Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HIPERTENSI

DI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TITUS ULY KUPANG

OLEH :

NAMA:SONYA J.N OTEMUSU

NIM:184502721

PRODI:S1 KEPERAWATAN

KELAS:III/D

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MARANATHA

KUPANG

2023

MENGETAHUI

PEMBIMBING KLINIK PEMBIMBING AKADEMIK

11
A. Konsep Dasar Teori Hipertensi

1. Definisi Hipertensi

Hipertensi adalah suatu keadaan ketika seseorang mengalami peningkatan

tekanan darah diatas normal atau peningkatan abnormal secara terus menerus

lebih dari suatu periode, dengan tekanan sistolik diatas 140 mmHg dan tekanan

diastolik diatas 90mmHg. (Aspiani, 2014)

2. Etiologi Hipertensi

Berdasarkan penyebabnya hipertensi terbagi menjadi dua golongan menurut

(Aspiani, 2014) :

a. Hipertensi primer atau hipertensi esensial

Hipertensi primer atau hipertensi esensial disebut juga hipertensi idiopatik

karena tidak diketahui penyebabnya. Faktor yang memengaruhi yaitu :

(Aspiani, 2014)

1) Genetik

Individu yang mempunyai riwayat keluarga dengan hipertensi, beresiko

tinggi untuk mendapatkan penyakit ini. Faktor genetik ini tidak dapat

dikendalikan, jika memiliki riwayat keluarga yang memliki tekanan darah

tinggi.

2) Jenis kelamin dan usia

Laki - laki berusia 35- 50 tahun dan wanita menopause beresiko tinggi

untuk mengalami hipertensi. Jika usia bertambah maka tekanan darah

meningkat faktor ini tidak dapat dikendalikan serta jenis kelamin laki–laki

lebih tinggi dari pada perempuan.

12
3) Diet

Konsumsi diet tinggi garam secara langsung berhubungan dengan

berkembangnya hipertensi. Faktor ini bisa dikendalikan oleh penderita

dengan mengurangi konsumsinya, jika garam yang dikonsumsi berlebihan,

ginjal yang bertugas untuk mengolah garam akan menahan cairan lebih

banyak dari pada yang seharusnya didalam tubuh. Banyaknya cairan yang

tertahan menyebabkan peningkatan pada volume darah. Beban ekstra yang

dibawa oleh pembuluh darah inilah yang menyebabkan pembuluh darah

bekerja ekstra yakni adanya peningkatan tekanan darah didalam dinding

pembuluh darah dan menyebabkan tekanan darah meningkat.

4) Berat badan

Faktor ini dapat dikendalikan dimana bisa menjaga berat badan dalam

keadaan normal atau ideal. Obesitas (>25% diatas BB ideal) dikaitkan

dengan berkembangnya peningkatan tekanan darah atau hipertensi.

5) Gaya hidup

Faktor ini dapat dikendalikan dengan pasien hidup dengan pola hidup sehat

dengan menghindari faktor pemicu hipertensi yaitu merokok, dengan

merokok berkaitan dengan jumlah rokok yang dihisap dalam waktu sehari

dan dapat menghabiskan berapa putung rokok dan lama merokok

berpengaruh dengan tekanan darah pasien. Konsumsi alkohol yang sering,

atau berlebihan dan terus menerus dapat meningkatkan tekanan darah pasien

sebaiknya jika memiliki tekanan darah tinggi pasien diminta untuk

13
menghindari alkohol agar tekanan darah pasien dalam batas stabil dan

pelihara gaya hidup sehat penting agar terhindar dari komplikasi yang bisa

terjadi.

b. Hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder terjadiakibat penyebab yang jelas.salah satu contoh

hipertensi sekunder adalah hipertensi vaskular rena, yang terjadiakibat stenosi

arteri renalis. Kelainan ini dapat bersifat kongenital atau akibat

aterosklerosis.stenosis arteri renalis menurunkan aliran darah ke ginjalsehingga

terjadi pengaktifan baroreseptor ginjal, perangsangan pelepasn renin, dan

pembentukan angiostenin II. Angiostenin II secara langsung meningkatkan

tekanan darahdan secara tidak langsung meningkatkan sintesis andosteron

danreabsorbsi natrium. Apabiladapat dilakukan perbaikan pada stenosis,atau

apabila ginjal yang terkena diangkat,tekanan darah akan kembalike normal

(Aspiani, 2014).

