Anda di halaman 1dari 51

1

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN


PADA KELUARGA Tn. M DENGAN DIAGNOSA MEDIS
UAP (UNSTABLE ANGINA PECTORIS)
DI RSUD dr. DORIS SYLVANUS
KOTA PALANGKA RAYA

DISUSUN OLEH :

NAMA : Jenny Amsal


NIM : 2018.C.10a.0971
Tingkat IV B

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN AKADEMIK 2021/2022
2

LEMBAR PERSETUJUAN
Laporan ini di susun oleh :
Nama : Jenny Amsal
NIM : 2018.C.10a.0971
Program Studi : S-1 Keperawatan
Judul : laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan pada keluarga Tn. M
dengan diagnosa medis UAP (Unstable angina pectoris) di rsud dr.
Doris sylvanus Kota palangka raya.

Telah melakukan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk menyelesaikan


Praktik Pra-klinik Keperawatan 4 Program Studi S-1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Eka Harap Palangkaraya.

Laporan keperawatan ini telah disetujui oleh :


Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Yelstria Ulina T, S.Kep. Ners Ridawati, S.ST., Ners,


3

LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan Keperawatan Ini Disusun Oleh :


Nama : Jenny Amsal
NIM : 2018.C.10a.0971
Program Studi : S1 Keperawatan
Judul : “laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan pada keluarga
Tn. M dengan diagnosa medis UAP (Unstable angina pectoris)
di rsud dr. Doris sylvanus Kota palangka raya.”
Telah melaksanakan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk menempuh
Praktik Praklinik Keperawatan IV (PPK IV) Pada Program Studi S-1 Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

PEMBIMBING PRAKTIK

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Yelstria Ulina T, S. Kep. Ners. Ridawati,S.ST., Ners

Mengetahui:
Ketua Program Studi S1 Keperawatan,

Meilitha Carolina, Ners., M.Kep


KATA PENGANTAR
4

Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan yang berjudul “laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan pada
keluarga Tn. M dengan diagnosa medis UAP (Unstable angina pectoris) di rsud dr.
Doris sylvanus Kota palangka raya.”. Laporan pendahuluan ini disusun guna
melengkapi tugas (PPK IV).
Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena
itu, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes., selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners, M.Kep., selaku Ketua Program Studi Sarjana
Keperawatan Stikes Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Ridawati, S.ST., Ners selaku Pembimbing Lahan yang telah banyak
memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian asuhan
keperawatan ini.
4. Ibu Yelstria Ulina T, S.Kep, Ners. selaku Pembimbing Akademik yang telah
banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian
asuhan keperawatan ini.
5. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan kegiatan pengabdian
kepada masyarakat ini.
Saya menyadari sepenuhnya bahwa didalam laporan pendahuluan penyakit ini
terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna oleh sebab itu berharap adanya kritik,
saran dan usulan demi perbaikan laporan pendahuluan. Semoga laporan sederhana ini
dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sebelumnya saya mohon maaf
apabila terdapat kesalahan kata-katanyang kurang berkenan dan saya memohon kritik
dan saran yang membangun demi perbaikan.

Palangka Raya, 28 Oktober 2021

Jenny Amsal
5

BAB 1
LAPORAN PENDAHULUAN
2.1 Konsep Unstable Angina Pectoris (Uap)
2.1.1 Definisi UAP

Angina pectoris adalah nyeri hebat yang berasal dari jantung dan terjadi
sebagai respon terhadap suplai oksigen yang tidak adekuat ke sel-sel jantung
(miokardium). Nyeri angina dapat menyebar ke lengan kiri, ke punggung, ke punggung,
ke rahang, atau ke daerah abdominal (Corwin, 2000). Angina pektoris adalah suatu
sindroma kronis dimana klien mendapat serangan sakitdada yang khas yaitu seperti
ditekan, atau terasa berat di dada yang seringkali menjalar ke lengan sebelah kiri yang
timbul pada waktu aktifitas dan segera hilang bila aktifitas berhenti (Bahri, 2009).
Angina pektoris tak stabil didefinisikan sebagai perasaan tidak enak didada
(chest discomfort) akibat iskemia miokard yang datangnya tidak tentu, dapat terjadi
pada waktu sedang melakukan kegiatan fisik atau dalam keadaan istirahat. Perasaan
tidak enak ini dapat berupa nyeri, rasa terbakar atau rasa tertekan. Kadang-kadang tidak
dirasakan di dada melainkan di leher, rahang bawah, bahu, atau ulu hati (Kabo dan
Karim, 2008). Angina pektoris tak stabil adalah suatu spektrum dari sindroma iskemik
miokard akut yang berada di antara angina pektoris stabil dan infark miokard akut
(Anwar, 2004).
Terminologi ATS harus tercakup dalam kriteria penampilan klinis sebagai
berikut (Brunner & Suddarth, 2001):
2.1.1.1 Angina pertama kali
Angina timbul pada saat aktifitas fisik. Baru pertama kali dialami oleh penderita
dalam priode 1 bulan terakhir
2.1.1.2 Angina progresif
6

Angina timbul saat aktifitas fisik yang berubah polanya dalam 1 bulan terakhir,
yaitu menjadi lebih sering, lebih berat, lebih lama, timbul dengan pencetus yang lebih
ringan dari biasanya dan tidak hilang dengan cara yang biasa dilakukan. Penderita
sebelumnya menderita angina pektoris stabil.
2.1.1.3 Angina waktu istirahat
Angina timbul tanpa didahului aktifitas fisik ataupun hal-hal yang dapat
menimbulkan peningkatan kebutuhan O2 miokard. Lama angina sedikitnya 15 menit.
2.1.1.4 Angina sesudah IMA
Angina yang timbul dalam periode dini (1 bulan) setelah IMA. Kriteria
penampilan klinis tersebut dapat terjadi sendiri-sendiri atau bersama-bersama tanpa
adanya gejala IMA.
2.1.2 Etiologi
Gejala angina pektoris pada dasarnya timbul karena iskemik akut yang tidak
menetap akibat ketidak seimbangan antara kebutuhan dan suplai O2 miokard. Beberapa
keadaan yang dapat merupakan penyebab baik tersendiri ataupun bersama-sama yaitu
(Anwar, 2004) :

2.1.2.1 Faktor di luar jantung


Pada penderita stenosis arteri koroner berat dengan cadangan aliran koroner
yang terbatas maka hipertensi sistemik, takiaritmia, tirotoksikosis dan pemakaian obat-
obatan simpatomimetik dapat meningkatkan kebutuhan O2 miokard sehingga
mengganggu keseimbangan antara kebutuhan dan suplai O2. Penyakit paru menahun
dan penyakit sistemik seperti anemi dapat menyebabkan tahikardi dan menurunnya
suplai O2 ke miokard.

2.1.2.2 Sklerotik arteri koroner


Sebagian besar penderita UAP (Unstable angina pectoris) mempunyai
gangguan cadangan aliran koroner yang menetap yang disebabkan oleh plak sklerotik
yang lama dengan atau tanpa disertai trombosis baru yang dapat memperberat
penyempitan pembuluh darah koroner. Sedangkan sebagian lagi disertai dengan
gangguan cadangan aliran darah koroner ringan atau normal yang disebabkan oleh
gangguan aliran koroner sementara akibat sumbatan maupun spasme pembuluh darah.
7

2.1.2.3 Agregasi trombosit


Stenosis arteri koroner akan menimbulkan turbulensi dan stasis aliran darah
sehingga menyebabkan peningkatan agregasi trombosit yang akhirnya membentuk
trombus dan keadaan ini akan mempermudah terjadinya vasokonstriksi pembuluh
darah.

2.1.2.4 Trombosis arteri koroner


Trombus akan mudah terbentuk pada pembuluh darah yang sklerotik sehingga
penyempitan bertambah dan kadang-kadang terlepas menjadi mikroemboli dan
menyumbat pembuluh darah yang lebih distal. Trombosis akut ini diduga berperan
dalam terjadinya UAP (Unstable angina pectoris).

2.1.3.5 Pendarahan plak ateroma


Robeknya plak ateroma ke dalam lumen pembuluh darah kemungkinan
mendahului dan menyebabkan terbentuknya trombus yang menyebabkan penyempitan
arteri koroner.

2.1.3.6 Spasme arteri koroner


Peningkatan kebutuhan O2 miokard dan berkurangnya aliran koroner karena
spasme pembuluh darah disebutkan sebagai penyeban UAP. UAP Spame dapat terjadi
pada arteri koroner normal atupun pada stenosis pembuluh darah koroner. Spasme yang
berulang dapat menyebabkan kerusakan artikel, pendarahan plak ateroma, agregasi
trombosit dan trombus pembuluh darah. Faktor-faktor yang meningkatkan resiko
angina tidak stabil adalah:

a. Merokok
Merokok memiliki resiko dua kali lebih besar terhadap serangan jantung dibandingkan
orang yang tidak pernah merokok dan berhenti merokok telah mengurangi
kemungkinan terjadinya serangan jantung. Perokok aktif memiliki resiko yang lebih
tinggi terhadap serangan jantung dibandingkan bukan perokok.

b. Tidak berolahraga secara teratur


8

c. Memiliki hipertensi atau tekanan darah tinggi

d. Mengkonsumsi tinggi lemah jenuh dan memiliki kolesterol tinggi

e. Memiliki riwayat penyakit diabetes mellitus

f. Memiliki anggota keluarga (terutama orang tua atau saudara kandung) yang telah
memiliki penyakit arteri koroner

g. Menggunakan stimulan atau rekreasi obat, seperti kokain atau amfetamin.

h. Atherosclerosis,

atau pengerasan arteri adalah kondisi dimana simpanan lemak, atau plak, terbentuk
didalam dinding pembuluh darah. Aterosklerosis yang melibatkan arteri mensuplai
jantung dikenal sebagai penyakit arteri koroner. Plak dapat memblokir aliran darah
melalui arteri. Jaringan yang biasanya menerima darah dari arteri ini kemuduan mulai
mengalami kerusakan akibat kekurangan oksigen. Ketika jantung tidak memiliki
oksigen yang cukup, akan meresponnya dengan menyebabkan rasa sakit dan
ketidaknyamanan yang dikenal sebagai angina. Angina tidak stabil terjadi ketika
penyempitan menjadi begitu parah sehingga ridak cukup darah melintas untuk
menjaga jantung berfungsi normal, bahkan pada saat istirahat. Kadangkadang arteri
bisa menjadi hampir sepenuhnya diblokir. Dengan angina tidak stabil, kekurangan
oksigen kejantung hampir membunuh jaringan jantung.

