Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

TRAUMA KEPALA

A. Definisi
Trauma Captis atau Cidera Kepala adalah kerusakan neurologis yang terjadi
akibat adanya trauma pada jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek
sekunder dari trauma yang terjadi.
Trauma atau cedera kepala (Brain Injury) adalah salah satu bentuk trauma
yang dapat mengubah kemampuan otak dalam menghasilkan keseimbangan fisik,
intelektual, emosional, sosial dan pekerjaan atau dapat dikatakan sebagai bagian
dari gangguan traumatik yang dapat menimbulkan perubahan – perubahan fungsi
otak.
Menurut konsensus PERDOSSI (2006), cedera kepala yang sinonimnya adalah
trauma kapitis/head injury/trauma kranioserebral/traumatic brain injury merupakan
trauma mekanik terhadap kepala baik secara langsung ataupun tidak langsung yang
menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi
psikososial baik bersifat temporer maupun permanen.

B. Klasifikasi
Klasifikasi trauma kepala berdasarkan Nilai Glasgow Come Scale (GCS):
1. Minor
a. GCS 13 – 15
b. Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30
menit.
c. Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma.
2. Sedang
a. GCS 9 – 12
b. Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang
dari 24 jam.
c. Dapat mengalami fraktur tengkorak.
3. Berat
a. GCS 3 – 8
b. Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.
c. Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.
C. Etiologi
Dikelompokan berdasarkan mekanisme injury:
1. Trauma tumpul.
2. Trauma tajam (penetrasi).

D. Patofisiologi dan Pathway


Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat
ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala. Cedera percepatan
(aselerasi) terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam,
seperti trauma akibat pukulan benda tumpul, atau karena kena lemparan benda
tumpul. Cedera perlambatan (deselerasi) adalah bila kepala membentur objek yang
secara relatif tidak bergerak, seperti badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini
mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa
kontak langsung, seperti yang terjadi bila posisi badan diubah secara kasar dan
cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada kepala,
yang menyebabkan trauma regangan dan robekan pada substansi alba dan batang
otak.
Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada
permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi. Sebagai
akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral
dikurangi atau tak ada pada area cedera. Konsekuensinya meliputi hiperemi
(peningkatan volume darah) pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta
vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya
peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan
cedera otak sekunder meliputi hipoksia, hiperkarbia, dan hipotensi.
Genneralli dan kawan-kawan memperkenalkan cedera kepala “fokal” dan
“menyebar” sebagai kategori cedera kepala berat pada upaya untuk menggambarkan
hasil yang lebih khusus. Cedera fokal diakibatkan dari kerusakan fokal yang meliputi
kontusio serebral dan hematom intraserebral, serta kerusakan otak sekunder yang
disebabkan oleh perluasan massa lesi, pergeseran otak atau hernia. Cedera otak
menyebar dikaitkan dengan kerusakan yang menyebar secara luas dan terjadi dalam
empat bentuk yaitu: cedera akson menyebar, kerusakan otak hipoksia,
pembengkakan otak menyebar, hemoragi kecil multipel pada seluruh otak. Jenis
cedera ini menyebabkan koma bukan karena kompresi pada batang otak tetapi
karena cedera menyebar pada hemisfer serebral, batang otak, atau dua-duanya.
Trauma kepala

Ekstra kranial Tulang kranial Intra kranial

Terputusnya
kontinuitas jaringan
Terputusnya Jaringan otak rusak
kulit, otot dan vaskuler kontinuitas jaringan (kontusio, laserasi)
tulang

Gangguan suplai -Perubahan outoregulasi


darah Resiko Nyeri -Odem cerebral
infeksi
-Perdarahan Iskemia
-Hematoma Kejang
Perubahan
Hipoksia
perfusi jaringan

Perubahan sirkulasi CSS Gangg. fungsi otak 1. Bersihan jln.