3. Patofisiologi

Tekanan arteri sistemik adalah hasil dari perkalian cardiac output (curah

jantung) dengan total tahanan prifer. Cardiac output (curah jantung) diperoleh dari

perkalian antara stroke volume dengan heart rate (denyut jantug). Pengaturan

tahanan perifer dipertahankan oleh sistem saraf otonom dan sirkulasi hormon. Empat

sistem kontrol yang berperan dalam mempertahankan tekanan darah antara lain

sistem baroreseptor arteri, pengaturan volume cairan tubuh, sistem renin angiotensin

dan autoregulasi vaskular (Udjianti, 2010).

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak

di vasomotor, pada medula diotak. Pusat vasomotor ini bermula pada

14
saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah korda spinalis dan keluar dari kolumna

medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat

vasomotor dihantarkan dalam bentuk implus yang bergerak kebawah melalui

sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Titik neuron preganglion melepaskan

asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf paska ganglion ke pembuluh

darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi

pembuluh darah (Padila, 2013).

Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi

respon pembuluh darah terhadap rangsangan vasokontriksi. Individu dengan

hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan

jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi (Padila, 2013). Meski etiologi hipertensi masih

belum jelas, banyak faktor diduga memegang peranan dalam genesis hiepertensi

seperti yang sudah dijelaskan dan faktor psikis, sistem saraf, ginjal, jantung

pembuluh darah, kortikosteroid, katekolamin, angiotensin, sodium, dan air

(Syamsudin, 2011).

Sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang

emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas

vasokontriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan

vasokontriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat

memperkuat respon vasokonstriktor pembuluh darah (Padila, 2013).

Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran keginjal,

menyebabkan pelepasan rennin. Rennin merangsang pembentukan angiotensin I yang

kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada

gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini

15
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan

peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cendrung mencetuskan

keadaan hipertensi (Padila, 2013).

4. Tanda dan Gejala Hipertensi

Tanda dan gejala utama hipertensi adalah (Aspiani, 2014) menyebutkan

gejala umum yang ditimbulkan akibat hipertensi atau tekanan darah tinggi tidak sama

pada setiap orang, bahkan terkadang timbul tanpa tanda gejala. Secara umum

gejala yang dikeluhkan oleh penderita hipertensi sebagai berikut:

a. Sakit kepala

b. Rasa pegal dan tidak nyaman pada tengkuk

c. Perasaan berputar seperti tujuh keliling serasa ingin jatuh

d. Berdebar atau detak jantung terasa cepat

e. Telinga berdenging yang memerlukan penanganan segera

Menurut teori (Brunner dan Suddarth, 2014) klien hipertensi mengalami

nyeri kepala sampai tengkuk karena terjadi penyempitan pembuluh darah akibat dari

vasokonstriksi pembuluh darah akan menyebabkan peningkatan tekanan vasculer

cerebral, keadaan tersebut akan menyebabkan nyeri kepala sampe tengkuk pada

klien hipertensi.