2.1.3 Klasifikasi

Pembuluh darah merupakan keseluruhan sistem peredaran (sistem


kardiovaskuler) terdiri dari arteri, arteriola, kapiler, venula dan vena. Pembuluh arteri
berdinding tebal, berotot, dan elastis untuk menahan tingginya tekanan darah yang
dipompa dari jantung.Vena yang membawa darah kembali ke jantung, berdinding
lebih tipis dan mudah teregang, memungkinkannya mengembang dan membawa
darah berjurnlah besar saat tubuh sedang beristirahat. Dinding dalam pada banyak
vena mempunyai lipatan yang berperan sebagai katup searah untuk mencegah darah
bergerak ke arah yang salah.Berat jantung orang dewasa laki-laki 300-350 gr, berat
jantung orang dewasa wanita 250-350 gr. Panjang jantung 12 cm, lebar 9 cm dan
tebal 6 cm atau 4 gr/kg BB dari berat badan ideal (Brunner & Suddarth, 2001).
9

2.1.4 Patofisologi (WOC)


Mekanisme timbulnya angian pektoris tidak stabil didasarkan pada
ketidakadekuatan suplai oksigen ke sel-sel miokardium yang diakibatkan karena
kekakuan arteri dan penyempitan lumenareteri koroner (ateriosklerosis koroner).

Tidak diketahui secara pasti apa penyabab ateriosklerosis, namun jelas


bahwa tidak ada faktor tunggal yang bertanggungjawab atas perkembangan
ateriosklerosis. Ateriosklerosis merupakan penyakit artei koroner yang paling sering
ditemukan. Sewaktu beban kerja suatu jaringan meningkat, maka kebutuhan oksigen
juga meningkat. Apabila kebetuhan meningkat pada jantung yang sehat maka arteri
koroner berdilatasi dan mengalirkan lebih banyak darah dan oksigen ke otot jantung.
Namun, apabila arteri koroner tidak dapat berdilatasi sebagai respon terhadap
peningkatan kebutuhan akan oksigen, maka terjadi iskemik (kekurangan suplai darah)
miokardium.

Adanya endotel yang cedera mengakibatkan hilangnya produksi No


( nitrat oksida) yang berfungsi untuk menhambat berbagai zat reaktif. Dengan tidak
adanya fungsi ini dapat menyababkan otot polos berkontraksi dan timbul spasmus
koroner yang memperberat penyempitan lumen karena suplai oksigen ke miokard
berkurang. Penyempitan atau blok ini belum menimbulkan gejala yang begitu
nampak bila belum mencapai 75%. Bila penyempitan lebih dari 75% serta di picu
dengan aktifitas berlebihan maka suplai darak ke koroner akan berkurang. Sel-sel
miokardium menggunakan glikogen anaerob untuk memenuhi kebutuhan energi
merekan. Metabolisme ini menghasilkan asam laktat yang menurunkan pH
miokardium dan menimbulkan nyeri. Apabila kebutuhan energi sel-sel jantung
berkurang, maka suplai oksigen menjasi adekuat dan sel-sel otot kembali fosforilasi
oksidatif untuk membentuk energi.

Angina pectoris adalah nyeri hebat yang berasal dari jantung dan terjadi
sebagai respon terhadap suplai oksigen yang tidak adekuat ke sel-sel miocard di
10

jantung. Nyeri angina dapat menyebar ke lengan kiri, ke punggung, rahang dan
daerah abdomen.
11

WOC Timbunan lemak pada Penonjolan lumen Gangguan penyerapan nutrisi sel-sel Lesi dengan jaringan
pembuluh darah pembuluh darah endotel lapisan dinding fibrosa

Penyempitan lumen Plak fibrosa


Aliran darah ke Perdarahan plak
Aterosklerosis Agregasi trombus progresif karena plak
arteri koroner atheroma
Trombosis besar
menurun

Penyempitan lumen PJK


arteri koroner

B1 B2 B3 B4 B5 B6
B1 B1

Penurunan Perubahan irama Nekrose Peningkatan Penurunan motilitas Ketidak seimbangan


curah jantung jantung tekanan uretra gastrointestinal antara suplai dan
Kerusakan kebutuhan oksigen
Kegagalan Perubahan frekuensi Jaringan Keruakan Ketidakcukupan
pompa jantung jantung
arkus refleks diet
Tirah baring
Sintesa Prostaglandin
Perubahan
Gagal Pompa merangsang Ketidakcukupan
kontraktilitas Blok spingter Kelemahan
Ventrikel Kanan bradikinin sebagai asupan serat
preseptor nyeri
Imobilitas
Perubahan Disfungsi Ketidakcukupan
Darah diparu
preload Reseptor nyeri neurologis asupan cairan
kekurangan 02
Gaya hidup
Spinotalamikus lateralis Efek agen moonton
RR meningkat Perubahan Aganglionik
afterload farmakologis
Thalamus
Penggunaan
otot bantu Kelemahan Mk : Intoleransi
Mk : Penurunan Mk : Retensi Urin otot abdomen Aktivitas
nafas Korteks serebri
Curah Jantung
Sesak nafas
Interpretasi nyeri angina pactoris Mk : Konstipasi

Mk : pola napas tidak


efektif Mk : Nyeri Akut
2.1.5 Manifestasi Klinis

Serangan angina tidak stabil bisa berlangsung antara 5 dan 20 menit. Kadang-
kadang gejala-gejala dapat 'datang dan pergi'. Rasa sakit yang terkait dengan angina
dapat bervariasi dari orang ke orang, dan orangorang membuat perbandingan yang
berbeda untuk mengekspresikan rasa sakit yang mereka rasakan.

Adapun gejala angina pekroris umumnya berupa angina untuk pertama kali
atau keluhan angina yang bertambah dari biasanya. Nyeri dada seperti pada angina
biasa tapi lebih berat dan lebih lama. Timbul pada waktu istirahat,atau timbul karena
aktivitas yang minimal. Nyeri dada dapat disertai keluhan sesak napas, mual, sampai
muntah, kadang-kadang disertai keringat dingin.

Tanda khas angina pectoris tidak stabil adalah:

a. Nyeri dada
Banyak pasien memberikan deskripsi gejalan yang mereka alami tanpa kata nyeri‟,
‟rasa ketat‟, rasa berat‟, ‟tekanan‟ dan sakit‟ semua merupakan penjelas sensasi
yang sering berlokasi di garis tengah, pada regio retrosternal. Lokasi dari nyeri
dada ini terletah di jantung sebelah kiri pusat dada, tetapi nyeri jantung tidak
terbatas pada area ini. Nyeri ini terutama terjadi di belakang tulang dada (di tengah
dada) dan di sekitar area di atas putting kiri, tetapi bisa menyebar ke bahu kiri, lalu
ke setengah bagian kiri dari rahang bawah, menurun ke lengan kiri sampai ke
punggung dan bahkan ke bagian atas perut. Karakteristik yang khas dari nyeri dada
akibat iskemia miokard adalah:
1) Lokasi biasanya didada kiri, di belakang dari tulang dada atau sedikit di sebelah
kiri dari tulang dada yang dapat menjalar hingga ke leher, rahang, bahu kiri,
hingga ke lengan dan jari manis dan kelingking, punggung atau pundak kiri.
2) Nyeri bersifat tumpul, seperti rasa tertindih/berat didada, rasa desakan yang
kuat dari dalam atau dari bawah diafragma (sekat antara rongga dada dan
rongga perut), seperti diremas-remas arat dada mau pecah dan biasanya pada
keadaan yang sangat berat disertai keringat dingin dan sesak nafas serta
perasaan takut mati. Nyeri ini harus dibedakan dengan mulas atau perasaan

39
seperti tertusuk-tusuk pada dada, karena ini bukan angina pectoris. Nyeri
biasanya muncul setalah melakukan aktivitas, hilang dengan istirahat dan akibat
sterss emosional.
3) Nyeri yang pertama kali timbul biasanya agak nyata, dari beberapa menit
sampai kurang dari 20 menit. Nyeri angina berlangsung cepat, kurang dari 5
menit. Yang khas dari nyeri dada angina adalah serangan hilang dengan
istirahat, penghilangan stimulus emosional atau dengan pemberian nitrat
sublingual. Serangan yang lebih lama menandakan adanya angina tidak stabil
atau infark miokard yang mengancam (Baradero, 2008).

2.1.6 Komplikasi

2.1.6.1 Infark miocard


Dikenal dengan istilah serangan jantung adalah kondisi terhenrinya aliran darah
dari arteri koroner pada area yang terkena yang menyebabkan kekurangan oksigen
(iskemia) lalu sel-sel menjadi nekrotik (mati) karena kebutuhan energi akan melebihi
suplai energi darah (Hudak & Gallo, 2010).

2.1.6.2 Aritmia
Lazim ditemukan pada fase akut MCI, aritmia perlu diobati bila menyebabkan
gangguan hemodinamik. Aritmia memicu peningkatan kebutuhan O2 miokard yang
mengakibatkan perluasan infark (Hudak & Gallo, 2010).

2.1.6.3 Gagal jantung


Kondisi saat pompa jantung melemah, sehingga tidak mampu mengalirkan
darah yang cukup ke seluruh tubuh (Hudak & Gallo, 2010).