Gangg. Neurologis
nafas
fokal
2. Obstruksi jln.
nafas
Peningkatan TIK Mual – muntah 3. Dispnea
Papilodema 4. Henti nafas
Pandangan kabur Defisit Neurologis 5. Perub. Pola
Penurunan fungsi nafas
pendengaran
Girus medialis lobus Nyeri kepala
temporalis tergeser Gangg. persepsi Resiko tidak
sensori efektifnya jln. nafas
Resiko kurangnya
volume cairan
Herniasi unkus
Tonsil cerebelum tergeser Kompresi medula oblongata

Mesesenfalon Resiko injuri


tertekan Resiko gangg.
integritas kulit
Immobilisasi
Gangg. kesadaran Kurangnya
Cemas perawatan diri
E. Manifestasi Klinis
1. Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih
2. Kebungungan
3. Iritabel
4. Pucat
5. Mual dan muntah
6. Pusing kepala
7. Terdapat hematoma
8. Kecemasan
9. Sukar untuk dibangunkan
10. Bila fraktur, mungkin adanya cairan serebrospinal yang keluar dari hidung
(rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.

F. Penatalaksanaan Klinik
Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma kepala adalah
sebagai berikut:
1. Observasi 24 jam
2. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.
3. Berikan terapi intravena bila ada indikasi.
4. Pasien diistirahatkan atau tirah baring.
5. Profilaksis diberikan bila ada indikasi.
6. Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi.
7. Pemberian obat-obat analgetik.
8. Pembedahan bila ada indikasi.

G. Pengkajian
1. Riwayat kesehatan: waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian,
status kesadaran saat kejadian, pertolongan yang diberikan segera setelah
kejadian.
2. Pemeriksaan fisik
a. Sistem respirasi : suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyene stokes, biot,
hiperventilasi, ataksik)
b. Kardiovaskuler : pengaruh perdarahan organ atau pengaruh PTIK
c. Sistem saraf :
 Kesadaran  GCS.
 Fungsi saraf kranial  trauma yang mengenai/meluas ke batang otak
akan melibatkan penurunan fungsi saraf kranial.
 Fungsi sensori-motor  adakah kelumpuhan, rasa baal, nyeri,
gangguan diskriminasi suhu, anestesi, hipestesia, hiperalgesia, riwayat
kejang.

d. Sistem pencernaan
 Bagaimana sensori adanya makanan di mulut, refleks menelan,
kemampuan mengunyah, adanya refleks batuk, mudah tersedak. Jika
pasien sadar  tanyakan pola makan?
 Waspadai fungsi ADH, aldosteron : retensi natrium dan cairan.
 Retensi urine, konstipasi, inkontinensia.
e. Kemampuan bergerak : kerusakan area motorik  hemiparesis/plegia,
gangguan gerak volunter, ROM, kekuatan otot.
f. Kemampuan komunikasi : kerusakan pada hemisfer dominan  disfagia
atau afasia akibat kerusakan saraf hipoglosus dan saraf fasialis.
g. Psikososial  data ini penting untuk mengetahui dukungan yang didapat
pasien dari keluarga.

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Spinal X ray
Membantu menentukan lokasi terjadinya trauma dan efek yang terjadi
(perdarahan atau ruptur atau fraktur).
2. CT Scan
Memeperlihatkan secara spesifik letak oedema, posisi hematoma, adanya
jaringan otak yang infark atau iskemia serta posisinya secara pasti.
3. Myelogram
Dilakukan untuk menunjukan vertebrae dan adanya bendungan dari spinal
aracknoid jika dicurigai.
4. MRI (magnetic imaging resonance)
Dengan menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi serta
besar/ luas terjadinya perdarahan otak.
5. Thorax X ray
Untuk mengidentifikasi keadaan pulmo.
6. Pemeriksaan fungsi pernafasan
Mengukur volume maksimal dari inspirasi dan ekspirasi yang penting diketahui
bagi penderita dengan cidera kepala dan pusat pernafasan (medulla oblongata).
7. Analisa Gas Darah
Menunjukan efektifitas dari pertukaran gas dan usaha pernafasan.

