Anda di halaman 1dari 10

BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN
A. Definisi
a. Total Hip Replacement
Total hip replacement merupakan operasi untuk menggantikan asetabulum
dan kepala femur yang rusak dengan implant buatan. THR digunakan untuk
menghindari terjadinya kondisi non union dan nekrosis avascular yang biasanya
terjadi akibat adanya fraktur neck femur pada usia tua (Jain, 2016).
b. Fracture neck femur
Fracture neck femur adalah fracture yang terjadi pada collum femoris.
Fracture ini adalah salah satu jenis fracture yang sangat mempengaruhi kualitas
hidup manusia. Sering kali diderita pada penderita berusia lanjut, pada usia muda
terjadi pada trauma yang cukup besar, dan saat ini angkanya meningkat dengan
pesat karena tingginya angka trauma yang disebabkan oleh kecelakaan (Susanto,
2012).
B. Klasifikasi Fraktur Femur
a. Tulang Panggul
Tulang panggul terdiri atas tiga bagian yaitu tulang os illium, tulang os
ischia dan tulang os pubis. Os illium menyusun panggul semu, sementara os
ischium dan os pubis menyusun cincin tulang di sekitar foramen obturatum,
masing-masing dari sisi posterior dan anterior. Facies auriscularis berperan
sebagai permukaan artikulasi bagi articulation sacroiliaca. Discus inter pubicus
melekat dengan facies symphysialis (Friedrich, 2013).
b. Fraktur collum femur
Fraktur collum femur dapat disebabkan oleh trauma langsung yaitu
misalnya penderita jatuh dengan posisi miring dimana daerah trochanter mayor
langsung terbentur dengan benda keras (jalanan) ataupundisebabkan oleh trauma
tidak langsung yaitu karena gerakan eksorotasi yang mendadak dari tungkai
bawah, dibagi dalam:
 Fraktur subtrochanter femur : fraktur dimana garis patahnya berada 5cm distal
dari trochanter minor dibagi dalam beberapa klasifikasi tetapi yang lebih
sederhana dan mudah dipahami adalah klasifikasi Fielding & Magliato yaitu:
- Tipe 1 : garis fraktur satu level dengan trochanter minor
- Tipe 2 : garis patah berada 1-2 inch di bawah dari batas atas trochanter
minor
- Tipe 3 : gairs patah berada 2-3 inch di distal dari batas atas trochanter
minor

Klasifikasi fraktur subtrochanter menurut Fielding

c. Fraktur corpus femur (dewasa)


