterol
dan infark lakunar.
Kontrasepsi oral Pil KB, estrogen tinggi yang dilaporkan
meningkatkan risiko stroke pada wanita
muda. Penurunan kandungan estrogen
menurunkan masalah ini, tetapi tidak
dihilangkan sama sekali. Ini adalah faktor
risiko paling kuat pada wanita yang lebih dari
35 tahun . Mekanisme diduga meningkat
koagulasi, karena stimulasi estrogen tentang
produksi protein liver, atau jarang penyebab
autoimun
Diet
Konsumsi alkohol :
Ada peningkatan risiko infark otak, dan
perdarahan subarakhnoid dikaitkan dengan
penyalahgunaan alkohol pada orang dewasa
muda. Mekanisme dimana etanol dapat
menghasilkan stroke termasuk efek pada
darah tekanan, platelet, osmolalitas plasma,
hematokrit, dan sel-sel darah merah. Selain
itu, alkohol bisa menyebabkan miokardiopati,
aritmia, dan perubahan di darah aliran otak
dan autoregulasi.
Kegemukan :
Diukur dengan berat tubuh relatif atau body
mass indexs, obesitas telah secara konsisten
meramalkan berikutnya
stroke. Asosiasi dengan stroke dapat
dijelaskan sebagian oleh adanya hipertensi
dan diabetes. Sebuah berat relatif lebih dari
30% di atas rata-rata kontributor independen
ke-atherosklerotik infark otak berikutnya.
Penyakit
pembuluh darah Karena bisa menyebabkan robeknya
perifer pembuluh darah.
Infeksi Infeksi meningeal dapat mengakibatkan
infark serebral melalui pengembangan
perubahan inflamasi dalam dinding pembuluh
darah. Sifilis meningovaskular dan
mucormycosis dapat menyebabkan arteritis
otak dan infark.
Homosistinemia Predisposisi trombosis arteri atau vena di
atau otak. Estimasi risiko stroke di usia muda
homosistinuria adalah 10-16%.

Migrain Sering pasien mengalami stroke sewaktu


serangan migrain.
Suku bangsa Kejadian stroke di Afrika-Amerika lebih
tinggi secara tidak proporsional dari
kelompok lain.
Lokasi geografis Di Amerika Serikat dan kebanyakan negara
Eropa, stroke merupakan penyebab kematian
ketiga paling sering, setelah penyakit jantung
dan kanker. Paling sering, stroke disebabkan
oleh perubahan aterosklerotik bukan oleh
perdarahan. Kekecualian adalah pada
setengah perempuan berkulit hitam, di
puncak pendarahan yang daftar. Di Jepang,
stroke hemorragik adalah penyebab utama
kematian pada orang dewasa, dan perdarahan
lebih umum dari aterosklerosis.
Sirkadian dan Variasi sirkadian dari stroke iskemik,
faktor musim puncaknya antara pagi dan siang hari. Hal ini
telah menimbulkan hipotesis bahwa
perubahan diurnal fungsi platelet dan
fibrinosis mungkin relevan untuk stroke.
Hubungan antara variasi iklim musiman dan
stroke iskemik telah didalihkan. Peningkatan
dalam arahan untuk infark otak diamati di
Iowa. Suhu lingkungan rata-rata
menunjukkan korelasi negatif dengan
kejadian cerebral infark di Jepang. Variasi
suhu musiman telah berhubungan dengan
resiko lebih tinggi cerebral infark dalam usia
40-64 tahun pada penderita yang
nonhipertensif, dan pada orang dengan
kolesterol serum bawah 160mg/dL.

E. MANIFESTASI KLINIS
Gejala stroke hemoragik bervariasi tergantung pada lokasi
pendarahan dan jumlah jaringan otak yang terkena. Gejala biasanya
muncul tiba-tiba, tanpa  peringatan, dan sering selama aktivitas.
