Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi Hisprung Disease


Hirschsprung Disease (HD) adalah kelainan kongenital dimana tidak
dijumpai pleksus auerbach dan pleksus meisneri pada kolon. Sembilan puluh
persen (90%) terletak pada rectosigmoid, akan tetapi dapat mengenai seluruh
kolon bahkan seluruh usus (Total Colonic Aganglionois (TCA). Tidak adanya
ganglion sel ini mengakibatkan hambatan pada gerakan peristaltik sehingga
terjadi ileus fungsional dan dapat terjadi hipertrofi serta distensi berlebihan pada
kolon yang lebih proksimal (Warner, 2004). Hirschsprung atau Mega Colon
adalah penyakit yang tidak adanya sel ganglion dalam rectum atau
bagian rektosigmoid Colon. Keadaan ini menimbulkan keabnormalan
atau tidak adanya peristaltik serta adanya evakuasi usus spontan (Cecily
Betz & Sowden, 2002).
Penyakit hirschsprung merupakan suatu anomali kongenital dengan
karakteristik tidak adanya saraf-saraf pada suatu bagian intestinal. Hal ini
menyebabkan adanya obstruksi intestin mekanis akibat dari motilitas yang tidak
adekuat. (Marry. E. Muscari, 2005). Penyakit hirschprung di karakteristikan
sebagai tidak adanya sel ganglion dipleksus myenterikus (auerbach’s) dan
submukosa (meissner’s).

Gambar 1. Gambaran colon normal dan penyakit

B. Etiologi
Penyakit Hirschsprung disebabkan karena kegagalan migrasi sel-sel saraf
parasimpatis myentericus dari cephalo ke caudal. Sehingga sel ganglion selalu
tidak ditemukan dimulai dari anus dan panjangnya bervariasi keproksimal.1,2
a) Ketiadaan sel-sel ganglion
Ketiadaan sel-sel ganglion pada lapisan submukosa (Meissner) dan pleksus
myenteric (Auerbach) pada usus bagian distal merupakan tanda patologis
untuk Hirschsprung’s disease. Okamoto dan Ueda mempostulasikan bahwa
hal ini disebabkan oleh karena kegagalan migrasi dari sel-sel neural crest
vagal servikal dari esofagus ke anus pada minggu ke 5 smpai 12 kehamilan. Teori
terbaru mengajukan bahwa neuroblasts mungkin bisa ada namun gagal untuk
berkembang menjadi ganglia dewasa yang berfungsi atau bahwa mereka
mengalami hambatan sewaktu bermigrasi atau mengalami kerusakan karena
elemen-elemen didalam lingkungn mikro dalam dinding usus. Faktor-faktor yang
dapat mengganggu migrasi, proliferasi, differensiasi, dan kolonisasi dari sel-sel
ini mingkin terletak pada genetik, immunologis, vascular, atau mekanisme
lainnya.

b) Mutasi pada RET Proto-oncogene


Mutasi pada RET proto-oncogene,yang berlokasi pada kromosom 10q11.2,
telah ditemukan dalam kaitannya dengan Hirschsprung’s disease segmen panjang
dan familial. Mutasi RET dapat menyebabkan hilangnya sinyal pada tingkat
molekular yang diperlukan dalam pertubuhan sel dan diferensiasi ganglia enterik.

c) Matriks Protein Ekstraseluler


Matriks protein ekstraseluler adalah hal penting dalam perlekatan sel dan
pergerkan dalam perkembangan tahap awal. Kadar glycoproteins laminin dan
kolagen tipe IV yang tinggi alam matriks telah ditemukan dalam segmen usus
aganglionik. Perubahan dalam lingkungan mikro ini didalam usus dapat
mencegah migrasi sel-sel normal neural crest dan memiliki peranan dalam
etiologi dari Hirschsprung’s disease.
C. Klasifikasi
Berdasarkan panjang segmen yang terkena, Hirschprung dapat dibagi
menjadi dua, yaitu :
1) Penyakit hirschprung segmen pendek
Segmen aganglionosis mulai dari anus sampai sigmoid; ini merupakan 70%
dari kasus penyakit hirschsprung dan lebih sering ditemukan pada anak laki-
laki dibanding anak perempuan.

2) Penyakit hirschprung segmen panjang


Kelainan dapat melebihi sigmoid, bahkan dapat mengenai seluruh kolon atau
usus halus. Ditemukan sama banyak baik laki – laki maupun wanita.

