Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HIPERTENSI

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAKARTA I

2020/2021
A. Konsep Penyakit
1. Pengertian Hipertensi

Hipertensi (High blood pressure) merupakan suatu kelompok penyakit tidak menular
dimana terjadi peningkatan tekanan darah sistolik diatas 130 mmHg dan tekanan darah
diastolik dibawah 90 mmHg. Hipertensi biasanya terjadi tanpa gejala yang jelas. Hal ini
pada akhirnya dapat menyebabkan kondisi lain mulai dari aritmia hingga serangan
jantung dan stroke. (AHA, 2020).

Hipertensi adalah suatu keadaan ketika seseorang mengalami peningkatan tekanan darah
diatas normal atau peningkatan abnormal secara terus menerus lebih dari suatu periode,
dengan tekanan sistolik diatas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90mmHg.
(Aspiani, 2014).

2. Klasifikasi Hipertensi

Menurut (WHO, 2018) batas normal tekanan darah adalah tekanan darah sistolik kurang
dari 120 mmHg dan tekanan darah diastolik kurang dari 80 mmHg. Seseorang yang
dikatakan hipertensi bila tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan
diastolik lebih dari 90 mmHg.

Kategori Tekanan darah Sistolik Tekanan darah Diastolik

Normal < 120 mmHg < 80 mmHg

Prehipertensi 120 – 129 mmHg < 80 mmHg

Hipertensi stage I 130-139 mmHg 80-89 mmHg

Hipertensi stage II ≥ 140 mmHg ≥ 90 mmHg

Klasifikasi hipertensi berdasarkan penyebabnya yaitu hipertensi primer dan hipertensi


sekunder (Aspiani, 2014). Hipertensi primer adalah peningkatan tekanan darah yang tidak
diketahui penyebabnya. Dari 90% kasus hipertensi merupakan hipertensi primer.
Beberapa faktor yang diduga berkaitan dengan berkembangnya hipertensi primer adalah
genetik, jenis kelamin, usia, diet, berat badan, gaya hidup. Hipertensi sekunder adalah
peningkatan tekanan darah karena suatu kondisi fisik yang ada sebelumnya seperti
penyakit ginjal atau gangguan tiroid. Dari 10% kasus hipertensi merupakan hipertensi
sekunder. Faktor pencetus munculnya hipertensi sekunder antara lain: penggunaan
kontrasepsi oral, kehamilan, peningkatan volume intravaskular, luka bakar dan stres
(Aspiani, 2014).

Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dapat dikelompokkan menjadi dua golongan


yaitu (WHO, 2014) :

1. Hipertensi Esensial atau Hipertensi Primer


Sebanyak 90-95 persen kasus hipertensi yang terjadi tidak diketahui dengan pasti
apa penyebabnya. Para pakar menemukan hubungan antara riwayat keluarga
penderita hipertensi (genetik) dengan resiko menderita penyakit ini. Selain itu
juga para pakar menunjukan stres sebagai tertuduh utama, dan faktor lain yang
mempengaruhinya. Faktor-faktor lain yang dapat dimasukkan dalam penyebab
hipertensi jenis ini adalah lingkungan, kelainan metabolisme, intra seluler, dan
faktor-faktor yang meningkatkan resikonya seperti obesitas, merokok, konsumsi
alkohol, dan kelainan darah.
2. Hipertensi Renal atau Hipertensi Sekunder
Pada 5-10 persen kasus sisanya, penyebab khususnya sudah diketahui, yaitu
gangguan hormonal, penyakit diabetes, jantung, ginjal, penyakit pembuluh darah
atau berhubungan dengan kehamilan. Kasus yang sering terjadi adalah karena
tumor kelenjar adrenal. Garam dapur akan memperburuk resiko hipertensi tetapi
bukan faktor penyebab.
3. Hipertensi Maligna
Hipertensi maligna merupakan peningkatan tekanan darah yang cepat dan berat
biasanya sampai >240/120 mmHg dengan disertai kerusakan organ (flea-bitten
kidney/ginjal seperti dimakan kutu).Keadaan ini yang paling sering terlihat pada
populasi pria ras Afrika-Amerika yang berusia muda. Secara klinis hipertensi
maligna ditandai oleh hipertrofi ventrikel kiri, papil edema dan perdarahan retina
disamping keluhan nyeri dada, dispnea, angina ataupun sakit kepala. Kerusakan
end-organ dapat bermanifestasi sebagai edema pulmonal, azotemia, perdarahan
retina, ensefalopati, kejang dan koma.
3. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di
pusat vasomotor medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf
simpatis, yang berlanjut kebawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula
spinalis ke ganglia simpatis toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak kebawah melalui sistem saraf
simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron pre-ganglion melepaskan
asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah,
dimana dengan dilepaskannya norepinefrin yang akan mengakibatkan konstriksi
pembuluh darah. Berbagai faktor, seperti kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhi respons pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriktor (Brunner
& Suddarth, 2016).
Pada saat bersamaan ketika sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah
sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan
tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medula adrenal menyekresi epinefrin, yang
menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal menyekresi kortisol dan steroid
lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh
darah.Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal,
menyebabkan pelepasan renin (Brunner & Suddarth, 2016).
Renin yang dilepaskan merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian
diubah menjadi angiotensin II, vasokonstriktor kuat, yang pada akhirnya merangsang
sekresi aldosterone oleh korteks adrenal. Hormone ini menyebabkan retensi natrium
dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua
faktor tersebut cenderung mencetuskan hipertensi (Brunner & Suddarth, 2016).
PATHWAY
Sumber: hisan, IDOPUB, 2019

Faktor predisposisi

Merangsang pusat vasomotor

Merangsang neuron pre-ganglion untuk melepaskkan


asetilkolin

Merangsang serabut pasca ganglion ke pembuluh darah untuk melepaskan


norepinefrin

Kortisol dan steroid lainnya Kelenjar medula adrenal juga


disekresi oleh kelenjar korteks terangsang untuk menyekresi
adrenal epinefrin

Memperkuat Vasokonstriksi pembuluh


darah

Penurunan aliran darah ke ginjal

Pelepasan renin

Merangsang pembentukan angiotensin Imenjadi angiotensin II

Merangsang sekresi aldosteron

Retensi natrium dan air di tubulus

Peningkatan volume intravaskular


Hipertensi

Peningkatan retensi terhadap pemompaan darah ventrikel

Peningkatan beban kerja jantung

Hipertrofi ventrikel kiri

Gangguan Sirkulasi

Ginjal Pembuluh darah Retina

Sistemik Koroner
Spasme
Vasokonstriksi Arteriole
Obstruksi/ruptur
pembuluh darah Iskemi Miocard
pembuluh darah vasokonstriksi
ginjal
otak Diplopia
Afterload Nyeri akut
Blood meningkat
Stroke Flow
Hemoragik

Penurunan Fatigue
Respon RAA Curah jantung
Nyeri
Intoleransi
akut
aktivitas
Rangsang aldosteron

Retensi Na KELEBIHAN
VOLUME CAIRAN
4. Etiologi
Berdasarkan buku Brunner & Suddarth (2016) Hipertensi berdasarkan penyebabnya
Otak
dapat dibedakan menjadi 2 golongan besar yaitu :
a. Hipertensi Primer
Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya, data-data
penelitian telah menemukan beberapa faktor yang sering menyebabkan terjadinya
hipertensi. Pada umunya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik.
Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau peningkatan
tekanan perifer. Namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya Resti injuri
hipertensi:
- Genetik: Respon nerologi terhadap stress atau kelainan eksresi atautransport
Na.
- Obesitas: terkait dengan level insulin yang tinggi yang
mengakibatkantekanan darah meningkat.
- Stress Lingkungan.

- Hilangnya Elastisitas jaringan dan arterisklerosis pada orang tua


sertapelabaran pembuluh darah.

Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya perubahan –
perubahan pada :

- Elastisitas dinding aorta menurun


- Katub jantung menebal dan menjadi kaku
- Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah
berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah menurun
menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
- Kehilangan elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi karena kurangnya
efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi.
- Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer
Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya, data-data
penelitian telah menemukan beberapa faktor yang sering menyebabkan terjadinya
hipertensi. Faktor tersebut adalah sebagai berikut :

1) Faktor keturunan Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki
kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya
adalah penderita hipertensi.
2) Ciri perseorangan,
Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah:
- Umur (jika umur bertambah maka TD meningkat )
- Jenis kelamin ( laki-laki lebih tinggi dari perempuan )
- Ras ( ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih )
3) Kebiasaan hidup
Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi adalah :
- Konsumsi garam yang tinggi ( melebihi dari 30 gr )
- Kegemukan atau makan berlebihan
- Stress
- Merokok
- Minum alkohol
- Minum obat-obatan ( ephedrine, prednison, epineprin)
b. Hipertensi Sekunder
Penyebab hipertensi sekunder adalah :
1) Ginjal
- Glomerulonefritis
- Pielonefritis
- Nekrosis tubular akut
- Tumor
2) Vascular
- Aterosklerosis
- Hiperplasia
- Trombosis
- Aneurisma
- Emboli kolestrol
- Vaskulitis

3) Kelainan endokrin
- DM
- Hipertiroidisme
- Hipotiroidisme
4) Saraf
- Stroke
- Ensepalitis
5) Obat – obatan
- Kontrasepsi oral
- Kortikosteroid
5. Komplikasi
Tekanan darah tinggi bila tidak segera diobati atau ditanggulangi, dalam jangka panjang
akan menyebabkan kerusakan ateri didalam tubuh sampai organ yang mendapat suplai
darah dari arteri tersebut.
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita hipertensi yaitu: (Aspiani, 2014)
a) Stroke terjadi akibat hemoragi disebabkan oleh tekanan darah tinggi di otak dan
akibat emboli yang terlepas dari pembuluh selain otak yang terpajan tekanan darah
tinggi.
b) Infark miokard dapat terjadi bila arteri koroner yang arterosklerotik tidak dapat
menyuplai cukup oksigen ke miokardium dan apabila membentuk 12 trombus yang
bisa memperlambat aliran darah melewati pembuluh darah.
c) Hipertensi kronis dan hipertrofi ventrikel, kebutuhan oksigen miokardium tidak dapat
dipenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark. Sedangkan
hipertrofi ventrikel dapat menyebabkan perubahan waktu hantaran listrik melintasi
ventrikel terjadilah disritmia, hipoksia jantung, dan peningkatan resiko pembentukan
bekuan.
d) Gagal jantung dapat disebabkan oleh peningkatan darah tinggi. Penderita hipertensi,
beban kerja jantung akan meningkat, otot jantung akan mengendor dan berkurang
elastisitasnya, disebut dekompensasi. Akibatnya jantung tidak mampu lagi
memompa, banyak cairan tertahan diparu yang dapat menyebabkan sesak nafas
(eudema) kondisi ini disebut gagal jantung.
e) Ginjal, tekanan darah tinggi bisa menyebabkan kerusakan ginjal. Merusak sistem
penyaringan dalam ginjal akibat ginjal tidak dapat membuat zat-zat yang tidak
dibutuhkan tubuh yang masuk melalui aliran darah dan terjadi penumpukan dalam
tubuh.

6. Pemeriksaan Diagnostik

Penegakan diagnosis hipertensi didasarkan oleh anamnesis serta pemeriksaan fisik.


Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan untuk mencari penyebab sekunder hipertensi
serta memastikan ada tidaknya komplikasi.

a) Anamnesis
Anamnesis menyeluruh diperlukan untuk penegakan diagnosis, penilaian progresi
penyakit serta risiko komplikasi penyakit kardiovaskular dan pemilihan terapi
antihipertensi. Anamnesis sebaiknya meliputi hal berikut.
b) Gejala
Sebagian besar pasien tidak bergejala. Jika bergela, gejala yang sering dikeluhkan pasien
berupa nyeri kepala. Gejala yang dialami terkait komplikasi seperti fatigue, sesak nafas
saat beraktifitas, kaki bengkak, kelemahan tubuh satu sisi, dan penglihatan buram.
c) Riwayat Kejadian Kardiovaskular
Tanyakan kepada pasien apakah sebelumnya sudah didiagnosis hipertensi. Selain itu
tanyakan riwayat penyakit kardiovaskular sebelumnya yakni sindrom koroner akut, gagal
jantung, penyakit ginjal kronis, penyakit arteri perifer, sleep apneu, stroke, transient
ischemic attack, demensia.
d) Faktor Risiko
Faktor risiko perlu ditanyakan untuk menilai risiko komplikasi penyakit kardiovaskular
serta perencanaan terapi. Hal yang perlu ditanya yakni komorbid terkait risiko penyakit
kardiovaskular seperti diabetes, hiperkolesterol, gaya hidup (inaktivitas fisik, kebiasaan
merokok dan konsumsi alkohol)
e) Riwayat Konsumsi Obat
Hal ini perlu ditanyakan untuk penyesuaian jenis dan dosis antihipertensi pada pasien
yang sudah sering berobat untuk masalah hipertensi. Selain itu untuk penilaian ada
tidaknya konsumsi obat yang memiliki efek memicu kenaikan tekanan darah.
f) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik utama yakni pengukuran tekanan darah. Pemeriksaan fisik secara
lengkap juga perlu dilakukan untuk menilai ada tidaknya komorbid serta komplikasi.

7. Manifestasi Klinis Hipertensi


Menurut Tambayong (dalam Nurarif A.H., & Kusuma H., 2016), tanda dan gejala
pada hipertensi dibedakan menjadi :
1. Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan tekanan
darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini berarti
hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan darah tidak teratur.
2. Gejala yang lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri kepala
dan kelelahan. Dalam kenyataanya ini merupakan gejala terlazim yang mengenai
kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis. Beberapa pasien yang menderita
hipertensi yaitu :
a. Mengeluh sakit kepala, pusing
b. Lemas, kelelahan
c. Sesak nafas
d. Gelisah
e. Mual
f. Muntah
g. Epistaksis
h. Kesadaran menurun
8. Penatalaksanaan

Menurut Nurhidayat (2015) penanggulangan hipertensi secara garis besar dibagi


menjadi dua jenis yaitu:

a. Penatalaksanaan Non Farmakologis


1. Diet Pembatasan atau pewarnaan garam
Penurunan berat badan dapat menurunkan tekanan darah dengan penurunan aktivitas
rennin dalam plasma dan kadar aldosteron dalam plasma.
2. Aktivitas yang memantau untuk menghitung dalam kegiatan dan batasan medis dan
sesuai dengan kemampuan seperti berjalan, jogging, bersepeda atau berenang.
3. mengurangi asupan garam
mengurangi asupan garam yang dapat dilakukan dengan cara melakukan diet rendah
garam atau dengan cara mengurangi konsumsi garam sampai dengan 2300 mg atau
sama dengan satu sendok teh setiap harinya.
4. Batası konsumsi alkohol
Dalam konsumsi alkohol lebih dari 2 gelas per hari dapat meningkatkan tekanan
darah, sehingga dengan larangan atau larangan alkohol dapat membantu dalam
penurunan tekanan darah.
5. Menghindari merokok
Merokok juga dapat meningkatkan risiko komplikasi pada hipertensi seperti jantung
dan stroke. Di dalam kandungan utama rokok ierdapat tembakau, lalu di
dalamtembakau terdapat nikotin yang dapat membuat jantung bekerja lebih keras
karena dapat mempersempit pembuluh darah dan meningkatkan frekuensi denyut
jantung serta tekanan darah.
6. Penurunan stres
Menghindari stres pada penderita hipertensi dapat dilakukan dengan cara relaksasi
seperti relaksasi otot, yoga atau meditasi yang dapat mengontrol sistem saraf sehingga
dapat menurunkan tekanan darah yang tinggi.
b. Penatalaksanaan Farmakologi
Penatalaksanaan farmakologi menurut Saferi & Meriza (2013) yang menggunakan obat-
obatan, yaitu:
1. Diuretik (Hidroklorotiazid)
Diuretik ini dapat bekerja dengan cara mengeluarkan cairan berlebih dalam tubuh
sehingga daya pompa jantung menjadi lebih ringan.
2. Penghambat simpatetik (Metildopa, Klonidin dan Reserpin)
Obat-obatan jenis penghambat simpatetik ini berfungsi untuk menghambat aktivitas
saraf simpatis.
3. Betabloker (Metaprolol, Propanolol dan Atenolol)
Fungsi dari obat jenis betabloker ini adalah untuk menurunkan daya pompa jantung,
dengan kontraindikasi pada penderita yang mengalami gangguan pernafasan seperti
asma bronkial
4. Vasodilator (Prasonin dan Hidralasin)
Jenis vasodilator dapat bekerja secara pembuluh darah dengan relaksasi otot
pembuluh darah
5. Angiotensin Converting Enzyme (ACE) inhibitor (Captopril)
fungsi utama dari obat jenis ini adalah untuk menghambat pesanan zat angiotensin II
dengan efek samping hipertensi akan mengalami batuk kering, pusing pusing. , sakit
kepala dan lemas
6. Penghambat Reseptor Angiotensin II (Valsartan)
Daya pompa jantung akan lebih ringan jika obat-obatan jenis penghambat reseptor
angiotensin II diberikan karena akan menghalangi penempelan zat angiotensin II pada
reseptor
7. Angiotensin kalsium (Diltiasem dan Verapamil) Kontraksi jantung (kontraktilitas)
akan terhambat
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan adalah pengumpulan, validasi, organisasi yang sistematis
dan berkesinambungan untuk informasi pendokumentasian data (Kozier dan Erb’s,
2016). Menurut Doenges (2012) pengkajian keperawatan yang di lakukan adalah :
a. Aktivitas/istirahat
Gejala : mengalami kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup.
Tanda : mengalami perubahan irama jantung, frekuensi jantung meningkat, takipnea.
b. Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi, penyakit jantung coroner dan penyakit stroke, palpitasi.
Tanda : Kenaikan tekanan darah, denyut nadi terasa kuat, takikardia, murmur stenosis
valvular, distensi vena jugularis, kulit pucat, sianosis, CRT >3detik.
c. Integritas ego
Gejala : perubahan suasana hati, gelisah, tangisan meledak, tegang, pernafasan menghela,
peningkatan pola bicara.
Tanda : Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, stress.
d. Eliminasi
Gejala : mengalami gangguan atau riwayat penyakit ginjal.
Tanda : perubahan jumlah dan frekuensi buang air kecil dan besar.
e. Makanan atau cairan
Gejala : menyukai makanan yang mengandung tinggi garam, lemak serta kolesterol, mual
dan muntah, perubahan berat badan, serta riwayat penggunaan obat.
Tanda : obesitas, berat badan normal, edema, glikosuria.
f. Neurosensori
Gejala : mengeluh pusing, sakit kepala, dan gangguan penglihatan.
Tanda : mengalami perubahan (status mental, orientasi, pola bicara, berfikir), penurunan
kekuatan genggaman tangan.
g. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : penyakit jantung koroner, angina, pusing.

h. Pernafasan
Gejala : dispnea, takipnea, batuk dengan/tanpa adanya sputum, riwayat merokok.
Tanda : stressi pernafasan, menggunakan otot bantu nafas, bunyi nafas tambahan
(krakles/mengi), sianosis.
i. Keamanan
Gejala : mengalami gangguan koordinasi/cara berjalan, hipotensi postural.

2. Diagnosis Keperawatan
1) Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan
afterload, vasokontriksi, hipertrofi/rigiditas ventrikuler, iskemia miokard
2) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan, ketidakseimbangan suplai
dan kebutuhan oksigen
3) Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral
4) Resiko cedera berhubungan dengan defisit lapang pandang, motorik atau persepsi
5) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses
penyakit
3. Perencanaan Keperawatan

PERENCANAAN KEPERAWATAN

NO DX Tujuan dan Kriteria Hasil Tindakan Keperawatan

1 Resiko tinggi terhadap penurunan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Perawatan Jantung
curah jantung b.d peningkatan selama …x/24 jam diharapkan keadekuatan
Tindakan
afterload, vasokontriksi, jantung memompa darah untuk memenuhi
hipertrofi/rigiditas ventrikuler, kebutuhan metabolism tubuh meningkat. Observasi
iskemia miokard
Kriteria hasil : ● Identifikasi tanda/gejala primer
penurunan curah jantung (meliputi
● Kekuatan nadi perifer : Meningkat
dyspnea, kelelahan, edema,
(5)
orthopnea, paroxysmal nocturnal
● Left ventricular stroke work index
dyspnea, peningkatan CVP)
(LVSWI) : Meningkat (5)
● Identifikasi tanda/gejala sekunder
● Stroke volume index (SVI) :
penurunan curah jantung (meliputi
Meningkat (5)
peningkatan berat badan,
● Palpitasi : Meningkat (1)
hepatomegaly, distensi vena
● Bradikardia : Meningkat (1)
jugularis, palpitasi, ronkhi basah,
● Takikardia : Meningkat (1)
oliguria, batuk, kulit pucat)
● Lelah : Meningkat (1)
● Monitor tekanan darah ( termasuk
● Tekanan darah : Membaik (5) tekanan darah ortostastik, jika
● Pengisian kapiler : Membaik (5) perlu)
● Central Venous Pressure ● Monitor intake dan output cairan
(CVP) :Membaik (5) ● Monitor saturasi oksigen
● Monitor keluhan nyeri dada (mis.
intensitas, lokasi, radiasi, durasi,
presivitasi yang mengurangi nyeri)
● Monitor EKG 12 sandapan
● Monitor aritmia (kelainan irama
dan frekuensi)
● Monitor nilai laboratorium jantung
(,mis. elektrolit, enzim jantung,
BNP, NTpro-BNP)
● Periksa tekanan darah dan
frekuensi nadi sebelum dan sesudah
aktivitas

Terapeutik

● Posisikan pasien semi fowler atau


fowler dengan kaki kebawah atau
posisi nyaman
● Berikan diet jantung yang sesuai
(mis. batasi asupan kafein, natrium,
kolesterol, dan makanan tinggi
lemak)
● Fasilitasi pasien dan keluarga untuk
modifikasi gaya hidup sehat
● Berikan terapi relakasasi untul
mengurangi stress, jika perlu.
● Berikan dukungan emosional dan
spiritual

Edukasi

● Anjurkan beraktivitas fisik sesuai


toleransi
● Anjurkan beraktivitas fisik secara
bertahap
● Anjurkan berhenti merokok
● Ajarkan pasien dan keluarga
mengukur intake dan output cairan
harian
Kolaborasi
● Kolaborasi pemberian obat
hipertensi, jika perlu

2 Intoleransi aktivitas b.d kelemahan, Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Energi
ketidakseimbangan suplai dan selama …x/24 jam diharapkan respon
Observasi
kebutuhan oksigen fisiologis terhadap aktivitas yang
membutuhkan tenaga Meningkat. ● Identifikasi gangguan fungsi tubuh
yang mengakibatkan kelelahan
Kriteria Hasil :
● Monitor kelelahan fisik dan
● Kemudahan melakukan aktivitas emosional
sehari – hari : Meningkat (5) ● Monitor pola dan jam tidur
● Kecepatan berjalan : Meningkat (5) ● Monitor lokasi dan
● Keluhan lelah : Menurun (5) ketidaknyamanan selama
● Dispnea saat aktivitas : Menurun (5) melakukan aktivitas
● Dispena setelah aktivitas : Menurun Terapeutik
(5)
● Sediakan lingkungan nyaman dan
● Frekuensi nadi : Membaik (5)
rendah stimulus (mis. cahaya,
● Tekanan darah : Membaik (5)
suara, kunjungan)
● Saturasi oksigen : Membaik (5)
● Lakukan latihan rentang gerak
● Frekuensi napas : Membaik (5)
pasif dan/atau aktif
● Berikan aktivitas distraksi yang
menenangkan
● Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur,
jika tidak dapat berpindah atau
berjalan
Edukasi

● Anjurkan tirah baring


● Anjurkan melakukan aktivitas
secara bertahap
● Ajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan
Kolaborasi

● Kolaborasi dengan ahli gizi tentang


cara meningkatkan asupan
makanan.
3 Nyeri akut b.d peningkatan tekanan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Nyeri
vaskuler serebral selama …x/24 jam diharapkan tingkatan
Observasi
nyeri klien Menurun.
● Identifikasi lokasi, karakteristik,
Kriteria Hasil :
durasi, frekuensi, kualitas,
● Keluhan nyeri : Menurun (5) intensitas nyeri.
● Meringis : Menurun (5) ● Identifikasi skala nyeri
● Sikap protektif : Menurun (5) ● Identifikasi respon nyeri non verbal
● Gelisah : Menurun (5) ● Identifikasi faktor yang
● Kesulitan tidur : Menurun (5) memperberat dan memperingan
● Frekuensi nadi : Membaik (5) nyeri
● Pola napas : Membaik (5) ● Identifikasi pengetahuan dan
● Tekanan darah : Membaik (5) keyakinan tentang nyeri
● Proses berpikir : Membaik (5) ● Identifikasi pengaruh dan budaya
● Nafsu makan : Membaik (5) terhadap respon nyeri
● Pola tidur : Membaik (5) ● Identifikasi respon nyeri pada
kualitas hidup
● Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
● Monitor efek samping penggunaan
analgetik

Teraputik

● Berikan teknik non farmakologis


untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresur, terapi
music, biofeedback, terapi pijat,
aromaterapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
● Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis. suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
● Fasilitasi istirahat dan tidur
● Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi

● Jelaskan penyebab, periode, dan


pemicu nyeri
● Jelaskan strategi meredakan nyeri
● Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
● Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
● Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
● Kolaborasi pemberian analgetik,
jika perlu
4 Resiko cedera b.d defisit lapang Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Keselamatan Lingkungan
pandang, motorik atau persepsi selama …x/24 jam diharapkan risiko cedera
Observasi
klien Menurun
● Identifikasi kebutuhan keselamatan
Kriteria Hasil :
(mis. kondisi fisik, fungsi kognitif,
● Kejadian cedera : Menurun (5) dan riwayat perilaku)
● Luka/lecet : Menurun (5) ● Monitor perubahan status
● Ekspresi wajah kesakitan : Menurun keselamatan lingkungan
(5) Terapeutik
● Agitasi : Menurun (5)
● Hilangkan bahaya keselamatan
● Iritabilitas : Menurun (5)
lingkungan (mis. fisik, biologi,
● Gangguan mobilitas : Menurun (5)
kimia), jika memungkinkan
● Tekanan darah : Membaik (5)
● Modifikasi lingkungan untuk
● Frekuensi nadi : Membaik (5)
meminimalkan bahaya dan risiko
● Frekuensi napas : Membaik (5)
Edukasi
● Pola istirahat/tidur : Membaik (5)
● Nafsu makan : Membaik (5) ● Ajarkan individu, keluarga, dan
kelompok risiko tinggi bahaya
lingkungan
5 Kurang pengetahuan b.d kurangnya Setelah dilakukan tindakan keperawatan Edukasi Kesehatan
informasi tentang proses penyakit selama …x/24 jam diharapkan tingkat Observasi
pengetahuan klien Meningkat
● Identifikasi kesiapan dan
kemampuan menerima informasi
● Identifikasi faktor-faktor yang
Kriteria Hasil :
dapat meningkatkan dan
● Perilaku sesuai anjuran : Meningkat menurunkan motivasi perilaku
(5) hidup bersih dan sehat
● Verbalisasi minat dalam belajar : Terapeutik
Meningkat (5)
● Sediakan materi dan media
● Kemampuan menjelaskan
pendidikan kesehatan
pengetahuan tentang suatu topik :
● Jadwalkan pendidikan kesehatan
Meningkat (5)
sesuai kesepakatan
● Perilaku sesuai dengan pengetahuan:
● Berikan kesempatan untuk bertanya
Meningkat (5)
Edukasi
● Pertanyaan tentang masalah yang
dihadapi : Menurun (5) ● Jelaskan faktor risiko yang dapat
● Persepsi yang keliru terhadap mempengaruhi kesehatan
masalah : Menurun (5) ● Ajarkan perilaku hidup bersih dan
sehat
● Ajarkan strategi yang dapat
digunakan untuk meningkatkan
perilaku hidup bersih dan sehat
4. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan aspek penting dari proses keperawatan untuk
mengambil kesimpulan apakah perencanaan harus dihentikan, dirubah, atau dilanjutkan
(Kozier dan Erb’s, 2016). Tahap evaluasi merupakan penilaian keberhasilan dalam
penggunaan proses keperawatan. Evaluasi dibagi menjadi dua, yaitu : Tinjauan laporan
klien harus mencakup riwayat perawatan, riwayat pemeriksaan Kesehatan dan semua
laporan observasi, pengkajian Kembali terhadap klien berdasarkan tujuan kriteria yang
dapat diukur seperti mengukur tekanan darah, suhu, dan lain-lain.
Adapun evaluasi keperawatan pada pasien dengan hipertensi menurut Doenges
(2012) adalah :
1) Diagnosa I yaitu resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung : berpartisipasi
dalam aktivitas yang dapat menurunkan tekanan darah beban kerja jantung,
mempertahankan tekanan darah dalam rentang normal.
2) Diagnosa II yaitu intoleransi aktivitas : ikut dalam aktivitas yang dibutuhkan,
melaporkan kegiatan dalam intoleransi aktivitas yang dapat diukur.
3) Diagnosa III yaitu nyeri : melaporkan nyeri hilang dan terkontrol,
mengungkapkan dalam mengurangi nyeri, mengikuti rencana pengobatan.
4) Diagnosa IV yaitu nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh ; mengidentifikasi hubungan
antara hipertensi dan kegemukan, menunjukkan pola makan yang sesuai,
melakukan olahraga yang tepat.
5) Diagnosa V yaitu kurang pengetahuan terhadap penyakit : mengidentifikasi
perilaku koping yang efektif, mendemontrasikan metode koping yang efektif.
6) Diagnosa VI yaitu resiko cedera : menyatakan pemahaman tentang proses
penyakit dan pengobatan, mempertahankan tekanan darah dalam batas normal,
klien dapat memodifikasi gaya hidup.
DAFTAR PUSTAKA

Aspiani. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Kardiovaskuler. Jakarta:
EGC.

Brunner, & Suddarth. (2016). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

Doenges, EM., Mary, FM., Alice, CG. (2012) Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Jakarta : EGC
Kozier & Erb’s. (2016) Fundamental of Nursing : Concept, Process, Practice, Elsevier
Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan. Diagnosa
Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: Media Action.

Nurhidayat, Saiful. (2015). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Hipertensi Dengan Pendekatan
Riset. Ponorogo. UNMUH Ponorogo

PPNI.2016.Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:Definisi dan Indikator Diagnostik,Edisi


1.Jakarta:DPP PPNI

PPNI.2016.Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:Definisi dan Tindakan


Keperawatan,Edisi 1.Jakarta:DPP PPNI

PPNI.2019.Standar Luaran Keperawatan Indionesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan,


Edisi I.Jakarta: DPP PPNI

Wijaya, Andra Saferi & Yessie Mariza Putri. (2013). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta:
Nuha Medik

Anda mungkin juga menyukai