2.1.6.4 Syok cardiogenik Sindroma


kegagalan memompa yang paling mengancam dan dihubungkan dengan
mortalitas paling tinggi, meskipun dengan perawatan agresif (Hudak & Gallo, 2010).

2.1.6.5 Perikarditis Sering


ditemukan dan ditandai dengan nyeri dada yang lebih berat pada inspirasi dan
tidur terlentang. Infark transmural membuat lapisan epikardium yang langsung kontak

40
dengan perikardium kasar, sehingga merangsang permukaan perikard dan timbul reaksi
peradangan (Hudak & Gallo, 2010).

2.1.6.6 Aneurisma ventrikel


Dapat timbul setelah terjadi MCI transmural. Nekrosis dan pembentukan parut
membuat dinding miokard menjadi lemah. Ketika sistol, tekanan tinggi dalam ventrikel
membuat bagian miokard yang lemah menonjol keluar. Darah dapat merembes ke
dalam bagian yang lemah itu dan dapat menjadi sumber emboli. Disamping itu bagian
yang lemah dapat mengganggu curah jantung kebanyakan aneurisma ventrikel terdapat
pada apex dan bagian anterior jantung (Hudak & Gallo, 2010).

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang

2.1.7.1 Elektrokardiogram (EKG)


Tes EKG memonitor aktivitas listrik jantung. Ketika temuan EKG tertentu yang
hadir, resiko angina tidak stabil maju dengan serangan jantung meningkat secara
signifikan. Sebuah EKG biasanya normal ketika seseorang tidak memiliki rasa sakit
dada dan sering menunjunkkan perubahab tertentu karika rasa sakit berkembang.
Gambaran EKG penderita ATS dapat berupa depresi segmen ST, depresi segmen ST
disertai inversi gelombang T, elevasi segmen ST, hambatan cabang ikatan His dan tanpa
perubahan segmen ST dan gelombang T. Perubahan EK G pada ATS bersifat sementara
dan masingmasing dapat terjadi sendiri-sendiri ataupun sersamaan. Perubahan tersebut
timbul di saat serangan angina dan kembali ke gambaran normal atau awal setelah
keluhan angina hilang dalam waktu 24 jam. Bila perubahan tersebut menetap setelah 24
jam atau terjadi evolusi gelombang Q, maka disebut sebagai IMA.

2.1.7.2 Enzim LDH, CPK dan CK-MB


Pada ATS kadar enzim LDH dan CPK dapat normal atau meningkat tetapi
tidak melebihi nilai 50% di atas normal. CK-MB merupakan enzim yang paling sensitif
untuk nekrosis otot miokard, tetapi dapat terjadi positif palsu. Hal ini menunjukkan
pentingnya pemeriksaan kadar enzim secara serial untuk menyingkirkan adanya IMA.

2.1.7.3 Kateterisasi jantung dan angiografi


Dokter dapat merekomendasikan kateterisasi jantung dan angiografi, terutama
jika perubahan penting EKG istirahat adalah tes darah jantung dan ada abnormal.

41
Selama agiography, sebuah kateter dimasukkan ke arteri di paha atau lengen dan maju
ke jantung. Ketika kateter diposisikan dekat arteri yang memasok darah ke jantung,
dokter menyuntikkan zat warna kontras. Sebagai warna perjalanan melalui arteri, X-ray
gambat diambil untuk melihat seberapa baik darah mengalir melalui arteri dan jika ada
penyumbatan maka terjadi coronary arteri disease.

2.1.7.4 Ekokardiografi
Pemeriksaan ekokardiografi ridak memberikan data untuk diagnosis angina
tidak stabil secara langsung. Tetapi bila tampak adanya gangguan faal ventrikel kiri,
adanya insufisiensi mitral dan abnormalitas gerakan dinding regional jantung,
menandakan prognosis kurang baik. Ekokardiografi juga dapat menegakkan adanya
iskemik miokardium (Anwar, 2004).

2.1.8 Penatalaksanaan
Pengobatan untuk angina tidak stabil berfokus pada tiga tujuan: menstabilkan
plak apapun yang mungkin pecah dalam rangka untuk mencegah serangan jantung,
menghilangkan gejala, dan mengobati pentakit arteri koroner yang mendasarinya.

2.1.8.1 Menstabilkan plak


Dasar dari sebuah stabilisasi plak pecah adalah mengganggu proses pembekuan
darah yang dapat menyebabkan serangan jantung. Pasien yang mengakami gejala-gejala
angina tidak stabil dan yang tidak minum obat harus segera mengunyah aspirin, yang
akan memblok faktor pembekuan dalam darah. Mengunyah aspirin daripada menelan
utuh mempercepat tubuh proses menyerap aspirin stabil. Ketika angina terjadi pasien
harus mencari bantuan medis segera di rumah sakit. Setelah di rumah sakit, obat-obatan
lainnya untuk blok pembekuan proses tubuh dapat diberiakan termasuk heparin,
clopidogrel dan platelet glikoprotein (GP) IIb/IIIa obat reseptor blocker.

2.1.8.2 Menghilangkan gejala-gejala


Obat angina, baik dan prosedur untuk mengurangin penyumbatan dalam arteri
koroner bisa meringankan gejala angina tidak stabil. Tergantung pada keadaan pasien
individu, obat sendiri atau obat dalam kombinasi dengan prosedur yang dapat digunakan
untuk mengobati angina.

2.1.8.3 Mengobati penyakit arteri koroner yang mendasarinya

42
Penatalaksanaan pada dasarnya bertujuan untuk memperpanjang hidup dan
memperbaiki kualitas hidup dengan mencegah serangan angina baik secara medikal atau
pembedahan.

2.1.8.4 Pengobatan medis Bertujuan untuk mencegah dan menghilangkan serangan


angina.
Ada 3 jenis obat yaitu :
a. Golongan nitrat Nitrogliserin
merupakan obat pilihan utama pada serangan angina akut. Mekanisme kerjanya
sebagai dilatasi vena perifer dan pembuluh darah koroner. Efeknya langsung
terhadap relaksasi otot polos vaskuler. Nitrogliserin juga dapat meningkatkan
toleransi exercise padapenderita angina sebelum terjadi hipoktesia miokard. Bila
di berikan sebelum exercise dapat mencegah serangan angina.
b. Ca- Antagonis
Dipakai pada pengobatan jangka panjang untuk mengurangi frekwensi serangan
pada beberapa bentuk angina. Cara kerjanya :
1) Memperbaiki spasme koroner dengan menghambat tonus vasometer
pembuluh darah
2) arteri koroner (terutama pada angina Prinzmetal).
3) Dilatasi arteri koroner sehingga meningkatkan suplai darah ke miokard
4) Dilatasi arteri perifer sehingga mengurangi resistensi perifer dan menurunkan
afterload.
5) Efek langsung terhadap jantung yaitu dengan mengurangi denyut, jantung dan
kontraktilitis sehingga mengurangi kebutuhan O2.

c. Beta Bloker
Cara kerjanya menghambat sistem adrenergenik terhadap miokard yang
menyebabkan kronotropik dan inotropik positif, sehingga denyut jantung dan
curah jantung dikurangi. Karena efeknya yang kadiorotektif, obat ini sering
digunakan sebagai pilihan pertama untuk mencegah serangan angina pektoris
pada sebagian besar penderita (Brunner & Suddarth, 2001).

2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan


2.2.1 Pengkajian

43
Pengkajian adalah tahapan awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu
proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan pasien sehingga didapatkan
masalah dan kebutuhan untuk perawatan. Tujuan utama pengkajian adalah untuk
memberikan gambaran secara terus-menerus mengenai keadaan kesehatan pasien yang
memungkinkan perawat melakukan asuhan keperawatan (Nursalam, 2001).

2.2.1.1 Pengkajian Primer


1) Respon
Cek respon dengan memanggil nama pasien, memberikan rangsang nyeri pada
sternum atau menepuk badannya.
2) Airways + Control Cervical
Jalan nafas tidak ada sumbatan, tidak ada lidah jatuh ke belakang, tidak ada darah,
tidak ada cairan dan tidak ada pembengkakan.
- Bagaimana jalan nafas, bisa bicara secara bebas
- Adakah sumbatan jalan nafas (darah, lendir, makanan atau sputum)
- Suara nafas tambahan (snoring, gurgling, stridor)
3) Breathing
- Bagaimana frekwensi pernafasan, teratur apa tidak, kedalamanya
- Adakah sesak nafas atau bunyi nafas
- Penggunaan otot bantu pernafasan
- Apakah ada reflek batuk
4) Circulation
TD : 130/70 mmHg, Nadi : 81 x/menit, Suhu 36,1 C, klien nyeri abdomen dan
mual,mukosa bibir pucat, akral teraba dingin, terpasang tevemplon sebagai akses
obat.
5) Disability
Pemeriksaan status neurologis (GCS), reaksi pupil, kekuatan otot
6) Exposure
Lihat dan raba adanya distensi abdomen, akan ada luka bekas operasi pada bagian
perut.
7) Folley catheter
Pasang kateter untuk memantau kemungkinan miksi dan jumlah produksi urin

44
8) Gastric tube
Lakukan pemasangan NGT untuk mencegah aspirasi dan mengeluarkan cairan
didalam gaster
9) Heart mononitor
- Pantau terhadap takikardi atau brakikardi, waspada terhadap aritmia, pantau
pulse oxymetri
- Lakukan pemeriksaan USG, CT Scan, BOF

2.2.1.1.2 Pengkajian Sekunder


Pengkajian sekunder meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik. Anamnesis dapat
meggunakan format SAMPLE (Sign and Symptom,Alergi, Medikasi, Post illnes, Last
meal, dan Event/ Environment yang berhubungan dengan kejadian). Pemeriksaan fisik
dimulai dari kepala hingga kaki dan dapat pula ditambahkan pemeriksaan diagnostik.
Pengkajian sekunder dilakukan dengan menggunakan metode SAMPLE, yaitu sebagai
berikut :
1) S : Sign and Symptom
Tanda gejala, yaitu Ada jejas pada thorak, Nyeri pada tempat trauma, bertambah
saat inspirasi, Pembengkakan lokal dan krepitasi pada saat palpasi, Pasien
menahan dadanya dan bernafas pendek, Dispnea, hemoptisis, batuk dan emfisema
subkutan, Penurunan tekanan darah.
2) A : Allergies
Riwayat alergi yang diderita klien atau keluarga klien. Baik alergi obat-obatan
ataupun kebutuhan akan makan/minum.
3) M : Medications
(Anticoagulants, insulin and cardiovascular medications especially). Pengobatan
yang diberikan pada klien sebaiknya yang sesuai dengan keadaan klien dan tidak
menimbulka reaksi alergi. Pemberian obat dilakukan sesuai dengan riwayat
pengobatan klien.
4) P : Previous medical/surgical history
Riwayat pembedahan atau masuk rumah sakit sebelumnya.