16
5. Patway

Umur, jenis kelamin, gaya hidup,obesitas,genetic, alkohol

Hipertensi

Kerusakan vaskuler
pembuluh darah Perubahan situasi

Informasi yang minim

Perubahan struktur

Defesiensi
pengetahuan
Penyumbatan pembuluh darah

Vakontriksi

Gangguan Sirkulasi

Ginjal Otak Pembuluh darah Retina

Vasokon sttriksi resistensi pembuluh darah Sistemik spasme


arteriol

Pembuluh darah ginjal


Resiko Cidera

17
Blood Flow Otak Vaskontriksi

Respon RAA
Nyeri Akut
Afterload

Merangsang aldosterone

Penurunan curah Fatique


jantung
Retensi Na
Intoleransi
Aktivitsas
Kelebihan
Edema Volume Cairan

6. Pemeriksaan Penunjang

a. Urinalisis untuk darah dan protein, elektrolit dan kreatinin darah dapat
menunjukan penyakit ginjal baik sebagai penyebab atau disebabkan oleh
hpertensi.
b. Glukosa darah
Untuk menyingkirkan diabetes atau intoleransi glukosa.
c. Kolestrol, HDL dan kolestrol total serum
Membantu memperkirakan risiko kardivaskuler di masa depan.
d. Ekg
Untuk menetapkan adanya hipertrofi ventrikel kiri.
e. Hemoglobin/hematokrit
Bukan diagnostic tetapi mengkaji hubungan dari sel sel terhadap volume cairan
(viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor faktor risiko seperti
hiperkoagulabilitas,anemia.
f. BUN/kreatinin
Memberikan infomasi tentang perfusi/fungsi ginjal
g. Glukosa hipergklikemia (diabetes melitus adalah pencetus hipertensi) dapat
diakibatkan oleh peningkatan kadar katekoolamin (meningkatkan hipertensi)
h. Kalium serum

18
Hipokalemia dapat mengindikasikan adanya aldosteron utama (penyebab) atau
menjadi efek samping terapi diuretic.
i. Kalsium serum
Peningkatan kadar kalsium serum dapat meningkatkan hipertensi.
j. Kolesterol dan trigliserida serum
Peningkatan dapat mengindikasikan pencetus untuk/adanya pembentukan plak
atero matosa (efek kardivaskuler)
k. Pemeriksaan tiroid
Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan hipertensi.
l. Kadar aldosterone urin/serum
Untuk mengkaji aldosteronisme primer (penyebab)
m. Urinalisa
Darah,protein,glukosa, mengisyaratkan disfungsi ginjal dan/atau adanya
diabetes.
n. Asam urat
Hiperurisemia telah menjadi implikasi sebagai faktor risiko terjadinya
hipertensi.
o. Foto dada
Dapat menunjukan abstraksi klasifikasi pada area katup,deposit pada dan atau
takik aorta,pembesaran jantung
p. CT Scan Mengkaji tumor serebral,ensefalopati, atau feokromositam
(doenges,2000,john,2003;sodoyo,2006).

19
5. Klasifikasi Hipertensi

Menurut (WHO, 2018) batas normal tekanan darah adalah tekanan darah sistolik
kurang dari 120 mmHg dan tekanan darah diastolik kurang dari 80 mmHg.
Seseorang yang dikatakan hipertensi bila tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg
dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg.

20
Tabel 1

Klasifikasi Tekanan Darah pada Orang Dewasa Sebagai

Patokan dan Diagnosis Hipertensi (mmHg)

Kategori Tekanan darah

Normal < 120 mmHg <80 mmHg

Prehipertensi 120-129 mmHg <80 mmHg

Klasifikasi hipertensi berdasarkan penyebabnya yaitu hipertensi primer dan

hipertensi sekunder (Aspiani, 2014). Hipertensi primer adalah peningkatan

tekanan darah yang tidak diketahui penyebabnya. Dari 90% kasus hipertensi

merupakan hipertensi primer. Beberapa faktor yang diduga berkaitan dengan

berkembangnya hipertensi primer adalah genetik, jenis kelamin, usia, diet, berat

badan, gaya hidup. Hipertensi sekunder adalah peningkatan tekanan darah karena

suatu kondisi fisik yang ada sebelumnya seperti penyakit ginjal atau gangguan tiroid.

Dari 10% kasus hipertensi merupakan hipertensi sekunder. Faktor pencetus

munculnya hipertensi sekunder antara lain: penggunaan kontrasepsi oral, kehamilan,

peningkatan volume intravaskular, luka bakar dan stres (Aspiani,2014).

6. Komplikasi

Tekanan darah tinggi bila tidak segera diobati atau ditanggulangi, dalam jangka

panjang akan menyebabkan kerusakan ateri didalam tubuh sampai organ yang

mendapat suplai darah dari arteri tersebut.

21
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita hipertensi yaitu :

(Aspiani,2014)

a. Stroke terjadi akibat hemoragi disebabkan oleh tekanan darah tinggi di otak

dan akibat embolus yang terlepas dari pembuluh selain otak yang terpajan

tekanan darah tinggi.

b. Infark miokard dapat terjadi bila arteri koroner yang arterosklerotik tidak

dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium dan apabila membentuk 12

trombus yang bisa memperlambat aliran darah melewati pembuluh darah.

Hipertensi kronis dan hipertrofi ventrikel, kebutuhan oksigen miokardium tidak

dapat dipenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark.