I. Farmakologi
Penderita trauma saraf spinal akut yang diterapi dengan metilprednisolon
(bolus 30 mg/kg berat badan dilanjutkan dengan infus 5,4 mg/kg berat badan per jam
selama 23 jam), akan menunjukkan perbaikan keadaan neurologis bila preparat itu
diberikan dalam waktu paling lama 8 jam setelah kejadian (golden hour). Pemberian
nalokson (bolus 5,4 mg/kg berat badan dilanjutkan dengan 4,0 mg/kg berat badan
per jam selama 23 jam) tidak memberikan perbaikan keadaan neurologis pada
penderita trauma saraf spinal akut.

J. Diagnosa yang Mungkin Muncul


1. Gangguan perfusi jaringan otak sehubungan dengan udem otak
2. Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat napas di
otak
3. Tidak efektifnya kebersihan jalan napas sehubungan dengan penumpukan
sputum
4. Gangguan pemenuhan ADL sehubungan dgn penurunan kesadaran (soporos-
coma)
5. Kecemasan keluarga sehubungan keadaan yang kritis pada pasien
6. Potensial gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi, tidak
adekuatnya sirkulasi perifer.

K. Analisa Data
No Etiologi Masalah
Keperawatan
1 Trauma kepala Gangguan perfusi
jaringan otak
Kerusakan jaringan otak, pembuluh darah rusak/pecah

Pendarahan otak

SDH

Suplai oksigen ke otak berkurang


Kompensasi metabolik anaerob

Penurunan pH
Asidosis metabolik

Toksik

Kerusakan membran sel

Perpindahan cairan dari ekstrasel ke intrasel

Edema sel

Edema serebri

Volume otak meningkat/kompresi

TTIK
2 Trauma kepala Tidak efektifnya
pola napas
Kerusakan jaringan otak, pembuluh darah rusak/pecah

Pendarahan otak

SDH

Suplai oksigen ke otak berkurang


Kompensasi metabolik anaerob

Penurunan pH

Asidosis metabolik

Toksik

Kerusakan membran sel

Perpindahan cairan dari ekstrasel ke intrasel

Edema sel

Edema serebri

Volume otak meningkat/kompresi

TTIK

Pusat aras tertekan

Kesadaran menurun
Perubahan pola napas
3 Trauma kepala Tidak efektifnya
kebersihan jalan
Kerusakan jaringan otak, pembuluh darah rusak/pecah napas

Pendarahan otak

SDH

Suplai oksigen ke otak berkurang


Kompensasi metabolik anaerob

Penurunan pH

Asidosis metabolik

Toksik

Kerusakan membran sel

Perpindahan cairan dari ekstrasel ke intrasel

Edema sel

Edema serebri

Volume otak meningkat/kompresi

TTIK

Pusat aras tertekan

Kesadaran menurun

Reflek batuk menurun

Penumpukan sekret

Bersihan jalan napas tidak efektif


4 Trauma kepala Gangguan
pemenuhan ADL
Kerusakan jaringan otak, pembuluh darah rusak/pecah

Pendarahan otak

SDH
Suplai oksigen ke otak berkurang
Kompensasi metabolik anaerob

Penurunan pH

Asidosis metabolik

Toksik

Kerusakan membran sel

Perpindahan cairan dari ekstrasel ke intrasel

Edema sel

Edema serebri

Volume otak meningkat/kompresi

TTIK

Pusat aras tertekan

Kesadaran menurun

Gangguan pemenuhan ADL


5 Trauma kepala Kecemasan

Kerusakan jaringan otak, pembuluh darah rusak/pecah

Pendarahan otak

SDH

Suplai oksigen ke otak berkurang


Kompensasi metabolik anaerob

Penurunan pH

Asidosis metabolik

Toksik

Kerusakan membran sel

Perpindahan cairan dari ekstrasel ke intrasel

Edema sel
Edema serebri

Volume otak meningkat/kompresi

TTIK

Pusat aras tertekan

Kesadaran menurun

Cemas
6 Trauma kepala Potensial gangguan
integritas kulit
Kerusakan jaringan otak, pembuluh darah rusak/pecah