Fraktur corpus femur biasanya terjadi karena trauma langsung akibat
kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari ketinggian, patah pada daerah ini dapat
menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan penderita jatuh
dalam shock. Salah satu klasifikasi fraktur batang femur dibagi berdasarkan
adanya luka yang berhubungan dengan daerah yang patah. Dibagi :
 Tertutup
 Terbuka
Ketentuan fraktur femur terbuka bila terdapat hubungan antara tulang patah
dengan dunia luar, dibagi dalam tiga derajat, yaitu:
 Derajat I : Bila terdapat hubungan dengan dunia luar timbul luka kecil,
biasanya diakibatkan tusukan fragmen tulang dari dalam menembus keluar.
 Derajat II : Lukanya lebih besar (>1cm) luka ini disebabkan karena benturan
dari luar.
 Derajat III : Lukanya lebih luas dari derajat II, lebih kotor, jaringan lunak
banyak ikut rusak (otot, saraf, pembuluh darah).
d. Fraktur supracondyler femur : fraktur supracondyler fragment distal selalu
terjadi dislokasi ke posterior, hal ini biasanya disebabkan karena adanya
tarikan dari otot-otot gastrocnemius, biasanya fraktur supracondyler ini
disebabkan oleh trauma langsung karena kecepatan tinggi sehingga terjadi
gaya axial dan stress valgus atau varus dan disertai gaya rotasi.
e. Fraktur intercondyler femur : fraktur intercondyler diikuti oleh fraktur
supracondylar, sehingga umunya terjadi bentuk T fraktur atau Y fraktur.
f. Fraktur condyler femur : mekanisme traumanya biasanya kombinasi dari gaya
hiperabduksi dan adduksi disertai tekanan pada sumbu femur ke atas.
h. Fraktur Diafisis Femur
Fraktur diafisis femur sering ditemukan pada anak-anak dan harus dianggap
sebagai suatu fraktur yang dapat menimbulkan perdarahan dan syok.
Kerusakan saraf jarang terjadi.
 Mekanisme trauma
Fraktur terjadi karena suatu trauma hebat dan lokalisasi yang paling
sering adalah pada 1/3 tengah diafisis femur.
 Klasifikasi
Fraktur dapat bersifat oblik, transversal, dan jarang bersifat kominutif.
 Gambaran klinis.
Penderita biasanya datang dengan gejala trauma hebat disertai
pembengkakan pada daerah tungkai atas dan tidak dapat menggerakkan
tungkai. Terdapat deformitas, pemendekan anggota gerak dan krepitasi.
Pemeriksaan harus dilakukan secara hati-hati agar tidak menambah
perdarahan.
Fraktur pada tulang yang berkembang yang tidak dapat disamakan dengan
tulang pada dewasa. Perbedaannya antara lain adalah:
1. Pada anak yang sangat muda, tulangnya diakhiri dengan kartilago yang luas
yang tidak dapat dilihat dengan x-ray. Fraktur pada bagian ini sulit di
diagnosa, dapat dibantu oleh x-ray kedua sisi ekstremitas dan
membandingkannya.
2. Tulang anak-anak sedikit rapuh daripada dewasa. Oleh sebab itu frekuensi
dari fraktur inkomplit- fraktur torus dan fraktur greenstick sering ditemukan.
3. Periosteum lebih tebal daripada tulang dewasa; ini menjelaskan mengapa
fraktur displacement lebih terkontrol. Aktivitas selular juga lebih banyak,
itulah mengapa fraktur pada anak-anak lebih cepat sembuh daripada dewasa.
Fraktur batang femur akan sembuh dalam waktu kurang lebih 3 minggu pada
bayi, 4-6 minggu pada anak-anak, dan dibandingkan dngan dewasa yang
sembuh 14 minggu atau lebih.
4. Non union sangat jarang
5. Pertumbuhan tulang mempengaruhi modelling dan remodeling yang
menentukan struktur dan semua bentuk dari tulang.
6. Kerusakan pada physis tidak dapat disamakan dengan dewasa. Kerusakan
pada growtrh plate dapat memiliki konsekuensi yang serius meskipun dapat
sembuh dengan cepat dan aman.