2.2.2 Identitas

Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, status perkawinan,

45
pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk, no. Register, dan diagnosa medis. Sedangkan
identitas bagi penanggung jawab yaitu nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, dan hubungan dengan klien.
2.2.3 Riwayat Kesehatan

2.2.3.1 Keluhan Utama


Keluhan utama yang biasa terjadi pada pasien dengan angina tidak stabil yaitu
nyeri dada substernal atau retrosternal dan menjalar ke leher, daerah
interskapula atau lengan kiri, serangan atau nyeri yang dirasakan tidak memiliki
pola, bisa terjadi lebih sering dan lebih berat, serta dapat terjadi dengan atau
tanpa aktivitas.
2.2.3.2 Riwayat Kesehatan Sekarang

Pada riwayat kesehatan sekarang keluhan yang dirasakan oleh klien sesuai
dengan gejala-gejala pada klien dengan angina tidak stabil yaitu nyeri dada
substernal atau retrosternal dan menjalar ke leher, daerah interskapula atau
lengan kiri, serangan atau nyeri yang dirasakan tidak memiliki pola, bisa terjadi
lebih sering dan lebih berat, serta dapat terjadi dengan atau tanpa aktivitas.
Biasanya disertai sesak nafas, perasaan lelah, kadang muncul keringat dingin,
palpitasi, dan dizzines.
2.2.3.3 Riwayat Kesehatan Dahulu

Klien mempunyai riwayat hipertensi, atherosklerosis, insufisiensi aorta, spasmus


arteri koroner dan anemia berat
2.2.3.4 Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga klien mempunyai penyakit hipertensi dan arteri koroner.

2.2.4 Pemeriksaan fisik


Pemeriksaan Fisik yang dapat dilakukan pada pasien dengan Perforasi Gaster
adalah sebagai berikut:
1) Keadaan umum
Biasanya pasien dengan neonates respiratory distress syndrome terlihat lemah dan
pernafasan tidak teratur.
2) Tanda-tanda vital

46
Pada NRDS terjadi penurunan suhu tubuh. Suhu normal 36,5–37,5º C, frekuensi
nadi normal 120 – 160x /menit, frekuensi pernafasan sebaiknya dihitung 1 menit
penuh. Normalnya 40 – 60x /menit.
3) B1 (Breathing)
Pola nafas irregular (RR> 20x/menit), dispnea, pasien belum sadar dilalukan
evaluasi seperti pola nafas, tanda-tanda obstruksi, pernafasan cuping hidung,
frekuensi nafas, pergerakan rongga dada: apakah simetris atau tidak, suara nafas
tambahan : apakah tidak ada obstruksi total, udara nafas yang keluar dari hidung,
sianosis pada ekstermitas, auskultasi: adanya wheezing atau ronkhi. Kepatenan
jalan nafas, kedalaman, frekuensi dan karakter pernafasan, sifat dan bunyi nafas
merupakan hal yang harus dikaji pada klien dengan post operasi (Brunner &
Suddarth, 2012)
4) B2 (Blood)
Pada system kardiovaskular dinilai tekanan darah, nadi, perfusi perifer, status
hidrasi (Hipotermi ± syok) dan kadar Hb. Klien mengalami takikardi karena
mediator inflamasi dan hipovelemia vaskular karena anoreksia dan vomit.
Didapatkan irama jantung irregular akibat pasien syok (neurogenik, hipovolemik
atau septik), akral : dingin, basah, dan pucat. Pada klien post perasi biasanya
ditemukan tanda-tanda syok seperti takikardi, berkeringat, pucat, ipotensi, dan
penurunan suhu tubuh/Peningkatan suhu tubuh (Brunner & Suddarth, 2012).
5) B3 (Brain)
Pada system saraf pusat dinilai kesadaran pasien dengan GCS (Glasglow Coma
Scale) dan perhatikan gejala kenaikan TIK 4. Klien dengan peritonitis tidak
mengalami gangguan pada otak namun hanya mengalami penurunan kesadaran
6) B4 ( Bladder)
Pada system urogenitalis diperiksa kualitas, kuantitas, warna, kepekatan urine,
untuk menilai: apakah pasien masih dehidrasi, apakah ada kerusakan ginjal saat
operasi, gagal ginjal akut (GGA).
7) B5 (Bowel)
Pada system gastrointestinalis diperiksa: adanya dilatasi lambung, tanda-tanda
cairan bebas, distensi abdomen, pendarahan lambung post operasi, obstruksi atau
hipoperistaltik, gangguan organ lain, misalnya : hepar, lien, pancreas, dilatasi usus

47
halus. Pada psisen post operasi mayor sering mengalami kembung yang
mengganggu pernafasan, karena pasien bernaPefas dengan diafragma.
a. Inspeksi : adanya distensi abdomen, jejas, luka trauma
b. Auskultasi : bising usus
c. Palpasi : pembesaran hepar atau lien, teraba massa atau keras karena distensi
d. Perkusi : tympani atau pekak
8) B6 (Bone)
Penderita Perforasi Gaster mengalami letih, sulit berjalan, nyeri perut dengan
aktivitas. Kemampuan pergerakan sendi terbatas, kekuatan otot mengalami
kelelahan, dan turgor kulit menurun akibat kekurangan volume cairan. Terjadi
mengalami kelemahan saat sudah mengalami Operasi dan melakukan aktivias di
tempat tidur dan tidak dapat melakukan kebrsihan diri sendiri.

2.2.4.1 Keadaan umum

Keadaan umum klien mulai pada saat pertama kali bertemu dengan klien
dilanjutkan mengukur tanda-tanda vital. Kesadaran klien juga diamati apakah
kompos mentis, apatis, samnolen, delirium, semi koma atau koma. Keadaan sakit
juga diamati apakah sedang, berat, ringan atau tampak tidak sakit.
2.2.4.2 Tanda-tanda vital

Dapat meningkat sekunder akibat nyeri atau menurun sekunder akibat gangguan
hemodinamik atau terapi farmakologi
2.2.4.3 Pemeriksaan head to toe
2.2.4.3.1 Kepala

Pusing, berdenyut selama tidur atau saat terbangun, tampak perubahan ekspresi
wajah seperti meringis atau merintih, terdapat atau tidak nyeri pada rahang
2.2.4.3.2 Leher

Tampak distensi vena jugularis, terdapat atau tidak nyeri pada leher.

2.2.4.3.3 Thorak

Bunyi jantung normal atau terdapat bunyi jantung ekstra S3/S4 menunjukkan
gagal jantung atau penurunan kontraktilitas, kalau murmur menunjukkan
gangguan katup atau disfungsi otot papilar dan perikarditi

48
2.2.4.4 Paru-paru

suara nafas bersih, krekels, mengi, wheezing, ronchi, terdapat batuk dengan atau
tanpa sputum, terdapat sputum bersih, kental ataupun merah muda.
2.2.4.5 Abdomen
Terdapat nyeri/rasa terbakar epigastrik, bising usus normal/menurun.
2.2.4.6 Ekstremitas
Ekstremitas dingin dan berkeringat dingin, terdapat udema perifer dan udema
umum, kelemahan atau kelelahan, pucat atau sianosis, kuku datar, pucat pada
membran mukosa dan bibir.

2.3.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa yang muncul di SDKI :


2.3.2.1 Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif berhubungan dengan Sesak Nafas
(D.0001) Hal. 18
2.3.2.2 Penurunan Curah Jantung berhubungan dengan Perubahan Afterload
(D.0011) Hal. 41
2.3.2.3 Nyeri Akut berhubungan dengan Kerusakan Jaringan (D.0077) Hal. 172
2.3.2.4 Retensi Urin berhubungan dengan Efek Agen Farmakologis (D.0050) Hal.
115
2.3.2.5 Konstipasi berhubungan Gerakan Peristaltik Dalam Usus Meningkat
(D.0049) Hal. 113
2.3.2.6 Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan Kelemahan (D.0056) Hal. 128

49
2.3.2 Intervensi Keperawatan
Perencanaan keperawatan pada klien dengan Perforasi Gaster Post Operasi Laparatomi menurut Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia (SIKI, 2018) meliputi :
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria Hasil) Intervensi
1. Gangguan pertukaran gas b.d Setelah dilakukan Intervensi 1x7 Pemantauan Respirasi: SIKI I.01014 hal.247
ketidakseimbangan ventilasi-perfusi. Jam diharapkan pertukaran gas Observasi
(SDKI D.0003, halaman 22) klien meningkat, dengan kriteria 1. Monitor frekuensi, iraama, kedalaman, usaha nafas
hasil : 2. Monitor pola nafas tambahan (mis. Gurgling, mengi, wheezing,rochi
(SLKI L.01003 Hal.94 kering)
1. Tingkat kesadaran meningkat 3. Monitor kermampuan batuk efektif
(5) 4. Monitor adanya produksi sputum
2. Dispnea menurun (5) 5. Monitor adanya sumbatan jalan nafas
3. Bunyi napas tambahan 6. Palpasi kesemetrisan ekspansi paru
menurun (5) 7. Auskultasi bunyi nafas
4. Pusing menurun (5) 8. Monitor saturasi oksigen
5. Penglihatan kabur menurun 9. Monitor nilai AGD
(5) 10. Monitor hasil x-ray toraks
6. Gelisah menurun (5) Terapeutik
7. Napas cuping hidung 1. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
menurun (5) 2. Dokumentasi hasil pemantauan
8. PCO2 membaik (5) Edukasi
9. PO2 membaik (5) 1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantuan
10. Takikardia membaik (5) 2. Informasi hasil pemantauan, jika perlu
11. Sianosis membaik (5)
12. Pola napas membaik (5) Terapi Oksigen (SIKI I.01026 Hal.430)
13. Warna kulit membaik (5) Observasi
1. Monitor kecepatan aliran oksigen