Gejala mungkin sering muncul dan menghilang, atau perlahan-lahan
menjadi lebih buruk dari waktu ke waktu. Gejala stroke hemoragik
bisa meliputi:
a. Kesulitan berbicara atau memahami orang lain.
b. Kesulitan menelan.
c. Perubahan tingkat kesadaran (mengantuk, letih, apatis, koma).
d. Kesulitan menulis atau membaca.
e. Sakit kepala yang terjadi ketika berbaring, bangun dari tidur,
membungkuk,  batuk, atau kadang terjadi secara tiba-tiba.
f. Kehilangan koordinasi.
g. Kehilangan keseimbangan.
h. Perubahan gerakan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti
kesulitan menggerakkan salah satu bagian tubuh, atau penurunan
keterampilan motorik.
i. Mual atau muntah.
j. Kejang.
k. Sensasi perubahan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti
penurunan sensasi,  baal atau kesemutan.
l. Kelemahan pada salah satu bagian tubuh.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang disgnostik yang dapat dilakukan adalah :
1. Laboratorium : mengarah pada pemeriksaan darah lengkap,
elektrolit, kolesterol, dan bila perlu analisa gas darah, gula darah
dsb.
2. CT scan kepala untuk mengetahui lokasi dan luasnya perdarahan
atau infark
3. MRI untuk mengetahui adanya edema, infark, hematom dan
bergesernya struktur otak.
4. Angiografi untuk mengetahui penyebab dan gambaran yang jelas
mengenai pembuluh darah yang terganggu.
5. Fungsi Lumbal : Menunjukan adanya tekanan normal dan biasanya
ada trombosis, emboli serabral dan TIA, sedangkan tekanan
meningkat dan cairan yang mengandung darah menujukan adanya
hemoragi suaraknoid intrakranial. Kadar protein meningkat pada
kasus trombosis sehubungan dengan adanya proses imflamasi.
Mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak dan
mungkin adanya daerah lesi yang spesifik. Menggambarkan
perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawanan dari
masa yang meluas; klasifikasi karptis interna terdapat pada
trombosis serebral.
6. Ultrasonografi Doppler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena
(masalah system arteri karotis), aliran darah / muncul plak
(arteriosklerotik).
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Secepatnya pada terapeutik window (waktu dari serangan hingga
mendapatkan pengobatan maksimal). Therapeutik window ini ada
3 konsensus:
a) Konsensus amerika : 6 jam
b) Konsensus eropa: 1,5 jam
c) Konsensus asia: 12 jam
Prinsip pengobatan pada therapeutic window:
a) Jaringan penubra ada aliran lagi sehingga jaringan penubra
tidak menjadi iskhemik.
b) Meminimalisir jaringan iskhemik yang terjadi.
b. Terapi umum
Untuk merawat keadaan akut perlu diperhatikan faktor – faktor
kritis sebagai berikut :
a) Menstabilkan tanda – tanda vital
(1) Mempertahankan saluran nafas (sering melakukan
penghisapan yang dalam , O2, trakeotomi, pasang alat
bantu pernafasan bila batang otak terkena)
(2) Kendalikan tekanan darah sesuai dengan keadaan masing –
masing individu ; termasuk usaha untuk memperbaiki
hipotensi maupun hipertensi.
b) Deteksi dan memperbaiki aritmia jantung
c) Merawat kandung kemih. Sedapat mungkin jangan memasang
kateter tinggal; cara ini telah diganti dengan kateterisasi “keluar
– masuk” setiap 4 sampai 6 jam.
d) Menempatkan posisi penderita dengan baik secepat mungkin :
(1) penderita harus dibalik setiap jam dan latihangerakan pasif
setiap 2 jam
(2) dalam beberapa hari dianjurkan untuk dilakukan gerakan
pasif penuh sebanyak 50 kali per hari; tindakan ini perlu
untuk mencegah tekanan pada daerah tertentu dan untuk
mencegah kontraktur (terutama pada bahu, siku dan mata
kaki)
a. Terapi khusus
Ditujukan untuk stroke pada therapeutic window dengan obat
anti agregasi dan neuroprotektan. Obat anti agregasi: golongan
pentoxifilin, tielopidin, low heparin, tPA.
a) Pentoxifilin
Mempunyai 3 cara kerja:
Sebagai anti agregasi → menghancurkan thrombus
Meningkatkan deformalitas eritrosit
Memperbaiki sirkulasi intraselebral
b) Neuroprotektan
(1) Piracetam: menstabilkan membrane sel neuron, ex:
notropil
Cara kerja dengan menaikkan cAMP ATP dan
meningkatkan sintesis glikogen
(2) Nimodipin: gol. Ca blocker yang merintangi masuknya
Ca2+ ke dalam sel, ex.nimotup.