C. Fase Penyembuhan Tulang


Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur
merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan
membentuk tulang baru diantara ujung patahan tulang. Tulang baru dibentuk oleh
aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium penyembuhan tulang, yaitu:
1. Pembentukan Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur.
Sel-sel darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai
tempat tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast. Stadium ini berlangsung 24 – 48
jam dan perdarahan berhenti sama sekali.
2. Proliferasi Seluler
Pada stadium initerjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro
kartilago yang berasal dari periosteum,endosteum,dan bone marrow yang telah
mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam
lapisan yang lebih dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses
osteogenesis. Dalam beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan
kedua fragmen tulang yang patah. Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah
fraktur sampai selesai, tergantung frakturnya.
3. Pembentukan Kallus
Sel–sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan
osteogenik, bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk
tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast
dan osteoklast mulai berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati.
Massa sel yang tebal dengan tulang yang imatur dan kartilago, membentuk kallus
atau bebat pada permukaan endosteal dan periosteal. Sementara tulang yang
imatur (anyaman tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat
fraktur berkurang pada 4 minggu setelah fraktur menyatu.
4. Konsolidasi
Bila aktivitas osteoklast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah
menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoklast
menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat dibelakangnya
osteoklast mengisi celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang
baru. Ini adalah proses yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum
tulang kuat untuk membawa beban yang normal.
5. Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama
beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses
resorbsi dan pembentukan tulang yang terus-menerus. Lamellae yang lebih tebal
diletakkan pada tempat yang tekanannya lebih tinggi, dinding yang tidak
dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya dibentuk struktur
yang mirip dengan normalnya.
D. Implant Failure
Implant failure dapat didefinisikan sebagai kegagalan prosedur
implantasi untuk menghasilkan hasil yang memuaskan.7 Implant failure
terjadi karena dari alat internal fiksasi yang longgar atau hancur. Karena
tulang lebih fleksibel dari plat metal. Kegagalan implan dapat terjadi
kesalahan intrinsik atau ekstrinsik Faktor-faktor seperti proses operasi,
kepatuhan pasien dan tingkat dari union itu sendiri (Ahmed, 2013).
Biomaterial adalah bahan yang berinteraksi dengan jaringan dan
cairan tubuh manusia untuk mengobati, meningkatkan, atau mengganti
elemen anatomi dari tubuh manusia. Perangkat biomaterial yang
digunakan dalam ortopedi biasanya disebut implan. Bahan biologis
seperti Allografts tulang manusia (transplantasi jaringan antara
individu genetik berbeda) dianggap biomaterial karena mereka digunakan
dalam beberapa kasus dalam bedah ortopedi. Implan ortopedi dapat
didefinisikan sebagai perangkat yang digunakan untuk mengganti tulang
atau untuk membantu fiksasi tulang yang patah. Beberapa bahan logam,
seperti paduan kobalt-krom, stainless steel, dan titanium dan beberapa
paduannya sangat cocok, karena kombinasi yang optimal, ketahanan
korosi, kekuatan mekanik (keduanya di bawah beban statis dan siklik),
dan efektivitas biaya. Meskipun penggunaan titanium dan paduannya
telah mengalami peningkatan yang signifikan dalam dekade terakhir,
terlepas dari tingkat keberhasilan yang tinggi, masih ada juga laporan
mengenai kegagalan pemasangan implant (Ahmed, 2013).
Tujuan penatalaksanaan fraktur yaitu memperoleh penyatuan
anatomi pada fraktur kompetibel dengan mengembalikan fungsional
maksimal pada pasien. Keberhasilan dari implan tergantung dari banyak
faktor. Hal ini penting bagi dokter bedah ortopedi untuk memahami sifat
biomaterial, konfigurasi struktural dan sifatnya, serta efek dari interaksi
mereka dengan jaringan lunak dan keras, darah, dan cairan intra dan
ekstraseluler dari tubuh manusia (Ahmed, 2013). Biomaterial utama yang
digunakan dalam bedah ortopedi dibagi menjadi dua kelompok: Metal dan
nonmetal. Biomaterial logam memiliki aplikasi yang sesuai seperti pada
pinggul dan prostesa lutut dan untuk fiksasi fraktur tulang internal dan
eksternal.
Penyebab kegagalan implan ortopedi (kerusakan) terkait dengan kualitas
implan, pengalaman ahli bedah ortopedi dan kepatuhan terhadap prinsip AO,
pemilihan jenis implan yang tepat untuk tipe fraktur dan perawatan pasca operasi
khusus pada weight bearing pada operasi tungkai bawah.Dalam penelitian lain
menyebutkan bahwa kegagalan implan adalah hasil kombinasi dari beberapa
penyebab seperti kualitas implan, pemilihan implan, kualitas fiksasi, geometri
fraktur dan perawatan pasca operasi (bantalan berat pelindung). Penyebab paling
umum kegagalan implan adalah implan yang salah. Dari kegagalan implan, 4%
adalah iatrogenik, 34,8% disebabkan ketidakpatuhan dengan instruksi pasca
operasi dan 60,9% merupakan hasil implan kualitas buruk (Dent, 2008).
Kegagalan mekanik pada implan dibagi ke dalam 3 kategori, yaitu plastik,
rapuh dan fatigue failure. Kegagalan pada plastik adalah kegagalan di mana
perangkat gagal mempertahankan bentuk aslinya sehingga menyebabkan
kegagalan klinis. Kegagalan akibat rapuh, merupakan jenis kegagalan implan
yang tidak biasa, disebabkan oleh cacat pada design atau metalurgi. Fatigue
failure terjadi akibat pemuatan berulang pada perangkat. Pasien dengan kegagalan
implan biasanya datang dengan rasa sakit dan kelainan pada anggota badan yang
telah dioperasi, mungkin saja atau mungkin tidak terkait dengan trauma terakhir.
Peran ahli bedah ortopedi sangat penting dalam identifikasi kegagalan implan,
penggunaan sumber daya yang tepat untuk mengatasi masalah medis terkait
kegagalannya, dan dalam mendidik pasien mengenai risiko dan manfaat perangkat
implan dan operasi revisi (Sharma, 2006).
Pasien dengan dan tanpa gejala langsung dan temuan fisik kegagalan
perangkat akan meminta saran dari ahli bedah ortopedi mereka mengenai
penggantian implan mereka. American Academy of Orthopedic Surgeons (AAOS)
mendorong dokter untuk berbicara dengan pasien mereka tentang risiko rasa sakit,
cacat tubuh, morbiditas, dan mortalitas yang terkait dengan implan dan dengan
operasi revisi.Operasi ulang mungkin terbukti sebagai pilihan terbaik bagi pasien
yang implannya telah gagal, yang mengalami sakit kronis akibat kegagalan implan
mereka, dan / atau fungsinya telah terpengaruh secara negatif oleh kegagalan
tersebut (Sharma, 2006).
Implantasi alat dalam tubuh dapat menyebabkan infeksi yang mungkin
terjadi selama operasi atau kemudian oleh penyebaran hematogen. Khususnya,
Implan yang terinfeksi menyebabkan peradangan, menyebabkan kegagalan
implan dan beberapa operasi yang pada gilirannya meningkatkan morbiditas.
Dalam sebuah penelitian oleh Sharma, ada satu (2,4%) kegagalan implan yang
terkait dengan bukti adanya infeksi dalam yang menyebabkan operasi tambahan
dan pengangkatan implan.Bagi ahli bedah ortopedi, operasi revisi ini menjadi
tantangan karena rencana pengambilan implan yang rusak selalu merupakan
pekerjaan yang sulit. Kemungkinan infeksi cedera neurovaskular dan kegagalan
fiksasi lebih banyak. Oleh karena itu, sangat diharapkan untuk menjaga jumlah
kegagalan seminimal mungkin (Sharma, 2006).