Sedangkan hipertrofi ventrikel dapat menyebabkan perubahan waktu hantaran

listrik melintasi ventrikel terjadilah disritmia, hipoksia jantung, dan

peningkatan resiko pembentukan bekuan.

c. Gagal jantung dapat disebabkan oleh peningkatan darah tinggi. Penderita

hipertensi, beban kerja jantung akan meningkat, otot jantung akan

mengendor dan berkurang elastisitasnya, disebut dekompensasi. Akibatnya

jantung tidak mampu lagi memompa, banyak cairan tertahan diparu yang dapat

menyebabkan sesak nafas (eudema) kondisi ini disebut gagal jantung.

d. Ginjal tekanan darah tinggi bisa menyebabkan kerusakan ginjal. Merusak

sistem penyaringan dalam ginjal akibat ginjal tidak dapat membuat zat-zat

yang tidak dibutuhkan tubuh yang masuk melalui aliran darah dan terjadi

penumpuk

22
7. Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan nonfarmakologis dengan modifikasi gaya hidup sangat

penting dalam mencegah tekanan darah tinggi dan merupakan bagian yang

tidak dapat dipisahkan mengobati tekanan darah tinggi , berbagai macam

cara memodifikasi gaya hidup untuk menurunkan tekanan darah yaitu :

(Aspiani, 2014)

b. Pengaturan diet

1) Rendah garam, diet rendah garam dapat menurunkan tekanan darah pada

klien hipertensi. Dengan pengurangan konsumsi garam dapat mengurangi

stimulasi sistem renin- angiostensin sehingga sangata berpotensi sebagai

anti hipertensi. Jumlah asupan natrium yang dianjurkan 50-100 mmol atau

setara dengan 3-6 gram garam per hari.

2) Diet tinggi kalium, dapat menurunkan tekanan darah tetapi mekanismenya

belum jelas. Pemberian kalium secara intravena dapat menyebabkan

vasodilatasi, yang dipercaya dimediasi oleh oksidanitat pada dinding

vaskular.

3) Diet kaya buah sayur.

4) Diet rendah kolesterol sebagai pencegah terjadinya jantung koroner. c.

c . Penurunan berat badan

Mengatasi obesitas, pada sebagian orang dengan cara menurunkan berat


badan mengurangi tekanan darah, kemungkinan dengan mengurangi beban
kerja jantung dan voume sekuncup. Pada beberapa studi menunjukan bahwa
obesitas berhubungan dengan kejadian hipertensi dan hipertrofi ventrikel
kiri. Jadi, penurunan berat badan adalah hal yangs angat efektif untuk

23
andalamtubuh. menurunkan tekanan darah. Penurunan berat badan (1

kg/minggu) sangat dianjurkan. Penurunan berat badan dengan menggunakan

obat-obatan perlu menjadi perhatian khusus karenan umumnya obat

penurunan penurunan berat badan yang terjual bebas mengandung

simpasimpatomimetik, sehingga dapat meningkatkan tekanan darah,

memperburuk angina atau gejala gagal jantung dan terjadinya eksaserbasi

aritmia.

d. Olahraga teratur seperti berjalan, lari, berenang, bersepeda bermanfaat untuk

menurunkan tekanan darah dan memperbaiki kedaan jantung.. olahraga isotonik

dapat juga meningkatkan fungsi endotel, vasoldilatasin perifer, dan mengurangi

katekolamin plasma. Olahraga teratur selama 30 menit sebanyak 3-4

kali dalam satu minggu sangat dianjurkan untuk menurunkan tekanan darah.

Olahraga meningkatkan kadar HDL, yang dapat mengurangi terbentuknya

arterosklerosis akibat hipertensi.

e. Memeperbaiki gaya hidup yang kurang sehat dengan cara berhenti merokok

dan tidak mengkonsumsi alkohol, penting untuk mengurangi efek jangka

oanjang hipertensi karena asap rokok diketahui menurunkan aliran darah ke

berbagai organ dan dapat meningkatkan kerja jantung.

f. Penatalaksanaan Farmakologis

1) Terapi oksigen

2) Pemantauan hemodinamik

3) Pemantauan jantung

4) Obat-obatan :

24
(a) Diuretik : Chlorthalidon, Hydromax, Lasix, Aldactone, Dyrenium

Diuretic bekerja melalui berbagai mekanisme untuk mengurangi

curah jantung

dengan mendorong ginjal meningkatkan ekskresi garam dan airnya.