Cara kerja dengan merintangi masuknya Ca2+ ke dalam
sel dan memperbaiki perfusi jaringan otak
(3) Citicholin: mencegah kerusakan sel otak, ex. Nicholin
Cara kerja dengan menurunkan free faty acid,
menurunkan generasi radikal bebas dan biosintesa
lesitin. Ekstrax gingkobiloba, ex ginkan
b. Pengobatan konservatif
Pada percobaan vasodilator mampu meningkatkan aliran darah
otak (ADO), tetapi belum terbukti demikian pada tubuh
manusia. Dilator yang efektif untuk pembuluh di tempat lain
ternyata sedikit sekali efeknya bahkan tidak ada efek sama
sekali pada pembuluh darah serebral, terutama bila diberikan
secara oral (asam nikotinat, tolazolin, papaverin dan
sebagainya), berdasarkan uji klinis ternyata pengobatan berikut
ini masih berguna : histamin, aminofilin, asetazolamid,
papaverin intraarteri.
c. Pembedahan
Endarterektomi karotis dilakukan untuk memeperbaiki
peredaran darah otak. Penderita yang menjalani tindakan ini
seringkali juga menderita beberapa penyulit seperti hipertensi,
diabetes dan penyakit kardiovaskular yang luas. Tindakan ini
dilakukan dengan anestesi umum sehingga saluran pernafasan
dan kontrol ventilasi yang baik dapat dipertahankan.
H. KOMPLIKASI
Peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi adalah
komplikasi yang paling ditakutkan pada perdarahan intraserebral.
Perburukan edema serebri sering mengakibatkan deteoriasi pada 24-
48 jam pertama. Perdarahan awal juga berhubungan dengan
deteorisasi neurologis, dan perluasan dari hematoma tersebut adalah
penyebab paling sering deteorisasi neurologis dalam 3 jam pertama.
Pada pasien yang dalam keadaan waspada, 25% akan mengalami
penurunan kesadaran dalam 24 jam pertama. Kejang setelah stroke
dapat muncul. Selain dari hal-hal yang telah disebutkan diatas, stroke
sendiri adalah penyebab utama dari disabilitas permanen (Denise,
2010).
Prognosis bervariasi bergantung pada tingkap keparahan stroke
dan lokasi serta ukuran dari perdarahan. Skor dari Skala Koma
Glasgow yang rendah berhubungan dengan prognosis yang lebih
buruk dan mortalitas yang lebih tinggi. Apabila terdapat volume darah
yang besar dan pertumbuhan dari volume hematoma, prognosis
biasanya buruk dan outcome fungsionalnya juga sangat buruk dengan
tingkat mortalitas yang tinggi. Adanya darah dalam ventrikel bisa
meningkatkan resiko kematian dua kali lipat. Pasien yang
menggunakan antikoagulasi oral yang berhubungan dengan
perdarahan intraserebral juga memiliki outcome fungsional yang
buruk dan tingkat mortilitas yang tinggi (Denise, 2010).

A. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a) Identitas Klien
Mencakup nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, agama, No Mr,
pendidikan, status pekawinan, diangnosa medis dll.
b) Riwayat Kesehatan
(1) Riwayat Kesehatan Dahulu
Biasanya pada klien ini mempunyai riwayat hipertensi, diabetes
melitus, penyakit jantung, anemi, riwayat trauma kepala,
kontrasepsi oral yang lama, pengunaan obat-obat antikoagulan,
aspirin dan kegemukan/obesitas.
(2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya klien sakit kepala, mual muntah bahkan kejang sampai
tak sadarkan diri, kleumpuhan separoh badan dan gangguan
fungsi otak.
(3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya ada anggota keluarga yang menderita atau mengalami
penyakit seperti : hipertensi, Diabetes Melitus, penyakit jantung.