E. Etiologi
Secara umum penyebab ini terkait dengan penggunaan bahan yang
tidak sesuai, adanya cacat yang muncul selama fabrikasi dan kesalahan
desain, pemasangan atau perakitan, pemeliharaan, dan penggunaan.
Pengetahuan tentang penyebab terjadinya implant failure  akan
meningkatkan kinerja alat dan membantu mencegah gagal yang berulang.
Penyebab kegagalan tersebut dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori:
a) Surgical 
Kegagalan pembedahan berhubungan dengan kesalahan dalam
penilaian pembedahan atau teknik aplikasi termasuk komplikasi
pembedahan seperti infeksi (Smith G, 2016).
b) Material 
Material Failure berasal dari kimia, struktur metalurgi, atau
kekurangan desain teknik implant. Implan yang digunakan untuk
osteosynthesis akan mengembalikan kekakuan tulang sementara sebagai
bantalan atau membagi beban sampai fraktur union mengembalikan
kekakuan tulang secara permanen.
Bahan yang digunakan untuk fiksasi internal harus memenuhi
persyaratan dasar tertentu seperti fungsi yang baik dan efek samping
yang minimal. Implan ortopedi adalah perangkat mekanik buatan, ketika
dipasang ke sistem kerangka tubuh manusia yang terkena tidak hanya
menyebabkan stres kekuatan otot tungkai, tetapi mencakup juga sel-sel
hidup, jaringan dan cairan biologis yang tidak hanya dinamis tetapi
lingkungan yang tidak bersahabat untuk pertahanan implan. Jadi, implan
ortopedi harus sesuai dengan beberapa persyaratan khusus seperti
ketahanan yang baik sehingga dapat mempertahankan kekuatan setelah
diadopsi ke permukaan tulang (Zimri, 2009).
F. Mekanisme Implant Failure
Mekanisme kegagalan pada implan failureterbagi dalam 3 kategori
yaitu Plastic Failure, Brittle, and fatigue failure.
a) Fatigue Implan Failure :
Fatigue failure terjadi akibat pembebanan berulang pada perangkat.
Faktor penyebab kegagalan implant adalah bisa disebabkan dari ketiga
hal berikut yaitu Dokter bedah, pasien, dan implant itu sendiri. Ketika
ahli bedah memasukkan implant, ia harus menyadari bahwa ia sedang
berada di antara fatigue implant dan penyembuhan fraktur (Ahmed,
2013).
Reduksi terbuka dan fiksasi internal berhubungan dengan diseksi
jaringan lunak yang pada gilirannya dapat mempengaruhi kontribusi dari
jaringan lunak untuk menyatu dan mungkin juga tidak menyatu. Hasil
akhir ini akhirnya menyebabkan  fatigue implant failure (O. Esan, 2013). 
b) Plastic failure adalah salah satu di mana perangkat yang gagal
mempertahankan bentuk asli yang mengakibatkan kegagalan klinis.
c) Brittle, jenis yang tidak biasa dari implant failure, disebabkan oleh cacat
dalam desain atau metalurgi.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmed T, Implans Failure In Orthopedic Surgery In Kut. Basrah Journal