39
2. Monitor posisi alat terapi oksigen
3. Monitor aliran oksigen secara periodic dan pastikan fraksi yang
diberikan cukup
4. Monitor efektifitas terapi oksigen (mis. oksimetri, analisa gas darah),
jika perlu.
5. Monitor kemampuan melepaskan oksigen saat makan
6. Monitor tanda-tanda hipoventilasi.
7. Monitor tanda dan gejala toksikasi oksigen dan atelectasis.
8. Monitor tingkat kecemasan akibat terapi oksigen.
9. Monitor integritas mukosa hidung akibat pemasangan oksigen
Terapeutik
1. Bersihkan secret pada mulut, hidung dan trachea, jika perlu
2. Pertahankan kepatenan jalan nafas
3. Berikan oksigen tambahan, jika perlu
4. Tetap berikan oksigen saat pasien ditransportasi
5. Gunakan perangkat oksigen yang sesuai dengat tingkat mobilisasi
pasien.
Edukasi
1. Ajarkan pasien dan keluarga cara menggunakan oksigen dirumah
Kolaborasi
1. Kolaborasi penentuan dosis oksigen
2. Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas dan/atau tidur.
2. Penurunan Kapasitas Adaptif Setelah diberikan asuhan keperawatan Manajemen peningkatan tekanan intracranial SIKI I.06194 hal : 205
intracranial berhubungan dengan selama 1x7 jam, diharapkan kapasitas Observasi
adaftif intracranial stabil/meningkat. 1. Identifikasi penyebab peningkatan TIK (mis, lesi, gangguan metabolism, edema
penurunan kesadaran (SDKI D.0066, Kriteria Hasil : serebral)
halaman 149) SLKI I.0649 hal : 35 2. Monitor tanda/gejala peningkatan TIK (mis, tekanan darah meningkat, tekanan nadi
1. Tingkat kesadaran meningkat (5) melebar, bradikardia, pola napas ireguler, kesadaran menurun)
2. Fungsi Kognitif meningkat (5) 3. Monitor MAP (mean arterial pressure)
3. Gelisah menurun (5) 4. Monitor CVP (central venous pressure), jika perlu
4. Tekanan darah membaik (5) 5. Monitor PAWP, jika perlu
5. Teakanan nadi membaik (5) 6. Monitor PAP, jika perlu

40
6. Pola napas membaik (5) 7. Monitor ICP (intra cranial pressure), jika perlu
7. Respon pupil membaik (5) 8. Monitor CPP (cerebral perfusion pressure)
8. Respon neurologis membaik (5) 9. Monitor gelombang ICP
9. Tekanan intracranial membaik (5) 10. Monitor status pernafasan
11. Monitor intake dan output cairan
12. Monitor cairan serebro-spinalis
Terapiutik
1. Minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan yg tenang
2. Berikan posisi semi fowler
3. Hindari menuver valsava
4. Cegah terjadinya kejang
5. Hindari penggunaan PEEP
6. Hindari pemberian cairan IV hipotonik
7. Atur ventilator agar PaCO2 optimal
8. Pertahankan suhu tubuh normal
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian sedasi dan anti konvulsan, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian diuretic osmosis, jika perlu
3. Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika perlu
3. Nyeri Akut b.d luka insisi (SDKI, Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri (SIKI I.08238 Hal.201)
D.0077, halaman 172) asuhan keperawatan selama 1x7 Observasi :
jam diharapkan nyeri akut 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
berkurang dengan kriteria hasil : nyeri
SLKI (L.08066 hal 145) 2. Identifikasi skala nyeri
1. Kemampuan menutaskan 3. Identifikasi respon nyeri nonverbal
aktivitas meningkat (5) 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
2. Keluhan nyeri menurun (5) 5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
3. Meringis menurun (5) 6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
4. Gelisah menurun (5) 7. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
5. Kesulitan tidur menurun (5) 8. Monitor keberhasilan terapi komplementer
6. Nafsu makan membaik (5) 9. Monitor efek samping yang sudah diberikan penggunaan analgetik
7. Pola tidur membaik (5) Terapeutik :
1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis.

41
TENS, hypnosis, akupresur, terapi music, biofeedback, terapi pijat,
aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
3. Fasilitas istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi :
1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan monitor nyeri secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan analgetik secara mandiri
5. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
6. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
4. Gangguan Integritas Kulit b.d Setelah dilakukan tindakan Perawatan Luka (SIKI I.14564 Hal.328)
prosedur pembedahan (SDKI D.0129, asuhan keperawatan selama 1x7 Observasi :
halaman 282) jam diharapkan gangguan 1. Monitor karakteristik luka (mis. Drainase, warna, ukuran, bau)
integritas kulit menurun dengan 2. Monitor tanda – tanda infeksi
kriteria hasil : SLKI (L.14125 Terapeutik :
hal 33) 1. Lepaskan balutan dan plester secara perlahan
1. Elastis meningkat (5) 2. Cukur rambut di sekitar daerah luka, jika perlu
2. Hidrasi meningkat (5) 3. Bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih nontoksik, sesuai
3. Perfusi jaringan meningkat kebutuhan
(5) 4. Bersihkan jaringan nekrotik
4. Nyeri menurun (5) 5. Berikan salep yang sesuai ke kulit/lesi, jika perlu
5. Kemerahan menurun (5) 6. Pasang balutan sesuai jenis luka
6. Pigmentasi abnormal 7. Pertahankan teknik steril saat melakukan perawatan luka

42
menurun (5) 8. Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan drainase
7. Jaringan parut menurun (5) 9. Jadwalkan perubahan posisi setiap 2 jam atau sesuai kondisi pasien
8. Suhu kulit membaik (5) 10. Berikan diet dengan kalori 30-35 kkal/kg BB/hari dan protein 1,25 –
9. Sensasi membaik (5) 1,5 g/kg BB/ hari
10. Tekstur membaik (5) 11. Berikan suplemen vitamin dan mineral (mis. Vitamin A, vitamin C,
Zinc, asam amino), sesuai indikasi
12. Berikan terapi TENS (Stimulasi Saraf Transkutananeous), jika perlu
Edukasi :
1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2. Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi kalori dan protein
3. Anjurkan prosedur perawatan luka secara mandiri
Kolaborasi :
1. Kolaborasi prosedur debriment (mis. Enzimatik, biologis, mekanis,
autolitik), jika perlu
2. Kolaborasi pemberian antbiotik, jika perlu
5. Defisit nutrisi b.d gangguan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nutrisi (SIKI I. 03119 Hal.200)
gastrointestinal (SDKI D.0032, asuhan keperawatan selama 1x7 Observasi :
halaman 81) jam diharapkan Resiko defisit 1. Identifikasi status nutrisi
nutrisi menurun dengan kriteria 2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
hasil : SLKI (L.14137 hal 139) 3. Identifikasi makanan yang di sukai
1. Porsi makan yang dihabiskan 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
membaik (5) 5. Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
2. Verbalisasi keinginan untuk 6. Monitor asupan makan
meningkatkan nutrisi 7. Monitor berat badan
membaik (5) 8. Monitor hasil laboratorium
3. Pengetahuan tentang pilihan Terapeutik :
makanan yang sehat 1. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
membaik (5) 2. Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. Piramida makanan)
4. Pengetahuan tentang pilihan 3. Sajikan makanan sssecara menarik dan suhu yang sesuai
minuman yang sehat 4. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi

43
membaik (5) 5. Berikan makanan tinggi kalori dan protein
5. Nyeri abdomen menurun (5) 6. Berikan suplemen makanan, jika perlu
6. Berat badan membaik(5) 7. Hentikan pemberian makanan melalui selang nasogatrik jika asupan
7. Indeks Masaa Tubuh (IMT) oral dapat di toleransi
membaik (5) Edukasi :
8. Frekuensi makan membaik 1. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
(5) 2. Ajarkan diet yang di programkan
9. Nafsu makan membaik (5) Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. Pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori, dan
jenis nutrient yang di butuhkan, jika perlu
6. Resiko Infeksi b.d luka insisi yang Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Infeksi (SIKI I.14539 Hal.278)
kurang terawatt (D.014, halaman 304) asuhan keperawatan selama 1x7 Observasi :
jam diharapkan Resiko infeksi 1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
menurun dengan kriteria hasil Terapeutik :
kriteria hasil : SLKI (L.14137 1. Batasi jumlah pengunjung
hal 139) 2. Berikan perawatan kulit pada area edema
1. Kebersihan tangan 3. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
meningkat (5) lingkungan pasien
2. Kebersihan badan meningkat 4. Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko tinggi
(5) Edukasi :
3. Demam menurun (5) 1. Jelaskan tanda dan gelaja infeksi
4. Kemerahan menurun (5) 2. Ajarkan cara mencuci tangan yang benar
5. Nyeri menurun (5) 3. Ajarkan etika batuk
6. Bengkak menurun (5) 4. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi
7. Kultur area luka membaik 5. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
(5) 6. Anjurkan meningkatkan asupan cairan
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu

44
7. Resiko Ketidakseimbangan Cairan Setelah diberikan asuhan Manajemen Hipovolemia (SIKI I.03116 Hal.184 )
b.d keluarnya cairan dari kolostomi . keperawatan selama 3x7 jam Observasi :
(SDKI D.0036, halaman 87) diharapkan status cairan 1. Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis. Frekuensi nadi
membaik. meningkat, madi teraba lemah, TD menurun, tekanan nadi
Kriteria hasil : SLKI (L.03028 meningkat, turgor kulit menurun, membran mukosa kering, volume
Hal.107) urin menurun, hematokrit meningkat, haus, lemah)
1. Kekuatan nadi meningkat (5) 2. Monitor intake dan ouput cairan
2. Turgor kulit meningkat (5) Terapeutik :
3. Output urine meningkat (5) 1. Hitung kebutuhan cairan
4. Ortopnea menurun (5) 2. Berikan posisi modified tredelenburg
5. Dispnea menurun (5) 3. Berikan asupan cairan oral
6. Distensi vena jugularis Edukasi :
menurun (5) 1. Anjurkan perbanyak asupan cairan oral.
7. Keluhan haus menurun (5) 2. Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
8. Konsentrasi urine menurun
(5) Kolaborasi :
9. Frekuensi nadi membaik (5) 1. Kolaborasi pemberian cairan isotonis (mis. NaCl, RL)
10. Kadar HB membaik (5) 2. Kolaborasi pemberian cairan hipotonis (mis. Glukosa 2,5%, NaCl
11. Kadar Ht membaik (5) 0,4%)
12. Intake cairan membaik (5) 3. Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis. Albumin, Plasmanate)
13. Status mental membaik (5) 4. Kolaborasi pemberian produk darah.
14. Suhu tubuh membaik (5)
8. Defisit Perawatan Diri berhubungan Setelah dilakukan tindakan Dukungan Perawatan Diri: SIKI I.11348 hal.36
dengan kelemahan fisik. (SDKI keperawatan selama 1x7 jam Observasi
D.0109, halaman 240 Kebutuhan perawatan diri klien 1. Identifikasi kebiasaan aktivitas perawatan diri sesuai usia
terpenuhi. 2. Monitor tingkat kemandirian
Kriteria hasil : 3. Identifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan diri, berpakaian, berhias,
SLKI L.11103 hal 81 dan makan
1. Kemampuan mandi : (5) Terapeutik
2. Kemampuan mengenakan 1. Sediakan lingkungan yang terapeutik (mis. Suasana hangat, rileks,

45
pakaian (5) privasi)
3. Kemampuan makan : (5) 2. Siapkan keperluan pribadi (mis. Parfum, sikat gigi, dan sabun mandi)
4. Kemampuan ke toilet 3. Dampingi dalam melakkukan perawatan diri sampai mandiri
(BAB/BAK) : (5) 4. Fasilitasi untuk menerima keadaan ketergantungan
5. Verbalisasi keinginan 5. Fasilittasi kemandirian, bantu jika mampu melakukkan perawatan diri
melakukkan perawatan diri : 6. Jadwalkan rutinitas perawatan diri
(5) Edukasi
6. Minat melakukkan Anjurkan melakukkan perawatan diri secara konsisten sesuai
perawatan diri : (5) kemampuan
7. Mempertahankan
kebersihan diri : (5)
8. Mempertahankan
kebersihan mulut : (5)

46
2.3.3 Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah kategori dari perilaku keperawatan,
dimana perawat melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan
hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan (Potter & Perry 1997, dalam
Haryanto, 2017). Jadi, implemetasi keperawatan adalah kategori serangkaian
perilaku perawat yang berkoordinasi dengan pasien, keluarga, dan anggota tim
kesehatan lain untuk membantu masalah kesehatan pasien yang sesuai dengan
perencanaan dan kriteria hasil yang telah ditentukan dengan cara mengawasi dan
mencatat respon pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan.

2.3.4 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk menilai apakah
tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau tidak untuk mengatasi
suatu masalah. (Meirisa, 2013). Pada tahap evaluasi, perawat dapat mengetahui
seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaan telah
tercapai. Meskipun tahap evaluasi diletakkan pada akhir proses keperwatan tetapi
tahap ini merupakan bagian integral pada setiap tahap proses keperawatan.
Pengumpulan data perlu direvisi untuk menentukan kecukupan data yang telah
dikumpulkan dan kesesuaian perilaku yang observasi. Diagnosis juga perlu
dievaluasi dalam hal keakuratan dan kelengkapannya. Evaluasi juga diperlukan
pada tahap intervensi untuk menentukan apakah tujuan intervensi tersebut dapat
dicapai secara efektif. (Nursalam, 2018)

1
BAB 2

ASUHAN KEPERAWATAN
Nama Mahasiswa : Jenny Amsal
NIM : 2018.C.10a.0971
Ruang Praktek : Gawat Darurat
Tanggal Praktek : 28 Oktober 2021
Tanggal & Jam Pengkajian : 28 Oktober 2021 & 10:25 WIB

3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas Pasien

Nama : Tn.M
Umur : 47 thn
Tanggal Lahir : 4 april 1974
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Alamat : Palangkaraya
Tgl Masuk : 27 Oktober 2021
Tgl Pengkajian : 28 Oktober 2021
No RM : 29.80.95
Diagnosa Medis : Unstable Angina Pectoris
3.1.2 Riwayat Kesehatan/Perawatan
3.1.2.1 Keluhan Utama :
Pasien mengeluhkan nyeri pada dada. P : Nyeri muncul pada saat ada
bergerak, Q : Terasa seperti tertusuk-tusuk, R : Terasa pada kedua dada,
S : Skala nyeri 5, T : Muncul sekitar 1-3 menit.
3.1.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien dibawa oleh Istri dari rujukan RSUD Muara Teweh Sesak Napas
dan Nyeri dada ketika sampai di RSUD dr. Doris Sylvanus pukul 10:25
WIB, di lakukan pengkajian oleh perawat.

3.1.2.3 Riwayat Alergi :


Pasien tidak mempunyai riwayat alergi, baik obat, makanan, dan lainnya.

2
3.1.3.1 Prioritas Triase :
Triase : Kuning (Gawat)
Keluhan Utama : Nyeri pada kedua dada
3.1.4.1 Data Primer :
A. Airway
Jalan nafas paten, tidak ada obstruksi jalan nafas
B. Breathing
Gerakkan dinding dada simetris, irama nafas cepat, pola nafas teratur,
retraksi otot dada (-), sesak nafas (+), saturasi O2 96 %, RR : 24x/menit.
C. Circulation
Td : 106/68 mmHg, N : 68 x/menit, nadi teraba, irama regular, sianosis
(-), CRT < 2 detik, terpasang infus NaCl 0,9% 10tpm
D. Disability
Respon pasien sadar, pupil isokor, GCS E 4 V 5 M 6 (Compos mentis)
E. Exposure
Pasien tidak terdapat jejas, S : 36,00C
3.1.5.1 Data Sekunder :
Keadaan Umum : Pasien sadar
A. Kepala/Leher
Kulit kepala tampak bersih, mata tampak simetris, kongjutiva anemis,
tidak ditemukan massa pada leher, tidak ada jaringan parut, kelenjar
limfe tidak teraba, kelenjar tiroid tidak teraba, mobilitas leher bebas.
B. Thorax/Jantung
Ada pengembangan dada, tampak simetris antar kedua lapang paru,
frekuensi nafas 24x/menit, tidak teratur
C. Abdomen
Tidak terjadi distensi pada abdomen, tidak terdapat nyeri tekan, bising
usus.
D. Ektremitas
Kemampuan pergerakkan sendi bebas, tidak terdapat nyeri. Uji
kekuatan otot ekstremitas atas 5 5, ekstremitas bawah 5 5.

3
3.2 PEMERIKSAAN PENUNJANG

3.3 Resep Obat/ tindakan medis :


- Nacl 0,9 %
- ing. Renitidine 25 mg
- P/O CPG 1x25 mg
- Aspilet 1x50 mg
- aturoastatin 1x20 mg

