Anda di halaman 1dari 16

A KONSEP DASAR STROKE HEMORAGIK

1 Pengertian

Stroke hemoragik adalah perdarahan akibat pecahnya pembuluh darah pada area tertentu
di dalam otak. Kondisi ini menyebabkan aliran darah di bagian tersebut berkurang. Tanpa
pasokan oksigen yang dibawa oleh darah, sel otak dapat cepat mati sehingga fungsi otak pun
terganggu. Stroke hemoragik terjadi karena arteri yang menyuplai otak mengalami ruptur atau
perdarahan. Ada 2 tipe stroke hemoragik (NIH, 2017), yaitu:

a. Perdarahan intraserebral

Terjadi bila pembuluh darah di dalam otak mengalami ruptur atau

perdarahan.

b. Perdarahan subaraknoid

Terjadi bila pembuluh darah di permukaan otak mengalami ruptur atau perdarahan.

Pada kedua tipe stroke hemoragik, perdarahan dapat menyebabkan pembengkakan otak
dan peningkatan tekanan intrakranial. Pembengkakan dan peningkatan intrakranial dapat
merusak sel dan jaringan di otak (NIH, 2017).

2 Tanda dan Gejala

Defisit neurologis merefleksikan area otak yang biasanya terlibat. Gejala stroke local
meliputi (Liebeskind, 2017):

a. Kelemahan atau paresis yang mempengaruhi ekstremitas tunggal, setengah tubuh, atau semua
ekstremitas.

b. Kelumpuhan otot wajah

c. Gangguan penglihatan monokular atau binokular

d. Penglihatan kabur atau defisit lapangan pandang

e. Disarthria dan kesulitan memahami pembicaraan

1
f. Vertigo atau ataksia

g. Aphasia

Gejala perdarahan subaraknoid dapat meliputi (Liebeskind, 2017):

a. Sefalgia ( sakit kepala) berat yang tiba-tiba

b. Tanda meningismus dengan kaku kuduk/ kekakuan leher

c. Fotofobia dan nyeri dengan gerakan mata

d. Mual dan muntah

e. Sinkop

3 Etiologi

Stroke hemoragik terjadi ketika pembuluh darah di dalam atau di sekitar otak pecah.
Kondisi ini menyebabkan darah mengalir ke dalam rongga di dalam tengkorak, bukan ke
jaringan otak. Akibatnya, tekanan di dalam kepala meningkat dan jaringan otak mengalami
kerusakan. Ada beberapa penyebab pecahnya pembuluh darah, yaitu:

a. Cedera kepala berat


b. Tekanan darah tinggi (hipertensi)
c. Aneurisma otak, yaitu penggembungan dinding pembuluh darah otak yang lemah akibat
tekanan darah atau akibat kelainan sejak lahir
d. Malformasi arteri vena otak, yaitu kelainan lahir di mana pembuluh darah arteri dan vena
dalam otak terhubung tanpa kapiler
e. Kelainan darah yang meningkatkan risiko perdarahan, seperti penyakit anemia sel sabit
dan hemofilia
f. Tumor otak, baik ganas maupun jinak, yang berdampak ke pembuluh darah otak.

2
4. Patofisiologi

Stroke Hemoragik

Peningkatan Tekanan
Sistemik

Aneurisma

Perdarahan arakhnoid

Hematom cerebral Vasospasme Arteri Cerebral

Iskemik infark
PTIK

Defisit neurologi
Penurunan Penekanan
kesadaran saluran
Hemisfer kanan
pernapasan

Hemiparase kanan

Area grocca

Kerusakan fungsi N.VII

Gangguan komunikasi verbal

Resiko jatuh Resiko trauma

Resiko aspirasi

(NANDA, 2013 Dan Joyce dan Jane, 2014)

3
5. Gambaran Klinis/Manifestasi Klinis

Manifestasi Klinis yang muncul sangat tergantung dengan daerah otak yang terkena.

1) Lobus parietal, fungsinya yaitu untuk sensasi somatik,

kesadaran menempatkan posisi.

2) Lobus temporal, fungsinya yaitu untuk mempengaruhi

indra dan memori

3) Lobus oksipital, fungsinya yaitu untuk penglihatan

4) Lobus frontal, fungsinya untuk mempengaruhi mental,

emosi, fungsi fisik, intelektual.

Stroke dapat mempengaruhi fungsi tubuh. Beberapa gangguan yang dialami pasien yaitu :

1) Pengaruh teradap status mental: tidak sadar, confuse

2) Pengaruh secara fisik: paralise, disfagia, gangguansentuhan dan sensasi, gangguan


penglihatan, hemiplegi (lumpuh tubuh sebelah).