Pendarahan otak

SDH

Suplai oksigen ke otak berkurang


Kompensasi metabolik anaerob

Penurunan pH

Asidosis metabolik

Toksik

Kerusakan membran sel

Perpindahan cairan dari ekstrasel ke intrasel

Edema sel

Edema serebri

Volume otak meningkat/kompresi

TTIK

Pusat aras tertekan

Kesadaran menurun

Imobilisasi

Risiko gangguan integritas kulit


L. Rencana Asuhan Keperawatan
Dx. Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
Gangguan Mempertahan- Independent:
perfusi kan dan 1. Monitor dan 1. Refleks membuka mata
jaringan otak memperbaiki catat status menentukan pemulihan
sehubungan tingkat neurologis tingkat kesadaran. Respon
dengan udem kesadaran dengan meng- motorik menentukan
otak fungsi motorik. gunakan kemampuan berespon
metode GCS. terhadap stimulus eksternal
Kriteria hasil : dan indikasi keadaan
Tanda-tanda kesadaran yang baik. Reaksi
vital stabil, pupil digerakan oleh saraf
tidak ada kranial oculus motorius dan
peningkatan untuk menentukan refleks
intrakranial batang otak. Pergerakan
mata membantu menentukan
area cedera dan tanda awal
peningkatan tekanan
intracranial adalah
terganggunya abduksi mata.

2. Monitor tanda- 2. Peningkatan sistolik dan


tanda vital tiap penurunan diastolik serta
30 menit. penurunan tingkat kesadaran
dan tanda-tanda peningkatan
tekanan intrakranial. Adanya
pernapasan yang irreguler
indikasi terhadap adanya
peningkatan metabolisme
sebagai reaksi terhadap
infeksi. Untuk mengetahui
tanda-tanda keadaan syok
akibat perdarahan.
3. Pertahankan 3. Perubahan kepala pada satu
posisi kepala sisi dapat menimbulkan
yang sejajar penekanan pada vena
dan tidak jugularis dan menghambat
menekan. aliran darah otak, untuk itu
dapat meningkatkan tekanan
intrakranial.

4. Hindari batuk 4. Dapat mencetuskan respon


yang otomatik peningkatan
berlebihan, intrakranial.
muntah,
mengedan,
pertahankan
pengukuaran
urin dan hindari
konstipasi yang
berkepanjangan

5. Observasi 5. Kejang terjadi akibat iritasi


kejang dan otak, hipoksia, dan kejang
lindungi pasien dpt meningkatkan tekanan
dari cedera intrakrania.
akibat kejang.

Kolaborasi:
6. Berikan oksigen 6. Dapat menurunkan hipoksia
sesuai dengan otak.
kondisi pasien.

7. Berikan obat- 7. Membantu menurunkan


obatan yang tekanan intrakranial secara
diindikasikan biologi/kimia seperti osmotik
dengan tepat diuritik untuk menarik air
dan benar . dari sel-sel otak sehingga
dapat menurunkan udem
otak, steroid (dexame-tason)
utk menurunkan inflamasi,
menurunkan edema jaringan.
Obat anti kejang utk menu-
runkan kejang, analgetik
untuk menurunkan rasa nyeri
efek negatif dari peningkatan
tekanan intrakranial.
Antipiretik untuk menurunkan
panas yang dapat mening-
katkan pemakaian oksigen
otak.
Tidak Mempertahan- Independent:
efektifnya pola kan pola 1. Hitung 1. Pernapasan yang cepat dari
napas napas yang pernapasan pasien dapat menimbulkan
sehubungan efektif melalui pasien dalam alkalosis respiratori dan
dengan ventilator. satu menit pernapasan lambat
depresi pada meningkatkan tekanan Pa
pusat napas di Kriteria Co2 dan menyebabkan
otak. evaluasi asidosis respiratorik.
Penggunaan
otot bantu 2. Cek 2. Untuk memberikan ventilasi
napas tidak pemasangan yang adekuat dalam
ada, sianosis tube pemberian tidal volume.
tidak ada atau
tanda-tanda 3. Observasi ratio 3. Sebagai kompensasi ter-
hipoksia tdk inspirasi dan perangkapnya udara ter-
ada dan gas ekspirasi pada hadap gangguan pertukaran
darah dalam fase ekspirasi gas.
batas-batas biasanya 2 x
normal. lebih panjang
dari inspirasi