(4) Riwayat Psikososial
Biasanya masalah perawatan dan biaya pengobatan dapat
membuat emosi dan pikiran klein dan juga keluarga sehingga
baik klien maupun keluarga sering merasakan sterss dan cemas.
c) Pemeriksaan Fisik
(1) Rambut dan hygiene kepala
(2) Mata:buta,kehilangan daya lihat
(3) Hidung,simetris ki-ka adanya gangguan
(4) Leher,
(5) Dada
I: simetris ki-ka
P: premitus
P: sonor
A: ronchi
(6) Abdomen
I: perut acites
P :hepart dan lien tidak teraba
P :Thympani
A :Bising usus (+)
(7) Genito urinaria :dekontaminasi,anuria
(8) Ekstramitas :kelemahan,kelumpuhan.
d) Pemeriksaan Fisik Sistem Neurologis
(1) Tingkat Kesadaran
i. Kualitatif
Adalah fungsi mental keseluruhan dan derajat
kewasapadaan.
 CMC → dasar akan diri dan punya orientasi penuh
 APATIS → tingkat kesadaran yang tampak lesu dan
mengantuk
 LATARGIE → tingkat kesadaran yang tampak lesu dan
mengantuk
 DELIRIUM → penurunan kesadaran disertai pe ↑
abnormal aktifitas psikomotor → gaduh gelisah
 SAMNOLEN → keadaan pasien yang selalu mw tidur
→ diransang bangun lalu tidur kembali
 KOMA → kesadaran yang hilang sama sekali
ii. Kuantitatif
Dengan Menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS)
 Respon membuka mata ( E = Eye )
o Spontan (4)
o Dengan perintah (3)
o Dengan nyeri (2)
o Tidak berespon (1)
 Respon Verbal ( V= Verbal )
o Berorientasi (5)
o Bicara membingungkan (4)
o Kata-kata tidak tepat (3)
o Suara tidak dapat dimengerti (2)
o Tidak ada respons (1)
 Respon Motorik (M= Motorik )
o Dengan perintah (6)
o Melokalisasi nyeri (5)
o Menarik area yang nyeri (4)
o Fleksi abnormal/postur dekortikasi (3)
o Ekstensi abnormal/postur deserebrasi (2)
o Tidak berespon (1)
(2) Pemeriksaaan Nervus Cranialis
i. Test nervus I (Olfactory)
Fungsi penciuman. Test pemeriksaan, klien tutup mata dan
minta klien mencium benda yang baunya mudah dikenal
seperti sabun, tembakau, kopi dan sebagainya. Bandingkan
dengan hidung bagian kiri dan kanan.
ii. Test nervus II ( Optikus)
Fungsi aktifitas visual dan lapang pandang Test aktifitas
visual, tutup satu mata klien kemudian suruh baca dua baris
di koran, ulangi untuk satunya. Test lapang pandang, klien
tutup mata kiri, pemeriksa di kanan, klien memandang
hidung pemeriksa yang memegang pena warna cerah,
gerakkan perlahan obyek tersebut, informasikan agar klien
langsung memberitahu klien melihat benda tersebut.
iii. Test nervus III, IV, VI (Oculomotorius, Trochlear dan
Abducens)
Fungsi koordinasi gerakan mata dan kontriksi pupil mata (N
III).
 Test N III Oculomotorius (respon pupil terhadap
cahaya), menyorotkan senter kedalam tiap pupil mulai
menyinari dari arah belakang dari sisi klien dan sinari
satu mata (jangan keduanya), perhatikan kontriksi pupil
kena sinar.
 Test N IV Trochlear, kepala tegak lurus, letakkan obyek
kurang lebih 60 cm sejajar mid line mata, gerakkan
obyek kearah kanan. Observasi adanya deviasi bola
mata, diplopia, nistagmus.
 Test N VI Abducens, minta klien untuk melihat kearah
kiri dan kanan tanpa menengok.
iv. Test nervus V (Trigeminus)
Fungsi sensasi, caranya : dengan mengusap pilihan kapas
pada kelopak mata atas dan bawah.
 Refleks kornea langsung maka gerakan mengedip
ipsilateral.
 Refleks kornea consensual maka gerakan mengedip
kontralateral.