3) Pengaruh terhadap komunikasi: afasia (kehilangan bahasa), disartria (bicara tidak jelas).

Pasien stroke hemoragik dapat mengalami trias TIK yang mengindikasikan adanya
peningkatan volume di dalam kepala.Trias TIK yaitu muntah proyektil, pusing dan pupil edem.

6. Pemeriksaan Diagnostik

Pasien dengan suspek stroke akut harus dilakukan beberapa pemeriksaan yang meliputi
(PERDOSSI, 2011):

1) Elektrokardiogram.

2) Pencitraan otak: CT nonkontras atau MRI dengan perfusi dan

difusi.

4
3) Pemeriksaan laboratorium darah antara lain: darah rutin, kadar gula

Pemeriksaan tambahan yang dapat disesuaikan dengan indikasi antara lain (PERDOSSI,
2011):

1) Dupleks atau doppler ultrasound ekstrakranial dan transkranial.

2) MRA atau CTA.

3) MR difusi dan perfusi.

4) Ekokardiografi transtoraks atau transesophageal.

5) Foto rontgen dada.

6) Saturasi oksigen dan analisis gas darah.

7) Pungsi lumbal jika curiga ada perdarahan subaraknoid dan CT scan tidak menemukan adanya
perdarahan.

8) EEG jika curiga ada kejang.

9) Skrining toksikologi.

10) Pemeriksaan anti kardiolipin, ANA jika curiga ada lupus.

7 Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan perdarahan intraserebral

Menurut Hemphill et al. (2015), penatalaksanaan perdarahan intraserebral antara lain:

1) Diagnosis dan penilaian kegawatdaruratan

a) Skor keparahan awal harus dilakukan sebagai bagian dari evaluasi awal pasien dengan ICH.

b) Neuroimaging yang cepat dengan CT atau MRI direkomendasikan untuk membedakan stroke
iskemik dari ICH.

2) Homeostasis dan koagulopati, antiplatelet, dan profilaksis trombosis vena dalam

5
a) Pasien dengan defisiensi faktor koagulasi berat atau trombositopenia berat harus menerima
terapi penggantian faktor atau platelet yang sesuai.

b) Pasien dengan ICH harus memiliki kompresi pneumatik intermiten untuk mencegah
tromboemboli vena mulai dari hari masuk rumah sakit.

3) Tekanan darah

Untuk pasien ICH yang hadir dengan sistol tekanan darah antara 150 – 220 mmHg dan
tanpa kontraindikasi terhadap pengobatan tekanan darah akut, penurunan sistol tekanan darah
secara akut sampai 140 mmHg aman dan dapat efektif untuk memperbaiki hasil fungsional.

4) Pemantauan dan perawatan umum

5) Pengendalian glukosa

Hiperglikemia dan hipoglikemia harus dihindari.

6) Kejang dan obat antikejang

7) Pengendalian komplikasi medis

Prosedur skrining untuk disfagia harus dilakukan pada semua pasien sebelum dimulainya
asupan oral untuk mengurangi risiko pneumonia.

8) Perawatan bedah

Pasien dengan perdarahan serebelum yang memburuk secara neurologis atau yang
memiliki kompresi batang otak atau hidrosefalus dari obstruksi ventrikel harus menjalani operasi
pengangkatan darah sesegera mungkin.

9) Pencegahan ICH berulang

Tekanan darah harus dikontrol pada semua pasien ICH. Langkah untuk mengendalikan
tekanan darah harus dimulai segera setelah onset ICH.

10) Rehabilitasi dan pemulihan

b. Penatalaksanaan perdarahan subaraknoid (PSA)

6
Tata laksana perdarahan subaraknoid (PERDOSSI, 2011), antara lain:

1) Tatalaksana penegakan diagnosis perdarahan subaraknoid

a) Perdarahan subaraknoid adalah salah satu gawat darurat neurologis dengan gejala yang
terkadang tidak khas sehingga sering ditemukan kesulitan dalam melakukan diagnosis. Pasien
dengan nyeri kepala hebat (paling sakit yang dirasakan sepanjang hidup) yang muncul tiba-tiba
sebaiknya dicurigai sebagai tanda PSA.

b) Pasien dengan dugaan PSA harus dilakukan CT scan kepala. Jika hasil CT scan tidak
menunjukkan tanda-tanda PSA pada pasien yang dicurigai PSA secara klinis maka tindakan
pungsi lumbal untuk analisis cairan serebrospinal sangat dianjurkan.

c) Untuk memastikan gambaran aneurisma pada pasien PSA, angiografi serebral harus
dilakukan. Namun, jika tindakan angiografi konvensional tidak dapat dilakukan maka
pemeriksaan angiografi MRA atau CT harus dipertimbangkan.