3.4 Pemeriksaan Diagnostik :

EKG
Tanggal : 28.10.2021

Hasil EKG

ANALISIS DATA

4
F. DIAGNOSA KEPERAWATAN GAWAT DARURAT G. RENCANA KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

1. Keefektifan bersihan jalan napas b.d. obstruksi trakeobronkial, adanya □ Lakukan manuver jaw trust, head thilt dan chin lift.
benda asing pada jalan napas, sekret tertahan di saluran napas. □ Keluarkan benda asing, lakukan suction, needle cricothyroidectomy.
2. Resiko aspirasi b.d. trauma wajah, mulut atau leher, penurunan tingkat □ Pasang OPA, NPA, ETT, stabilisasi cervical (collar brace).
kesadaran, peningkatan tekanan intragastrik. □ Berikan bantuan napas buatan, ventilasi mekanik, ventilasi dengan
3. Ketidakefektifan pola napas b.d. nyeri, cedera pada spinal, kelelahan ventilator.
otot pernapasan, kerusakan otot rangka.  □ Berikan O2 sesuai kebutuhan melalui nasal canula, masker. 
4. Gangguan pertukaran gas b.d. perubahan kapasitas darah membawa □ Monitor SpO2. 
oksigen, ketidakseimbangan membran pertukaran kapiler dan alveolus. □ Monitor tanda-tanda vital secara periodik. 
5. Penurunan curah jantung b.d. perubahan kekuatan jantung dalam □ Monitor tingkat kesadaran secara periodik.
melawan kontraksi otot jantung, menurunnya keluaran jantung, □ Monitor EKG. 
penurunan isi sekuncup yang disebabkan oleh masalah □ Pasang infus, sampel darah, cek AGD .
elektrofisiologis. 
6. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan (cerebral, cardiopulmonar, renal, □ Hentikan perdarahan, KIE banyak minum.
gastrointestinal, periferal) b.d. penurunan pertukaran sel, hipovolemia, □ Berikan posisi semiflower. 
penurunan aliran darah arteri. □ Berikan posisi head up 30º
7. Kekurangan / resiko kekurangan volume cairan b.d. kehilangan volume □ Pasang dower cateter untuk monitor cairan keluar.
cairan aktif, kerusakan mekanisme regulasi. □ Berikan cairan intravena, cairan koloid, darah atau produk darah,
8. Kelebihan volume cairan b.d. mekanisme regulasi yang terganggu. ekspander plasma.
9. Diare b.d. penyalahgunaan laxatif, proses infeksi, malabsorpsi. □ Kaji turgor kulit dan membran mukosa mulut.
10. Retensi urin b.d. obstruksi traktus urinarius, gangguan neurovaskular, □ Awasi tetesan cairan, berikan cairan sesuai kebutuhan.
trauma, hipertofi blader prostat. □ Pasang NGT
11. Nyeri akut, kronis b.d. spasme otot dan jaringan, trauma jaringan,  □ Kumbah Lambung
ketidakmampuan fisik kronik. □ Atasi nyeri, delegatif pemberian analgetika, teknik distraksi, relaksasi. 
12. Hipertermia b.d. dehidrasi, peningkatan kecepatan metabolisme, □ Lakukan perawatan luka dengan teknik septik aseptik.
trauma, proses perjalanan penyakit. □ Berikan kompres hangat.
13. Kerusakan mobilitas fisik b.d. kerusakan muskuloskletal dan □ Berikan posisi semiflower bila tidak ada kontraindikasi.
neuromuskular, kehilangan integritas struktur tulang, penurunan □ Delegatif pemberian antipiretik.
kekuatan dan ketahanan tubuh. □ Monitor intake dan output cairan.
14. Pk Anemia. □ Pasang spalk, lakukan imobilisasi.
15. Konstipasi b.d. diet, asupan cairan, tingkat aktivitas, kebiasaan defekasi. □ Kaji tanda-tanda kompartemen pada daerah distal dari fraktur.
16. Resiko jatuh b.d. penyakit, gangguan keseimbangan, penurunan status □ Pastikan pengaman terpasang dan rem tempat tidur terkunci dengan baik.
mental, penggunaan obat, penggunaan alkohol. □ Pasang gelang kuning pada pasien sebagai penanda pasien perlu
17. Resiko mencederai diri dan orang lain berhubungan dengan agresif. pengawasan.
18. Gaduh gelisah b.d. penyakitnya. □ Lakukan pengikatan pasien, kolaborasi obat penenang.
................................................................................................................... □ Delegatif Pemberian Analgetik
................................................................................................................... □ ...................................................................................................................
................................................................................................................... □ ...................................................................................................................
................................................................................................................... □ ...................................................................................................................

5
ANALISIS DATA

DATA SUBYEKTIF
KEMUNGKINAN
DAN DATA MASAL AH
PENYEBAB
OBYEKTIF

Nekrose
DX 1 :

Data Subjektif :
Sintesa prostaglandin
1. Klien mengatakan
merangsang bradikinin
merasakan nyeri
sebagai preseptor nyeri
pada dada nya
2. P : Muncul pada
saat ada Gerakan,
Reseptor nyeri
Q : Terasa seperti
ditusuk-tusuk, R :
Terasa pada dada, Nyeri akut
Spinotalamikus lateralis
T : Muncul sekitar
1-3 menit
Data Objektif :
Thamalus
1. Skala nyeri 5
2. Pasien tampak lelah
3. Pasien tampak
Koerteks serebri
gelisah
4. TTV :
TD : 106 /68 mmHg
Interpretasi nyeri angina
Nadi : 66 x/menit
pectoris
RR : 24 x/menit
Suhu: 36,0℃

DX 2 Penurunan curah jantung

Data Subjektif : Pola nafas tidak


1. Klien mengatakan efektif
merasakan sesak Kegagalan pompa jantung
nafas
2. Klien mengatakan
Nyeri di dada
3. Klien badan terasa Gagal pompa ventrikel
lemas jantung

Data objektif :
1. Tanda-tanda vital:
Darah diparu kekurangan 02
TD: 106/68mmHg
RR: 24 x/i
SpO2: 98 %
N: 66 x/i RR meningkat

6
S: 36.0 0C
Penggunaan otot bantu
2. Klien tanpak
menggunakan otot
bantu nafas
Sesak nafas

Suplai darah ke otot jantung


menurun
DX 3

Data Subjektif : Mengenai ventrikel kiri


1. Klien mengatakan
cepat lelah, badan
terasa lemas jika
timbul sesak napas Kontraksi ventrikel kiri
dan nyeri dada.

Data objektif :
1. Klien nampak Fungsi ventrikel kiri
pucat menurun Penurunan Curah
2. Klien tampak jantung
lemas
3. Tanda-tanda RR meningkat
vital: TD:
106/68mmHg
RR: 24 x/i
Tekanan pengisian diastolic
SpO2: 98 % menurun
N: 66 x/i
S: 36.0 0C

Penurunan curah jantung

1. Nyeri akut berhubungan dengan Sesak napas dan nyeri dada ditandai dengan
klien mengatakan merasakan nyeri pada dada nya, P : muncul pada saat ada
gerakan, Q : terasa seperti ditusuk-tusuk dan sesak napas, R : terasa pada
nyeri dada, T : muncul sekitar 1-3 menit, skala nyeri 5, pasien tampak

7
meringis, pasien tampak gelisah, TTV : TD : 106 /68 mmHg, Nadi : 66
x/menit, RR : 24 x/menit, Suhu: 36,0 ℃.

2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan RR meningkat ditandai dengan


klien mengatakan sesak nafas, klien nampak nyeri di dada, sesak nafas pada
saat beraktivitas, tipe pernafasan dada, irama pernafasan tidak teratur, RR :
24xmenit.

3. Penurunan Curah Jantung berhubungan dengan Perubahan irama jantung


ditandai dengan Tn. M mengatakan cepat lelah dan badan terasa lemas, klien
nampak pucat, TTV : TD : 106/68 mmHg, N : 66x/menit, RR : 204x/menit,
S : 36,00C, SpO2: 98 %.

PRIORITAS MASALAH

8
INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa Keperawatan 1 Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


1. Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan Observasi :
keperawatan selama 1 × 4 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, 1. Untuk memantau perkembangan
dengan agen cidera fisik
Jam diharapkan Nyeri yang durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
ditandai dengan klien dirasakan klien dapat nyeri
berkurang dan Kondisi 2. Identifikasi skala nyeri 2. Mengetahui skala nyeri yang
mengatakan merasakan
klien membaik dengan dirasakan pasien
nyeri pada dada, P : muncul kriteria hasil : 3. Identifikasi faktor yang 3. Untuk mengetahui faktor apa yang
- Keluhan nyeri menurun memperberat dan memperingan memperberat dan memperingan
pada saat ada gerakan, Q :
(5) nyeri nyeri
terasa seperti ditusuk-tusuk - Gelisah menurun (5) Terapeutik :
- Meringis menurun (5) 4. Kontrol lingkungan yang 4. Memberikan kondisi lingkungan
dan sesak napas, R : terasa
memperberat rasa nyeri yang nyaman untuk membantu
pada dadanya, T : muncul meredakan nyeri
sekitar 1-3 menit, skala
Edukasi : 5. Agar klien dan keluarga dapat
nyeri 5, pasien tampak
5. Ajarkan teknik nonfarmakologis melakukan secara mandiri ketika
meringis, pasien tampak untuk mengurangi nyeri (Distraksi) nyeri muncul
Kolaborasi :
gelisah, TTV : TD : 106 /68
6. Kolaborasi pemberian analgetik 6. Bekerjasama melakukan
mmHg, Nadi : 66x/menit, pemberian obat dengan ahli
kesehatan lainnya.
RR : 24 x/menit, Suhu:
36,0 ℃

9
Diagnosa Keperawatan 2 Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
2. Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan Observasi :
keperawatan selama 1 × 4 1. Observasi tanda-tanda vital 1. Untuk mengetahui perkembangan
berhubungan dengan RR
Jam diharapkan mobilitas status kesehatan pasien
meningkat ditandai dengan yang dirasakan klien dapat 2. Monitor bunyi napas tambahan 2. Untuk mengetahui adanya suara
berkurang dan Kondisi 3. Mempertahankan kepatenan jalan nafas tambahan
klien mengatakan sesak
klien membaik dengan nafas 3. Untuk mengetahui adanya suara
nafas, klien nampak nyeri kriteria hasil : 4. Posisikan semi-Fowler atau Fowler nafas tambahan
- Pasien tidak sesak nafas 5. Berikan minuman hangat 4. Posisi semi-fowler atau fowler
di dada, sesak nafas pada
(5) 6. Kolaborasipemberian bronkodilator, dapat mengurangi sesak napas
saat beraktivitas, tipe - Pasien tidak terpasang ekspektoran, mukolitik, jika perlu 5. Untuk membantu mempermudah
oksigen nasal kanul 2 pengeluarran sputum
pernafasan dada, irama
Lpm (5) 6. Untuk bekerjama sama
pernafasan tidak teratur, - Tidak terdapat suara memberikan dosis yang sesuai

10
RR : 24xmenit. nafas tambahan (5) dengan kebutuhan
- Pernafasan kembali Terapeutik : 1. Untuk mencegah timbul nya sesak
normal 16-20 x/menit 1. Berikan posisi yang nyaman napas dan nyeri dada
(5) 2. Tingkatkan aktivitas sesuai batas 2. Mengetahui tingkat aktivitas
toleransi

Edukasi :
1. Ajarkan dan dukung pasien dalam 1. Meningkatkan sirkulasi dan
Latihan napas mencegah timbul nya sesak napas
Kolaborasi : 1. Sebagai suatu sumber untuk
1. Kolaborasi dalam hal ahli terapi mengembangkan perencanaan dan
pemulihan pasien

