Anda di halaman 1dari 28

ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN

TUBERKULOSIS
Untuk memenuhi tugas Keperawatan Gerontik

OLEH :

TRI WARDANI NIM: G2A218087

SITI MUSLIMAH NIM: G2A218089

SIRTONO NIM : G2A218090

FARIDA ADI RAHAYU NIM: G2A218107

ATIK FADHLUN NIM : G2A21810

RINAWATI YULI H NIM: G2A218092

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN LJ TEMANGGUNG

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TEMANGGUNG

2019
BAB I

KONSEP DASAR
A. PROSES MENUA PADA SISTEM PERNAFASAN
Lansia menurut WHO adalah seseorang yang berumur 65 tahun. Pada
lansia efek dari penuaan sudah dapat terlihat. Efek penuaan tersebut dapat
terlihat dari perubahan-perubahanyang terjadi baik dari segi anatomi
maupun fisiologinya. Perubahan-perubahan anatomi padalansia mengenai
hampir seluruh susunan anatomik tubuh, dan perubahan fungsi sel,
jaringan atauorgan. Perubahan anatomi yang terjadi turut berperan
terhadap perubahan fisiologis sistem pernafasan dan kemampuan untuk
mempertahankan homeostasis. Penuaan terjadi secara bertahap sehingga
saat seseorang memasuki masa lansia, ia dapat beradaptasi dengan
perubahanyang terjadi.
Perubahan anatomik sistem respirastory akibat penuaan menurut
Stanley, 2006, sebagai berikut :
a. Paru-paru kecil dan kendur. 
b. Pembesaran alveoli.
c. Penurunan kapasitas vital ; penurunan PaO2 dan residu.
d. Hilangnya recoil elastic.
e. Kelenjar mucus kurang produktif 
f. Pengerasan bronkus dengan peningkatan resistensi.
g. Penurunan sensivitas sfingter esophagus
h. Klasifikasi kartilago kosta, kekakuan tulang iga pada kondisi
pengembangan
i. Hilangnya tonus otot toraks, kelemahan kenaikan dasar paru. 
j. Penurunan sensivitas kemoreseptor