Of Surgery. 2013. P1-6.
American Academy of Orthopaedics Surgeons. 2016. Implant Device Recalls.
http://www.fda.gov/Safety/Recalls/ucm165546.htm
Appley, G.A & Solomon, Louis. 2013. Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley.
Jakarta: Widya Medika.
Dent, Mr John A. (2008). Fracture Long Bones, Upper Limb (Include Hand).
https://www.gov.uk/government/uploads/system/uploads/attachment_dat
a/fi le/384500/fractures_long_bones_upper_limb.pdf.
Friedrich P, Jens W. Sobota Atlas Anatomi Manusia. Jakarta.
Bukunkedokteran EKG. 2013.
Jain, S and Whitwell, G. S. Total Hip Replacement For Elderly Neck Of
Femur Fracture Patiens. Orthopedics and Trauma. 2016 ; 30:2.
O. Esan, Akinyoola, Abiodun Et Al. Aetiology and Patterns Of Implant Failure
Fracture Fixation In A Developing Country. East and centralAfrican
Journal Of Surgery. 2013. P1-5.

Sharma, Col AK., Kumar, Ashok., Lt Col GR Joshi, Dr John T John.


Retrospective Study of Implant Failure in Orthopaedic Surgery. Implant
Failure in Orthopaedic Surgery a Retrospective Study. MJAFI 2006; 62 :
70-72.
Susanto I, Sjarwarni A. Long Ferm Follow Up Evaluation Fibular
Autostrut Graft In Femoral Nect Fracture At Soetomo General.
Surabaya. 2012. Hospital Surabaya.
Zimri Farid, Mateen MA, Orthopedic Implant: An Experience PIMS. 2009. P1-5.

Anda mungkin juga menyukai