2) Tata laksana umum PSA

a) Penatalaksanaan pasien PSA derajat I atau II berdasarkan Hunt &

Hess (H&H) adalah sebagai berikut:

i. Kenali dan atasi nyeri kepala secepat mungkin.

ii. Baring total dengan posisi kepala ditinggikan 30° dan nyaman, bila perlu berikan oksigen 2 –
3 L/menit.

iii. Hati-hati dalam penggunaan sedatif (sulit untuk menilai tingkat kesadaran).

iv. Pasang infus di ruang gawat darurat, usahakan euvolemia dan monitor sistem kardiopulmoner
dengan ketat dan gangguan neurologi yang muncul.

b) Pasien PSA dengan derajat III, IV atau V berdasarkan H&H, perawatan harus lebih intensif.

i. Lakukan penatalaksanaan airway, breathing, circulation sesuai dengan protokol pasien di ruang
gawat darurat.

7
ii. Perawatan usahakan dilakukan di ruang intensif atau semiintensif.

iii. Untuk menghindari aspirasi dan menjaga jalan napas yang adekuat perlu dipertimbangkan
intubasi endotrakeal denganhati-hati, terutama apabila ada tanda-tanda peningkatan tekanan
intrakranial.

iv. Hindari penggunaan obat-obat sedatif yang berlebihan karena akan menyulitkan penilaian
status neurologi.

3) Tindakan untuk mencegah perdarahan kembali setelah PSA

a) Kontrol dan memantau tekanan darah untuk mencegah risiko terjadinya perdarahan ulang.
Hipertensi berhubungan dengan terjadinya perdarahan ulang. Tekanan darah sistolik sekitar 140
– 160 mmHg disarankan untuk pencegahan perdarahan kembali pada PSA.

b) Istirahat di tempat tidur.

c) Terapi antifibrinolitik untuk mencegah perdarahan kembali

direkomendasikan pada keadaan klinis tertentu. Terapi antifibrinolitik dikontraindikasikan pada


pasien PSA dengan koagulopati, riwayat infark miokard akut, stroke iskemik, emboli paru, atau
trombosis vena dalam. Terapi antifibrinolitik dianjurkan pada pasien dengan risiko rendah
terhadap terjadinya vasospasme atau pasien dengan penundaan operasi.

4) Tindakan operasi pada ruptur aneurisma

Operasi clipping atau endovascular coiling direkomendasikan untuk mengurangi perdarahan


kembali setelah ruptur aneurisma pada

pasien PSA.

5) Pencegahan dan tata laksana vasospasme

a) Pemakaian nimodipin oral terbukti memperbaiki gangguan neurologis yang disebabkan oleh
vasospasme.

b) Pengobatan vasospasme serebral diinisiasi dengan penanganan aneurisma yang ruptur dan
menghindari terjadinya hipovolemia.

8
6) Tata laksana untuk hiponatremia pada PSA

7) Tata laksana untuk kejang pada PSA

8) Tata laksana untuk komplikasi hidrosefalus

9) Terapi tambahan

8. Komplikasi Stroke Hemoragik

Beberapa komplikasi yang dapat disebabkan oleh stroke hemoragik, antara lain:

a Gangguan dalam proses berpikir dan mengingat.

b Kesulitan menelan, makan, dan minum.

c Masalah pada jantung.

d Kejang hingga kematian.

B. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

Pada konsep Asuhan Keperawatan ini menggunakan pendekatan konsep 13 Domain


NANDA, karena pada pengkajian 13 domain tersebut ada beberapa domain yang dapat
menunjang data fokus pada masalah keperawatan yang saya ambil, yaitu hambatan komunikasi
verbal :

Pengkajian 13 domain nanda :

a.Biodata (usia, jenis kelamin, lingkungan tempat tinggal, tingkat pendidikan).

1. Domain 1 : Health Promotion

a. Kesehatan umum ( keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu,
riwayat penyakit keluarga, riwayat pekerjaan dan pola hidup)

b. Domain 2 : Nutrition

9
1. A (Antropometri)

Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, penurunan berat badan
akibat gangguan menelan, mual, dan muntah pada fase akut(Muttaqin, 2011).

2. B (Biochemical)

Hemoglobin dan albumin menurun (Nursalam, 2008).

3. C (Clinical)

a. Kepala (penyebaran rambut, alopesia, kebersihan kepala, benjolan abnormal, dan hematoma
yang bisa diindikasikan adanyatrauma kepala, nyeri tekan juga dapat diindikasikan pada tekanan
intracranial (Nursalam, 2008).

b. Kulit : kasar, kering, bersisik, pucat, ptekie, kehilangan lemak subkutan (Nursalam, 2008).

Mulut

c. Mulut mencong dan penurunan koordinasi gerakan mengunyah akibat paralisis saraf
trigeminus (saraf V), gangguan pada saraf IX dan X yang menyebabkan kemampuan menelan
kurang baik dan kesulitan membuka mulut, sianosis, akibat penurunan suplay oksigen,
kebersihan rongga mulut dan gigi terganggu akibat kelemahan fisik yang mengakibatkan pasien
kesulitan dalam membersihkannya secara mandiri, disartria, afasia (Nursalam, 2008).

e. Mata (Konjungtiva pucat akibat kurangnya suplai darah ke jaringan karena kerja jantung yang
menurun sekunder terhadap penurunan kesadaran, pupil anisokor dapat di jumpai pada pasien
yang mengalami penurunan kesadaran. Papiledema akibat peningkatan tekanan intracranial yang
mendesak tekanan pada intraokuler, penglihatan dan lapangan pandang kurang pada sisi yang
sakit akibat gangguan saraf ke III, IV, VI sehingga terjadi paralisis pada sisi otot okularis yang
sakit (Nursalam, 2008).

4. D (Diet)

Ketidak mampuan untuk makan karena gangguan menelan,nafsu makan menurun (Muttaqin,
2011).

10
c. Domain 3 : Eliminasi and change

Perubahan pola berkemih seperti : inkontenensia urin, anuria. Distensi abdomen, bising usus (-)
(Wijaya & Putri, 2013).

1. Inspeksi (adanya benjolaan abnormal, acites)

2. Auskultasi (adanya benjolan abnormal, acites :penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang
lama)

3. Perkusi (tympani)

4. Palpasi (kuadaran kiri bawah : dapat ditemukan penumpukan skibala karena penurunan
peristaltik sekunder terhadap bad rest yang lama (Nursalam, 2008).

d. Domain 4 : Activity/rest

1. Isitirahat/tidur (Merasa mudah lelah, susah untuk beristirahat (nyeri/kejang otot) (Doenges,
Moorhouse, & Geissler, 2012).

2. Aktivitas (Merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena kelemahan, kehilangan sensasi
atau paralisis (hemiplagia) (Wijaya & Putri, 2013).

3. Cardio respon (Palpasi : Frekuensi nadi dapat bervariasi (karena ketidakstabilan fungsi
jantung, obat-obatan, efek stroke pada pusat vasomotor). Auskultasi : Desiran pada karotis,
femoralis, dan arteri iliaka/aorta yang abnormal (Wijaya & Putri, 2013)

4. Pulmonary respon

Perlu dikaji adanya :

a. Sumbatan jalan nafas karena penumpukan sputum dan kehilangan refleks batuk.

b. Adakah tanda-tanda lidah jatuh kebelakang

c. Auskultasi suara nafas mungkin ada stridor

d. Catat jumlah dan irama nafas (Padila, 2012)

11
5. Syaraf Kranial

a) Saraf I (olfaktorius) : Pada pasien srtoke perdarahan tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman.

b) Saraf II (optikus) : Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer diantara
mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual spasial sering terlihat pada pasien dengan
hemiplegi kiri. Pasien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena
ketidakmampuan untuk mencocokan pakaian ke bagian tubuh.

c) Saraf III (okulomotor), IV (troklearis), VI (abdusen) : stroke mengakibatkan paralisis pada


satu sisi otot okularis, sehingga didapatkan penurunan kemampuan gerak dan lapang pandang
pada sisi yang sakit.

d) saraf v (trigeminus) :

a.Optalmikus : reflek kornea menurun, sensasi kulit wajahdahi dan paranasal menurun.

b. Maksilaris : sensasi kulit wajah bagian kanan berkurang sesisi.

c. Mandibularis : gerakan rahang terganggu, pasien kesulitan membuka mulut.

e) Saraf VII (fasialis) : wajah asimetris dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.

f) Saraf VIII (vestibulokoklearis) : tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.

g) Saraf IX (glosofaringeal) dan X (vagus) : terganggunya kemampuan menelan dan kesulitan


membuka mulut.

h) Saraf XI (aksesorius) : atrofi otot ekstremitas sesisi akibat kurangnya pergerakan ekstremitas
sekunder terhadap kelemahan atau kelumpuhan sesisi.

i) Saraf XII (hipoglossus) :Lidah mencong(Muttaqin,2011).