B. ANATOMI DAN FISIOLOGI 

Sedangkan menurut Blair, perubahan anatomi dan fisiologi yang terjadi


pada lansia, yaitu:
a. Hilangnya silia serta terjadinya penurunan reflex batuk dan muntah
pada lansia menyebabkan terjadinya penurunan perlindungan pada
sistem respiratory. Hal ini terjadi karena saluran pernafasan tidak akan
segera merespon atau bereaksi apabilaterdapat benda asing didalam
saluran pernafasan karena reflex batuk dan muntah padalansia telah
mengalami penurunan
b. Penurunan kompliants paru dan dinding dada. Hal ini menyebabkan
jumlah udara(O2) yang dapat masuk ke dalam saluran pernafasan
menurun dan menyebabkanterjadinya peningkatan kerja pernafasan
guna memenuhi kebutuhan tubuh.
c. Atrofi otot pernafasan dan penurunan kekuatan otot pernafasan. Kedua
hal inimenyebabkan pengembangan paru tidak terjadi sebagai mestinya
sehingga klienmengalami kekurangan suplay O2 dan hal ini dapat
menyebabkan kompensasi penigkatan RR yang dapat menyebabkan
kelelahan otot-otot pernafasan pada lansia.
d. Perubahan interstisium parenkim dan penurunan daerah permukaan
alveolar menyebabkan menurunnya tempat difusi oksigen yang
menyebabkan klienkekurangan suplay O2.
e. Klasifikasi kartilago kosta menyebabkan terjadinya peningkatan
diameter anterposterior. Dan hal ini menyebabkan gangguan pada
pengembangan paru yangmengakibatkan berubahnya PaO2 klien.
f. Penurunan recoil elastic. Hal ini menyebabkan peningkatan jumlah
udara yangterjebak pada paru atau biasa disebut dengan peningkatan
volume residu.
g. Pembesaran duktus alveolar. Hal ini menyebabkan terjadinya
penurunan permukaanalveolar yang mengakibatkan jumlah O2 yang
dapat ditampung oleh paru menurun.
h. Peningkatan ukuran dan kekakuan trakea serta jalan nafas pusat.
i. Penurunan fungsi limfosit T dan imunitas humoral. 
j. Penurunan mortilitas esophagus dan gaster serta hilangnya tonus
sfringter kardiak.Hal ini menyebabkan lansia mudah mengalami
aspirasi yang apabila terjadi dapatmengganggu fisiologis pernafasan.
k. Paru-paru kecil dan mengendur. Paru-paru yang mengecil
menyebabkan ruang atau permukaan difusi gas berkurang bila
dibandingkan dengan dewasa
l. Pengerasan bronkus dengan peningkatan resistensi.
m. Kelenjar mucus kurang produktif. Berkurangnya produksi mucus
menyebabkanterganggunya proses penyaringan dan pelembaban udara
yang masuk kedalamsaluran nafas
n. Penurunan sensitivitas kemoreseptor. Penurunan sensitivitas
kemoreseptor pada paru- paru lansia menyebabkan respon paru
terhadap berubahnya keadaan asam basa didalam tubuh melambat. Hal
ini mengakibatkan fungsi paru sebagai salah satu organyang
mengkompensasi perubahan asam basa didalam tubuh terganggu.
C. PENGERTIAN
Tuberculosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Kuman batang aerobic yang tahanasam ini
merupakan mikroorganisme pathogen maupun saporofit. Ada beberapa
mikrobaktekteri pathogen, tapi hanya strain bovin dan manusia yang
patogenik terhadap manusia.
Tuberculosis adalah penyakit infeksius yang menyerang parenkim
paru. Tuberculosis dapat juga ditularkan kedalam tubuh lainnya, termasuk
meninges, ginjal tulang dan nodus limfe.
D. KLASIFIKASI
a. Klasifikasi berdasarkan ORGAN tubuh yang terkena:
1) Tuberkulosis paru Adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan
(parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar
pada hilus.
2) Tuberkulosis ekstra paru Adalah tuberkulosis yang menyerang
organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput
jantung (pericardium), kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit,
usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
b. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan DAHAK mikroskopis, yaitu
pada TB Paru:
1) Tuberkulosis paru BTA positif
a) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya
BTA positif.
b) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks
dada menunjukkan gambaran tuberkulosis.
c) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan
kuman TB positif.
d) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3
spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya
BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian
antibiotika non OAT.
2) Tuberkulosis paru BTA negatif Kasus yang tidak memenuhi
definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria diagnostik TB paru
BTA negatif harus meliputi:
a) Minimal 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif
b) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis
c) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
d) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi
pengobatan
c. Klasifikasi Berdasarkan Tingkat Keparahan Penyakit.
1) TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat
keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk
berat bila gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran
kerusakan paru yang luas (misalnya proses “far advanced”), dan
atau keadaan umum pasien buruk.
2) TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan
penyakitnya, yaitu:
a) TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis
eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi,
dan kelenjar adrenal.
b) TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis
peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang,
TB usus, TB saluran kemih dan alat kelamin. Catatan: • Bila
seorang pasien TB ekstra paru juga mempunyai TB paru,
maka untuk kepentingan pencatatan, pasien tersebut harus
dicatat sebagai pasien TB paru. • Bila seorang pasien dengan
TB ekstra paru pada beberapa organ, maka dicatat sebagai TB
ekstra paru pada organ yang penyakitnya paling berat.
d. Klasifikasi berdasarkan RIWAYAT pengobatan sebelumnya
Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi
menjadi beberapa tipe pasien, yaitu:
1) Kasus Baru Adalah pasien yang BELUM PERNAH diobati dengan
OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4
minggu).
2) Kasus Kambuh (Relaps) Adalah pasien TB yang sebelumnya
pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan
sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan
BTA positif (apusan atau kultur).
3) Kasus Putus Berobat (Default/Drop Out/DO) Adalah pasien TB
yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan
BTA positif.
4) Kasus Gagal (Failure) Adalah pasien yang hasil pemeriksaan
dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan
kelima atau lebih selama pengobatan.
5) Kasus Pindahan (Transfer In) Adalah pasien yang dipindahkan dari
UPK yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan
pengobatannya.
6) Kasus lain Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan
diatas. Dalam kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien
dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai
pengobatan ulangan.
E. ETIOLOGI
Etiologi Tuberkulosis paru (TB paru) adalah bakteri Mycobacterium
tuberculosis. Bakteri ini berbentuk batang yang tahan asam atau sering
disebut sebagai basil tahan asam, intraseluler, dan bersifat aerob.
F. PATOFISIOLOGI DAN PATHWAYS KEPERAWATAN
Sebagian besar basil tuberculosis yang menginfeksi difagosis dengan
makrofag yang menyebar sebelum berkembang atau membentuk
hipersensitifitas atau imunitas sebagian besar akan bertahan didalam sel-
sel darah dan dibawa ke bagian linfe pulmonary melalui sistem limfa.
Basil kemudian akan menyebar keseluruh tubuh dengan demikian
walaupun infeksi kecil akan menyebar dengan cepat, lokasi infeksi primer
bisa atau tidak mengalami proses degenerasi nefrotik, yang menyebabkan
rongga diisi oleh masa basil tuberculosis seperti keju, sel-sel darah putih
yang mati dan jaringan paru nekrotik pada saat itu material akan mencari
dan akan masuk ke batang trakeobraonkial dan dikeluarkan sebagai
sputum. Kebanyakan tuberculosis primer sembuh dalam beberapa bulan
melalui pembentukan jaringan parut fibrosus dan akhirnya lesi yang
mengapur. Lesi ini bisa berisi basil hidup yang dapat aktif kembali setelah
beberapa tahun dan dapat menyebabkan infeksi TB post primer atau TB
sekunder.
G. MANIFESTASI KLINIS
Gejala-gejala dan tanda-tanda fisik penyebab tuberkulosa, seperti:
a. Tanda :
1) Penurunan berat badan 
2) Anoreksia
3) Dispneud
4) Sputum purulen/hijau, mukoid/kuning.
b.    Gejala :
1) Demam
Biasanya menyerupai demam influenza. Keadaan ini sangat
dipengaruhi oleh daya tahan tubuh penderita dengan berat-
ringannya infeksi kuman TBC yang masuk. 
2)      Batuk 
Terjadi karena adanya infeksi pada bronkus. Sifat batuk
dimulai dari batuk kering kemudian setelah timbul peradangan
menjadi batuk produktif (menghasilkan sputum). Pada keadaan
lanjut berupa batuk darah karena terdapat  pembuluh darah
yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada ulkus dinding
bronkus.
3)      Sesak nafas
Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut
dimana infiltrasinya sudah setengan bagian paru.
4)      Nyeri dada
Timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura
(menimbulkan pleuritis).
5)      Malaise
Dapat berupa anoreksia, tidak ada nafsu makan, berat badan
turun, sakit kepala, mering, nyeri otot, keringat malam.
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan meliputi :
1. Pemeriksaan sputum (BTA, TCM)
2. Rontgent torak
3. Pemeriksaan patologi anatomi
4. Uji tuberkulin
I. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Keperawatan
1. Mengobservasi tanda-tanda vital
2. Pemberian zat gizi tktp
3. Pemberian obat dan pengontrolan minum obat secara teratur
4. Menganjurkan pasien jika bersin atau batuk untuk menutup mulut
5. Membuang sputum pada tempat yang khusus medis
6. OAT harus diberikan dengan kombinasi sedikitnya dua obat yang
bersifat bakteri sida dengan atau tanpa obat ketiga. Tujuan pemberian
OAT adalah:
a. Membuat Konversi sputum bta positif menjadi negatif secepat
mungkin melalui kegiatan bakterisida.
b. Mencegah kekambuhan pertama setelah pengobatan dengan
kegiatan sterilisasi
c. Menghilangkan atau mengurangi gejala dan lesi melalui perbaikan
daya tahan imunologis.
7. Pengobatan tuberkulosis yang modern berdasarkan pemberian obat
yang efektif. Terapi harian dengan regimen termasuk isoniazid dan
rifampin selama 9 hingga 12 bulan mewakili pengobatan paling
efektif  yang tersedia dan mampu mencapai hasil yang baik pada 99 %
pasien. Banyak ahli menambahkan obat ketiga pada awal pengobatan
sampai uji sensitivitas tersedia; pirazinamid 1,5-2 g merupakan obat
ketiga yang optimal, dan etambutol 15 mg/kg juga efektif. Pada negara
berkembang yang harga obat merupakan faktor dari isoniazid 300 mg
dan tioasetazon 150 mg selama 12 hingga 18 bulan memberikan
regimen yang dapat mencapai angka penyembuhan 80 hingga 90
persen.
8. Program pengobatan jangka pendek paling baik dianjurkan yang terdiri
dari dua fase. Fase intensif dua bulan pertama dengan pemberian setiap
hari harus meliputi isoniazid 300 mg, rifampin 600 mg, dan
pirazinamid 1,5-2 mg dan juga mencangkup baik streptomisin 0,75-1 g
ataupun etambutol 15 mg/kg.
9. Individu yang memperlihatkan uji kulit tuberkulin positif setelah
sebelumnya negatif, bahkan jika individu tidak memperhatikan adanya
gejala aktif, biasanya mendapat antibiotik selama 6-9 bulan untuk
membantu respons imunnya dan meningkatkan kemungkinan eradikasi
basil total.
10. Jika tuberkulosis resisten obat muncul, obat yang lebih toksik akan
diprogramkan. Pasien mungkin tetap menginap di rumah sakit atau
dibawah pengawasan sejenis karantina jika tingkat kepatuhan terhadap
terapi medis cenderung rendah
J. Konsep Dasar Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas klien: selain nama klien, asal kota dan daerah, jumlah
keluarga.
b. Keluhan: penyebab klien sampai dibawa ke rumah sakit.
c. Riwayat penyakit sekarang:
d. Tanda dan gejala klinis TB serta terdapat benjolan/bisul pada
tempat-tempat kelenjar seperti: leher, inguinal, axilla dan sub
mandibula.
e. Riwayat penyakit dahulu
f. Riwayat sosial ekonomi dan lingkungan.
g. Riwayat keluarga.
Biasanya keluarga ada yang mempunyai penyakit yang sama.
h. Aspek psikososial.
1) Merasa dikucilkan dan tidak dapat berkomunikasi dengan
bebas, menarik diri.
2) Biasanya pada keluarga yang kurang mampu.
3) Masalah berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh
perlu waktu yang lama dan biaya yang banyak.Tidak
bersemangat dan putus harapan.
i. Lingkungan:
Lingkungan kurang sehat (polusi, limbah), pemukiman yang
padat, ventilasi rumah yang kurang sehingga pertukaran udara
kurang, daerah di dalam rumah lembab, tidak cukup sinar
matahari, jumlah anggota keluarga yang banyak.
j. Pola fungsi kesehatan.
k. Pola persepsi sehat dan penatalaksanaan kesehatan.
Kurang menerapkan PHBS yang baik, rumah kumuh, jumlah
anggota keluarga banyak, lingkungan dalam rumah lembab,
jendela jarang dibuka sehingga sinar matahari tidak dapat masuk,
ventilasi minim menybabkan pertukaran udara kurang, sejak kecil
anggita keluarga tidak dibiasakan imunisasi.
l. Pola nutrisi -  metabolik.
Anoreksia, mual, tidak enak diperut, BB turun, turgor kulit jelek,
kulit kering dan kehilangan lemak sub kutan, sulit dan sakit
menelan.
m. Pola eliminasi
Perubahan karakteristik feses dan urine, nyeri tekan pada kuadran
kanan atas dan hepatomegali, nyeri tekan pada kuadran kiri atas
dan splenomegali.
n. Pola aktifitas – latihan
Pola aktivitas pada pasien TB Paru mengalami penurunan karena
sesak nafas, mudah lelah, tachicardia, jika melakukan aktifitas