4. Perhatikan 4. Keadaan dehidrasi dapat


kelembaban mengeringkan sekresi/cairan
dan suhu paru sehingga menjadi
pasien kental dan meningkatkan
resiko infeksi.

5. Cek selang 5. Adanya obstruksi dapat


ventilator setiap menimbulkan tidak ade
waktu (15 kuatnya pengaliran volume
menit) dan menimbulkan
penyebaran udara yang tidak
adekuat.

6. Siapkan ambu 6. Membantu memberikan


bag tetap ventilasi yang adekuat bila
berada di dekat ada gangguan pada
pasien ventilator.
Tidakefektifnya Mempertahan- Independent:
kebersihan kan jalan 1. Kaji dengan 1. Obstruksi dapat disebabkan
jalan napas napas dan ketat (tiap 15 pengumpulan sputum,
sehubungan mencegah menit) perdarahan, bronchospasme
dengan aspirasi kelancaran atau masalah terhadap tube.
penumpukan jalan napas.
sputum Kriteria
Evaluasi 2. Evaluasi 2. Pergerakan yang simetris
Suara napas pergerakan dan suara napas yang bersih
bersih, tidak dada dan indikasi pemasangan tube
terdapat suara auskultasi dada yang tepat dan tidak adanya
sekret pada (tiap 1 jam ). penumpukan sputum.
selang dan
bunyi alarm 3. Lakukan 3. Pengisapan lendir tidak
karena pe- pengisapan selalu rutin dan waktu harus
ninggian suara lendir dengan dibatasi untuk mencegah
mesin, waktu kurang hipoksia.
sianosis tidak dari 15 detik
ada. bila sputum
banyak.

4. Lakukan 4. Meningkatkan ventilasi untuk


fisioterapi dada semua bagian paru dan
setiap 2 jam. memberikan kelancaran
aliran serta pelepasan
sputum.
Gangguan Kebutuhan Independent :
pemenuhan dasar pasien 1. Berikan 1. Penjelasan dapat mengu-
ADL dapat ter- penjelasan tiap rangi kecemasan dan
sehubungan penuhi secara kali melakukan meningkatkan kerja sama
dgn penurunan adekuat. tindakan pada yang dilakukan pada pasien
kesadaran pasien. dengan kesadaran penuh
(soporos- Kriteria hasil : atau menurun.
coma) Kebersihan
terjaga, 2. Beri bantuan 2. Kebersihan perorangan,
kebersihan untuk eliminasi, berpakaian, mandi,
lingkungan ter- memenuhi membersihkan mata dan
jaga, nutrisi kebersihan diri. kuku, mulut, telinga,
terpenuhi merupakan kebutuhan dasar
sesuai dengan akan kenyamanan yang
kebutuhan, harus dijaga oleh perawat
oksigen untuk meningkatkan rasa
adekuat. nyaman, mencegah infeksi
dan keindahan.

3. Berikan 3. Makanan dan minuman


bantuan untuk merupakan kebutuhan
memenuhi sehari-hari yang harus
kebutuhan dipenuhi untuk menjaga
nutrisi dan kelangsungan perolehan
cairan. energi. Diberikan sesuai
dengan kebutuhan pasien
baik jumlah, kalori, dan
waktu.