e. Domain 5 : Perception/cognition

Penurunan dalam ingatan dan memori baik jangka pendek maupun jangka
panjang.Penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi.Pola persepsi dan konsep diri yang

12
didapatkan, klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak kooperatif
(Muttaqin, 2011).

f. Domain 6 : Self perception

a. Perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa

b. Emosi labil. Ketidaksiapan untuk makan sendiri dan gembira

c. Kesulitan untuk mengekspresikan diri (Wijaya & Putri, 2013)

g. Domain 7 : Relationship

Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran untuk
berkomunikasi akibat gangguan(Muttaqin, 2011).

h. Domain 8 : Sexuality

Adanya penurunan gairah seksual (Muttaqin, 2011).

i. Domain 9 : Coping/stres tolerance

Biasanya dijumpai tanda kecemasan karena ancaman kematian diekspresikan dengan


menangis, klien dan keluarga sering bertanya tentang pengobatan dan kesembuhan (Padila,
2012)

j. Doamin 10 :Life principle

Klien biasanya jarang melakukakan ibadah karena tingkah laku yang tidak stabil,
kelemahan, atau kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (Muttaqin, 2011).

k. Domain 11 : Safety/protection

Masalah dalam penglihatan, kesulitan menelan, mudah lelah dan koordinasi yang kurang
pada otot-otot (Muttaqin, 2011).

l. Domain 12 : Comfort

13
Pengkajian objektif pada pasien ditemukan wajah meringis, menangis, merintih,
meregang, dan mengeliat, perasaan tidak nyaman seperti mual dan muntah (Muttaqin, 2011).

m. Domain 13 : Growth/development

Biasanya pada pasien stroke tidak ada masalah dalam pertumbuhan (Muttaqin, 2011).

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosis Keperawatan yang mungkin muncul menurut NANDA (2010) dan Tarwoto: Asuhan
Keperawatan Sistem Persarafan (2013)

a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan obstruksi jalan napas, reflek batuk
yang tidak adekuat

b. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan infark jaringan otak,


vasospasme serebral, edema serebral

c. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan depresi pusat pernapasan

d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler, kelemahan anggota


gerak.

e. Risiko jatuh berhubungan dengan penurunan kekuatan ekstremitas bawah

f. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan kardiak output

g. Risiko aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran, disfungsi otak global

h. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK)

i. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan fungsi bicara, afasia

j. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan depresi pusat
pencernaan

k. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan

14
3. Intervensi Keperawatan

Diagnosa keperawatan NOC NIC

Hambatan Mobilitas Fisik Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji kemampuan motoric


Definisi : keperawatan diharapkan 2. Ajarkan pasien untuk
Keterbatasan dalam gerakan mobilitas fisik tidak terganggu melakukan ROM minimal 4x
fisik atau satu atau lebih kriteria hasil: perhari bila mungkin
ekstremitas secara mandiri dan 1. Peningkatan aktifitas fisik
Terarah 2. Tidak ada kontraktur otot 3.Bila pasien di tempat tidur,
Batasan carakteristik: 3. Tidak ada ankilosis pada lakukan tindakan untuk
1. Penurunan sendi meluruskan postur tubuh
kemampuan 4. Tidak terjadi penyusutan
melakukan otot a. Gunakan papan kaki

keterampilan motorik b. Ubah posisi sendi bahu tiap

halus 2-4 jam

2. Penurunan c.Sanggah tangan dan

kemampuan pergelangan pada kelurusan

melakukan alamiah

keterampilan motorik 4Observasi daerah yang

kasar tertekan, termasuk warna,


edema atau tanda lain
Faktor yang berhubungan: gangguan sirkulasi
5. Inspeksi kulit terutama pada
1. Gangguan daerah tertekan, beri bantalan
neuromuskula lunak
2. Gangguan 6. Lakukan massage pada
sensoriporseptual daerah tertekar
7. Konsultasikan dengan ahli
fisioterapi
8. Kolaborasi stimulasi

15
elektrik
9. Kolaborasi dalam
penggunaan tempat tidur anti
decubitus

4.Implementasi Keperawatan

Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk mencapai tujuan yang
spesifik.Tahap implementasi dimulai setelah rencana intervensi disusun dan ditujukan pada
nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan.Oleh karena itu rencana
intervensi yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi
msalah kesehatan klien (Nursalam, 2008).

5. Evaluasi

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang


menandakan keberhasilan dari diagnosis keperawatan, rencana intervensi dan implementasinya.
Tahap evaluasi memungkinkanperawat untuk memonitor keadaan pasien selama pengkajian,
analisis, perencanaan dan implementasi intervensi (Nursalam, 2008).

16

Anda mungkin juga menyukai