berat timbul sesak nafas (nafas pendek).
o. Pola tidur dan istirahat
sulit tidur, frekwensi tidur berkurang dari biasanya, sering
berkeringat pada malam hari.
p. Pola kognitif – perceptual
Kadang terdapat nyeri tekan pada nodul limfa, nyeri tulang umum,
sedangkan dalam hal daya panca indera (perciuman, perabaan,
rasa, penglihatan dan pendengaran) jarang ditemukan adanya
gangguan
q. Pola persepsi diri
Pasien tidak percaya diri, pasif, kadang pemarah, selain itu
Ketakutan dan kecemasan akan muncul pada penderita TB paru
dikarenakan kurangnya pengetahuan tentang pernyakitnya yang
akhirnya membuat kondisi penderita menjadi perasaan tak
berbedanya dan tak ada harapan. (Marilyn. E. Doenges, 2000)
r. Pola peran – hubungan
Penderita dengan TB paru akan mengalami gangguan  dalam hal
hubungan dan peran yang dikarenakan adanya isolasi untuk
menghindari penularan terhadap anggota keluarga  yang lain.
(Marilyn. E. Doenges, 1999).
s. Aktivitas/istirahat
Gejala  :  kelemahan dan kelelahan
Tanda : Kesulitan tidur pada malam atau demam malam hari dan
berkeringat pada malam hari
t. Makanan/cairan
Gejala  : Kehilangan nafsu makan
Tanda : Penurunan BB
u. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyeri dada meningkat karena batuk, gangguan tidur pada
malam hari
Tanda : pasien meringis, tidur tidak nyenyak
v. Pernapasan
Gejala : batuk berdarah, Batuk produktif, Sesak nafas, Takipnea
w. Cardiovaskuler
Gejala  : takikardia
(Doengoes, 2000)
x. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi
Konjungtiva mata pucat karena anemia, malaise, badan kurus/
berat badan menurun. Bila mengenai pleura, paru yang sakit
terlihat agak tertinggal dalam pernapasan.
2) Perkusi
Terdengar suara redup terutama pada apeks paru, bila terdapat
kavitas yang cukup besar, perkusi memberikan suara
hipersonar dan timpani. Bila mengenai pleura, perkusi
memberikan suara pekak. 
3) Auskultasi
Terdengar suara napas bronchial. Akan didapatkan suara napas
tambahan berupa rhonci basah, kasar dan nyaring. Tetapi bila
infiltrasi ini diliputi oleh penebalan pleura, suara napas menjadi
vesikuler melemah. Bila terdapat kavitas yang cukup besar,
auskultasi memberikan suara amforik. Bila mengenai pleura,
auskultasi memberikan suara napas yang lemah sampai tidak
terdengar sama sekali.
4) Palpasi
Badan teraba hangat (demam)
y. Pemeriksaan Diagnostik
1) Pemeriksaan Laboratorium
2) Kultur Sputum : Positif untuk Mycobacterium tuberculosis
pada tahap aktif penyakit
3) Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk
usapan cairan darah) : Positif untuk basil asam-cepat.
4) Tes kulit (Mantoux, potongan Vollmer) : Reaksi positif (area
indurasi 10 mm atau lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah
injeksi intradcrmal antigen) menunjukkan infeksi masa lalu
dan adanya antibodi tetapi tidak secara berarti menunjukkan
penyakit aktif. Reaksi bermakna pada pasien yang secara
klinik sakit berarti bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau
infeksi disebabkan oleh mikobakterium yang berbeda.
5) Anemia bila penyakit berjalan menahun
6) Leukosit ringan dengan predominasi limfosit
7) LED meningkat terutama pada fase akut umumnya nilai
tersebut kembali normal pada tahap penyembuhan.
8) GDA : mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat dan sisa
kerusakan paru.
9) Biopsi jarum pada jaringan paru : Positif untuk granuloma TB;
adanya sel raksasa menunjukkan nekrosis.
10) Elektrolit : Dapat tak normal tergantung pada lokasi dan
beratnya infeksi; contoh hiponatremia disebabkan oleh tak
normalnya retensi air dapat ditemukan pada TB paru kronis
luas.
11) Radiologi
a) Foto thorax : Infiltrasi lesi awal pada area paru atas
simpanan kalsium lesi sembuh primer atau efusi cairan
perubahan menunjukan lebih luas TB dapat termasuk
rongga akan fibrosa. Perubahan mengindikasikan TB
yang lebih berat dapat mencakup area berlubang dan
fibrous. Pada foto thorax tampak pada sisi yang sakit
bayangan hitam dan diafragma menonjol ke atas.
b) Bronchografi : merupakan pemeriksaan khusus untuk
melihat kerusakan bronchus atau kerusakan paru karena
TB.
c) Gambaran radiologi lain yang sering menyertai TBC
adalah penebalan pleura, efusi pleura atau empisema,
penumothoraks (bayangan hitam radio lusen dipinggir
paru atau pleura).
d) Pemeriksaan fungsi paru
Penurunan kualitas vital, peningkatan ruang mati,
peningkatan rasio udara residu: kapasitas paru total dan
penurunan saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi
parenkim/fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit
pleural.
z. Data Subyektif
1) Pasien mengeluh panas
2) Batuk/batuk berdarah
3) Sesak bernafas
4) Nyeri dada
5) Malaise dan kelelahan
Data Obyektif
1) Ronchi basah, kasar dan nyaring.
2) Hipersonor/timpani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada
auskultasi memberi suara limforik.
3) Atropi dan retraksi interkostal pada keadaan lanjut dan fibrosis.
4) Bila mengenai pleura terjadi efusi pleura (perkusi memberikan
suara pekak)
5) Pembesaran kelenjar biasanya multipel.
6) Benjolan/pembesaran kelenjar pada leher (servikal), axilla,
inguinal dan sub mandibula.
7) Kadang terjadi abses.
2. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
a. Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan adanya
infeksi kuman tuberkulosis
b. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret
kental atau sekret darah, kelemahan, upaya batuk buruk, edema
trakeal/faringeal.
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya
keefektifan permukaan paru, atelektasis, kerusakan membran
alveolar kapiler, sekret yang kental, edema bronchial.
d. Gangguan keseimbangan  nutrisi, kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan kelelahan, batuk yang sering, adanya
produksi sputum, dispnea, anoreksia, penurunan kemampuan
finansial.
e. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi paru, batuk menetap.
f. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi aktif.
g. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen.
h. Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan
berhubungan dengan tidak ada yang menerangkan, informasi yang
tidak akurat, terbatasnya pengetahuan/kognitif
3. Rencana Tindakan
Dx 1
Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan adanya infeksi
kuman tuberkulosis.
Tujuan : Tidak terjadi penyebaran infeksi setelah dilakukan tindakan
keperawatan dalam waktu 3x 24 jam.
Kriteria Hasil :
1. Klien mengidentifikasi interfensi untuk mencegah resiko
penyebaran infeksi
2. Klien menunjukkan teknik untuk melakukan perubahan pola
hidup dalam melakkan lingkungan yang nyaman.
3. TB yang diderita klien berkurang/ sembuh

