Anda di halaman 1dari 13

BAB I

TINJAUAN TEORITIS

A. Definisi CKD (Chronic Kidney Disease)


Chronic Kidney Disease (CKD) atau biasa dikenal gagal ginjal kronik atau
penyakit renal tahap akhir merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan
irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme
dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan
sampah nitrogen lain dalam darah) (Smeltzer & Bare, 2002).
Gagal ginjal kronik adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat persisten
dan irreversible. Gangguan fungsi ginjal merupakan penurunan laju filtrasi
glomerulus (Glomerolus Filtration Rate/GFR) yang dapat digolongkan ringan,
sedang dan berat (Mansjoer, 2007).
Kriteria penyakit GGK menurut National Kidney Foundation (2002) yaitu
sebagai berikut:
1. Terjadi kerusakan ginjal selama 3 bulan atau lebih yang ditandai oleh
abnormalitas struktur atau fungsi ginjal dengan atau tanpa penurunan laju
filtrasi glomerulus (GFR), yang dimanifestasikan oleh abnormalitas patologis
atau tanda kerusakan ginjal, meliputi abnormalitas komposisi darah atau urin,
atau abnormalitas hasil tes.
2. GFR< 60 ml/mnt/1.73 m2 selama 3 bulan atau lebih, dengan atau tanpa
kerusakan ginjal (National Kidney Foundation, 2002).

B. Etiologi
Menurut Mansjoer (2000), penyebab gagal ginjal kronik adalah:
a. Glomerulonefritis
Glomerulonefritis terjadi karena adanya peradangan pada glomerulus yang
diakibatkan karena adanya pengendapan kompleks antigen antibodi. Reaksi
peradangan di glomerulus menyebabkan pengaktifan komplemen, sehingga
terjadi peningkatan aliran darah dan peningkatan permeabilitas kapiler
glomerulus dan filtrasi glomerulus. Protein-protein plasma dan sel darah merah
bocor melalui glomerulus. (Price, 2005).
b. Diabetes Melitus
Menurut American Diabetes Association (2003) diabetes melitus merupakan
suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. (Price,
2005).
c. Ginjal polikistik
Penyakit ginjal polikistik (PKD) ditandai dengan kista-kista multiple, bilateral,
dan berekspansi yang lambat laun mengganggu dan menghancurkan parenkim
ginjal normal akibat penekanan. Semakin lama ginjal tidak mampu
mempertahankan fungsi ginjal, sehingga ginjal akan menjadi rusak (Price,
2005).
d. Hipertensi
Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah > 140/90 mmHg. Hipertensi
diklasifikasikan atas hipertensi primer (esensial) (90-95%) dan hipertensi
sekunder (5-10%). Dikatakan hipertensi primer bila tidak ditemukan penyebab
dari peningkatan tekanan darah tersebut, sedangkan hipertensi sekunder
disebabkan oleh penyakit atau keadaan seperti feokromositoma,
hiperaldosteronisme primer (sindroma Conn), sindroma Cushing, penyakit
parenkim ginjal dan renovaskuler, serta akibat obat (Bakri, 2008).
Tabel 2. Klasifikasi hipertensi menurut JNC VII