Usap pula dengan pilihan kapas pada maxilla dan
mandibula dengan mata klien tertutup. Perhatikan
apakah klien merasakan adanya sentuhan
 Fungsi motorik, caranya : klien disuruh mengunyah,
pemeriksa melakukan palpasi pada otot temporal dan
masseter.
v. Test nervus VII (Facialis)
 Fungsi sensasi, kaji sensasi rasa bagian anterior lidah,
terhadap asam, manis, asin pahit. Klien tutup mata,
usapkan larutan berasa dengan kapas/teteskan, klien
tidak boleh menarik masuk lidahnya karena akan
merangsang pula sisi yang sehat.
 Otonom, lakrimasi dan salvias
 Fungsi motorik, kontrol ekspresi muka dengancara
meminta klien untuk: tersenyum, mengerutkan dahi,
menutup mata sementara pemeriksa berusaha
membukanya.
vi. Test nervus VIII (Acustikus)
Fungsi sensoris :
 Cochlear (mengkaji pendengaran), tutup satu telinga
klien, pemeriksa berbisik di satu telinga lain, atau
menggesekkan jari bergantian kanan-kiri.
 Vestibulator (mengkaji keseimbangan), klien diminta
berjalan lurus, apakah dapat melakukan atau tidak.
vii. Test nervus IX (Glossopharingeal) dan nervus X (Vagus)
N IX, mempersarafi perasaan mengecap pada 1/3 posterior
lidah, tapi bagian ini sulit di test demikian pula dengan
M.Stylopharingeus. Bagian parasimpatik N IX mempersarafi
M. Salivarius inferior. N X, mempersarafi organ viseral dan
thoracal, pergerakan ovula, palatum lunak, sensasi pharynx,
tonsil dan palatum lunak.
viii. Test nervus XI (Accessorius)
Klien disuruh menoleh kesamping melawan tahanan.
Apakah Sternocledomastodeus dapat terlihat ? apakah
atropi ? kemudian palpasi kekuatannya. Minta klien
mengangkat bahu dan pemeriksa berusaha menahan test otot
trapezius.
ix. Nervus XII (Hypoglosus)
 Mengkaji gerakan lidah saat bicara dan menelan
 Inspeksi posisi lidah (mormal, asimetris / deviasi)
Keluarkan lidah klien (oleh sendiri) dan memasukkan
dengan cepat dan minta untuk menggerakkan ke kiri dan
ke kanan.
(3) Menilai Kekuatan Otot
Kaji cara berjalan dan keseimbangan
Observasi cara berjalan, kemudahan berjalan dan koordinasi
gerakan tangan, tubuh – kaki
i. Periksa tonus otot dan kekuatan
Kekualan otot dinyatakan dengan menggunakan angka dari
0-5
0 = tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot ; Iumpuh total
1 = terlihat kontraksi tetap ; tidak ada gerakan pada sendi.
2 = ada gerakan pada sendi tetapi tidak dapat melawan
gravitasi
3 = bisa melawan gravitasi tetapi tidak dapat menahan
tahanan pemeriksa
4 = bisa bergerak melawan tahanan pemeriksa tetapi
kekuatannya berkurang
5 = dapat melawan tahanan pemeriksa dengan kekuatan
maksimal
(4) Pemeriksaan reflek
Pemeriksaan refleks biasanya dilakukan paling akhir. Klien
biasanya dalam posisi duduk atau tidur jika kondisi klien tidak
memungkinkan. Evaluasi respon klien dengan menggunakan skala
0–4
0 = tidak ada respon
1 = Berkurang (+)
2 = Normal (++)
3 = Lebih dari normal (+++)
4 = Hiperaktif (++++)
i. Reflek Fisiologis
 Reflek Tendon
o Reflek patella
Pasien bebaring terlentang lutut diangkat keatas fleksi
kurang lebih dari 300. tendon patella (ditengah-tengah
patela dan Tuberositas tibiae) dipukul dengan reflek
hamer. respon berupa kontraksi otot guardrisep femoris
yaitu ekstensi dari lutut.
