OLEH:
DEVIS YULIA ROHMANA, S.Kep.
NIM 152311101276
A. Konsep Teori
1. Pengertian
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan baik
yang bersifat total maupun sebagian yang diakibatkan tekanan eksernal
yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang. Fraktur
femur atau patah tulang paha adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal
paha yang disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, dan kondisi
tertentu seperti degenerasi tulang atau osteoporosis (Muttaqin, 2008).
Bone graft adalah tulang yang ditransplantasikan dari satu area di
skeletal ke area lainnya untuk membantu penyembuhan, penguatan dan
perbaikan fungsi. Bone grafting adalah suatu prosedur pembedahan
penempatan tulang baru ke ruang di sekitar tulang yang patah atau di
antara lubang dan defek tulang. Tulang baru tersebut dapat diambil dari
tulang sehat pasien sendiri (autograft) atau tulang donor yang telah
dibekukan (allograft).
Insisi dilakukan di atas defek tulang dan bone graft dibentuk
kemudian dimasukkan ke dalam dan ke sekitar defek. Graft difiksasi
dengan pin, plat atau screw. Insisi dijahit rapat. Umumnya digunakan
splint atau cast untuk mencegah cedera atau pergerakan saat masa
penyembuhan.
2. Etiologi
Penyebab fraktur secara umum dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:
a. Cedera Traumatik
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekkuatan yang tiba-tiba dan
berlebihan, yang dapat berupa benturan, pemukulan, penghancuran,
penekukan atau terjatuh dengan posisi miring, pemuntiran atau
penarikan. Cedera traumatik pada tulang dapat dibedakan dalam hal
berikut, yakni:
1) Cedera langsung, berarti pukulan langsung terhadap tulang
sehingga tulang patah secara spontan. Pemukulan biasanya
menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit
diatasnyarteri
2) Cedera tidak langsung, berarti pukulan langsung berada jauh dari
lokasi benturan.
3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot
yang kuat
b. Fraktur Patologik
Dalam hal ini, kerusakan tulang terjadi karena proses penyakit akibat
berbagai keadaan berikut, yakni:
1) Tumor tulang (jinak atau ganas), dimana berupa pertumbuhan
jaringan baru yang tidak terkendali dan progresif.
2) Infeksi, misalnya osteomielitis yang dapat terjadi sebagai akibat
infeksi akut atau dapattimbul sebagai salah satu proses yang
progresif.
3) Rakhitis, merupakan suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh
defisiensi vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet,
biasanya disebabkan oleh defisiensi diet, tetapi kadang-kadang
dapat disebabkan kegagalan absorbsi vitamin D atau oleh karena
asupan kalsium atau fosfat yang rendah.
c. Secara Spontan, dimana disebabkan oleh stress atau tegangan atau
tekanan pada tulang yang terus menerus misalnya penyakit polio dan
orang yang bertugas di bidang kemiliteran.
3. Klasifikasi
1) Klasifikasi fraktur femur sendiri dibagi menjadi beberapa bagian,
tergantung pada letak fraktur yang terjadi, yaitu:
a. Fraktur Collum Femur
Fraktur collum femur sering terjadi pada usia di atas 60 tahun
dan lebihsering pada wanita yang disebabkan oleh kerapuhan tulang
akibat kombinasi proses penuaan dan osteoporosis pasca menopause.
Fraktur collum femur dapat disebabkan oleh trauma langsung, yaitu
misalnya penderita jatuh dengan posisi miring dimana daerah
trochanter mayorlangsung terbentur dengan benda keras (jalanan)
ataupun disebabkan oleh trauma tidak langsung, yaitu karena gerakan
exorotasi yang mendadak dari tungkai bawah.Fraktur collum femur
sendiri dibagi dalam dua tipe, yaitu: fraktur intrakapsuler dan fraktur
extrakapsuler
Intrakapsuler
Ekstrakapsuler
a. Autograft
Autograft adalah bone graft yang ditransplantasikan langsung dari
satu area skeletal seorang individu ke area skeletal lain ditubuhnya.
Sering juga dikenal sebagai autogenous atau autologous bone graft.