11
Diagnosa Keperawatan 3 Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
3. Penurunan Curah Jantung Setelah dilakukan tindakan Observasi :
keperawatan selama 1 × 4 1. Identifikasi tanda/gejala primer 1. Untuk mengetahui perkembangan
berhubungan dengan
Jam diharapkan mobilitas penurunan curah jantung primer penurunan curah jantung
Perubahan irama jantung yang dirasakan klien dapat
berkurang dan Kondisi 2. Identifikasi tanda/gejala sekunder 2. Untuk mengetahui perkembangan
ditandai dengan Tn. M
klien membaik dengan penurunan curah jantung sekunder penurunan curah jantung
mengatakan cepat lelah dan kriteria hasil : 3. Untuk mengetahui perkembangan
- Klien tidak mudah 3. Monitor TTV tanda vital
badan terasa lemas, klien
lelah
nampak pucat, TTV : TD : - Klien tidak terasa 4. Monitor EKG 4. Agar mengetahui perkembangan
lemas irama jantung klien
106/68 mmHg, N :
- TTV kembali dalam 5. Periksa tekanan darah dan frekuensi 5. Untuk mengurangi stress
66x/menit, RR : rentang normal nadi sebelum pemberian obat
6. Untuk mempertahankan saturasi
204x/menit, S : 36,00C,
6. Berikan terapi relaksasi jika perlu O2 >94%
SpO2: 98 %. 7. Berikan O2 7. Mambantu menstabilkan irama
jantung
.
Terapeutik : 1. Untuk mencegah timbul
1. Berikan posisi yang nyaman penurunan curah jantung
2. Tingkatkan aktivitas sesuai batas 2. Mengetahui tingkat aktivitas
toleransi

Edukasi :
1. Ajarkan dan dukung pasien dalam 1. Meningkatkan sirkulasi dan
Latihan napas mencegah timbul nya sesak napas
Kolaborasi : 1. Sebagai suatu sumber untuk
1. Kolaborasi dalam hal ahli terapi mengembangkan perencanaan dan

12
pemulihan pasien

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

Hari/Tanggal Implementasi Evaluasi ( SOAP ) Tanda tangan dan Nama


Perawat

Kamis, 28 Oktober 2021 Diagnosa 1 S : - Klien mengatakan rasa nyeri nya Jenny Amsal
10:25 WIB 1. Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, berkurang
Nyeri Akut berhubungan durasi, frekuensi, kualitas, intensitas O :
dengan agen nyeri dada nyeri 1. Nyeri terasakan berkurang di saat
2. Mengidentifikasi skala nyeri muncul
3. Mengidentifikasi faktor yang 2. Skala nyeri 3
memperberat dan memperingan nyeri 3. Klien masih tampak lelah
4. Mengkontrol lingkungan yang 4. Membantu klien mengkontrol
memperberat rasa nyeri pencahayaan dan kebisingan
5. Berkolaborasi pemberian obat Pereda nyeri diruang klien

13
A : Masalah teratasi sebagian
P : Melanjutkan intervensi 2&3

Hari/Tanggal Implementasi Evaluasi ( SOAP ) Tanda tangan


dan Nama
Perawat
Kamis, 28 Oktober 2021 Diagnosa 2 S : - Klien mengatakan sesak napas Jenny Amsal
10:25 WIB 1. Mengobservasi tanda-tanda vital berkurang
Pola napas tidak efektif O :
2. Memberikan posisi yang nyaman
berhubungan dengan 1. TD : 106/68, N : 89, RR : 22, S :
sesaak napas 3. Memonitor pola nafas 36,8 C
2. Klien di berikan posisi semi
4. Mempertahankan kepatenan jalan
fowler
nafas 3. Aktivitas klien masih di bantu
keluarga dan perawat
5. Memposisikan semi-Fowler atau
4. Klien nampak masih bisa makan
Fowler secara mandiri
5. Klien nampak lebih tenang
6. Klien nampak memahami dan
6. Memberikan minuman hangat.
memperaktikan
A : Masalah teratasi sebagian
7. Berkolaborasi pemberian
P : Melanjutkan intervensi
bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, 2&3

14
jika perlu

Hari/Tanggal Implementasi Evaluasi ( SOAP ) Tanda tangan dan


Nama Perawat
Kamis, 28 Oktober 2021 Diagnosa 3 S : - Klien mengatakan pada saat Jenny Amsal
11:25 WIB 1. Memonitor TTV beraktivitas sudah mulai kuat.
Penurunan curah jantung O :
2. Identifikasi tanda/gejala primer
1. Klien tidak terlalu pucat
penurunan curah jantung 2. TTV : TD : 106/70 mmHg, N :
89x/menit, RR : 21x/menit, S :
3. Memonitor EKG
36,70C
4. Berkolaborasi pemberian 3. Berkolaborasi dalam pemberian
ISDN 3x10mg untuk meredakan
antiaritmia
nyeri dada dan agar aliran darah
dapat mengalir lebih lancar ke otot
jantung
A : Masalah teratasi sebagian
P : Melanjutkan intervensi 2&3

15
J. INFORMASI PEMINDAHAN RUANGAN / PEMULANGAN PASIEN

INFORMASI √ KETERANGAN

MRS Di Ruang :

□ Foto Rontgen : .............................................. □ Laboratorium : ........ lembar □ EKG : ........ lembar

□ Obat-obatan :

Dipulangkan □ KIE □ Obat pulang  Foto Rontgen □ Laboratorium □ Kontrol Poliklinik

Pulang Paksa □ KIE □ Tanda tangan pernyataan pulang paksa

Meninggal Dinyatakan meninggal pk. _____._____ WIB □ Surat keterangan meninggal

Minggat Dinyatakan minggat pk. _____._____ WIB □ Lapor Satpam □ Lapor MOD

□ Lapor Supervisi □ Lapor Humas

Palangka Raya, 28.10.2021 Pukul:11.00 WIB

Nama dan Tanda Tangan Dokter Jaga Nama dan Tanda Tangan Perawat Pengkaji

( dr. Dwiputra Tesan ) ( Jenny Amsal )

OBSERVASI KOMPREHENSIF

Tanggal

Jam

Nadi

Tensi Suhu 40

16
200 39

150 38

100 37

50 36

Respirasi

Skala nyeri (0-10)

V
GCS
M

Total

R. Pupil Ka/ki

Nama / Tanda tangan

17
OBSERVASI CAIRAN

MASUK KELUAR

Tanggal Jam Jenis Cairan No. Botol IV Oral/NGT Drain NGT Urine BAB

18
BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Setelah dilakukan studi kasus pada Tn. M dengan UAP NSTEMI dapat
disimpulkan beberapa hal diantaranya :
1. Pada pengkajian klien dengan Pola napas tidak efektif dan Nyeri Akut, kita
harus cermat dalam pengumpulan data yaitu dengan mengetahui keluhan utama
yang normal, riwayat kesehatan yang lalu dan sekarang, pemeriksaan fisik dan
pola kehidupan sehari-hari klien.
2. Diagnosa yang muncul ditentukan dari kondisi klien dan patofisiologi penyakit
klien.
3. Untuk menentukan prioritas diperlukan pengetahuan perawat mengenai kondisi
klien yang ada di lapangan, dengan mendahulukan kebutuhan/ keadaan yang
mendesak untuk diselesaikan/diatasi yang mungkin dapat membahayakan klien.
4. Pada rencana tindakan tidak semua diterpkan dalam implemntasi secara ideal,
tetapi dissuaikan dengan situasi kondisi dan fasilitas ruangan.
5. Evaluasi secara umum terhadap klien setelah dilakukan tindakan keperawatan
masalah teratasi dan masalah teratasi sebagian. Hal ini terjadi karena
keterbatasan dalam waktu.
6. Keberhasilan tujuan dapat dicapai dalam asuhan keperawatan yang diberikan
pada Tn. M jika melibatkan peran klien, keluarga dan tim kesehatan lain.

Asuhan keperawatan medis pada Tn.M dengan UAP NSTEMI dalam pemberian
asuhan keperawatan disesuaikan dengan standar keperawatan dalam pelaksanaan
intervensi dan implementasi.
4.2 Saran
Dalam melakukan perawatan perawat harus mampu mengetahui kondisi klien
secara keseluruhan sehingga intervensi yang diberikan bermanfaat untuk kemampuan
fungsional pasien, perawat harus mampu berkolaborasi dengan tim kesehatan lain dan
keluarga untuk mendukung adanya proses keperawatan serta dalam pemberian asuhan
keperawatan diperlukan .

19
DAFTAR PUSTAKA
Andarmoyo, Sulistyo. 2013. Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Ar-Ruzz
Media. Jakarta

Anwar. 2004. Dislipidemia sebagai Faktor Risiko Jantung Koroner. Fakultas


Kedokteran Universitas Sumatera Utara; Sumatera Utara.

Baradero, Marry. 2008. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan


Kardiovaskuler. Jakarta: EGC

Bahri. 2009. Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan system


kardiovaskuler. Malang : UMM Press

Bare, Brenda and Smeltzer, Suzanne, dkk. 2002. Buku Ajar Keperwatan Medikal
Bedah Bruner and Suddarth. Jakarta : EGC.

Benson, H & Proctor, W. 2002. Dasar-dasar respon relaksasi: bagaimana


menggabungkan respon relaksasi dengan keyakinan pribadi anda (alih
bahasa oleh Nurhasan). Bandung: Kaifa

Candra, Pastatik Kristanto. 2013. Efektifitas Teknik Relaksasi Benson Terhadap


Penurunan Nyeri Pada Pasien Post Operasi Di Irina D Blu RSUP Prof. Dr.
Kandaou Manado. (Jurnal)

Corwin, Elizabeth. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC

Depkes RI. 2011. Pedoman Pelayanan ICU Di Rumah Sakit. Jakarta: Depkes RI

Depkes RI. 2012. Pedoman Pelayanan ICU Di Rumah Sakit. Jakarta: Depkes RI

Doengoes E. Marilynn, Moorhouse F. Mary, Geissler C. Alice. (2000). Rencana


Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.

20
21

Anda mungkin juga menyukai