o Reflek Bisep
Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 900
supinasi dan lengan bawah ditopang ada atas (meja
periksa) jari periksa ditempat kan pada tendon m.bisep
(diatas lipatan siku) kemudian dipukul dengan reflek
hamer.normal jika ada kontraksi otot biceps, sedikit
meningkat bila ada fleksi sebagian ada pronasi,
hiperaktif maka akan tejadi penyebaran gerakan-
gerakan pada jari atau sendi.
o Reflek trisep
Lengan bawah disemifleksikan, tendon bisep dipukul
dengan dengan reflek hamer (tendon bisep berada pada
jarak 1-2 cm diatas olekronon) respon yang normal
adalah kontraksi otot trisep, sedikit meningkat bila ada
ekstensi ringan dan hiperaktif bila ekstensi bila
ekstensi siku tersebut menyebar keatas sampai ke otot
– otot bahu.
o Reflek Achiles
Posisi kaki adalah dorso fleksi untuk memudah kan
pemeriksaan reflek ini kaki yang di[eriksa
diletakan/disilangkan diatas tungkai bawah kontral
lateral.tendon achiles dipukul dengan reflek hamer,
respon normal berupa gerakan plantar fleksi kaki.
o Reflek Superfisial
 Reflek kulit perut
 Reflek kremeaster
 Reflek kornea
 Reflek bulbokavernosus
 Reflek plantar
 Reflek Patologis
o Babinski
Merupakan reflek yang paling penting ia hanya
dijumpai pada penyakit traktus kortikospital.untuk
melakukan tes ini, goreslah kuat-kuat bagian lateral
telapak kaki bagian lateraltelapak kaki dari tumit ke
arah jari kelingking dan kemudian melintasi bagian
jantung kaki. Respon babinski timbul jika ibu jari kaki
melakukan dorsofleksi dan jari-jari lain menyebar,klau
normalnya adalah fleksi plantar pada semua jari kaki.
Cara lain untuk membangkitkan rangsangan babinski:
 Cara chaddock
Rangsang diberikan dengan jalan menggores
bagian lateral maleolus hasil positif bila gerakan
dorsoekstensi dari ibu jari dan gerakan abduksi dari
jarijari lainnya.
 Cara Gordon
Memencet ( mencubit) otot betis
 Cara Oppenheim
Mengurut dengan kuat tibia dan otot tibialis
anterior arah mengurut kebawah (distal)
 Cara Gonda
Memencet (menekan) satu jari kaki dan kemudian
melepaskannya sekonyong koyong.
e) Rangsangan Meningeal
Untuk mengetahui rangsangan selaput otak (misalnya pada
meningitis) dilakukan pemeriksaan :
(1) Kaku kuduk
Bila leher di tekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu
tidak dapat menempel pada dada --- Kaku kuduk positif (+)
(2) Tanda Brudzunsky I
Letakkan satu tangan pemeriksa di bawah kepala klien dan
tangan lain di dada klien untuk mencegah badan tidak
terangkat.Kemudian kepala klien di fleksikan kedada secara
pasif.Brudzinsky I positif (+)
(3) Tanda Brudzinsky II
Tanda brudzinsky II positif (+) bila fleksi klien pada sendi
panggul secara pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya
pada sendi panggul dan lutut.
(4) Tanda kerniq
Fleksi tungkai atas tegak lurus,lalu dicoba meluruskan tungkai
bawah pada sendi lutut normal-,bila tungkai membentuk sudut
1350 terhadap tungkai atas. Kerniq + bila ekstensi lutut pasif
akan menyebabkan rasa sakit tebila ekstensi lutut pasif akan
menyebabkan rasa sakit terhadap hambatan.
(5) Test lasegue
Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan
menimbulkan nyeri sepanjang Mischiadicus.

2. Diagnosa keperawatan
a) Kerusakan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot, kontrol
b) perfusi jaringanm tidak efektif berhubungan dengan perdarahan
otak. Oedem otak
c) Kurang perawatan diri b.d kelemahan fisik
d) Kerusakan komunikasi verbal b.d kerusakan otak
e) Resiko kerusakan integritas kulit b.d faktor mekanik
f) Resiko infeksi b.d penurunan pertahanan primer
3. Rencana keperawatan
No Diagnosa Tujuan/KH Intervensi Rasional
1. Kerusakan mobilitas fisik NOC : NIC :
b.d penurunan kekuatan  Ambulasi/ROM normal 1.Terapi latihan  Pergerakan aktif/pasif bertujuan untuk
otot dipertahankan. Mobilitas sendi mempertahankan fleksibilitas sendi
Setelah dilakukan tindakan o Jelaskan pada klien&kelg tujuan latihan
keperawatan 3x24 jam pergerakan sendi.