Pada sebagian besar kasus, termasuk regio maksilofasial, tipe ini yang
paling diminati. Tulang untuk graft dicangkok atau diambil dari tulang
kalvaria, panggul, iga, atau kaki. Tulang autograft paling aman
digunakan karena beresiko rendah terhadap transmisi penyakit. Selain
itu juga dapat diterima dengan baik dan efektif pada daerah transplan
(transplan site) karena mengandung sejumlah besar sel tulang pasien
sendiri dan protein. Tulang autograft menghasilkan rangka kuat bagi
tulang baru yang tumbuh ke dalamnya.
b. Allograft
Bone graft yang berasal dari donor lain (individu lain) disebut
tulang allograft. Tulang allograft umumnya berasal dari bank tulang yang
dicangkok dari tulang kadaver. Tulang dibersihkan dan disinfeksi untuk
menurunkan kemungkinan transmisi penyakit dari donor ke resipien.
Allograft, seperti juga autograft, menghasilkan rangka bagi tulang baru
untuk tumbuh di atas dan ke dalamnya. Tidak seperti autograft, tulang
allograft tidak selalu memiliki sifat yang sama kuat atau sel dan protein
yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tulang baru. Keuntungan tulang
allograft adalah pengurangan daerah operasi pencangkokan, nyeri post
operatif berkurang dan pengurangan biaya operasi kedua. Kerugian
allograft adalah berkemungkinan kecil terjadi transmisi penyakit dan
kurang efektif karena sel pertumbuhan tulang dan protein hilang saat
proses pembersihan dan disinfeksi.
c. Xenograft
Tulang xenograft telah menunjukkan keberhasilan dalam
memperlambat tingkat resorpsi dari linggir alveolar. Material ini diperoleh
dari hewan dan diproses untuk menghilangkan semua bahan organik
sehingga hanya meninggalkan bagian anorganik yang sebagian besar
adalah hidroksiapatit, tetapi mungkin juga mengandung bahan anorganik
lainnya. Karena produk anorganik ini memiliki porositas seperti tulang
normal dan mengandung karbonat serta trikalsium fosfat sebagai tambahan
komponen hidroksiapatit, bahan ini memiliki kecenderangan bagi osteoklas
untuk meresorpsi material.
2. Tulang rusuk
Rusuk tetap popular untuk bahan graft tulang. Pada umumnya digunakan
dalam hubungan junction osteokondral untuk penggantian kondilar. Khususnya
untuk pasien yang masih dalam pertumbuhan, dimana transfer dari pusat
pertumbuhan dapat membantu untuk pertumbuhan mandibula. Potongan graft
rusuk kortikokanselus digunakan sebagai bahan graft autogenus didalam bedah
kraniofasial seperti osteotomi untuk defek maksilaofasial dan biodegradebel
autogenus ketika dikombinasi dengan kortikokanselus.
Rusuk kelima, keenan dan ketujuh yang biasanya digunakan untuk graft.
Bila lebih dari satu rusuk yang diperlukan maka rusuk alternatif dapat diambil
secara aman tanpa resiko kerusakan dada. Penutupan periosteun rusuk
menyebabkan regenerasi komplit rusuk dalam beberapa tahun kemudian. Graft
dari rusuk pada gambar 3.
3. Ramus mandibula
Pengambilan graft pada ramus mandibula ini diindikasikan untuk
kebutuhan graft tulang yang kecil (Gambar 4). Anastesi lokal yang digunakan
sama dengan pengambilan gigi mandibula ditambah infiltrasi lokal pada daerah
yang akan diambil. Infiltrasi lokal akan meningkatkan homeostasis dan
memperluas lapangan pandang ahli bedah. Anastesi lokal yang digunakan adalah
lidokain 2 % dengan epineprin 1:100.000. Tahap-tahap yang dilakukan adalah:
a. Pisau nomer 15 digunakan untuk membuat insisi dimulai dari batas lateral
ramus kira-kira 1,5 cm diatas oklusal plan mandibula dan berakhir hingga
regio molar kedua. Untuk memudahkan penutupan secara komplit insisi
sebaiknya tidak pada vestibulum bukalis. Insisi sebaiknya diperpanjang 1
cm kearah lateral hingga vestibulum. Insisi harus full tickness hingga
mencapai tulang.