Sebagai diuretik (tiazid) juga dapat menurunkan TPR.

Penghambat enzim mengubah angiostensin II atau inhibitor ACE

berfungsi untuk menurunkan angiostenin II dengan menghambat enzim

yang diperlukan untuk mengubah angiostenin I menjadi angiostenin

II. Kondisi ini menurunkan darah secara langsung dengan menurunkan

TPR, dan secara tidak langsung dengan menurunakan sekresi

aldosterne, yang akhirnya meningkatkan pengeluaran natrium

25
KONSEP KASUS

1. Pengkajian Keperawatan

a. Aktifitas /istirahat
Gejala: kelemahan,letih,nafas pendek,gaya hidup monoton
Tand 1). Frekuensi jantung meningkat
2). Perubahan irama jantung
3). Takipnea
b. Sirkulasi
Gejala: Riwayat hipertensi,aterosklerosis,penyakit jantung coroner/katup dan
Penyakit serebrovaskuler
Tanda 1) Kenaikan TD (pengukuran serial dari kenaikan tekanan darah
diperlukan untuk diagnosis
2) Denyutan jelas dari kerotis,jugularis, radialis
3) Ekstremitas: perubahan warna kulit, suhu dingin (vasokonstriksi
perifer), pengisian kapiler mungkin lambat/tertunda (vasokonstriksi)
4) Kulit pucat, sianosis dan diaforesis (kongesti, hipoksemia), kemerahan.
a. Integritas ego
Gejala: 1) Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, atau
marah kronik (dapat mengindikasikan kerusakan serebral)

2) Faktor-faktor stress multiple (hubungan keuangan yang berkaitan


dengan pekerjaan)
Tanda: 1) Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinu perhatian
tangisan yang meledak

2) Gerak tangan empati, otot muka tegang (khususnya sektor mata),


gerakan fisik cepat, pernafasan menghela, peningkatan pola
bicara.
b. Eliminasi
Gejala: Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu (seperti infeksi/obstruksi atau
riwayat penyakit ginjal masa yang lalu).

c. Makanan/Cairan

26
Gejala: 1) Makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi
garam, tinggi lemak, tinggi kolesterol (seperti makanan yang
digoreng, keju, telur), gula-gula yang berwarna hitam,
kandungan tinggi kalori.
2) Mual, muntah
3) Perubahan berat badan akhir-akhir ini (meningkat/menurun)
4) Riwayat penggunaan diuretik
Tanda: 1) Berat badan normal atau obesitas
2) Adanya oedema
d. Neurosensori
Gejala: 1) Keluhan pening/pusing

1) Berdenyut, sakit kepala suboksipital (terjadi saat bangun dan


menghilang secara spontan setelah beberapa jam)
2) Episode kebas, dan atau kelemahan pada satu sisi tubuh
3) Gangguan penglihatan (diplopia, penglihatan kabur)
4) Episode epistaksis

g. Nyeri/ ketidaknyamanan
Gejala: 1) Angina (penyakit arteri koroner/keterlibatan jantung)
2) Nyeri hilang timbul pada tungkai/klaudikasi (indikasi
arteriosklerosis pada arteri ekstremitas bawah)
3) Sakit kepala oksipital berat seperti yang pernah terjadi
sebelumnya
4) Nyeri abdomen atau massa (feokromositoma)
h. Pernafasan
Gejala: 1) dispneu yang berkaitan dengan aktifitas/ kerja
2) takipnea, ortopnea, dispnea nocturnal paroksismal
3) batuk dengan atau tanpa sputum
4) riwayat merokok
Tanda: 1) distress respirasi/penggunaan obat aksesori pernafasan
2) bunyi nafas tambahan (krekles/mengi)
3) Sianosis
i. Keamanan

27
Gejala: 1) gangguan koordinasi atau cara berjalan
2) episode parestesia unilateral transion
3) hipotensi postural
j. Pembelajaran/penyuluhan