Intervensi
1. Kaji patologi penyakit dan potensial penyebaran infeksi melalui
droplet udara selama batuk, bersin,meludah, bicara, tertawa
ataupun menyanyi.
Rasional : Untuk Membantu pasien menyadari/
menerimaperlunya mematuhi program
pengobatan untukmencegah pengaktifan
berrulang. Pemahaman bagaimana penyakit
disebarkan dan kesadarankemungkinan
tranmisi membantu pasien / orang terdekat
untuk mengambil langkah mencegah infeksike
orang lain
2. Identifikasi orang lain yang beresiko, contoh anggota rumah,
sahabat karib, dan tetangga.
Rasional : Orang-orang yang terpajan ini perlu
program terapi obat untuk mencegah
penyebaran/ terjadinya infeksi.
3.      Anjurkan pasien untuk batuk/ bersin dan mengeluarkan dahak pada
tisu, menghindari meludahsembarangan, kaji pembuangan tisu
sekali pakai dan teknik mencuci tangan yang tepat. Dorong
untukmengulangi demonstrasi.
Rasional : Perilaku yang diperlukan untuk
melakukanpencegahan penyebaran infeksi.
4.   Kaji tindakan kontrol infeksi sementara, contoh masker/ isolasi
pernafasan.
Rasional : Dapat membantu menurunkan rasa terisolasi
pasien an membuang stigma sosial
sehubungandengan penyakit menular.
5.      Observasi TTV (suhu tubuh).
Rasional : Untuk mengetahui keadaan umum klien karena
reaksi demam indikator adanya infeksi lanjut.
6.   Identifikasi faktor resiko individu terhadap pengaktifan berulang
tuberkolusis, contoh tahanan bawah gunakan obat penekan imun
adanya dibetes militus, kanker, kalium.
Rasional : Pengetahuan tentang faktor ini membantu
pasien untuk mengubah pola hidup dan
menghindarimenurunkan insiden eksaserbasi.
7. Tekankan pentingnya tidak menghentikan terapi obat.
Rasional : Periode singkat berakhir 2-3 hari setelah
kemoterapi awal, tetapi pada adanya rongga/
penyakitluas sedang, resiko penyebaran infeksi
dapat berlanjut sampai 3 bulan.
8. Dorong memilih/ mencerna makanan seimbang, berikan sering
makanan kecil dan makanan besardalam jumlah yang tepat.
Rasional : Adanya anoreksia dan malnutrisi sebelumnya
merendahkan tahanan terhadap proses infeksi
danmengganggu penyembuhan.
9. Kolaborasi dengan dokter tentang pengobatan dan terapi.
Rasional : Untuk mempercepat penyembuhan infeksi.
Dx 2
Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental atau
sekret darah, kelemahan, upaya batuk buruk, edema trakeal/faringeal.
Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2x30 menit,
diharapkan bersihan jalan napas pasien efektif dengan kriteria
hasil :
1. pasien melaporkan sesak berkurang
2. pernafasan teratur
3. ekspandi dinding dada simetris
4. ronchi tidak ada
5. sputum berkurang atau tidak ada
6. frekuensi nafas normal (16-24)x/menit
Intervensi
1. Mandiri
a. Auskultasi suara nafas, perhatikan bunyi nafas abnormal
Rasional : Untuk mengidentifikasi kelainan pernafasan
berhubungan dengan obstruksi jalan   napas
b. Monitor usaha pernafasan, pengembangan dada, dan
keteraturan
Rasional : Untuk menentukan intervensi yang tepat dan
mengidentifikasi derajat kelainan pernafasan
c. Observasi produksi sputum, muntahan, atau lidah jatuh ke
belakang
Rasional : Merupakan indikasi dari kerusakan jaringan
otak
d. Pantau tanda-tanda vital terutama frekuensi pernapasan
Rasional : Untuk mengetahui keadaan umum pasien
e. Berikan posisi semifowler jika tidak ada kontraindikasi
Rasional : Meningkatkan ekspansi paru optimal
f. Ajarkan klien napas dalam dan batuk efektif jika dalam
keadaan sadar
Rasional : Batuk efektif akan membantu dalam pengeluaran
secret sehingga jalan        nafas klien kembali
efektif
g. Berikan klien air putih hangat sesuai kebutuhan jika tidak ada
kontraindikasi
Rasional : Untuk meningkatkan rasa nyaman pasien dan
membantu pengeluaran sekret
h. Lakukan fisioterapi dada sesuai indikasi
Rasional : Fisioterapi dada  terdiri dari postural drainase,
perkusi dan fibrasi yang dapat membantu dalam
pengeluaran sekret klien sehingga jalan nafas
klien kembali efektif
i. Lakukan suction bila perlu
Rasional : Membantu dalam pengeluaran sekret klien
sehingga jalan nafas klien           kembali efektif
secara mekanik
j. Lakukan pemasangan selang orofaringeal sesuai indikasi
Rasional : Membantu membebaskan jalan napas
2. Kolaborasi
a. Berikan O2 sesuai indikasi
Rasional : Memenuhi kebutuhan O2
b.        Berikan obat sesuai indikasi misalnya bronkodilator,
mukolitik, antibiotik, atau steroid
Rasional : Membantu membebaskan jalan napas secara
kimiawi