C. Klasifikasi
Penyakit gagal ginjal kronik umumnya dibagi menjadi 5 stadium,
pembagiannya dilakukan berdasarkan nilai GFR (Glomerular Filtration Rate)
yaitu:
a. Stadium 1
Kerusakan pada ginjal dapat dideteksi sebelum GFR mulai menurun. Pada
stadium pertama penyakit ginjal ini, tujuan pengobatan adalah untuk
memperlambat perkembangan gagal ginjal dan mengurangi resiko penyakit
jantung dan pembuluh darah.
b. Stadium 2
Saat fungsi ginjal mulai menurun, dokter akan memperkirakan perkembangan
gagal ginjal yang dilami klien dan meneruskan pengobatan untuk mengurangi
resiko masalah kesehatan lain.
c. Stadium 3
Saat gagal ginjal sudah berlanjut pada stadium ini, anemia dan masalah tulang
menjadi semakin umum. Sebaiknya konsultasi dengan dokter untuk mencegah
atau mengobati masalah ini.
d. Stadium 4
Penurunan berat pada GFR (15-29 mL/menit/1,73m2). Teruskan pengobatan
untuk komplikasi gagal ginjal dan belajar semaksimal mungkin mengenai
pengobatan untuk kegagalan ginjal. Masing-masing pengobatan membutuhkan
persiapan. Apabila klien memilih hemodialisis, maka akan membutuhkan
tindakan untuk memperbesar dan memperkuat pembuluh darah dalam lengan
agar siap menerima pemasukan jarum secara sering. Untuk dialisis
peritonea, sebuah kateter harus ditanam dalam perut atau mungkin klien ingin
meminta anggota keluarga atau teman menyumbang satu ginjal untuk
dicangkok.
e. Stadium 5
Kegagalan ginjal (GFR < 15 mL/menit/1,73m2). Saat ginjal tidak bekerja
cukup untuk menahan kehidupan, klien akan membutuhkan dialisis atau
pencangkokan ginjal.
Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut menurut Clarkson (2005)
Tabel 3. LFG dan Stadium CKD
Stadiun Deskripsi LFG (mL/menit/1.73 m²)
0 Risiko meningkat ≥ 90 dengan faktor risiko
1 Kerusakan ginjal disertai LFG ≥ 90
normal atau meninggi
2 Penurunan ringan LFG 60-89
3 Penurunan sedang LFG 30-59
4 Penurunan berat LFG 15-29
5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis

Untuk menilai GFR (Glomelular Filtration Rate)/CCT (Clearance Creatinin


Test) dapat digunakan rumus:
CCT (ml/menit) = (140-umur) x berat badan (kg)
72 x creatinin serum
Pada wanita, hasil tersebut dikalikan dengan 0,85

Nilai normal :
Laki-laki : 97 - 137 mL/menit/1,73 m2 
Wanita    : 88 - 128 mL/menit/1,73 m2 

D. Patofisiologi
Hipertensi dalam jangka waktu yang lama dapat mengganggu ginjal.
Beratnya pengaruh hipertensi terhadap ginjal tergantung dari tingginya tekanan
darah dan lamanya menderita hipertensi. Makin tinggi tekanan darah dalam waktu
lama makin berat komplikasi yang mungkin ditimbulkan. Adanya peningkatan
tekanan darah yang berkepanjangan nantinya akan merusak pembuluh darah pada
daerah di sebagian besar tubuh. Ginjal memiliki jutaan pembuluh darah kecil dan
nefron yang memiliki fungsi untuk menyaring adanya produksi darah. Ketika
pembuluh darah pada ginjal rusak dapat menyebabkan aliran darah akan
menghentikan pembuangan limbah serta cairan ekstra dari tubuh.
Penyakit ginjal kronik yang berat dapat menyebabkan hipertensi atau ikut
berperan dalam hipertensi melalui mekanisme retensi natrium dan air, pengaruh
vasopresor dari sistem renin-angiotensin dan mungkin pula melalui defisiensi
prostaglandin. Nefrosklerosis menunjukkan adanya perubahan patologis pada
pembuluh darah ginjal akibat hipertensi. Keadaan ini merupakan salah satu
penyebab utama gagal ginjal kronik, terutama pada populasi bukan orang kulit
putih (Price & Wilson, 2005).
Ketika penyempitan menjadi cukup parah, kurangnya aliran darah dapat
menyebabkan hilangnya fungsi ginjal. Jika suplai darah ke kedua ginjal
dipengaruhi, atau aliran darah ke ginjal berfungsi tunggal, seperti setelah
penghapusan ginjal akibat kanker, terganggu, klien akan mengembangkan CKD.
Penurunan aliran darah memicu sistem renin angiotensin, menyebabkan
hipertensi. Hipertensi yang berlangsung lama dapat mengakibatkan perubahan
struktur pada arteriol di seluruh tubuh, ditandai dengan fibrosis dan hialinisasi
dinding pembuluh darah. Organ sasaran utama adalah jantung, otak, ginjal, dan
mata. Pada ginjal, arteriosklerosis akibat hipertensi lama menyebabkan
nefrosklerosis. Gangguan ini merupakan akibat langsung iskemia karena
penyempitan lumen pembuluh darah intrarenal. Penyumbatan arteri dan arteriol
akan menyebabkan kerusakan glomerulus dan atrofi tubulus, sehingga seluruh
nefron rusak maka terjadilah gagal ginjal kronik. Gagal ginjal kronik sendiri
sering menimbulkan hipertensi. Sekitar 90% hipertensi bergantung pada volume
dan berkaitan dengan retensi air dan natrium, sementara < 10% bergantung pada
renin.

E. Manifestasi Klinis
Menurut Smeltzer & Bare (2002) setiap sistem tubuh pada gagal ginjal kronis
dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka klien akan menunjukkan sejumlah tanda
dan gejala. Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat
kerusakan ginjal, usia klien dan kondisi yang mendasari. Tanda dan gejala klien
gagal ginjal kronis adalah sebagai berikut :
a. Manifestasi kardiovaskuler
Mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem
renin-angiotensin-aldosteron), pitting edema (kaki,tangan,sakrum), edema
periorbital, Friction rub perikardial, pembesaran vena leher.
b. Manifestasi dermatologi
Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering, bersisik, pruritus, ekimosis,
kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar.
c. Manifestasi Pulmoner
Krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal, pernapasan Kussmaul
d. Manifestasi Gastrointestinal
Napas berbau amonia, ulserasi dan pendarahan pada mulut, anoreksia,
mual,muntah, konstipasi dan diare, pendarahan saluran gastrointestinal
e. Manifestasi Neurologi
Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan tungkai,
panas pada telapak kaki, perubahan perilaku
f. Manifestasi Muskuloskeletal
Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot drop
g. Manifestasi Reproduktif
Amenore dan atrofi testikuler

F. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi ginjal.
1) Ultrasonografi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal dan
adanya massa kista, obtruksi pada saluran perkemihan bagian atas.
2) Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel jaringan
untuk diagnosis histologis.
3) Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.
4) EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan
asam basa.
b. Foto Polos Abdomen
Menilai besar dan bentuk ginjal serta adakah batu atau obstruksi lain.
c. Pielografi Intravena
Menilai sistem pelviokalises dan ureter, beresiko terjadi penurunan faal ginjal
pada usia lanjut, diabetes melitus dan nefropati asam urat.
d. USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkin ginjal, anatomi sistem
pelviokalises, dan ureter proksimal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem
pelviokalises dan ureter proksimal, kandung kemih dan prostat.
e. Renogram
Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi gangguan (vaskuler, parenkhim)
serta sisa fungsi ginjal
f. Pemeriksaan Radiologi Jantung
Mencari adanya kardiomegali, efusi perikarditis
g. Pemeriksaan radiologi Tulang
Mencari osteodistrofi (terutama pada falangks /jari) kalsifikasi metatastik
h. Pemeriksaan radiologi Paru
Mencari uremik lung yang disebabkan karena bendungan.
i. Pemeriksaan Pielografi Retrograde
Dilakukan bila dicurigai adanya obstruksi yang reversible
j. EKG
Untuk melihat kemungkinan adanya hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia karena gangguan elektrolit (hiperkalemia)
k. Biopsi Ginjal
Dilakukan bila terdapat keraguan dalam diagnostik gagal ginjal kronis atau
perlu untuk mengetahui etiologinya.

G. Penatalaksanaan
Menurut Mansjoer (2000), penatalaksanaan medis pada gagal ginjal kronik
adalah:
a. Tentukan dan tatalaksana penyebab
b. Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan dan cairan dan garam, pada
beberapa klien, furosemid dosis besar (250-1000 mg/hari) atau diuretin loop
(bumetarid, asam etokrinat) diperlukan untuk mencegah kelebihan cairan
pengawasan dilakukan melalui berat badan, urine dan pencatatan
keseimbangan cairan/masukan melebihi keluaran sekitar 500 ml.
c. Diet tinggi kalori dan rendah protein (20-40 g/hari) menghilangkan gejala
anoreksia dan nausea dari uremia, menyebabkan penurunan ureum dan
perbaikan gejala. Hindari masukan dan berlebihan dari kalium dan garam.
d. Kontrol Hipertensi
Pada klien hipertensi dengan penyakit ginjal, keseimbangan garam dan cairan
di atur sendiri tanpa tergantung tekanan darah. Hal yang sering ditemukan
adalah hiperglikemia dan asidosis berat hindari kalium yang besar (batasi
hingga 60 mmol/hari), diuretik hemat kalium, obat-obatan yang berhubungan
dengan ekskresi kalium (misalnya menghambat ACE dan obat anti inflasi
nonsteroid
e. Mencegah dan tatalaksana tulang ginjal
Hiperpospatemia dikontrol oleh obat yang mengikat posfat seperti alumunium
hidroks (330-800 mg) atau kalsium karbonat (500-3000 mg) pada setiap
makan.
f. Deteksi dini dan terapi infeksi
Klien uremia harus di terapi sebagai klien imunosupresif dan di terapi lebih
ketat.
g. Modifikasi terapi obat dan fungsi ginjal
Banyak obat-obatan yang harus diturunkan dosisnya misalnya digoksin
aminogikosid, analgetik opiat, amfoteris dan alopurinol.
h. Deteksi dan terapi komplikasi
Awasi dengan ketat kemungkinan enselopati uremia, perikarditis neunpari
perifer, hiperkolemia yang meningkat kelebihan cairan infeksi yang
mengancam jiwa, kegagalan untuk bertahan sehingga diperlukan dialisis.
i. Persiapan dialisis dan program transplantasi
Segera dipersiapkan setelah gagal ginjal kronik diabetes. Indikasi dilakukan
dialisa biasanya adalah gagal ginjal dengan gejala klinis yang jelas mesti telah
dilakukan terapi konservatif atau terjadi komplikasi.

H. Komplikasi
Komplikasi yang ditimbulkan dapat bermacam-macam tergantung organ yang
terkena antara lain:
a. Jantung: edema paru, aritmia, efusi pericardium, tamponade jantung
b. Gangguan elekrolit: hiponatremia, asidosis, hiperkalemia (akibat
penuruan ekskresi, asidosis mertabolik, katabolisme dan masukan diet yang
berubah)
c. Neurologi: iritabilitas, neuromuscular, flap, tremor, koma, gangguan
kesadaran, kejang
d. Gastrointestinal: nausea, muntah, gastritis, ulkus peptikum, pendarahan
gastrointestinal.
e. Hematologi: anemia (akibat penurunan eritropeitin penurunan tentang usia
sel darah merah, perdarahan gastrom testinal akibat iritasi diet toxin, dan
kehilangan darah selama hemodialisis), diatesis, hemoragik.
f. Infeksi: pneumonia, septikemia, infeksi nosokomial
g. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system
renin–angiotensin–aldosteron.
h. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat refensi fosfat, kadar
kalsium peningkatan kadar aluminium.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian fokus yang disusun berdasarkan pada Gordon dan mengacu
pada Doenges (2001), serta Carpenito (2006) sebagai berikut:
1) Identitas pasien
Nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, nomor
register, tanggal masuk, dan nama penanggung jawab pasien selama dirawat.
2) Keluhan utama
Keluhan utama yang didapat biasanya bervariasi, mulai dari urine output
sedikit sampai tidak dapat BAK, gelisah sampai penurunan kesadaran, tidak
selera makan (anoreksia), mual muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, napas
berbau (urea) dan gatal pada kulit
3) Riwayat penyakit dahulu
Kaji adanya riwayat penyakit gagal ginjal akut, hipertensi, infeksi saluran
kemih, payah jantung, penggunaan obat-obat nefrotoksik, benign prostatic
hyperplasia (BPH) dan prostatektomi, penyakit batu saluran kemih, infeksi
sistem perkemihan yang berulang, penyakit diabetes melitus, dan penyakit
terdahulu yang dapat menjadi penyebab GGK
4) Pengkajian fisik
a. Penampilan / keadaan umum.
b. Tanda-tanda vital.
c. Kepala.
d. Leher dan tenggorok.
e. Dada
f. Abdomen.
g. Pemeriksaan Ginjal
Kaji daerah abdomen pada garis midklavikula kiri dan kanan atau daerah
costovertebral angle (CVA), normal keadaan abdomen simetris, tidak tampak
masa dan tidak ada pulsasi, bila tampak ada masa pulsasi kemungkinan ada
polikistik, hidronefrosis ataupun nefroma. Apakah adanya bunyi vaskuler aorta
maupun arteri renalis, bila ada bunyi desiran kemungkinan adanya RAS (Renal
Arteri Stenosis), nefro scelerotic. Bila terdengar desiran, jangan melakukan
palpasi, cedera pada suatu aneurisme di bawah kulit terjadi sebagai akibatnya
tes CVA bila adanya nyeri tekan di duga adanya implamasi akut.
Keadaan normal, ginjal tidak teraba. Apabila teraba membesar dan kenyal,
kemungkinan adanya polikistik maupun hidroneprosis. Bila dilakukan
penekanan klien mengeluh sakit, hal ini tanda kemungkinan adanya
peradangan.
h. Genital.
i. Ekstremitas
j. Kulit

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada CKD adalah sebagai
berikut:
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan akumulasi cairan (edema)
b. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai O 2 darah
ke jaringan sekunder
c. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia mual muntah.
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen
e. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

3. Intervensi dan Implementasi


Implementasi merupakan komponen dari proses keperawatan, adalah
kategori dari perilaku keperawatn dimana tindakan yang digunakan untuk
mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan
dan diselesaikan. Implementasi dilakukan sesuai dengan rencana keperawatan
yang telah dibuat sebelumnya berdasarkan masalah keperawatan yang ditemukan
dalam kasus, dengan menuliskan waktu pelaksanaan dan respon klien.

4. Evaluasi
Merupakan langka terakhir dari proses keperawatan dengan cara melakukan
identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak.
Dalam melakukan evaluasi perawat seharusnya memiliki pengetahuan dan
kemampuan dalam memahami respon terhadap intervensi keperawatan,
kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang di capai serta
kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan pada kriteria hasil.
Evaluasi menentukan respon klien terhadap tindakan keperawatan dan seberapa
jauh tujuan perawatan telah dipenuhi.
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, Gloria, et al. 2016. Nursing Interventions Classification (NIC) edisi


keenam, edisi Bahasa Indonesia. Alih bahasa: Intansari N. dan Roxsana
Devi T. Singapore: Elsevier
Clarkson, M.R., Brenner, B.M., 2005. Pocket Companion to Brenner & Rector’s
the Kidney. 7th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders.
Herdman, T. & Shigami, K. 2015. NANDA International Inc. Diagnosis
Keperawatan: Definisi & Klasifikasi 2015-2017, Ed. 10. Alih Bahasa:
Budi Anna Keliat dkk. Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arief. dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media
Aesculapius.
Moorhead, Sue, et al. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC) edisi kelima,
edisi Bahasa Indonesia. Alih bahasa: Intansari N. dan Roxsana Devi T.
Mosby: Elsevier.
Muttaqin, Arif. 2009. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.
Jakarta: Salemba Medika.
Price, Sylvia A. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta: EGC.
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta: EGC.
Suharyanto, Abdul, Madjid. 2009. Asuhan Keperawatan Pada KLien dengan
Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Trans Info Media.

Anda mungkin juga menyukai