b. Menggunakan elevator periosteal untuk melepaskan full tickness
mukoperiosteal flap dari arah lateral ke ramus mandibula sehingga daerah
yang tersebut terekspos untuk pengambilan graft tulang sebanyak yang
dibutuhkan.
c. Menggunakn high speed handpiece dengan bur tulang untuk membuat
pola graft tulang yang dibutuhkan. Setelah osteotomi maka tulang kortikal
diambil dengan menggunakan chisel monoplane kecil dengan bevel
mengarah kemedial ( diatas tulang kanselus). Beberapa ketukan palu
digunakan untuk memotong kortek dari tulang medula bagian dalam.
d. Tulang yang diambil segera diletakkan pada temperatur ruang pada
larutan 0,9 % sodium klorit. Luka diirigasi dengan salin normal dan luka
dijahit dengan vicril 3.0.
e. Tulang yang diambil dibentuk menjadi potongan kecil atau digunakan
sebagai block. Graft dari ramus mandibula pada gambar 4 dan 8.
1. graft yang dimbil dari donor dipotong menjadi bentuk kecil. Ini dapat
dibuat dengan menggunakan Rongeur atau gilingan tulang. Potongan
tulang dimasukkan kedalam syringe hipodinamik
2. graft ditempatkan disekitar perforasi apikal implan. Mukosa dijahit dengan
menggunakan vikril 3.0., yang terpenting adalah mempertahankan kondisi
steril selama tindakan tersebut, jahitan rapat dan menegah trauma selama
penyembuhan luka. Graft kotikokanselus yang dipotong-potong pada
gambar 6
Untuk daerah edentulus dengan lebar bukal lingual atau lebar palatal yang
tidak cukup maka dapat dibuat pilihan graft
7. Komplikasi
1. Infeksi. Hal ini dapat terjadi oleh karena kemungkinan jalan masuk
saliva dan sisa-sisa makanan masuk kedalam graft, sterilisasi yang
tidak adequat. Dapat diatasi dengan pemberian profilaksis antibiotika
dan antibiotika dosis tinggi post tindakan, drainage yang baik,
konsumsi makanan yang bergizi serta perawatan yang lebih terhadap
lukanya.
2. Reaksi penolakan graft oleh host. Hal ini berhubungan dengan proses
imunologis.
3. Tulang yang terbuka. Hal ini dapat terjadi karena kulit atau mukosa
yang menutupinya jarang dan tipis, menjadi robek dan tulangnya
terbuka. Cara mengatasinya dengan melakukan irigasi dengan cairan
ansiteptik dan antibiotika kemudian dibalut dengan perban. Bila gagal
operasi yang lebih cermat dibutuhkan untuk memperbaiki bagian dari
graft untuk memperoleh jaringan mukosa atau kulit yang tebal untuk
menutupi graft tersebut.
4. Fraktur dari graft tulang. Graft yang sedikit berpotensi osteogenik
(homograft dan graft tulang rusuk) merupakan graft yang rentan
terhadap farktur patologis. Fraktur disebabkan oleh resorbsi dari graft,
untuk itu fiksasi graft pada tulang disekitarnya harus benar-benar
adekuat.
8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaanyang penting adalah pencitraan
menggunakan sinar rontgen (x-ray).Untuk mendapatkan gambaran 3
dimensi keadaan dan kedudukantulang yang sulit, maka diperlukan 2
proyeksi yaitu AP atau PA danlateral. Dalam keadaan tertentu
diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk
memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi.
Perludisadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi
kegunaanpemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan
permintaan.
Hal yang harus dibaca pada x-ray adalah bayangan jaringan lunak,
tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau
biomekanik atau juga rotasi, trobukulasi ada tidaknya rare fraction,
sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik
khususnya seperti:
1) Tomografi
Menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain
tertutupyang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan
kerusakan struktur yangkompleks dimana tidak pada satu struktur
saja tapi pada struktur lain juga mengalaminya.
2) Myelografi
Menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah
diruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat
trauma.
3) Arthrografi
Menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda
paksarteri
4) Computed Tomografi-Scanning
Menggambarkan potongan secara transversal dari tulang dimana
didapatkan suatu struktur tulang yang rusak
b. Pemeriksaan laboratorium
1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.
2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan
menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-
5),Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat
pada tahap penyembuhan tulang.
c. Pemeriksaan lain-lain
1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas:
didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi.
2) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
3) Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang
diakibatkan fraktur.
4) Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena
trauma yang berlebihan.
5) Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi
pada tulang.
6) MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
9. Rehabilitation Exercise
a. Terapi Ambulasi Dini
1) Definisi
2) Manfaat
Ambulasi dini merupakan komponen penting dalam perawatan
pasca operasi fraktur karena apabila pasien membatasi pergerakannya di
tempa tidur dan sama sekali tidak melakukan ambulasi, pasien akan
semakin sulit untuk memulai berjalan. Manfaat mobilisasi dini antara lain:
a) Menurunkan insiden komplikasi immobilisasi paska operasi,
b) Mengurangi komplikasi respirasi dan sirkulasi,
c) Mempercepat pemulihan peristaltik usus dan kemungkinan distensi
abdomen,
d) Mempercepat pemulihan pasien,
e) Mengurangi tekanan pada kulit,
f) Penurunan intensitas nyeri,
g) Frekuensi nadi dan suhu tubuh kembali normal.
3) Tahapan
a) Preambulation bertujuan mempersiapkan oto untuk berdiri dan
berjalan yang dipersiapkan lebih awal ketika pasien bergerak
dari tempat tidur (Hoeman, 2001)
b) Siting balance yaitu membantu pasien untuk duduk disisi tempat
tidur dengan bantuan yang diperlukan.
c) Standing Balance yaitu melatih berdiri dan mulai berjalan.
Saat pasien melakukan latihan ambulasi dini, perhatikan adanya
pusing yang merupakan salah satu tanda dari hipotensi ortostatik.
FRAKTUR
Kerusakan frag
tulang
Perub jaringan
sekitar Laserasi kulit Spasme otot
Tekanan tulang >
Pergeseran frag tinggi dr kapiler
Putus Peningktn teknn
tulang
vena/arteri kapiler
Reaksi stres klien
deformitas Pelepasan
perdarahan
histamin Pelepasan
katekolamin
Gg fungsi
Kehilngn vol Protein plasma
cairan hilang Mobilisasi asam
Gg mobilitas fisik lemak
Shock edema
hipovolemik Bergbng dgn
trombosit
Penekanan pem
Kerusakan
darah emboli
integritas kulit
Penurunan Penyumbatan
perfusi jar pembuluh darah
Gg perfusi
jaringan
Pasien malas
Disuse Sindrom bergerak
C. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Anamnesis
1) Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahsa yang
digunkan, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi,
golongan darah, nomor register, tanggal dan jam masuk rumah
sakit, dan diagnosis medis.
Pada umumnya, keluhan utama pada kasus fraktur femur adalah
rasa nyeri yang hebat.Untuk memperoleh pengkajian yang
lengkap mengenai rasa nyeri klien, perawat mengunakan
OPQRSTUV.
O (onset)
P (Provoking Incident): hal yang menjadi faktor presipitasi nyeri
adalah trauma pada bagian femur
Q (quality of pain): klien merasakan nyeri yang bersifat menusuk.
R (Region, Radiation, Relief): nyeri yang terjadi di bagian paha
yang mengalami patah tulang. Nyeri dapt reda dengan imobilisasi
atau istirahat.
S (Scale of pain): Secara subyektif, nyeri yang dirasakan klien
antara 2-4 pada skala pengukuran 0-4
T (Treatment)
U (Understanding)
V (Value)
2) Riwayat penyakit sekarang
Kaji kronologi terjadinya trauma yang menyebabkan patah tulang
paha, pertolongan apa yang telah didapatkan, dan apakah sudah
berobt ke dukun patah. Dengan mengetahui mekanisme terjadinya
kecelakaaan, perawat dapat mengetahui luka kecelakaan yang
lain.
3) Riwayat penyakit dahulu
Penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget
menybabkan fraktur patologis sehingga tulang sulit untuk
menyambung. Selain itu, klien diabetes dengan luka di kaki
sangat beresiko terjadi osteomielitis akut dan kronis dan penyaklit
diabetes melitus menghambat proses penyembuhan tulang.
4) Riwayat penyaklit keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan patah tulang paha
adalah faktor predispossisi terjadinya fraktur, seperti osteoporosis
yang sering terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang
yang cenderung diturunkan secara genetik.
5) Riwayat psikospiritual
Kaji respon emosis klien terhadap penyakit yang dideritanya,
peran klien dalam keluarga, masyarakat, serta respon atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam keluarga
maupun masyarakat.
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum
(status gheneral) untuk mendapatkan gambaran umum dan
pemeriksaan setempat (lokal)
1) Keadaan umum
Keadaan baik dan buruknya klien.Tanda-tanda gejala yang perlu
dicatat adalah kesadaran diri pasien (apatis, sopor, koma, gelisah,
komposmetis yang bergantung pada keadaan klien), kesakitan
atau keadaaan penyakit (akut, kronis, berat, ringan, sedang, dan
pada kasus fraktur biasanya akut) tanda vital tidak nmormal
karena ada gangguan lokal baik fungsi maupun bentuk.
2) B1 (Breathing)
Pada pemeriksaan sistem pernafasan, didapatkan bahwa klien
fraktur femur tidak mengalami kelainaan pernafasan.Pada palpasi
thorak, didapatkan taktil fremitus seimbang kanan dan kiri.Pada
auskultasi tidak terdapat suara tambahan.
3) B2 (Blood)
Inspeksi tidak ada iktus jantung, palpasi nadi meningkat iktus
tidak teraba, auskultasui suara S1 dan S2 tunggal, tidak ada
murmur.
4) B3 (Brain)
a) Tingkat kesadaran biasanya komposmentis.
d) Pemeriksaan sensori
Daya raba klien fraktur femur berkurang terutama pada bagian
distal fraktur, sedangkan indra yang lain dan kognitifnya tidak
menga;lami gangguan. Selian itu, timbul nyeri akibat fraktur.
5) B4 (Bladder)
Kaji urine yang meliputi wana, jumlah dan karakteristik urine,
termasuk berat jenis urine.Biasanya klien fraktur femur tidak
mengalami gangguan ini.
6) B5 (Bowel)
Inspeksi abdomen: bentuk datar, simetris, tidak ada herniarteri
Palpasi: turgor baik, tidak ada defans muskular dan hepar tidk
terabarteri Perkusi: suiara timpani, ada pantulan gelombang cairan.
Auskultasi peristaltik normal. Inguinal,genital: hernia tidak teraba,
tidak ada pembesaran limfe dan tidak ada kesulitan BAB.
7) B6 (Bone)
Adannya fraktur femur akan mengganggu secara lokal, baik fungsi
motorik, sensorik maupun peredaran darah.
8) Keadaan Lokal
a) LOOK
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
Cictriks (jaringan parut baik yang alami maupunbuatan seperti
bekas operasi).
Fistulae.Warna kemerahan atau kebiruan (livide)
atauhyperpigmentasi.
Benjolan, pembengkakan, atau cekungan denganhal-hal yang
tidak biasa (abnormal).
Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
b) FEEL (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi
penderitadiperbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi).
Padadasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan
informasi dua arah, baik pemeriksa maupun klien. Yang
perlu dicatat adalah:(a) Perubahan suhu disekitar trauma
(hangat) dankelembaban kulit.(b) Apabila ada pembengkakan,
apakah terdapatfluktuasi atau oedema terutama disekitar
persendian.(c) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak
kelainan (1/3 proksimal,tengah, atau distal).Otot: tonus pada
waktu relaksasi atau konttraksi,benjolan yang terdapat di
permukaan atau melekat padatulang. Selain itu juga diperiksa
status neurovaskuler.Apabila ada benjolan, maka sifat benjolan
perludideskripsikan permukaannya, konsistensinya,pergerakan
terhadap dasar atau permukaannya, nyeriatau tidak, dan
ukurannyarteri
c) MOVE
Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudianditeruskan
dengan menggerakan ekstrimitas dan dicatatapakah terdapat
keluhan nyeri pada pergerakan.Pencatatan lingkup gerak ini
perlu, agar dapatmengevaluasi keadaan sebelum dan
sesudahnyarteriGerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat,
dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau
dalam ukuran metrik.Pemeriksaan ini menentukanapakah ada
gangguan gerak (mobilitas) atau tidak.Pergerakan yang dilihat
adalah gerakan aktif dan pasif.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan fraktur tulang, spasme otot,
edema,kerusakan jaringan lunak
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
muskuloskeletal, kerusakan integritas struktur tulang, penurunan
kekuatan otot.
c. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan suplai oksigen
tidak adekuat
d. Kerusakan integritas kulit/jaringan berhubungan denganimobilisasi,
penurunan sirkulasi, fraktur terbuka
e. Ansietas berhubungan dengan prosedur tindakan pembedahan dan
hasil akhir pembedahan
f. Risiko sindrom disuse berhubungan dengan imobilisasi dan nyeri
3. Perencanaan Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Rencana Perawatan
Nursing Out Come (NOC) Nursing Intervention Classification (NIC)
1 Nyeri akut berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan NIC : Pain management
fraktur tulang, spasme otot, keperawatan selama 3x24 jam 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
edema,kerusakan jaringan lunak diharapkan nyeri hilang/ berkurang komprehensif (PQRST)
dengan kriteria hasil: Rasional : mengetahui skala nyeri yang
a. Klien mampu mengontrol nyeri dirasakan pasien
(tahu penyebab nyeri dan 2. Kontrol lingkungan pasien yang dapat
mampu menggunakan teknik mempengaruhi nyeri seperti suhu
non farmakologik untuk ruangan, pencahayaan, dan kebisingan
mengurangi nyeri) Rasional : memberikan kenyamanan
b. Mampu mengenali nyeri (skala, bagi pasien
intensitas, frekuensi) 3. Ajarkan tentang teknik non
c. Klien menyatakan rasa nyaman farmakologik seperti teknik nafas dalam
setelah nyeri berkurang Rasional : mengalihkan rasa nyeri yang
dirasakan pasien
4. Tingkatkan istirahat
Rasional : manajemen nyeri pasien
5. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
Rasional : mengevaluasi hasil tindakan
dan menentukan intervensi lanjutan
2 Hambatan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan NIC: exercise therapy (ambulation)
berhubungan dengan gangguan keperawatan selama 3x24 jam 1. Kaji kemampuan fungsional otot
muskuloskeletal, kerusakan integritas diharapkan pasien mampu Rasional : mengidentifikasi kekuatan
struktur tulang, penurunan kekuatan melakukan aktifitas fisik sesuai /kelemahan dapat membantu memberi
otot. dengan kemampuannya dengan informasi yang diperlukan untuk
kriteria hasil: membantu pemilihan intervensi
NOC: joint movement dan mobility 2. Atur posisi tiap 2 jam, (supinasi,
level sidelying) terutama pada bagian yang
a. Peningkatan aktivitas pasien sakit
b. Memperagakan penggunaan Rasional : dapat menurunkan resiko
alat bantu untuk mobilisasi iskemia jaringan injury. Sisi yang sakit
biasanya kekurangan sirkulasi dan sensasi
yang buruk serta lebih mudah terjadi
kerusakan kulit/dekubitus.
3. Mulai ROM. Aktif/pasif untuk semua
ekstremitas . Anjurkan latihan meliputi
latihan otot quadriceps/gluteal ekstensi,
jari dan telapak tangan serta kali.
Rasional : meminimalkan atropi otot,
meningkatkan sirkulasi, membantu
mencegah kontraktur, menurunkan resiko
hiperkalsiurea dan osteoporosis pada
pasien dengan haemorhagic.
4. Tempatkan bantal di bawah aksila sampai
lengan bawah
Rasional : mencegah abduksi bahu dan
fleksi siku
5. Elevasi lengan dan tangan
Rasional : dapat meningkatkan aliran
balik vena dan mencegah terjadinya
formasi edema.
6. Observasi sisi yang sakit seperti warna,
edema, atau tanda lain seperti perubahan
sirkulasi.
Rasional : jaringan yang edema sangat
mudah mengalami trauma, dan sembuh
dengan lama.
7. Kolarobarsi dengan ahli terapi fisik, untuk
latihan aktif, latihan dengan alat bantu dan
ambulasi pasien.
Rasional : program secara individual akan
sesuai dengan kebutuhan pasien baik
dalam perbaikan deficit keseimbangan ,
koordinasi dan kekuatanRasional :
memonitor status infeksi
3 Gangguan perfusi jaringan perifer Tujuan : setelah dilakukan tindakan 1. Ukur tanda-tanda vital, observasi
berhubungan dengan suplai oksigen keperawatan selama 3 x 24 jam pengisian kapiler, warna kulit/membrane
tidak adekuat pasien menunjukkan perfusi yang mukosa, dasar kuku.
adekuat 2. Auskultasi bunyi napas
Kriteria Hasil : 3. Observasi keluhan nyeri dada, palpitasi.
a. Tanda-tanda vital stabil 4. Evaluasi respon verbal melambat,
b. Membran mukosa berwarna agitasi, gangguan memori, bingung.
merah muda 5. Evaluasi keluhan dingin, pertahankan
c. Pengisian kapiler suhu lingkungan dan tubuh supaya tetap
d. Haluaran urine adekuat hangat.
Kolaborasi
6. Observasi hasil pemeriksaan
laboratorium darah lengkap.
7. Berikan transfusi darah lengkap/packed
sesuai indikasi
8. Berikan oksigen sesuai indikasi
9. Siapkan intervensi pembedahan sesuai
indikasi.
4 Kerusakan integritas kulit Setelah dilakukan tindakan IC : Incision site care
berhubungan dengan dengan fraktur keperawatan selama 7x24 jam 1. Kaji lokasi kerusakan kulit dan ketahui
terbuka ,imobilisasi, penurunan diharapkan tidak terjadi kerusakan penyebab kerusakan
sirkulasi integritas kulit secara luas dengan Rasional : pengkajian utama untuk
. kriteria hasil: menentukan intervensi yang dapat
NOC : Wound Healing dilakukan
a. Integritas permukaan kulit 2. Tentukan kondisi kerusakan kulit saat
kembali ini
b. Melaporkan adanya Rasional: mengetahui seberapa dalam
penrubahan sensasi nyeri pada luka yang merusak jaringan
tempat luka 3. Monitor area yang rusak dari perubahan
c. Mampu mendemonstrasikan warna, kemerahan, bengkak, perubahan
rencana untuk penyembuhan suhu, nyeri atau tanda infeksi lainnya.
kulit dan mencegah trauma Rasional: mengidentifikasi masalah lain
berulang yang mungkin muncul
d. Mampu menjelaskan langkah- 4. Hindari tekanan pada area yang sakit
langkah untuk penyembuhan. Rasional : mencegah adanya tekanan
yang menyebabkan luka semakin parah
5. Evaluasi penggunaan alas pada bagian
yang sakit
Rasional: mempertahankan kenyamanan
pasien
6. Kolaborasi untuk pemberian salep atau
obat topical lainnya
Rasional : pencegahan untuk infeksi dan
juga penyembuhan
5 Ansietas berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan a. Kaji dan dokumentasikan tingkat
prosedur tindakan pembedahan dan keperawatan selama 3x24 jam kecemasan klien
hasil akhir pembedahan diharapkan tingkat kecemasan b. Kaji cara pasien untuk mengatasi
berkuranmg dengan kriteria hasil: kecemasan
a. Tidak menunjukkan c. Sediakan informasi yang aktual
perilaku agresif tentang diagnosa medis dan
b. Melaporkan tidak ada prognsis
manifestasi kecemasan d. Ajarkan ke pasien tentang
secara fisik. peggunaan teknik relaksasi
6 Risiko sindrom disuse berhubungan Setelah dilakukan tindakan Terapi latihan: mobilisasi sendi (0224)
dengan imobilisasi dan nyeri keperawatan selama 7x24 jam 1. Monitor lokasi dan kecenderungan nyeri
risiko sindrom disuse dapat dan ketidaknyamanan selama aktivitas
menurun dengan kriteria hasil : 2. Jelaskan tujuan dan manfaat melakukan
NOC : Kontrol Risiko (1902) latihan sendi pada pasien dan keluarga
a. Mengenali faktor risiko 3. Lakukan latihan ROM pasif pada pasien
sindrom disuse 4. Dukung pasien untuk melakukan ROM
b. Mengembangkan dan aktif
menjalankan strategi kontrol 5. Ajarkan keluarga pasien tentang latihan
risiko sindrom disuse ROM
(pendulum exercise) 6. Kolaborasikan fisioterapi untuk
mengembangkan dan menerapkan
program latihan (codman pendulum
exercise)