Dx 3
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya keefektifan
kerusakan membran alveolar kapiler.
Tujuan : Setelah diberikan askep selama 2x30 menit diharapkan
pertukaran gas kembali efektif dengan kriteria :
1. Pasien melaporkan keluhan sesak berkurang
2. Pasien melaporkan tidak letih atau lemas
3. Napas teratur
4. Tanda vital stabil
5. Hasil AGD dalam batas normal (PCO2 : 35-45 mmHg,
PO2 : 95-100 mmH
Intervensi :
1. Mandiri
a. Mengkaji frekuensi dan kedalaman pernafasan. Catat penggunaan
otot aksesori, napas bibir, ketidak mampuan berbicara /
berbincang
Rasional : Berguna dalam evaluasi derajat distress pernapasan
atau kronisnya proses penyakit
b. Mengobservasi warna kulit, membran mukosa dan kuku, serta
mencatat adanya sianosis perifer (kuku) atau sianosis pusat
(circumoral).
Rasional : Sianosis kuku menggambarkan vasokontriksi/respon
tubuh terhadap demam. Sianosis cuping hidung,
membran mukosa, dan kulit sekitar mulut dapat
mengindikasikan adanya hipoksemia sistemik
c. Mengobservasi kondisi yang memburuk. Mencatat adanya
hipotensi,pucat, cyanosis, perubahan dalam tingkat kesadaran,
serta dispnea berat dan kelemahan.
Rasional : Mencegah kelelahan dan mengurangi komsumsi
oksigen untuk memfasilitasi resolusi infeksi.
d. Menyiapkan untuk dilakukan tindakan keperawatan kritis jika
diindikasikan
Rasional : Shock dan oedema paru-paru merupakan penyebab
yang sering menyebabkan kematian memerlukan
intervensi medis secepatnya. Intubasi dan ventilasi
mekanis dilakukan pada kondisi insufisiensi
respirasi berat.
b. Kolaborasi
1. Memberikan terapi oksigen sesuai kebutuhan, misalnya: nasal
kanul dan masker
Rasional : Pemberian terapi oksigen untuk menjaga PaO2
diatas 60 mmHg, oksigen yang diberikan sesuai
dengan toleransi dengan pasien
2. Memonitor ABGs, pulse oximetry.
Rasional : Untuk memantau perubahan proses penyakit dan
memfasilitasi perubahan
Dx 4
Gangguan keseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan mual muntah dan intake tidak adekuat.
Tujuan: Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan  kebutuhan
nutrisi adekuat, dengan kriteria hasil: 
1. Menunjukkan berat badan meningkat mencapai tujuan
dengan nilai laboratoriurn normal dan bebas tanda
malnutrisi.
2. Melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan
mempertahankan berat badan yang tepat.
Intervensi:
1. Mandiri
a. Catat status nutrisi pasien: turgor kulit, timbang berat badan,
integritas mukosa mulut, kemampuan menelan, adanya bising usus,
riwayat mual/rnuntah atau diare.
Rasional : Berguna dalam mendefinisikan derajat masalah dan
intervensi yang tepat
b. Kaji ulang  pola diet pasien yang disukai/tidak disukai. 
Rasional : Membantu intervensi kebutuhan yang spesifik,
meningkatkan intake diet pasien.
c. Monitor intake dan output secara periodik.
Rasional : Mengukur keefektifan nutrisi dan cairan.
d. Catat adanya anoreksia, mual, muntah, dan tetapkan jika ada
hubungannya dengan medikasi. Awasi frekuensi, volume,
konsistensi Buang Air Besar (BAB).
Rasional : Dapat menentukan jenis diet dan mengidentifikasi
pemecahan masalah untuk meningkatkan intake nutrisi.
e. Anjurkan bedrest.
Rasional : Membantu menghemat energi khusus saat demam
terjadi peningkatan metabolik.
f. Lakukan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan
pernapasan.
Rasional : Mengurangi rasa tidak enak dari sputum atau obat-
obat yang digunakan yang dapat merangsang
muntah.
g. Anjurkan makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein
dan karbohidrat.
Rasional : Memaksimalkan intake nutrisi dan menurunkan
iritasi gaster.
2. Kolaborasi:
a. Rujuk ke ahli gizi untuk menentukan komposisi diet.
Rasional : Memberikan bantuan dalarn perencaaan diet
dengan nutrisi adekuat unruk kebutuhan metabolik
dan diet.
b. Awasi pemeriksaan laboratorium. (BUN, protein serum, dan
albumin).
Rasional : Nilai rendah menunjukkan malnutrisi dan
perubahan program terapi.
Dx 5
Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi paru, batuk menetap
Tujuan:
Setelah diberikan tindakan keperawatan rasa nyeridapat berkurang atau
terkontrol, dengan KH: 
1. Menyatakan nyeri berkurang atau terkontrol
2. Pasien tampak rileks
Intervensi:
1. Mandiri
a. Observasi karakteristik nyeri, mis tajam, konstan , ditusuk.
Selidiki perubahan karakter /lokasi/intensitas nyeri.
Rasional : Nyeri merupakan respon subjekstif yang dapat
diukur
b. Pantau TTV 
Rasional : Perubahan frekuensi jantung TD menunjukan bahwa
pasien mengalami nyeri, khususnya bila alasan
untuk perubahan tanda vital telah terlihat.
c. Berikan tindakan nyaman mis, pijatan punggung, perubahan
posisi, musik tenang, relaksasi/latihan nafas
Rasional : Tindakan non analgesik diberikan dengan sentuhan
lembut dapat menghilangkan ketidaknyamanan dan
memperbesar efek terapi analgesik.
d. Tawarkan pembersihan mulut dengan sering.
Rasional : Pernafasan mulut dan terapi oksigen dapat
mengiritasi dan mengeringkan membran mukosa,
potensial ketidaknyamanan umum.
e. Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada selama
episode batuk.
Rasional : Alat untuk mengontrol ketidaknyamanan dada
sementara meningkatkan keefektifan upaya batuk.
2. Kloaborasi
a. Kolaborasi dalam pemberian analgesik sesuai indikasi 
Rasional : Obat ini dapat digunakan untuk menekan batuk
non produktif, meningkatkan kenyamanan