D. Patogenesis
Kelainan pada penyakit ini berhubungan dengan spasme pada distal colon
dan sphincter anus internal sehingga terjadi obstruksi. Maka dari itu bagian
yang abnormal akan mengalami kontraksi di segmen bagian distal sehingga
bagian yang normal akan mengalami dilatasi di bagian proksimalnya. Bagian
aganglionik selalu terdapat dibagian distal rectum. Dasar patofisiologi dari HD
adalah tidak adanya gelombang propulsive dan abnormalitas atau hilangnya
relaksasi dari sphincter anus internus yang disebabkan aganglionosis,
hipoganglionosis atau disganglionosis pada usus besar.

Gambar 2. Gambaran segmen aganglion pada Morbus Hirschprung

1) Hipoganglionosi
Pada proximal segmen dari bagian ganglion terdapat area hipoganglionosis.
Area tersebut dapat juga merupakan terisolasi. Hipoganglionosis adalah keadaan
dimana jumlah sel ganglion kurang dari 10 kali dari jumlah normal dan
kerapatan sel berkurang 5 kali dari jumlah normal. Pada colon inervasi jumlah
plexus myentricus berkurang 50% dari normal. Hipoganglionosis kadang
mengenai sebagian panjang colon namun ada pula yang mengenai seluruh
colon.

2) Imaturitas dari sel ganglion


Sel ganglion yang imatur dengan dendrite yang kecil dikenali dengan
pemeriksaan LDH (laktat dehidrogenase). Sel saraf imatur tidak memiliki
sitoplasma yang dapat menghasilkan dehidrogenase. Sehingga tidak terjadi
diferensiasi menjadi sel Schwann’s dan sel saraf lainnya. Pematangan dari sel
ganglion diketahui dipengaruhi oleh reaksi succinyldehydrogenase (SDH).
Aktivitas enzim ini rendah pada minggu pertama kehidupan. Pematangan dari sel
ganglion ditentukan oleh reaksi SDH yang memerlukan waktu pematangan penuh
selama 2 sampai 4 tahun. Hipogenesis adalah hubungan antara imaturitas dan
hipoganglionosis.
2
3) Kerusakan sel ganglion
Aganglionosis dan hipoganglionosis yang didapatkan dapat berasal dari
vaskular atau nonvascular. Yang termasuk penyebab nonvascular adalah infeksi
Trypanosoma cruzi (penyakit Chagas), defisiensi vitamin B1, infeksi kronis
seperti Tuberculosis. Kerusakan iskemik pada sel ganglion karena aliran darah
yang inadekuat, aliran darah pada segmen tersebut, akibat tindakan pull through
secara Swenson, Duhamel, atau Soave.

4) Tipe Hirschsprung’s Disease:


 Hirschsprung dikategorikan berdasarkan seberapa banyak colon yang
terkena. Tipe Hirschsprung disease meliputi:
 Ultra short segment: Ganglion tidak ada pada bagian yang sangat kecil
dari rectum.
 Short segment: Ganglion tidak ada pada rectum dan sebagian kecil dari
colon.
 Long segment: Ganglion tidak ada pada rectum dan sebagian besar colon.
 Very long segment: Ganglion tidak ada pada seluruh colon dan rectum
dan kadang sebagian usus kecil.

E. Patofisiologi
Istilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan adanya
kerusakan primer dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa
kolon distal. Segmen aganglionic hampir selalu ada dalam rectum dan bagian
proksimal pada usus besar. Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau
tidak adanya gerakan tenaga pendorong ( peristaltik ) dan tidak adanya evakuasi
usus spontan serta spinkter rectum tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah
keluarnya feses secara normal yang menyebabkan adanya akumulasi pada usus
dan distensi pada saluran cerna. Bagian proksimal sampai pada bagian yang rusak
pada Mega Colon (Cecily Betz & Sowden, 2002).
Isi usus terdorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul didaerah
tersebut, menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang proksimal terhadap daerah
itu karena terjadi obstruksi dan menyebabkan dibagian Colon tersebut melebar
( Price, S & Wilson, 1995).
Aganglionic mega colon atau hirschprung dikarenakan karena tidak adanya
ganglion parasimpatik disubmukosa (meissher) dan mienterik (aurbach) tidak
ditemukan pada satu atau lebih bagian dari kolon menyebabkan peristaltik usus
abnormal.Peristaltik usus abnormal menyebabkan konstipasi dan akumulasi sisa
pencernaan di kolon yang berakibat timbulnya dilatasi usus sehingga terjadi
megakolon dan pasien mengalami distensi abdomen. Aganglionosis
mempengaruhi dilatasi sfingter ani interna menjadi tidak berfungsi lagi,
mengakibatkan pengeluaran feses, gas dan cairan terhambat. Penumpukan sisa
pencernaan yang semakin banyak merupakan media utama berkembangnya
bakteri. Iskemia saluran cerna berhubungan dengan peristaltik yang abnormal
mempermudah infeksi kuman ke lumen usus dan terjadilah enterocolitis. Apabila
tidak segera ditangani anak yang mengalami hal tersebut dapat mengalami
kematian (Dona L.Wong, 2000)

F. Manifestasi Klinis
Bayi baru lahir tidak bisa mengeluarkan Meconium dalam 24 – 28 jam
pertama setelah lahir.Tampak malas mengkonsumsi cairan, muntah bercampur
dengan cairan empedu dan distensi abdomen (Nelson, 2000).
Gejala Penyakit Hirshsprung adalah obstruksi usus letak rendah, bayi dengan
Penyakit Hirshsprung dapat menunjukkan gejala klinis sebagai berikut. Obstruksi
total saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan ketidakadaan evakuasi
mekonium. Keterlambatan evakuasi mekonium diikuti obstruksi konstipasi,
muntah dan dehidrasi.Gejala rigan berupa konstipasi selama beberapa minggu
atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus akut.Konstipasi ringan entrokolitis
dengan diare, distensi abdomen dan demam.Adanya feses yang menyemprot pas
pada colok dubur merupakan tanda yang khas. Bila telah timbul enterokolitis
nikrotiskans terjadi distensi abdomen hebat dan diare berbau busuk yang dapat
berdarah ( Nelson, 2002). Gejala Penyakit Hirshprung menurut Betz Cecily &
Sowden (2003) adalah sebagai berikut.
1. Masa neonatal
a) Gagal mengeluarkan mekonium dalam 48 jam setelah lahir
b) Muntah berisi empedu
c) Enggan minum
d) Distensi abdomen
2. Masa bayi dan anak – anak
a) Konstipasi
b) Diare berulang
c) Tinja seperti pita dan berbau busuk
d) Distenssi abdomen
e) Adanya masa difecal dapat dipalpasi
f) Gagal tumbuh
g) Biasanya tampak kurang nutrisi dan anemi
G. Komplikasi
Menurut Corwin (2001:534) komplikasi penyakit hirschsprung yaitu
gangguan elektrolit dan perforasi usus apabila distensi tidak diatasi. Menurut
Mansjoer (2000:381) menyebutkan komplikasi penyakit hirschprung adalah:
a. Pneumatosis usus
Disebabkan oleh bakteri yang tumbuh berlainan pada daerah kolon yang
iskemik distensi berlebihan dindingnya.
b. Enterokolitis nekrotiokans
Disebabkan oleh bakteri yang tumbuh berlainan pada daerah kolon yang
iskemik distensi berlebihan dindingnya.
c. Abses peri kolon
Disebabkan oleh bakteri yang tumbuh berlainan pada daerah kolon yang
iskemik distensi berlebihan dindingnya.
d. Perforasi
Disebabkan aliran darah ke mukosa berkurang dalam waktu lama.
e. Septikemia
Disebabkan karena bakteri yang berkembang dan keluarnya endotoxin karena
iskemia kolon akibat distensi berlebihan pada dindinng usus.
Sedangkan komplikasi yang muncul pasca bedah antara lain:
a. Gawat pernafasan (akut)
Disebabkan karena distensi abdomen yang menekan paru – paru sehingga
mengganggu ekspansi paru.
b. Enterokolitis (akut)
Disebabkan karena perkembangbiakan bakteri dan pengeluaran endotoxin.
c. Stenosis striktura ani
Gerakan muskulus sfingter ani tak pernah mengadakan gerakan kontraksi dan
relaksasi karena ada colostomy sehingga terjadi kekakuan ataupun
penyempitan.

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan dengan barium enema, dengan pemeriksaan ini akan bisa
ditemukan:
a) Daerah transisi
b) Gambaran kontraksi usus yang tidak teratur di bagian usus yang menyempit
c) Entrokolitis padasegmen yang melebar
d) Terdapat retensi barium setelah 24 – 48 jam
Pada bayi baru lahir, barium enema tidak selalu memperlihatkan gambaran
yang jelas dari penyakit apabila seluruh kolon tidak mempunyai sel ganglion. Hal
ini terjadi meskipun pengeluaran barium terlambat 24 jam setelah pemeriksaan
diagnostik.
2. Biopsi isap rektum
Hendaknya tidak dilakukan kurang dari 2 cm dari linea dentata untuk
menghindari daerah normal hipogang lionosis dipinggir anus. Biopsi ini
dilakukan untuk memperlihatkan tidak adanya sel-sel ganglion di sub mukosa
atau pleksus saraf intermuskular.
3. Biopsi rektum
Biopsi rektum dilakukan dengan cara tusukan atau punch atau sedotan 2 cm
diatas garis pektinatus memperlihatkan tidak adanya sel-sel ganglion di sub
mukosa atau pleksus saraf intermuskular.
4. Biopsi otot rektum
Pengambilan otot rektum, dilakukan bersifat traumatik, menunjukan
aganglionosis otot rektum.
5. Manometri anorektal
Dilakukan dengan distensi balon yang diletakan di dalam ampula rektum.
Balon akan mengalami penurunan tekanan di dalam sfingter ani interna pada
pasien yang normal. Sedangkan pada pasien yang megacolon akan mengalami
tekanan yang luar biasa.
6. Pemeriksaan colok anus
Pada pemeriksaan ini jari akan merasakan jepitan dan pada waktu tinja yang
menyemprot. Pemeriksaan ini untuk mengetahu bahu dari tinja, kotoran yang
menumpuk dan menyumbat pada usus di bagian bawah dan akan terjadi
pembusukan.
7. Foto rontgen abdomen
Didasarkan pada adanya daerah peralihan antara kolon proksimal yang melebar
normal dan colon distal tersumbat dengan diameter yang lebih kecil karena
usus besar yang tanpa ganglion tidak berelaksasi. Pada pemeriksaan foto polos
abdomen akan ditemukan usus melebar / gambaran obstruksi usus letak rendah.
I. Penatalaksanaan
1. Medis
Penatalaksaan operasi adalah untuk memperbaiki portion aganglionik di
usus besar untuk membebaskan dari obstruksi dan mengembalikan motilitas usus
besar sehingga normal dan juga fungsi spinkter ani internal. Ada dua tahapan
dalam penatalaksanaan medis yaitu:
a. Temporari ostomy dibuat proksimal terhadap segmen aganglionik untuk
melepaskan obstruksi dan secara normal melemah dan terdilatasinya usus besar
untuk mengembalikan ukuran normalnya.
b. Pembedahan koreksi diselesaikan atau dilakukan lagi biasanya saat berat anak
mencapai sekitar 9 Kg ( 20 pounds ) atau sekitar 3 bulan setelah operasi
pertama.
Ada beberapa prosedur pembedahan yang dilakukan seperti Swenson,
Duhamel, Boley & Soave. Prosedur Soave adalah salah satu prosedur yang paling
sering dilakukan terdiri dari penarikan usus besar yang normal bagian akhir
dimana mukosa aganglionik telah diubah.

2. Perawatan
Perhatikan perawatan tergantung pada umur anak dan tipe pelaksanaanya
bila ketidakmampuan terdiagnosa selama periode neonatalMembantu orang tua
untuk mengetahui adanya kelainan kongenital pada anak secara dini
a. Membantu perkembangan ikatan antara orang tua dan anak
b. Mempersiapkan orang tua akan adanya intervensi medis ( pembedahan )
c. Mendampingi orang tua pada perawatan colostomy setelah rencana pulang
J. Pathway
Aganglionik saluran
cerna

Peristaltik menurun

Perubahan pola
eliminasi (konstipasi)

Akumulasi isi usus

Proliferasi bakteri Dilatasi usus

Pengeluaran endotoksin Feses membusuk produksi


gas meningkat

Inflamasi Diare
Mual & muntah Distensi abdomen
Enterokolitis
Anoreksia Drainase Penekanan pada
gaster diafragma
Prosedur
operasi
Ketidakseimbangan
Resiko
nutrisi < dari Ekspansi paru
kekurangan
kebutuhan tubuh menurun
Nyeri akut volume
cairan
Imunitas menurun Pola nafas tidak
efektif

Perubahan Resiko tinggi


tumbuh infeksi
kembang
Sumber dari: Betz (2002)

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Menurut Suriadi (2001) fokus pengkajian yang dilakukan pada penyakit
hischprung adalah :
1. Riwayat pengeluaran mekonium dalam 24 jam pertama setelah lahir, biasanya
ada keterlambatan.
2. Riwayat tinja seperti pita dan bau busuk.
3. Pengkajian status nutrisi dan status hidrasi.
a. Adanya mual, muntah, anoreksia, mencret.
b. Keadaan turgor kulit biasanya menurun.
c. Peningkatan atau penurunan berat badan.
d. Penggunaan nutrisi dan rehidrasi parenteral.
4. Pengkajian status bising usus untuk melihat pola bunyi hiperaktif pada bagian
proximal karena obstruksi, biasanya terjadi hiperperistaltik usus.
5. Pengkajian psikososial keluarga berkaitan dengan:
a. Anak: Kemampuan beradaptasi dengan penyakit, mekanisme koping yang
digunakan.
b. Keluarga: Respon emosional keluarga, koping yang digunakan keluarga,
penyesuaian keluarga terhadap stress menghadapi penyakit anaknya.
6. Pemeriksaan laboratorium darah hemoglobin, leukosit dan albumin juga perlu
dilakukan untuk mengkaji indikasi terjadinya anemia, infeksi dan kurangnya
asupan protein.
7. Kaji status hidrasi dan nutrisi umum
a. Monitor bowel elimination pattern
b. Ukur lingkar abdomen
c. Observasi manifestasi penyakit hischprung
8. Periode bayi baru lahir
a. Gagal mengeluarkan mekonium dalam 24 – 48 jam setelah lahir
b. Menolak untuk minum air
c. Muntah berwarna empedu / hijau
d. Distensi abdomen
9. Masa bayi
a. Ketidakadekuatan penambahan berat badan
b. Konstipasi
c. Distensi abdomen
d. Episode diare dan muntah
e. Tanda – tanda ominous (sering menandakan adanya enterokolitis)
f. Diare berdarah
g. Demam
h. Letargi berat
10. Masa kanak – kanak (gejala lebih kronis)
a. Konstipasi
b. Feses berbau menyengat seperti karbon
c. Distensi abdomen
d. Masa fekal dapat teraba
e. Anak biasanya mampu mempunyai nafsu makan & pertumbuhan yang
buruk
B. Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif b.d kondisi klinis (massa abdomen penuh)
2. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis (tidak ada sel ganglion)
3. Hipovolemia b.d kehilangan cairan aktif
4. Resiko tinggi infeksi b.d imunitas menurun dan proses penyakit

C. Intervensi dan Implementasi


Implementasi merupakan komponen dari proses keperawatan, adalah
kategori dari perilaku keperawatn dimana tindakan yang digunakan untuk
mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan
dan diselesaikan. Implementasi dilakukan sesuai dengan rencana keperawatan
yang telah dibuat sebelumnya berdasarkan masalah keperawatan yang ditemukan
dalam kasus, dengan menuliskan waktu pelaksanaan dan respon klien.
D. Evaluasi
Merupakan langka terakhir dari proses keperawatan dengan cara melakukan
identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak.
Dalam melakukan evaluasi perawat seharusnya memiliki pengetahuan dan
kemampuan dalam memahami respon terhadap intervensi keperawatan,
kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang di capai serta
kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan pada kriteria hasil.
Evaluasi menentukan respon klien terhadap tindakan keperawatan dan seberapa
jauh tujuan perawatan telah dipenuhi.
DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cecily, dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik, Edisi 3. Jakarta :
EGC.
Hidayat, Alimul Aziz. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak, buku 2. Jakarta :
Salemba Medika
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit, Edisi 2. Jakarta : EGC
Sacharin, Rosa M. 1993. Prinsip Keperawatan Pediatrik, Edisi 2. Jakarta : EGC
Suriadi, dkk. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak, Edisi 7. Jakarta : PT. Fajar
Interpratama
Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik, Edisi 4. Jakarta :
EGC
PPNI 2020. Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai