Anda di halaman 1dari 9

BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi Spina Bifida


Spina bifida adalah defek pada penutupan kolumna vertebralis dengan aatau
tanpa tingkatan protusi jaringan melalui celah tulang (Donna L, Wong, 2003).
Spina bifida (sumbing tulang belakang) adalah suatu celah pada tulang belakang
(vertebra) yang terjadi karena bagian dari satu atau beberapa vertebra gagal
menutup atau gagal terbentuk secara utuh. Spina bifida adalah kegagalan arkus
vertebralis untuk berfusi di posterior (Rosa M Sacharin, 1996).
Spina bifida merupakan suatu kelainan bawaan berupa defek pada arkus
posterior tulang belakang akibat kegagalan penutupan elemen saraf dari kanalis
pada perkembangan awal dari embrio (Chairuddin Rasyad, 1998). Keadaan ini
biasanya terjadi pada minggu ke empat masa embrio. Derajat dan lokalisasi defek
bervariasi, pada keadaan yang ringan mungkin hanya ditemukan kegagalan fungsi
satu atau lebih dari satu arkus pascaerior vertebra pada daerah lumosakral.

B. Etiologi

Penyebab spesifik dari spina bifida tidak diketahui,tetapi di duga akibat yaitu
sebagai berikut :
a. Genetik
b. Kekurangan asam folat pada masa kehamilan
c. Lingkungan
d. Kekurangan kadar vitamin maternal

C. Klasifikasi
a) Spina bifida okulta
Merupakan spina bifida yang paling ringan satu atau beberapa vertebra tidak
terbentuk secara normal, tetapi korda spinalis dan selaput otak ( meningitis ) tidak
menonjol. Gejalanya:
 Seberkas rambut pada daerah sakral (panggul bagian belakang)
 Lekukan pada daerah sacrum.
b) Spina bifida aperta
Bentuk cacat tabung saraf tempat kantong selaput otak menonjol melalui
lobang. Kulit diatas pembengkakan biasanya tipis, tekanan pada kantong
menyebabkan fontanella menonjol. Spina Bifida Aperta dapat terjadi 2 keadaan :
 Meningokel
Adalah ketika kantung berisi cairan cerebro-tulang belakang (cairan yang
mengelilingi otak dan sumsum tulang belakang) dan meninges (jaringan yang
meliputi sumsum tulang belakang), tidak ada keterlibatan saraf. meningens
menonjol melalui vertebra yang tidak utuh dan teraba sebagai suatu benjolan dari
cairan dibawah kulit. Meningokel melibatkan meningen, yaitu selaput yang
bertanggung jawab untuk menutup dan melindungi otak dan sumsum tulang
belakang. Meningokel memiliki gejala lebih ringan daripada myelomeningokel
karena korda spinalis tidak keluar dari tulang pelindung, Meningocele adalah
meningens yang menonjol melalui vertebra yang tidak utuh dan teraba sebagai
suatu benjolan berisi cairan di bawah kulit dan ditandai dengan menonjolnya
meningen, sumsum tulang belakang dan cairan serebrospinal. Meningokel seperti
kantung di pinggang, tapi disini tidak terdapat tonjolan saraf corda spinal.
Seseorang dengan meningocele biasanya mempunyai kemampuan fisik lebih baik
dan dapat mengontrol saluran kencing ataupun kolon.

 Myelomeningokel
Myelomeningokel ialah jenis spina bifida yang kompleks dan paling berat,
dimana korda spinalis menonjol dan keluar dari tubuh, kulit diatasnya tampak
kasar dan merah. Penaganan secepatnya sangat di perlukan untuk mengurangi
kerusakan syaraf dan infeksi pada tempat tonjolan tesebut. Jika pada tonjolan
terdapat syaraf yang mempersyarafi otot atau extremitas, maka fungsinya dapat
terganggu, kolon dan ginjal bisa juga terpengaruh. Jenis myelomeningocale ialah
jenis yang paling sering dtemukan pada kasus spina bifida. Kebanyakan bayi
yang lahir dengan jenis spina bifida juga memiliki hidrosefalus, akumulasi cairan
di dalam dan di sekitar otak.
C. Manifestasi Klinis
Gejala bervariasi tergantung kepada beratnya kerusakan pada korda spinalis
dan akar saraf yang terkena. Beberapa anak memiliki gejala ringan atau tanpa
gejala, sedangkan yang lainnya mengalami kelumpuhan pada daerah yang
dipersarafi oleh korda spinalis maupun nakar saraf yang terkena. Gejalanya dapat
berupa :
a) Penonjolan seperti kantung di punggung tengah sampai bawah pada bayi baru
lahir.
b) Jika disinari, kantung tersebut tidak tembus cahaya.
c) Kelumpuhan / kelemahan pada pinggul, tungkai atau kaki.
d) Seberkas rambut pada daerah sakral (panggul bagian belakang).
e) Lekukan pada daerah sakrum.

D. Patofisiologi

Spina bifida disebabkan oleh kegagalan dari tabung saraf untuk menutup
selama bulan pertama embrio pembangunan (sering sebelum ibu tahu dia hamil).
Biasanya penutupan tabung saraf terjadi pada sekitar 28 hari setelah pembuahan.
Namun, jika sesuatu yang mengganggu dan tabung gagal untuk menutup dengan
baik, cacat tabung saraf akan terjadi. Obat seperti beberapa Antikonvulsan,
diabetes, setelah seorang kerabat dengan spina bifida, obesitas, dan peningkatan
suhu tubuh dari demam atau sumber-sumber eksternal seperti bak air panas dan
selimut listrik dapat meningkatkan kemungkinan seorang wanita akan
mengandung bayi dengan spina bifida. Namun, sebagian besar wanita yang
melahirkan bayi dengan spina bifida tidak punya faktor risiko tersebut, sehingga
meskipun banyak penelitian, masih belum diketahui apa yang menyebabkan
mayoritas kasus. Beragam spina bifida prevalensi dalam populasi manusia yang
berbeda dan bukti luas dari strain tikus dengan spina bifida menunjukkan dasar
genetik untuk kondisi. Seperti manusia lainnya penyakit seperti kanker, hipertensi
dan aterosklerosis (penyakit arteri koroner), spina bifida kemungkinan hasil dari
interaksi dari beberapa gen dan faktor lingkungan. Penelitian telah menunjukkan
bahwa kekurangan asam folat (folat) adalah faktor dalam patogenesis cacat tabung
saraf, termasuk spina bifida.

E. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Pada
trimester pertama wanita hamil menjalani pemeriksaan darah yang disebut Triple
Screen. Tes ini merupakan tes penyaringan untuk spina bifida, sindroma down
dan kelainan bawaan lainnya. 85 % wanita yang mengandung bayi dengan spina
bifida akan memiliki kadar serum alfa feytoprotein yang tinggi. Tes ini memiliki
angka positif palsu yang tinggi, karena itu jika hasilnya positif, perlu dilakukan
pemeriksaan lanjutan untuk memperkuat diagnosis. Dilakukan USG yang
biasanya dapat menemukan adanya spina bifida, kadang dilakukan amniosintesis
(analisa cairan ketuban). Setelah bayi lahir, dilakukan pemeriksaan berikut :
a) Rontgen tulang belakang untuk menentukan luas dan lokasi kelainan.
b) USG tulang belakang bisa menunjukkan adanya kelainan pada korda spinalis
maupun vertebra.
c) CT-Scan atau MRI tulang belakang kadang dilakukan untuk menentukan
lokasi dan luasnya kelainan.