Dx 6
Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi aktif.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan
hipertermi dapat diatasi, dengan kriteria  hasil :
1. Pasien melaporkan panas badannya turun.
2. Kulit tidak merah.
3. Suhu dalam rentang normal : 36,5-37,70C.
4. Nadi dalam batas normal : 60-100 x/menit.
5. Tekanan darah dalam batas normal : 120/110-90/70 mmHg.
6. RR dalam batas normal : 16-20x/menit.
Intervensi :
1. Mandiri
a. Pantau TTV
Rasional : Untuk mengetahui keadaan umum pasien
b. Observasi suhu kulit dan catat keluhan demam
Rasional : Untuk mengetahui peningkatan suhu tubuh pasien
c. Berikan masukan cairan sesuai kebutuhan perhari, kecuali ada
kontraindikasi.
Rasional : Untuk menanggulangi terjadinya syok hipovolemi
d. Berikan kompres air biasa/hangat
Rasional : Untuk menurunkan suhu tubuh
2. Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian cairan IV.
Rasional : Untuk menanggulangi terjadinya syok hipovolemi
b. Kolaborasi pemberian obat antipiretik
Rasional : Untuk menurunkan suhu tubuh yang bekerja langsung
di hipotalamus
Dx 7
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen.
Tujuan:
Setelah diberikan tindakan keperawatan pasien diharapkan mampu
melakukan aktivitas dalam batas yang ditoleransi dengan  kriteria hasil: 
1. Melaporkan atau menunjukan peningkatan toleransi terhadap aktivitas
yang dapat diukur dengan adanya dispnea, kelemahan berlebihan, dan
tanda vital dalam rentan normal.
Intervensi:
1.    Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas. Catat  laporan  dispnea,
peningkatan kelemahan atau kelelahan.
Rasioanal : Menetapkan kemampuan atau kebutuhan pasien
memudahkan pemilihan intervensi
2. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut
sesuai indikasi.
Rasional : Menurunkan stress dan rangsanagn berlebihan,
meningkatkan istirahat
3. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya
keseimbangan aktivitas dan istirahat.
Rasional : Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk
menurunkan kebutuhan metabolic, menghemat energy
untuk penyembuhan.
4. Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat.
Rasional : Pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi, tidur
di kursi atau menunduk ke depan meja atau bantal.
5.   Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan
peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan.
Rasional : Meminimalkan kelelahan dan membantu
keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.