KH: o Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama
o Sendi tidak kaku latihan
o Tidak terjadi atropi otot o Gunakan pakaian yang longgar
o Kaji kemampuan klien terhadap pergerakan
o Encourage ROM aktif
o Ajarkan ROM aktif/pasif pada klien/keluarga.
o Ubah posisi klien tiap 2 jam.
o Kaji perkembangan/kemajuan latihan
 Ketidakmampuan fisik dan psikologi
2. Self care Assistance
klien dapat menurunkan perawatan dir
o Monitor kemandirian klien
sehari-hari dan dapat terpenuhi dengan
o bantu perawatan diri klien dalam hal:
bantuan agar kebersihan diri klien dapa
makan,mandi, toileting.
terjaga
o Ajarkan keluarga dalam pemenuhan perawatan
diri klien.
2. Perfusi jaringan cerebral NOC: NIC : 1. mengetahui kecenderungan tk kesadaran
tidak efektif b.d perdarahan  Perfusi jaringan cerebral.  Perawatan sirkulasi. dan potensial peningkatan TIK dan
otak, oedem Setelah dilakukan tindakan  Peningkatan perfusi jaringan otak mengetahui lokasi. Luas dan kemajuan
keperawatan selama 3 x 24 jam kerusakan SSP
perfusi jaringan adekuat dengan Aktifitas : 2. Ketidakteraturan pernapasan dapa
indikator : 1. Monitor status neurologik memberikan gambaran lokas
o Perfusi jaringan yang adekuat 2. monitor status respitasi kerusakan/peningkatan TIK
didasarkan pada tekanan nadi 3. monitor bunyi jantung 3. Bradikardi dapat terjadi sebagai akiba
perifer, kehangatan kulit, urine 4. letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikan adanya kerusakan otak.
output yang adekuat dan tidak ada dan dalam posisi netral 4. Menurunkan tekanan arteri dengan
gangguan pada respirasi. 5. kelola obat sesuai order meningkatkan drainase & meningkatkan
6. berikan Oksigen sesuai indikasi sirkulasi
5. Pencegahan/pengobatan penurunan TIK
6. Menurunkan hipoksia.
3. Resiko infeksi b.d NOC : Risk Control Setelah NIC : Cegah infeksi
penurunan pertahan primer dilakukan tindakan keperawatan 1. Mengobservasi & melaporkan tanda & gejala 1. Onset infeksi dengan system imun
selama 3 x 24 jam klien tidak infeksi, seperti kemerahan, hangat, rabas dan diaktivasi & tanda infeksi muncul
mengalami infeksi peningkatan suhu badan 2. Klien dengan netropeni tidak memproduks
KH: 2. mengkaji suhu klien netropeni setiap 4 jam, cukup respon inflamasi karena itu pana
0
o Klien bebas dari tanda-tanda melaporkan jika temperature lebih dari 38 C biasanya tanda & sering merupakan satu
infeksi 3. Menggunakan thermometer elektronik atau satunya tanda
o Klien mampu menjelaskan merkuri untuk mengkaji suhu 3. Nilai suhu memiliki konsekuensi yang
tanda&gejala infeksi 4. Catat dan laporkan nilai laboratorium penting terhadap pengobatan yang tepat
5. Kaji warna kulit, kelembaban kulit, tekstur dan 4. Nilai lab berkorelasi dgn riwayat klien &
turgor lakukan dokumentasi yang tepat pada setiap pemeriksaan fisik utk memberikan
perubahan pandangan menyeluruh
6. Dukung untuk konsumsi diet seimbang, penekanan 5. Dapat mencegah kerusakan kulit, kuli
pada protein untuk pembentukan system imun yang utuh merupakan pertahanan pertama
terhadap mikroorganisme
6. Fungsi imun dipengaruhi oleh intake
protein
4. Defisit perawatan diri b.d NOC : Self Care Assistance( mandi, NIC : Self Care
kelemahan fisik berpakaian, makan, toileting. 1. Observasi kemampuan klien untuk mandi, 1. Dengan menggunakan intervens
Setelah dilakukan tindakan berpakaian dan makan. langsung dapat menentukan intervens