4. Jelaskan pada 4. Keikutsertaan keluarga


keluarga diperlukan untuk men-jaga
tindakan yang hubungan klien - keluarga.
dapat dilakukan Penjelasan perlu agar
untuk menjaga keluarga dapat memahami
lingkungan peraturan yang ada di
yang aman dan ruangan.
bersih.

5. Berikan 5. Lingkungan yang bersih


bantuan untuk dapat mencegah infeksi dan
memenuhi kecelakaan.
kebersihan dan
keamanan ling-
kungan.
Kecemasan Kecemasan Independent:
keluarga keluarga dpt 1. Bina hubungan 1. Untuk membina hubungan
sehubungan berkurang saling percaya. terapeutik perawat-keluarga.
keadaan yang Dengarkan dengan aktif dan
kritis pada pa- Kriteri evaluasi empati, keluarga akan
sien. : merasa diperhatikan.
Ekspresi wajah
tidak 2. Beri penjelasan 2. Penjelasan akan mengu-
menunjang tentang semua rangi kecemasan akibat
adanya kece- prosedur dan ketidaktahuan. Berikan
masan. tindakan yang kesempatan pada keluarga
Keluarga akan dilakukan untuk bertemu dengan klien.
mengerti cara pada pasien. Mempertahankan hubungan
berhubungan pasien dan keluarga.
dgn pasien.
Pengetahuan 3. Berikan 3. Semangat keagamaan dapat
keluarga me- dorongan spiri- mengurangi rasa cemas dan
ngenai tual untuk meningkatkan keimanan dan
keadaan, keluarga. ketabahan dalam
pengobatan menghadapi krisis.
dan tindakan
meningkat.
Potensial Gangguan Independent:
gangguan integritas kulit 1. Kaji fungsi 1. Untuk menetapkan
integritas kulit tidak terjadi motorik dan kemungkinan terjadinya lecet
sehubungan sensorik pasien pada kulit.
dengan dan sirkuasi
immobilisasi, perifer
tidak
adekuatnya 2. Kaji kulit pasien 2. Keadaan lembab akan
sirkulasi setiap 8 jam : memudahkan terjadinya
perifer. palpasi pada kerusakan kulit.
daerah yang
tertekan.

3. Ganti posisi 3. Dalam waktu 2 jam


pasien setiap 2 diperkirakan akan terjadi
jam. Berikan penurunan perfusi ke
posisi dalam jaringan sekitar. Maka
sikap anatomi dengan mengganti posisi
dan gunakan setiap 2 jam dapat
tempat kaki memperlancar sirkulasi
untuk daerah tersebut. Dengan posisi
yang menonjol. anatomi maka anggota tubuh
tidak mengalai gangguan,
khususnya masalah sirkulasi
/perfusi jaringan. Mengalas
bagian yang menonjol guna
mengurangi penekanan yang
mengakibatkan lesi kulit.

4. Pertahankan 4. Meningkatkan sirkulasi dan


kebersihan dan elastisitas kulit dan
kekeringan mengurangi kerasakan kulit.
pasien :
massage
dengan lembut
di atas daerah
yang menonjol
setiap 2 jam
sekali.

5. Pertahankan 5. Dapat mengurangi proses


alat-alat tenun penekanan pada kulit dan
tetap bersih dan menjaga kebersihan kulit.
tegang.

6. Kaji daerah kulit 6. Sebagai bagian untuk


yang lecet memperkirakan tindakan
untuk adanya selanjutnya.
eritema, keluar
cairan setiap 8
jam.

7. Berikan 7. Untuk mencegah bertambah


perawatan kulit luas kerusakan kulit.
pada daerah
yang rusak /
lecet setiap 4 -
8 jam dengan
menggunakan
H2O2.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, M. E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan


dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3 . Jakarta : EGC.

Hudak & Gallo. (1996). Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, Volume II. Jakarta :
EGC.

Price and Wilson. (2005). Patofisiologi. Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit. Edisi 6.
Volume 2. Jakarta : EGC.

Suzanne CS & Brenda GB. (1999). Buku Ajar Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 3. Jakarta :
EGC.

Anda mungkin juga menyukai