Dx 8
Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan
berhubungan dengan tidak ada yang menerangkan, informasi yang tidak
akurat, terbatasnya pengetahuan/kognitif
Tujuan:
Setelah diberikan tindakan keperawatan tingkat pengetahuan pasien
meningkat, dengan kriteria hasil: 
1. Menyatakan pemahaman proses penyakit/prognosisdan kebutuhan
pengobatan.
2. Melakukan perubahan prilaku dan pola hidup unruk memperbaiki
kesehatan umurn dan menurunkan resiko pengaktifan ulang
luberkulosis paru.
3. Mengidentifikasi gejala yang mernerlukan evaluasi/intervensi.
4. Menerima perawatan kesehatan adekuat.
Intervensi
1.     Kaji ulang  kemampuan belajar pasien misalnya: perhatian,
kelelahan,tingkat partisipasi, lingkungan belajar, tingkat pengetahuan,
media, orang dipercaya.
Rasional : Kemampuan belajar berkaitan dengan keadaan emosi dan
kesiapan fisik. Keberhasilan tergantung pada kemarnpuan
pasien.
2.      Berikan Informasi yang spesifik dalam bentuk tulisan misalnya: jadwal
minum obat. 
Rasional : Informasi tertulis dapat membantu mengingatkan pasien.
3.      Jelaskan penatalaksanaan obat: dosis, frekuensi, tindakan dan perlunya
terapi dalam jangka waktu lama. Ulangi penyuluhan tentang interaksi
obat Tuberkulosis dengan obat lain.
Rasional : Meningkatkan partisipasi pasien mematuhi aturan terapi dan
mencegah putus obat.
4. Jelaskan tentang efek samping obat: mulut kering, konstipasi, gangguan
penglihatan, sakit kepala, peningkatan tekanan darah.
Rasional : Mencegah keraguan terhadap pengobatan sehingga mampu
menjalani terapi.
5. Anjurkan pasien untuk tidak minurn alkohol jika sedang terapi INH.
Rasional : Kebiasaan minurn alkohol berkaitan dengan terjadinya
hepatitis
6. Rujuk perneriksaan mata saat mulai dan menjalani terapi etambutol.
Rasional : Efek samping etambutol: menurunkan visus, kurang mampu
melihat warna hijau.
7. Berikan gambaran tentang pekerjaan yang berisiko terhadap penyakitnya
misalnya: bekerja di pengecoran logam, pertambangan, pengecatan..
Rasional : Debu silikon beresiko keracunan silikon yang mengganggu
fungsi paru/bronkus.
8. Review tentang cara penularan Tuberkulosis dan resiko kambuh lagi.
Rasional : Pengetahuan yang cukup dapat mengurangi resiko penularan/
kambuh kembali. Komplikasi Tuberkulosis: formasi abses,
empisema, pneumotorak, fibrosis, efusi pleura, empierna,
bronkiektasis, hernoptisis, u1serasi Gastro, Instestinal, fistula
bronkopleural, Tuberkulosis laring, dan penularan kuman.

Anda mungkin juga menyukai