TRAUMA KEPALA
A. Definisi
Trauma Captis atau Cidera Kepala adalah kerusakan neurologis yang terjadi
akibat adanya trauma pada jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek
sekunder dari trauma yang terjadi.
Trauma atau cedera kepala (Brain Injury) adalah salah satu bentuk trauma
yang dapat mengubah kemampuan otak dalam menghasilkan keseimbangan fisik,
intelektual, emosional, sosial dan pekerjaan atau dapat dikatakan sebagai bagian
dari gangguan traumatik yang dapat menimbulkan perubahan – perubahan fungsi
otak.
Menurut konsensus PERDOSSI (2006), cedera kepala yang sinonimnya adalah
trauma kapitis/head injury/trauma kranioserebral/traumatic brain injury merupakan
trauma mekanik terhadap kepala baik secara langsung ataupun tidak langsung yang
menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi
psikososial baik bersifat temporer maupun permanen.
B. Klasifikasi
Klasifikasi trauma kepala berdasarkan Nilai Glasgow Come Scale (GCS):
1. Minor
a. GCS 13 – 15
b. Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30
menit.
c. Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma.
2. Sedang
a. GCS 9 – 12
b. Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang
dari 24 jam.
c. Dapat mengalami fraktur tengkorak.
3. Berat
a. GCS 3 – 8
b. Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.
c. Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.
C. Etiologi
Dikelompokan berdasarkan mekanisme injury:
1. Trauma tumpul.
2. Trauma tajam (penetrasi).
Terputusnya
kontinuitas jaringan
Terputusnya Jaringan otak rusak
kulit, otot dan vaskuler kontinuitas jaringan (kontusio, laserasi)
tulang
F. Penatalaksanaan Klinik
Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma kepala adalah
sebagai berikut:
1. Observasi 24 jam
2. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.
3. Berikan terapi intravena bila ada indikasi.
4. Pasien diistirahatkan atau tirah baring.
5. Profilaksis diberikan bila ada indikasi.
6. Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi.
7. Pemberian obat-obat analgetik.
8. Pembedahan bila ada indikasi.
G. Pengkajian
1. Riwayat kesehatan: waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian,
status kesadaran saat kejadian, pertolongan yang diberikan segera setelah
kejadian.
2. Pemeriksaan fisik
a. Sistem respirasi : suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyene stokes, biot,
hiperventilasi, ataksik)
b. Kardiovaskuler : pengaruh perdarahan organ atau pengaruh PTIK
c. Sistem saraf :
Kesadaran GCS.
Fungsi saraf kranial trauma yang mengenai/meluas ke batang otak
akan melibatkan penurunan fungsi saraf kranial.
Fungsi sensori-motor adakah kelumpuhan, rasa baal, nyeri,
gangguan diskriminasi suhu, anestesi, hipestesia, hiperalgesia, riwayat
kejang.
d. Sistem pencernaan
Bagaimana sensori adanya makanan di mulut, refleks menelan,
kemampuan mengunyah, adanya refleks batuk, mudah tersedak. Jika
pasien sadar tanyakan pola makan?
Waspadai fungsi ADH, aldosteron : retensi natrium dan cairan.
Retensi urine, konstipasi, inkontinensia.
e. Kemampuan bergerak : kerusakan area motorik hemiparesis/plegia,
gangguan gerak volunter, ROM, kekuatan otot.
f. Kemampuan komunikasi : kerusakan pada hemisfer dominan disfagia
atau afasia akibat kerusakan saraf hipoglosus dan saraf fasialis.
g. Psikososial data ini penting untuk mengetahui dukungan yang didapat
pasien dari keluarga.
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Spinal X ray
Membantu menentukan lokasi terjadinya trauma dan efek yang terjadi
(perdarahan atau ruptur atau fraktur).
2. CT Scan
Memeperlihatkan secara spesifik letak oedema, posisi hematoma, adanya
jaringan otak yang infark atau iskemia serta posisinya secara pasti.
3. Myelogram
Dilakukan untuk menunjukan vertebrae dan adanya bendungan dari spinal
aracknoid jika dicurigai.
4. MRI (magnetic imaging resonance)
Dengan menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi serta
besar/ luas terjadinya perdarahan otak.
5. Thorax X ray
Untuk mengidentifikasi keadaan pulmo.
6. Pemeriksaan fungsi pernafasan
Mengukur volume maksimal dari inspirasi dan ekspirasi yang penting diketahui
bagi penderita dengan cidera kepala dan pusat pernafasan (medulla oblongata).
7. Analisa Gas Darah
Menunjukan efektifitas dari pertukaran gas dan usaha pernafasan.
I. Farmakologi
Penderita trauma saraf spinal akut yang diterapi dengan metilprednisolon
(bolus 30 mg/kg berat badan dilanjutkan dengan infus 5,4 mg/kg berat badan per jam
selama 23 jam), akan menunjukkan perbaikan keadaan neurologis bila preparat itu
diberikan dalam waktu paling lama 8 jam setelah kejadian (golden hour). Pemberian
nalokson (bolus 5,4 mg/kg berat badan dilanjutkan dengan 4,0 mg/kg berat badan
per jam selama 23 jam) tidak memberikan perbaikan keadaan neurologis pada
penderita trauma saraf spinal akut.
K. Analisa Data
No Etiologi Masalah
Keperawatan
1 Trauma kepala Gangguan perfusi
jaringan otak
Kerusakan jaringan otak, pembuluh darah rusak/pecah
Pendarahan otak
SDH
Penurunan pH
Asidosis metabolik
Toksik
Edema sel
Edema serebri
TTIK
2 Trauma kepala Tidak efektifnya
pola napas
Kerusakan jaringan otak, pembuluh darah rusak/pecah
Pendarahan otak
SDH
Penurunan pH
Asidosis metabolik
Toksik
Edema sel
Edema serebri
TTIK
Kesadaran menurun
Perubahan pola napas
3 Trauma kepala Tidak efektifnya
kebersihan jalan
Kerusakan jaringan otak, pembuluh darah rusak/pecah napas
Pendarahan otak
SDH
Penurunan pH
Asidosis metabolik
Toksik
Edema sel
Edema serebri
TTIK
Kesadaran menurun
Penumpukan sekret
Pendarahan otak
SDH
Suplai oksigen ke otak berkurang
Kompensasi metabolik anaerob
Penurunan pH
Asidosis metabolik
Toksik
Edema sel
Edema serebri
TTIK
Kesadaran menurun
Pendarahan otak
SDH
Penurunan pH
Asidosis metabolik
Toksik
Edema sel
Edema serebri
TTIK
Kesadaran menurun
Cemas
6 Trauma kepala Potensial gangguan
integritas kulit
Kerusakan jaringan otak, pembuluh darah rusak/pecah
Pendarahan otak
SDH
Penurunan pH
Asidosis metabolik
Toksik
Edema sel
Edema serebri
TTIK
Kesadaran menurun
Imobilisasi
Kolaborasi:
6. Berikan oksigen 6. Dapat menurunkan hipoksia
sesuai dengan otak.
kondisi pasien.
Hudak & Gallo. (1996). Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, Volume II. Jakarta :
EGC.
Price and Wilson. (2005). Patofisiologi. Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit. Edisi 6.
Volume 2. Jakarta : EGC.
Suzanne CS & Brenda GB. (1999). Buku Ajar Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 3. Jakarta :
EGC.