Gejala: 1) faktor-faktor risiko keluarga: hipertensi, aterosklerosis, penyakit


jantung, diabetes mellitus, penyakit serebrovaskuler/ginjal.
2) Pengguaan pil KB atau hormone lain; penggunaan obat atau
alkohol (Doenges, 2000; Ruhyanudin, 2007).
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan hipertensi yang muncul menurut (Doenges, 2000 ;
Nathea, 2008) adalah sebagai berikut:

1. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan vasokontriksi


pembuluh darah.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidak seimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen.
3. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral.
4. Perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan masukan
berlebih sehubungan dengan kebutuhan metabolik.
5. Inefektif koping individu berhubungan dengan mekanisme koping tidak efektif,
harapan yang tidak terpenuhi, persepsi tidak realistik.
6. Kurang pengetahuan mengenai konndisi penyakitnya berhubungan dengan
kurangnya informasi.
3. Rencana Tindakan
1. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan vasokontriksi
pembuluh darah.
Intervensi:
a. Observasi tekanan darah
Rasional : Perbandingan dari tekanan memberikan gambaran yang lebih
lengkap tentang keterlibatan/bidang masalah vaskuler.
b. Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer

28
Rasional: Denyutan karotis, jugularis, radialis dan femoralis mungkin
teramati/palpasi. Dunyut pada tungkai mungkin menurun,
mencerminkan efek dari vasokontriksi.
c. Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas.
Rasional : S4 umum terdengar pada pasien hipertensi berat karena adanya
hipertropi atrium, perkembangan S3 menunjukan hipertropi
ventrikel dan kerusakan fungsi, adanya krakels, mengi dapat
mengindikasikan kongesti paru sekunder terhadap terjadinya
atau gagal jantung kronik).
d. Amati warna kulit, kelembaban, suhu, dan masa pengisian kapiler.
Rasional : Adanya pucat, dingin, kulit lembab dan masa pengisian kapiler
lambat mencerminkan dekompensasi/penurunan curah jantung.
e. Catat adanya demam umum/tertentu.
Rasional: dapat mengindikasikan gagal jantung, kerusakan ginjal atau
vaskuler.
f. Berikan lingkungan yang nyaman, tenang, kurangi aktivitas/keributan
ligkungan, batasi jumlah pengunjung dan lamanya tinggal.
Rasional: membantu untuk menurunkan rangsangan simpatis,
meningkatkan relaksasi.
g. Anjurkan teknik relaksasi, panduan imajinasi dan distraksi.
Rasional: Dapat menurunkan rangsangan yang menimbulkan stress,
membuat efek tenang, sehingga akan menurunkan tekanan
darah.
h. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi anti
hipertensi, diuretik.
Rasional: Menurunkan tekanan darah.

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidak seimbangan


antara suplai dan kebutuhan O2.
a. Kaji toleransi pasien terhadap aktivitas dengan menggunakan parameter:
frekwensi nadi 20 per menit diatas frekwensi istirahat, catat peningkatan
TD, dipsnea, atau nyeri dada, kelelahan berat dan kelemahan, berkeringat,
pusing atau pingsan.

29
Rasional: Parameter menunjukan respon fisiologis pasien terhadap stress,
aktivitas dan indikator derajat pengaruh kelebihan
kerja/jantung.
b. Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktivitas contoh: penurunan
kelemahan/kelelahan, TD stabil, frekwensi nadi, peningkatan perhatian
pada aktivitas dan perawatan diri.
Rasional: Stabilitas fisiologis pada istirahat penting untuk memajukan
tingkat aktivitas individual.
c. Dorong memajukan aktivitas/toleransi perawatan diri. (Konsumsi oksigen
miokardia selama berbagai aktivitas dapat meningkatkan jumlah oksigen
yang ada.
Rasional: Kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan tiba-tiba
pada kerja jantung.
d. Berikan bantuan sesuai kebutuhan dan anjurkan penggunaan kursi mandi,
menyikat gigi/rambut dengan duduk dan sebagainya.
Rasional: teknik penghematan energi menurunkan penggunaan energi
dan sehingga membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan
oksigen.
e. Dorong pasien untuk partisipasi dalam memilih periode aktivitas.
Rasional: Seperti jadwal meningkatkan toleransi terhadap kemajuan
aktivitas dan mencegah kelemahan.
3. Nyeri (akut): nyeri kepala berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler
serebral.
Intervensi:
a. Pertahankan tirah baring selama fase akut.
Rasional: Meminimalkan stimulasi meningkatkan relaksasi.
b. Beri tindakan non farmakologi untuk menghilangkan sakit kepala,
misalnya: kompres dingin pada dahi, pijat punggung dan leher.
Rasional: Tindakan yang menurunkan tekanan vaskuler serebral dengan
menghambat/memblok respon simpatik, efektif dalam
menghilangkan sakit kepala dan komplikasinya.
c. Hilangkan/minimalkan aktivitas vasokontriksi yang dapat meningkatkan
sakit kepala : mengejan saat BAB, batuk panjang, dan membungkuk.

30
Rasional: Aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi menyebabkan sakit
kepala pada adanya peningkatkan tekanan vakuler serebral.
d. Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan.
Rasional: Meminimalkan penggunaan oksigen dan aktivitas yang
berlebihan yang memperberat kondisi klien.
e. Beri cairan, makanan lunak. Biarkan klien itirahat selama 1 jam setelah
makan.
Rasional: menurunkan kerja miocard sehubungan dengan kerja
pencernaan.
f. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgetik, anti ansietas,
diazepam dll.
Rasional: Analgetik menurunkan nyeri dan menurunkan rangsangan saraf
simpatis.
4. Perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan masukan
berlebihan sehubungan dengan kebutuhan metabolik.
Intervensi:
a. Kaji pemahaman klien tentang hubungan langsung antara hipertensi
dengan kegemukan.
Rasional: Kegemukan adalah resiko tambahan pada darah tinggi, kerena
disproporsi antara kapasitas aorta dan peningkatan curah
jantung berkaitan dengan massa tumbuh.
b. Bicarakan pentingnya menurunkan masukan kalori dan batasi masukan
lemak, garam dan gula sesuai indikasi.
Rasional: Kesalahan kebiasaan makan menunjang terjadinya aterosklerosis
dan kegemukan yang merupakan predisposisi untuk hipertensi
dan komplikasinya, misalnya, stroke, penyakit ginjal, gagal
jantung, kelebihan masukan garam memperbanyak volume
cairan intra vaskuler dan dapat merusak ginjal yang lebih
memperburuk hipertensi.

c. Tetapkan keinginan klien menurunkan berat badan.


Rasional: motivasi untuk penurunan berat badan adalah internal. Individu
harus berkeinginan untuk menurunkan berat badan, bila tidak
maka program sama sekali tidak berhasil.

31
d. Kaji ulang masukan kalori harian dan pilihan diet.
Rasional: mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dalam program diit
terakhir. Membantu dalam menentukan kebutuhan inividu
untuk menyesuaikan/penyuluhan.
e. Dorong klien untuk mempertahankan masukan makanan harian termasuk
kapan dan dimana makan dilakukan dan lingkungan dan perasaan sekitar
saat makanan dimakan.
Rasional: memberikan data dasar tentang keadekuatan nutrisi yang
dimakan dan kondisi emosi saat makan, membantu untuk
memfokuskan perhatian pada faktor mana pasien telah/dapat
mengontrol perubahan.
f. Intruksikan dan Bantu memilih makanan yang tepat , hindari makanan
dengan kejenuhan lemak tinggi (mentega, keju, telur, es krim, daging dll)
dan kolesterol (daging berlemak, kuning telur, produk kalengan, jeroan).
Rasional: Menghindari makanan tinggi lemak jenuh dan kolesterol
penting dalam mencegah perkembangan aterogenesis.
g. Kolaborasi dengan ahli gizi sesuai indikasi.
Rasional: Memberikan konseling dan bantuan dengan memenuhi
kebutuhan diet individual.
5. Inefektif koping individu berhubungan dengan mekanisme koping tidak efektif,
harapan yang tidak terpenuhi, persepsi tidak realistik.
Intervensi:
a. Kaji keefektifan strategi koping dengan mengobservasi perilaku,
Misalnya: kemampuan menyatakan perasaan dan perhatian, keinginan
berpartisipasi dalam rencana pengobatan.
Rasional: Mekanisme adaptif perlu untuk megubah pola hidup seorang,
mengatasi hipertensi kronik dan mengintegrasikan terapi yang
diharuskan kedalam kehidupan sehari-hari).
b. Catat laporan gangguan tidur, peningkatan keletihan, kerusakan
konsentrasi, peka rangsangan, penurunan toleransi sakit kepala, ketidak
mampuan untuk mengatasi/menyelesaikan masalah.

32
Rasional: Manifestasi mekanisme koping maladaptife mungkin merupakan
indikator marah yang ditekan dan diketahui telah menjadi
penentu utama TD diastolik.
c. Bantu klien untuk mengidentifikasi stressor spesifik dan kemungkinan
strategi untuk mengatasinya.
Rasional: pengenalan terhadap stressor adalah langkah
pertama dalam mengubah respon seseorang terhadap stressor)
d. Libatkan klien dalam perencanaan perawatan dan beri dorongan partisipasi
maksimum dalam rencana pengobatan.
Rasional: keterlibatan memberikan klien perasaan kontrol diri yang
berkelanjutan. Memperbaiki keterampilan koping, dan dapat
menigkatkan kerjasama dalam regiment terapiutik.
e. Dorong klien untuk mengevaluasi prioritas/tujuan hidup. Tanyakan
pertanyaan seperti: apakah yang anda lakukan merupakan apa yang anda
inginkan?.
Rasional: Fokus perhatian klien pada realitas situasi yang relatif terhadap
pandangan klien tentang apa yang diinginkan. Etika kerja
keras, kebutuhan untuk kontrol dan fokus keluar dapat
mengarah pada kurang perhatian pada kebutuhan-kebutuhan
personal.
f. Bantu klien untuk mengidentifikasi dan mulai merencanakan perubahan
hidup yang perlu. Bantu untuk menyesuaikan ketimbang membatalkan
tujuan diri/keluarga.
Rasional: Perubahan yang perlu harus diprioritaskan secara
realistis untuk menghindari rasa tidak menentu dan tidak
berdaya
6. Kurang pengetahuan mengenai kondisi penyakitnya berhubungan dengan
kurangnya informasi.
Intervensi:
a. Bantu klien dalam mengidentifikasi faktor-faktor resiko kardivaskuler
yang dapat diubah, misalnya: obesitas, diet tinggi lemak jenuh, dan
kolesterol, pola hidup monoton, merokok, dan minum alcohol (lebih dari
60 cc/hari dengan teratur) pola hidup penuh stress.

33
Rasional: Faktor-faktor resiko ini telah menunjukan hubungan dalam
menunjang hipertensi dan penyakit kardiovaskuler serta ginjal.
b. Kaji kesiapan dan hambatan dalam belajar termasuk orang terdekat.
Rasional: Kesalahan konsep dan menyangkal diagnosa karena perasaan
sejahtera yang sudah lama dinikmati mempengaruhi minimal
klien/orang terdekat untuk mempelajari penyakit, kemajuan
dan prognosis. Bila klien tidak menerima realitas bahwa
membutuhkan pengobatan kontinu, maka perubahan perilaku
tidak akan dipertahankan.
c. Kaji tingkat pemahaman klien tentang pengertian, penyebab, tanda dan
gejala, pencegahan, pengobatan, dan akibat lanjut.
Rasional: Mengidentifikasi tingkat pegetahuan tentang proses penyakit
hipertensi dan mempermudah dalam menentukan intervensi.
d. Jelaskan pada klien tentang proses penyakit hipertensi
(pengertian, penyebab, tanda dan gejala, pencegahan, pengobatan, dan
akibat lanjut) melalui pendkes.
Rasional: Meningkatkan pemahaman dan pengetahuan klien tentang
proses penyakit hipertensi (Doenges, 2000; Ncithea, 2008).

34
DAFTAR PUSTAKA

Adib, M. (2009). Cara Mudah Memahami dan Menghindari Hipertensi, Jantung dan
Stroke. Edisi I. Yogyakarta: CV. Dianloka.

Gleadle, J. (2005). Anamesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Erlangga.

Muttaqin, A. (2009). Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika.

Ruhyanudin, F. (2007). Asuhan keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem


Kardiovaskuler. Jakarta: UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang.

Sudoyo, A. W; Bambang, S & Idrus, A, et al. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam.Edisi Keempat Jilid 3. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

35
36
37
38
39
40
41
42
43

Anda mungkin juga menyukai