Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN DIAGNOSA HIPERTENSI

DIWISMA ASTER PANTI TRESNA WERDA INA KAKA

Disusun Oleh :

Christine Marlissa,S.Kep

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN DAN PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)

MALUU HUSADA

AMBON

2022
LEMBARAN PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN DIAGNOSA HIPERTENSI DIWISMA ASTER


PANTI TRESNA WERDA INA KAKA

Telah disetujui dan disahkan oleh preceptor stase gerontik

Co Ners

CHRISTINE MARLISSA,S.Kep

Mengetahui

PRESEPTOR KLINIK PRESEPTOR AKADEMIK


KONSEP DASAR HIPERTENSI

1. PENGERTIAN
Pengertian hipertensi menurut Chobanian di dalam Kurnia (2021) adalah kondisi
peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih
dari 90 mmHg berdasarkan dua atau lebih pengukuran tekanan darah.
Menurut JNC-8 yang disusun oleh Kayce Bell et al (2015) tentang tatalaksana
pengelolaan hipertensi, batas tekanan darah yang masih dianggap normal adalah kurang dari
120/80mmHg dan tekanan darah 120-139/80-89mmHg dinyatakan sebagai prehipertensi.
Hipertensi derajat 1 dengan tekanan darah 140-159/90-99mmHg, dan hipertensi derajat 2
dengan tekanan darah >160/>100mmHg.

2. ETIOLOGI
Pada umumnya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik. Hipertensi terjadi
sebagai respon peningkatan curah jantung atau peningkatan tekanan perifer. Hipertensi
diklasifikasikan menjadi dua golongan yaitu :
a. Hipertensi primer (esensial)
Hipertensi primer adalah hipertensi yang belum diketahui penyebabnya, diderita
oleh sekitar 95% orang. Oleh karena itu,penelitian dan pengobatan lebih ditunukan bagi
penderita esensial. Hipertensi primer disebabkan oleh faktor berikut ini :
1) Faktor keturunan
Dari data statistic terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan lebih
besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi.
2) Ciri perseorangan
Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah umur (jika
umur bertambah maka tekanan darah meningkat), jenis kelamn (pria lebih tinggi
dari perempuan), dan ras (ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih).
3) Kebiasaan hidup
Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi adalah konsumsi
garam yang tinggi (lebih dari 30g), kegemukan atau makan berlebih,stress,
merokok, minum alcohol,minum obat-obatan (efedrin, prednisone, epinefrin).
b. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder terjadi akibat penyebab yang jelas salah satu contoh
hipertensi sekunder adalah hipertensi vascular renal, yang terjadi akibat stenosis arteri
renalis. Kelainan ini dapat bersifat kongenital atau akibat aterosklerosis stenosis arteri
renalis menurunkan aliran darah ke ginjal sehingga terjadi pengaktifan baroreseptor
ginjal, perangsangan pelepasan renin, dan pembentukan angiotensin II. Angiotensin II
secara langsung meningkatkan tekanan darah tekanan darah, dan secara tidak langsung
meningkatkan sintesis andosteron dan reabsorpsi natrium. Apabila dapat dilakukan
perbaikan pada stenosis, atau apabila ginjal yang terkena di angkat,tekanan darah akan
kembali ke normal.
Penyebab lain dari hipertensi sekunder, antara lain ferokromositoma, yaitu tumor
penghasil epinefrin di kelenjar adrenal, yang menyebabkan peningkatan kecepatan
denyut jantung dan volume sekuncup, dan penyakit cushing, yang menyebabkan
peningkatan volume sekuncup akibat retensi garam dan peningkatan CTR karena
hipersensitivitas system saraf simpatis aldosteronisme primer (peningkatan aldosteron
tanpa diketahui penyebab-nya) dan hipertensi yang berkaitan dengan kontrasepsi oral
juga dianggap sebagai kontrasepsi sekunder (Aspiani, 2019).

3. MANIFESTASI KLINIS
Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala, meskipun secara
tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan tekanan
darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala yan dimaksud adalah sakit kepala,
perdarahan dari hidung, pusing wajah kemerahan; yang bisa saja terjadi pada penderita
hipertensi, maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal.
Rokhaeni menyebutkan manifestasi klinis hipertensi secara umum dibedakan menjadi
dua yaitu :
a. Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan tekanan
darah.
b. Gejala yang lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri kepala
dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang mengenai
kebanyak pasien yang mencari pertolongn medis (Manuntung, 2018).

4. PATOFISIOLOGI
Tekanan darah merupakan hasil interaksi antara curah jantung (cardiac out put) dan
derajat dilatasi atau konstriksi arteriola (resistensi vascular sistemik). Tekanan darah arteri
dikontrol dalam waktu singkat oleh baroreseptor arteri yang mendeteksi perubahan tekanan
pada arteri utama. Baroreseptor dalam komponen kardiovaskuler tekanan rendah, seperti
vena, atrium dan sirkulasi pulmonary, memainkan peranan penting dalam pengaturan
hormonal volume vaskuler. Penderita hipertensi dipastikan mengalami peningkatan salah
satu atau kedua komponen ini, yakni curah jantung dan atau resistensi vascular sistemik.
Sedangkan tekanan intracranial yang berefek pada tekanan intraocular akan
mempengaruhi fungsi penglihatan bahkan jika penanganan tidak segera dilakukan, penderita
akan mengalami kebutaan (Nugraha, 2016).
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat
vasomotor pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang
berlanjut kebawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia
simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk
implus yang bergerak kebawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik
ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang merangsang serabut saraf pasca
ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan
konstriksi pembuluh darah.
Berbagai factor, seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respons
pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriktor. Klien dengan hipertensi sangat sensitive
terhadap norepineprin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut dapat
terjadi. Medula adrenal menyekresi epineprin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks
adrenal menyekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons
vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran
darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin.
Renin yang dilepaskan merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah
menjadi angiotensin II , vasokontriktor kuat, yang pada akhirnya merangsang sekresi
aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh
tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume instravaskuler. Semua factor tersebut
cenderung menyebabkan hipertensi (Aspiani, 2019)

5. PHATWEY

Faktor predisposis :

Usia, jenis, kelamin, stres, kurang ulahraga, faktor genetik,alkohol, kosentrasi garam, obesitas
Perubahan
Kerusakan vaskuler pembuluh darah Hipertensi Defisit pengetahuan
situasi

Perubahan struktur Krisis


Ansietas
situsional

Penyumbatan pembuluh darah


o Koping tidak efektif
Metode koping o Manajemen kesehatan
tidak efektif keluarga tidak efektif
Vasokontrikdsi

Resistensi pembuluh darah


Ginjal Gangguan sirkulasi
ke otak meningkat

Vasokontrikdsi

Otak Otak Pembuluh o Gangguan rasa nyaman


o Nyeri akut
darah
Blood flow menurun

Suplai o2 Spasme
menurun ateriol
Respon RAA Sistemik Iskemik miokerd

Resiko cidera
Meransang aldosteron
Nyari akut
Vasokontriksi
Resiko perfusi
Retensi Na serebral tidak
efektif
Afterload
Edema

Intoleransi aktivitas Kelelahan


Resiko ketidakseimbangan
elektrolit

Standar diagnosa keperawatan indonesia


(PPNI,2017)

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan laboratorium (darah
rutin, ureum, kreatinin, glukosa darah dan elektrolit), elektrokardiografi (EKG) dan foto
dada. Bila terdapat indikasi dapat dilakukan juga pemeriksaan ekokardiografi dan CT scan
kepala(Dwi Pramana, 2020).
7. KOMPLIKASI
Corwin dalam Manuntung (2018) menyebutkan ada beberapa komplikasi yang dapat
terjadi pada penderita hipertensi yaitu :
a. Stroke
Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi di otak, atau akibat embolus yang
terlepas dari pembuluh non otak yang terpajan tekanan tinggi.
b. Infark miokard
Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang aterosklerosis tidak dapat
menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk thrombus yang
menghambat aliran darah melalui pembuluh darah tersebut.
c. Gagal ginjal
Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada kapiler-
kapiler ginjal dan glomerolus. Rusaknya glomerolus mengakibatkan darah akan
mengalir ke unit- unit fungsional ginjal, nefron akan terganggu dan dapat berlanjut
menjadi hipoksia dan kematian.
d. Gagal jantung
Gagal jantung atau ketidakmampuan jantung dalam memompa darah kembalinya ke
jantung dengan cepat mengakibatkan cairan terkumpul di paru, kaki, dan jaringan lain
sering disebut edema. Cairan di dalam paru-paru menyebabkan sesak nafas, timbunan
cairan ditungkai menyebabkan kaki bengkak.

8. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas
akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan pemeliharaan
tekanan darah di atas 140/90 mmHg. Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi :
a. Penatalaksanaan non farmakologis
Menjalani pola hidup sehat telah banyak terbukti dapat menurunkan tekanan
darah. Beberapa pola hidup sehat yang dianjurkan oleh banyak guidelines adalah :
1) Penurunan berat badan.
Mengganti makanan tidak sehat dengan memperbanyak asupan sayuran dan buah-
buahan dapat memberikan manfaat yang lebih selain penurunan tekanan darah,
seperti menghindari diabetes dan dislipidemia.
2) Mengurangi asupan garam.
Makanan tinggi garam dan lemak merupakan makanan tradisional pada kebanyakan
daerah. Tidak jarang pula pasien tidak menyadari kandungan garam pada makanan
cepat saji, makanan kaleng, daging olahan dan sebagainya. Tidak jarang, diet
rendah garam ini juga bermanfaat untuk mengurangi dosis obat antihipertensi pada
pasien hipertensi derajat ≥ 2. Dianjurkan untuk asupan garam tidak melebihi 2 gr/
hari.
3) Olahraga.
Olahraga yang dilakukan secara teratur sebanyak 30 sampai 60 menit/ hari, minimal
3 hari/ minggu, dapat menolong penurunan tekanan darah. Terhadap pasien yang
tidak memiliki waktu untuk berolahraga secara khusus, sebaiknya harus tetap
dianjurkan untuk berjalan kaki, mengendarai sepeda atau menaiki tangga dalam
aktifitas rutin mereka di tempat kerjanya.
4) Mengurangi konsumsi alkohol.
Konsumsi alkohol walaupun belum menjadi pola hidup yang umum di negara kita,
namun konsumsi alkohol semakin hari semakin meningkat seiring dengan
perkembangan pergaulan dan gaya hidup, terutama di kota besar. Konsumsi alkohol
lebih dari 2 gelas per hari pada pria atau 1 gelas per hari pada wanita, dapat
meningkatkan tekanan darah. Dengan demikian membatasi atau menghentikan
konsumsi alkohol sangat membantu dalam penurunan tekanan darah.
5) Berhenti merokok.
Merokok sampai saat ini belum terbukti berefek langsung dapat menurunkan
tekanan darah, tetapi merokok merupakan salah satu faktor risiko utama penyakit
kardiovaskular, dan pasien sebaiknya dianjurkan untuk berhenti merokok (PERKI,
2015).
b. Penatalaksanaan farmakologis
Tujuan pengobatan hipertensi adalah untuk mencegah terjadinya morbiditas dan
mortalitas akibat tekanan darah tinggi. Berikut penggunaan obat-obatan sebagai
penatalaksanaan farmakologis untuk hipertensi.
1) Diuretik
Obat-obatan jenis diuretic bekerja dengan mengeluarkan cairan tubuh,
sehingga volume cairan tubuh berkurang, tekanan darah turun dan beban jantung
lebih ringan.
2) Penyekat beta (beta-blockers)
Mekanis kerja obat antihipertensi ini adalah melalui penurunan laju nadi
dan daya pompa jantung. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada penggunaan
obat ini yaitu tidak dianjurkan pada penderita asma bronchial, dan pengunaan
pada penderita diabetes harus hati-hati karena dapat menutupi gejala
hipoglikemia.
3) Golongan penghambat Angiotensin Converting Enzyme (ACE) dan Angiotensin
Receptor Blocker (ARB)
Penghambat Angiotensin Converting Enzyme (ACE inhibitor/ACEi)
menghambat kerja ACE sehingga perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II
(vosokontriktor) terganggu. Sedangkan Angiotensin Receptor Blocker (ARB)
menghalangi ikatan angiotensin II pada reseptornya. ACEI maupun ARB
mempunyai efek vasodilatasi, sehingga meringankan beban jantung.
4) Golongan Calcium Channel Blockers (CCB)
Calcium Channel Blockers (CCB) menghambat masuknya kalsium ke
dalam sel pembuluh darah arteri, sehingga menyebabkan dilatasi arteri koroner
dan juga arteri perifer (Kemenkes RI, 2013).

DAFTAR PUSTAKA

Dwi Pramana, K. (2020). Penatalaksanaan Krisis Hipertensi. Jurnal Kedokteran, 5(2), 91–96.

Manuntung, A. (2018). Terapi Perilaku Kognitif Pada Pasien Hipertensi.


Nugroho, W. (2014). Keperawatan gerontik dan Geriatrik Ed. 3. Jakarta:EGC

Nugroho, W. 2012. Keperawatan Gerontik dan Geriatrik. Jakarta: EGC

Kemenkes RI. (2013). Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana Hipertensi.

PERKI. (2015). Pedoman Tatalaksana Hipertensi Pada Penyakit Kardiovaskular (1st ed.).

Anda mungkin juga menyukai