keperawatan selama 5 x 24 jam Klien 2. Bantu klien dalam posisi duduk, yakinkan kepala yang tepat untuk klien
dapat memenuhi kebutuhan perawatan dan bahu tegak selama makan dan 1 jam setelah 2. Posisi duduk membantu proses menelan
diri makan dan mencegah aspirasi
KH: 3. Hindari kelelahan sebelum makan, mandi dan
-Klien terbebas dari bau, dapat makan berpakaian 3. Konservasi energi meningkatkan
sendiri, dan berpakaian sendiri 4. Dorong klien untuk tetap makan sedikit tapi sering toleransi aktivitas dan peningkatan
kemampuan perawatan diri
4. Untuk meningkatkan nafsu makan
5. Resiko kerusakan intagritas NOC: mempertahankan integritas NIC: Berikan manajemen tekanan
kulit b.d faktor mekanik kulit 1. Lakukan penggantian alat tenun setiap hari dan 1. Meningkatkan kenyamanan dan
Setelah dilakukan perawatan 5 x 24 tempatkan kasur yang sesuai mengurangi resiko gatal-gatal
jam integritas kulit tetap adekuat 2. Monitor kulit adanya area kemerahan/pecah2 2. Menandakan gejala awal  lajutan
dengan indikator : 3. monitor area yang tertekan kerusakan integritas kulit
Tidak terjadi kerusakan kulit ditandai 4. berikan masage pada punggung/daerah yang 3. Area yang tertekan biasanya sirkulasinya
dengan tidak adanya kemerahan, luka tertekan serta berikan pelembab pad area yang kurang optimal shg menjadi pencetu
dekubitus pecah2 lecet
5. monitor status nutrisi 4. Memperlancar sirkulasi
5. Status nutrisi baik dapat membantu
mencegah keruakan integritas kulit.
6 Kurang pengetahuan b.d NOC : Pengetahuan klien NIC : Pendidikan kesehatan
kurang mengakses meningkat 1. Mengkaji kesiapan dan kemampuan klien untuk Proses belajar tergantung pada situasi tertentu
informasi kesehatan KH: belajar interaksi social, nilai budaya dan lingkungan
-Klien dan keluarga memahami 2. Mengkaji pengetahuan dan ketrampilan klien Informasi baru diserap meallui asumsi dan
tentang penyakit Stroke, perawatan sebelumnya tentang penyakit dan pengaruhnya fakta sebelumnya dan bias mempengaruh
dan pengobatan terhadap keinginan belajar proses transformasi
3. Berikan materi yang paling penting pada klien Informasi akan lebih mengena apabila
4. Mengidentifikasi sumber dukungan utama dan dijelaskan dari konsep yang sederhana ke
perhatikan kemampuan klien untuk belajar dan yang komplek
mendukung perubahan perilaku yang diperlukan Dukungan keluarga diperlukan untuk
5. Mengkaji keinginan keluarga untuk mendukung mendukung perubahan perilaku
perubahan perilaku klien
6. Evaluasi hasi pembelajarn klie lewat demonstrasi
dan menyebutkan kembali materi yang diajarkan
DAFTAR PUSTAKA

Batticaca, Fransisca B. (2008). Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan


Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Carpenito, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 10.
Jakarta: EGC.
Corwin, Elizabeth J. (2009).Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC
Dewanto, et al. (2009). Panduan Praktis Diagnosis & Tata Laksana Penyakit
Saraf. Jakarta:EGC
Muttaqin, Arif. (2008). BukuAjar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.

Nasissi, Denise. 2010. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape,.

Silbernagl, S., Florian Lang. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. EGC: Jakarta,
2007.

Sylvia, A.  Alih  bahasa Adji Dharma. 2009. Patofisiologi, konsep klinik proses-


proses penyakit ed. 4. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai