Anda di halaman 1dari 8

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Deskripsi Rusa Sambar


Di Indonesia sendiri terdapat 3 species rusa yang merupakan satwa asli
Indonesia, 3 species itu antara adalah rusa sambar (Cervus unicolor), rusa timor
(Cervus timorensis), dan rusa kijang (Muntiacus muntjak), dan salah satunya adalah
rusa sambar yang memiliki sistematika taksonomi sebagai berikut:
Kerajaan : Animalia
Filium : Chordata
Kelas : Mammalia
Ordo : Artiodactyla
Upaordo : Ruminantia
Famili : Cervidae
Upafamily : Cervinae
Genus : Cervus
Species : Cervus unicolor
Rusa sambar (Cervus unicolor) merupakan rusa terbesar yang sering dijumpai di
Semenanjung Malaysia, Indonesia, Filipina, Thailand, Myanmar, Indochina, Sri
Langka, India, Nepal dan Selatan China. Untuk daerah tropik dengan sebaran di
Indonesia terbatas di Pulau Sumatera, Kalimantan dan Pulau kecil di sekitar Sumatera
(Whitehead, 1994).
Rusa sambar juga merupakan jenis rusa yang besar dan mempunyai kaki yang
panjang, warna kulit dan rambut coklat tua, bagian perut berwarna lebih gelap sampai
kehitam-hitaman, rambut kaku, kasar dan pendek. Berat badan rusa jenis ini
bervariasi antara 185 – 260 kg dengan tinggi badan 140 – 160 cm. Jantan dewasa
memiliki rambut surai yang panjang dan lebat di bagian leher dan atas kepala, rusa
sambar mencapai dewasa kelamin pada umur 8 bulan dan dapat hidup hingga umur
11 tahun. Pada lingkungan peternakan di Australia, rusa sambar betina dapat
mencapai berat badan 228 kg (Anderson, 1984).
Lebih jelasnya gambar Rusa Sambar (Cervus unicolor) dapat dilihat pada pada
gambar 1 dibawah ini.

Gambar 1. Rusa Sambar (Cervus unicolor)

Rusa sambar memperlihatkan masa reproduksinya ditandai dengan tingkah


laku yang lebih jinak daripada dalam keadaan biasanya. Masa reproduksi pada rusa
sambar betina terlihat antara bulan Juli hingga Agustus, selang beranak antara yang
pertama dan kedua berjarak satu tahun dua bulan, sedangkan lama kebuntingannya
adalah antara 250-285 hari. Di zona temperate, musim kawin rusa white-tailed
(Odocoileus virginianus) sangat dipengaruhi oleh iklim, akan tetapi ruminansia ini
dapat kawin sepanjang tahun jika hidup di kawasan tropis (Liet al., 2001).
Penelitian yang dilakukan oleh (Semiadi et al. 1994), menunjukkan bahwa ada
beberapa aktivitas penting yang dilakukan oleh jantan pada masa kawin seperti
bercumbu, merawat diri, berlatih tanding, mengosokkan rangga atau tanduk ke batang
kayu dan semak belukar, berjalan, berkelahi serta kawin. Penanganan terhadap
individu jantan yang memasuki masa birahi cukup penting mengingat perilaku agresif
yang seringkali berakibat fatal. Selama penelitian berlangsung diketahui adanya
seekor jantan dewasa yang tewas ketika bertarung. Dari pengamatan pada jantan
yang telah cukup lama memasuki masa rangga atau tanduk yang keras tampak adanya
tanda-tanda luka pada sekujur tubuh akibat perkelahian.
2.2. Habitat
Habitat alami rusa terdiri atas beberapa tipe vegetasi seperti savana yang
dimanfaatkan sebagai sumber pakan dan vegetasi hutan yang tidak terlalu rapat untuk
tempat bernaung (istirahat), kawin, dan menghindarkan diri dari predator. Hutan
sampai ketinggian 2.600 m di atas permukaan laut dengan padang rumput merupakan
habitat yang paling disukai oleh rusa terutama jenis Cervus timorensis, kecuali
Cervus unicolor yang sebagian besar aktivitas hariannya dilakukan pada daerah
payau (Garsetiasih & Mariana 2007).
Habitat penangkaran berbeda dengan habitat alami. Berdasarkan ciri habitatnya,
pada habitat penangkaran terdapat peningkatan nutrisi, bertambahnya persaingan
intraspesifik untuk memperoleh makanan, berkurangnya pemangsaan oleh predator
alami, berkurangnya penyakit dan parasit serta meningkatnya kontak dengan manusia
(Grier & Burk, 1992).

2.3. Aktivitas Makan


(Semiadi et al., 1993) aktivitas makan pada rusa disebut grazing (merumput)
didefinisikan sebagai aktivitas mencari dan memasukkan hijauan ke dalam mulut,
apabila diamati dari pola aktif makan harian selama hari terang terdapat flu ktuasi
yang mengikuti aktivitas harian kawanan dimana terlihat tiga puncak utama yaitu
pada pagi hari antara pukul 07:00 sampai 09:00, siang antara pukul 11:00 sampai
14:00 dan sore mulai pukul 17:00 sampai 18:00, tingginya kebutuhan makan pada
betina disebabkan karena betina yang merawat anak harus menyediakan air susu
sebagai makanan pokok anak selain untuk kebutuhan metabolisme induk itu sendiri.

2.4. Aktivitas Istirahat


Aktivitas istirahat rusa sambar memiliki beberapa kategori, menurut (Semiadi et
al. 1993). aktivitas istirahat adalah aktivitas selain makan dan memamah biak namun
demikian definisi ini tidak menjelaskan pada posisi apa aktivitas istirahat itu
dilakukan, bisa jadi berpindahnya seekor rusa dari satu tempat ketempat lain disebut
istirahat karena tidak sedang melakukan aktivitas makan atau memamah biak.
Aktivitas istirahat rusa pada pagi hari lebih lama dan serentak dibandingkan
sore hari kondisi ini kemungkinan disebabkan cuaca yang terik oleh sinar matahari
musim kemarau, perilaku yang sama ditunjukkan pula pada rusa sambar dimana
spesies yang berasal dari daerah tropis memiliki penyesuaian khusus untuk
mengurangi tekanan suhu dengan mengurangi aktivitas makan pada siang hari dan
menggantinya pada malam hari. terhadap rusa sambar diketahui bahwa aktivitas
istirahat pagi dilakukan pada antara pukul 08:00-10:00 sedangkan pada sore hari yaitu
pada pukul 13:00- 15.00 (Semiadi et al. 1993).

2.5. Aktivitas Lainnya


Aktivitas lain didefinisikan sebagai aktivitas selain makan dan istirahat,
misalnya berjalan, memelihara diri, merawat anak, bercumbu, bertarung, berlari dan
lain-lain. Salah satu aktivitas menonjol adalah kegiatan yang berkaitan dengan
perilaku berbiak pada jantan dewasa seperti bertarung, baik dengan sesama jantan
maupun sekedar mengasah rangga di batang pohon, rangga yang artinya tanduk rusa
dan bercabang (Lelono, 2003).

2.6. Konservasi
Konservasi sumber daya alam adalah kegiatan yang meliputi perlindungan,
pengawetan, pemeliharaan, rehabilitas, introduksi, pelestarian, pemanfaatan dan
pengembangan. Ada dua macam jenis konservasi yaitu, konservasi in-situ dan
konservasi ex-situ, konservasi in-situ adalah koservasi sumber daya genetik yang
dilakukan dalam populasi alami sumber daya genetik tersebut, berupaya untuk
melindungi spesies tumbuhan atau hewan yang terancam punah dihabitat aslinya baik
dengan melindungi, membersihkan atau mempertahankan spesies dari pemangsa,
konservasi ini biasa dilakukan pada kawasan Taman Nasional, Suaka Margasatwa,
Cagar Alam. Sedangkan ex-situ ini pelestarian komponen keanekaragaman hayati
diluar habitat aslinya, pelestarian ini dilakukan pada Kebun Raya, Translokasi
Hewan, Kebun Binatang. (Alikondra, 1990).
Konservasi yang paling sederhana adalah menjaga dan melindungi sumber daya
alam untuk mencegah terjadinya kehilangan suatu plasma nutfah atau substansi yang
mengatur perilaku kehidupan secara turun termurun, sehingga populasinya
mempunyai sifat yang membedakan dari populasi yang lainnya. Pada perkembangan
selanjunya, konservasi sumber daya alam tidak hanya melindungi beberapa spesies
hewan atau tumbuhan yang menghasilkan sesuatu bagi manusia, tetapi dilihat pula
perbeda dan fungsi dari ekosistem yang ada, sehingga dapat melestarikan juga
berbagai kehidupan yang lain, baik yang diketahui maupun yang sama sekali tidak
diketahui (Groom et al, 2006).
Pengelolahan satwa liar merupakan bagian dari upaya konservasi satwa liar.
(Alikondra, 1990), konservasi satwa liar merupakan proses sosial yang bertujuan
untuk memanfaatkan satwa liar dan memelihara satwa liar serta kelestarian
produktivitas habitatnya. Upaya keberhasilan konservasi ini sangat ditentukan oleh
peran serta pengelolaannya dalam berbagai kegiatan konservasi, keadaan organisasi
dan adminitrasi pengelolaan, jumlah dan kualitas tugas, peran masyarakat serta
peraturan perundang-undangan. Rusa Sambar (Cervus unicolor) merupakan
ruminansia endemik atau hewan pemamah biak yang terdapat di Provinsi Bengkulu
yang populasinya terus cenderung menurun dan menjadi langka, hal ini dibuktikan
dengan sulit ditemukannya spesies ini di daerah lain. Sebagaimana kita ketahui
dengan terus meningkatnya penurunan populasi ini dan tanpa disertai upaya-upaya
konservasi, maka akan menempatkan ruminansia endemik Bengkulu ini masuk dalam
status terancam punah suatu saat nanti. Pada kawasan konservasi Taman Nasional
Kerinci Seblat di Provinsi Bengkulu rusa sambar menjadi ruminansia endemik yang
dapat digolongkan sebagai plasma nutfah Indonesia yang populasinya terus
mengalami penurunan.

2.7. Perilaku Sosial


Suatu metode dalam mempelajari struktur sosial suatu kelompok adalah pada
penekanan perilaku yang khas dari suatu individu kepada individu lain. Sebagai
contoh adalah perilaku induk kepada bayinya atau perilaku jantan dewasa kepada
jantan lainnya (Sionora, 2010).
Menurut (Sionora, 2010). mengatakan bahwa jika perilaku hewan atau satwa
dianalisis dengan jalan deskripsi, maka analisis tersebut harus melalui lebih dari satu
tahapan.
Tahapan-tahapan yang dimaksudkan tersebut meliputi:
1) Interaksi sosial (Social Interactions).
2) Hubungan-hubungan sosial (Social Relationships).
3) Struktur sosial (Social Structure).
Tiga tahapan tersebut berhubungan satu sama lain dimana hubungan-
hubungan sosial diperoleh atas dasar kumpulan interaksi-interaksi sosial, dan begitu
pula dengan struktur sosial yang disusun berdasarkan hubungan-hubungan sosialnya.
Kelompok sosial suatu kumpulan satwa berinteraksi secara teratur, antar individu
kenal satu sama lainnya, hampir seluruh waktunya digunakan untuk berdekatan
dengan yang lainnya daripada dengan bukan anggotanya dan selalu akan menyerang
pada individu yang bukan anggotanya (Sionora, 2010).
Kemudian interaksi sosial didefinisikan sebagai satu dari suatu adegan perilaku
yang didalamnya terdapat komunikasi dianatara dua atau lebih dari individu-individu
satwa yang melakukan interaksi tersebut merupakan anggota dari kelompok sosial
yang sama dan saling mengenal satu sama lainnya, sedangkan hubungan sosial
merupakan jumlah dari interaksi sosial diantara dua individu dari waktu kewaktu
dan adapun struktur sosial adalah isi dan kualitas dari hubungan-hubungan sosial
diantara anggota-amggota dari suatu kelompok sosial. Struktur sosial dari suatu
kelompok mungkin sederhana mungkin juga rumit, akan tetapi setiap individu
diketahui status relatifnya terhadap individu lain (mungkin ia mempunyai posisi
relatif sebagai menangan ”dominant” atau kalahan ”subordinate” terhadap individu
lainnya). Sedangkan status menunjukkan posisi relatif yang berhubungan anatar satu
dengan yang lainnya (Sionora, 2010).
DAFTAR PUSTAKA

Alikodra, H.S. 1990. Pengelolaan Satwa Liar. Jilid I. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas
Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor.

Altmann, J. 1978. Observational Study of Behavior Sampling Methods. Journal


Behaviour XIXI. 2(4): 228-267.

Anderson, T.W. 1984. An Introduction to Multivariate Statistical Analysis. 2nd


Edition, John Wiley & Sons Inc, USA.

Garsetiasih, R. & Mariana. 2007. Model Penangkaran Rusa. Prosiding Ekspose


Hasil-Hasil Penelitian.

Grier, J.W. & Burk, T. 1992. Biology of Animal Behavior. Mosby Year Book, Inc.
New Wellington.

Kuncoro. 2004. Pengantar Pesikologi Hewan. Jilid I . Interaksara. Jakarta.

Lelono, A. 2003. Pola Aktivitas Harian Individual Rusa (Cervus timorensis) dalam
Penangkaran. Jurnal Ilmu Dasar 4 No.1: 48-53.

Liet, C., Jiang, Z., Jiang, G. & Fang, J. 2001. Seasonal Changes of Reproductive
Behavior and Fecal Steroid Concentrations in Pere David's deer. Hormones
and Behavior 40: 518-525.
Martin, P. & Bateson, P. 1988. Measuring Behavior an Introductory Guide. 2nd. Ed.
Cambridge University Press. England.

Groom, M.J., Meffe, G.K. dan Carroll, C.R. 2006. Principles of Conservation
Biology (3 rd ed.). Sunderland, MA. Sinauer Associates. Website with
additional information (http://www.com/groom) (Akses 5 November 2016).

Semiadi, G., Muir, P.D., Barry, T. & Veltman, N. 1993. Grazing Patterns of Sambar
Deer (Cervus unicolor) and Red Deer (Cervus elaphus) in Captivity. New
Zealand Journal of Agricultural Research 36:253-260.

Semiadi, G., Muir, P.D. & Barry, T.N. 1994. General Biology of Cambar Deer
(Cervus unicolor) in Captivity. New Zealand. Journal of Agricultural
Research 37 PP 79-85.
Sionora, R. 2010. Perilaku Sosial Rusa Sambar (Cervus Unicolor) di Kandang
Penangkaran Rusa Unila. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Suttie, J.M. & Simpson, A.M. 1985. Photoperiodic Control of Appetitie, Growth,
Antlers and Endocrine Status of Red Deer. Ed. Fennessy & Dreew Bulletin
22: 429-432.

Whitehead, G.K. 1994. The Whitehead Encylopedia of Deer. Shrewsbury. Swann


Hill Press.

Anda mungkin juga menyukai