F. Penatalaksanaan
a) Penatalaksanaan Medis

Pembedahan mielomeningokel dilakukan pada periode neonatal untuk


mencegah ruptur. Perbaikan dengan pembedahan pada lesi spinal dan pirau CSS
pada bayi hidrocefalus dilakukan pada saat kelahiran. Pencangkokan pada kulit
diperlukan bila lesinya besar. Antibiotic profilaktik diberikan untuk mencegah
meningitis. Intervensi keperawatan yang dilakukan tergantung ada tidaknya
disfungsi dan berat ringannya disfungsi tersebut pada berbagai sistem tubuh.
Berikut ini adalah obat-obat yang dapat diberikan:
 Antibiotic digunakan sebagai profilaktik untuk mencegah infeksi saluran
kemih (seleksi tergantung hasil kultur dan sensitifitas).
 Antikolinergik digunakan untuk meningkatkan tonus kandung kemih.
 Pelunak feces dan laksatif digunakan untuk melatih usus dan pengeluaran
feces. (Cecily L Betz dan Linda A Sowden, 2002).
b. Penatalaksanaan Keperawatan
 Pre – operasi
Perawatan prabedah neonatus rutin dengan penekanan khusus pada
mempertahankan suhu tubuh yang dapat menurun dengan cepat. Pada beberapa
pusat tubuh bayi ditempatkan dalam kantong plastik untuk mencegah kehilangan
panas yang dapat terjadi akibat permukaan lesi yang basah. Suatu catatan aktivitas
otot pada anggota gerak bawah dan spingter anal akan dilakukan oleh fisioterapist.
Lingkaran oksipito-frontalis kepala diukur dan dibuat grafiknya.
 Pasca operasi
a) Perawatan pasca bedah neonatus umum
b) Pemberian makanan peroral dapat diberikan 4 jam setelah pembedahan.
c) Jika ada drain penyedotan luka maka harus diperiksa setiap jam untuk
menjamin tidak adanya belitan atau tekukan pada saluran dan terjaganya
tekanan negatif dalam wadah. Cairan akan berhenti berdrainase sekitar 2
atau 3 hari pasca bedah, dimana pada saat ini drain dapat diangkat. Pembalut
luka kemungkinan akan dibiarkan utuh, dengan inspeksi yang teratur,
hingga jahitan diangkat 10 – 12 hari setelah pembedahan.
d) Akibat kelumpuhan anggota gerak bawah, maka rentang gerakan pasif yang
penuh dilakukan setiap hari. Harus dijaga agar kulit di atas perinium dan
bokong tetap utuh dan pergantian popok yang teratur dengan pembersihan
dan pengeringan yang seksama merupakan hal yang penting.
e) Prolaps rekti dapat merupakan masalah dini akibat kelumpuhan otot dasar
panggul dan harus diusahakan pemakaian sabuk pada bokong .
f) Lingkaran kepala diukur dan dibuat grafik sekali atau dua kali seminggu.
Seringkali terdapat peningkatan awal dalam pengukuran setelah penutupan
cacad spinal dan jika peningkatan ini berlanjut dan terjadi perkembangan
hidrosefalus maka harus diberikan terapi yang sesuai.
(Rosa.M.Sacharin,1996).
G. Komplikasi
Komplikasi lain dari spina bifida yang berkaitan yang berkaitan dengan
kelahiran antara lain adalah :
 Paralisis Cerebri
 Retardasi Mental
 Atrofi Otot
 Osteoporosis
 Fraktur (akibat penurunan massa otot)
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
1) Identitas pasien
Nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, nomor
register, tanggal masuk, dan nama penanggung jawab pasien selama dirawat.
2) Keluhan utama
Keluhan utama yang didapat biasanya bervariasi, mulai dari urine output
sedikit sampai tidak dapat BAK, gelisah sampai penurunan kesadaran, tidak
selera makan (anoreksia), mual muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, napas
berbau (urea) dan gatal pada kulit
3) Riwayat penyakit dahulu
4) Riwayat kesehatan keluarga.
Adakah yang menderita penyakit sejenis, bagaimana kondisi kehamilan ibu
(demam selama kehamilan, epilepsi, mengkonsumsi obat-obat tertentu, dsb), kaji
kehamilan sebelumnya (angka kejadian semakin meningkat jika pada kehamilan
dua sebelumnya menderita meningomielokel atau anencefali).
5) Riwayat kesehatan sekarang.
Apa keluhan utama (kelumpuhan, gangguan eliminasi, dsb), adakah penderita
yang sama di lingkungan penderita, sudah berapa lama menderita, kapan gejala
terasa dan keluhan lain apa yang mengikutinya.
6) Pengkajian fisik
a. Penampilan / keadaan umum.
b. Tanda-tanda vital.
c. Kepala.
d. Leher dan tenggorok.
e. Dada
f. Abdomen.
g. Genital.
h. Ekstremitas
i. Kulit
7) Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (proses pemebedahan)


b. Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif dan
kurangnya informasi tentang penyakit
c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasive, luka insisi
post pemebedahan.
8) Intervensi dan Implementasi
Implementasi merupakan komponen dari proses keperawatan, adalah
kategori dari perilaku keperawatn dimana tindakan yang digunakan untuk
mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan
dan diselesaikan. Implementasi dilakukan sesuai dengan rencana keperawatan
yang telah dibuat sebelumnya berdasarkan masalah keperawatan yang ditemukan
dalam kasus, dengan menuliskan waktu pelaksanaan dan respon klien.
9) Evaluasi
Merupakan langka terakhir dari proses keperawatan dengan cara melakukan
identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak.
Dalam melakukan evaluasi perawat seharusnya memiliki pengetahuan dan
kemampuan dalam memahami respon terhadap intervensi keperawatan,
kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang di capai serta
kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan pada kriteria hasil.
Evaluasi menentukan respon klien terhadap tindakan keperawatan dan seberapa
jauh tujuan perawatan telah dipenuhi.
DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cecily L,dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC.
Catzel, Pincus. 1994. Kapita Selekta Pediatri. Edisi II. Editor : Adrianto, Petrus.
Jakarta : EGC.
Doenges Marillyn E,dkk. 2000 Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk
perencanaan pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3..Jakarta: EGC.
Nelson. Ilmu Kesehatan Anak Bagian 3. EGC: Jakarta.
Rendle, John Dkk. 1994. Ikhtisar Penyakit Anak Edisi 6 Jilid 2. Bina Rupa
Aksara: Jakarta
Sacharin, Rosa M. 1996. Prinsip Keperawatan Pediatrik. Editor : Ni Luh Yasmin.
Jakarta: EGC.
Sacharin, Rosa M.1986.Prinsip Keperawatan Pediatrik.Jakarta:EGC
Wong, Donna L. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Edisi IV. Jakarta:
EGC.

Anda mungkin juga menyukai