Anda di halaman 1dari 21

B.

Konsep Medis Fraktur Femur


1. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan
sesuai jenis dan luasnya (Brunner & Suddarth, 2001). Fraktur
merupakan salah satu gangguan atau masalah yang terjadi pada
sistem muskuloskeletal yang menyebabkan perubahan bentuk dari
tulang maupun otot yang melekat pada tulang. Fraktur dapat terjadi di
berbagai tempat dimana terdapat persambungan tulang maupun
tulang itu sendiri. Salah satu contoh dari fraktur adalah jangan terjadi
pada tulang femur.
Fraktur femur atau patah tulang paha adalah rusaknya
kontinuitas tulang pangkal paha yang disebabkan oleh trauma
langsung, kelelahan otot dan kondisi tertentu seperti degenerasi tulang
atau osteoporosis (Muttaqin, 2008). Fraktur femur terbagi menjadi:
a. Fraktur Batang Femur
Fraktur femur mempunyai insiden yang cukup tinggi, diatara
jenis-jenis patah tulang. Umumnya frektur femur terjadi pada
batnga femur 1/3 tengah. Fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki
daripada perempuan dengan umur di bawah 45 tahun dan sering
berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau kecelakaan.
b. Fraktur Kolum Femur
Fraktur kolum femur dapat terjadi langsung ketika pasien terjatuh
dengan posisi miring dan trokanter mayor langsung terbentur pada
benda keras seperti jalan. Pada trauma tidak langsung, fraktur
kolum femur terjadi karena gerakan eksorotasi yang mendadak
dari tungkai bawah. Kebanyakan fraktur ini terjadi pada wanita tua
yang tulangnya sudah mengalami (Mansjoer, 2000).
Dua tipe fraktur femur adalah sebagai berikut:
a. Fraktur Interkapsuler femur yang terjadi di dalam tulang sendi,
panggul dan melalui kepala femur (fraktur kapital).
b. Fraktur Ekstrakapsular
1) Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui trokanter femur yang
lebih besar/lebih kecil/pada daerah intertrokanter.
2) Terjadi di bagian distal menuju leher femur, tetapi tidak lebih
dari 2 inci di bawah trokanter minor.
2. Etiologi
Pada dasarnya tulang bersifat relatif rapuh, namun cukup
mempunyai kekuatan dan daya pegas untuk menahan tekanan.
Penyebab fraktur batang femur antara lain (Muttaqin, 2011):
a. Fraktur Femur Terbuka
Frektur femur terbuka disebabkan oleh trauma langsung pada
paha.
b. Fraktur Femur Tertutup
Fraktur femur tertutup disebabkan oleh trauma langsung atau
kondisi tertentu, seperti degenerasi tulang (osteoporosis) dan
tumor atau keganasan tulang paha yang menyebabkan fraktur
patologis.
3. Patofisiologi
Pada dasarnya penyebab fraktur itu sama yaitu trauma,
tergantung dimana fraktur tersebut mengalami trauma, begitu juga
dengan fraktur femur ada dua fraktur penyebab fraktur femur, faktor-
faktor tersebut diantaranya fraktur fisiologis merupakan suatu
kerusakan jaringan tulang yang diakibatkan dari kecelakaan, tenaga
fisik, olahraga, trauma dan fraktur patologis merupakan kerusakan
tulang terjadi akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor
dapat mengakibatkan fraktur (Rasjad, 2007).
Fraktur gangguan pada tulang biasanya disebabkan oleh
trauma gangguan adanya gaya dalam tubuh, yaitu stress, gangguan
fisik, gangguan metabolik dan patologik. Kemampuan otot mendukung
tulang turun, baik yang terbuka ataupun tertutup. Kerusakan pembuluh
darah akan mengakibatkan pendarahan, maka volume darah
menurun. COP atau curah jantung menurun maka terjadi perubahan
perfusi jaringan. Hematoma akan mengeksudasi plasma dan poliferasi
menjadi edema lokal maka terjadi penumpukan di dalam tubuh. Di
samping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang
kemungkinan dapat terjadi infeksi terkontaminasi dengan udara luar
dan keruskan jaringan lunak yang akan mengakibatkan kerusakan
integritas kulit.
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma
gangguan metabolik, patologik yang terjadi itu terbuka atau tertutup.
Baik fraktur terbuka atau tertutup akan menegnai serabut saraf yabg
dapat menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat
mengenai tulang sehingga akan terjadi masalah neurovaskuler yang
akan menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggu.
Pada umumnya, pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan
dilakukan immobilitas yang bertujuan untuk mempertahankan fragmen
yang telah dihubungkan tetap pada tempatnya sampai sembuh.
4. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala fraktur femur (Brunner & Suddarth, 2001) terdiri atas:
a. Nyeri
Nyeri yang terjadi terus menerus dan bertambah beratnya sampai
fragmen tulang dimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur
merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk
meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
b. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan
cenderung bergerak secara tidak alamiah. Pergeseran fragmen
pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas
ekstremitas, yang bisa diketahui dengan membandingkan dengan
ekstremitas yang normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi
dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas
tulang tempat melekatnya otot.
c. Pemendekan Tulang
Terjadi pada fraktur panjang karena kontraksi otot yang melekat di
atas dan di bawah tempat fraktur.
Leg length discrepancy (LLD) atau perbedaan panjang tungkai
bawah adalah masalah ortopedi yang biasanya muncul di masa
kecil, diaman da kaki seseorang memiliki panjang yang tidak
sama. Penyebab dari masalah LLD yaitu osteomelitis, tumor,
fraktur, hemihipertrofi, damana satu atau lebih malformasi vaskular
atau tumor (seperti hemangioma) yang menyebabkan aliran darah
di satu sisi melebihi yang lain. Pengukuran LLD terbagi menjadi,
yaitu true leg length discrepancy dan apparent leg length
discrepancy. True leg length discrepancy adalah mengukur
perbedaan panjang tungkai bawah dengan mengukur dari spina
iliaka anterior superior ke maleolus medial dan apparent leg length
discrepancy adalah cara mengukur perbedaan panjang tungkai
bawah dengan mengukur dari xiphisternum atau umbilikus ke
maleolus medial.
d. Krepitus Tulang (Derik Tulang)
Krepitasi tulang terjadi akibat gerakan fragmen satu dengan
lainnya.
e. Pembengkakan dan Perubahan Warna Tulang
Pembengkakan dan perubahan warna tulang terjadi akibat trauma
dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini terjadi setelah
beberapa jam atau hari.
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan rontgen: menentukan lokasi, luasnya fraktur, trauma
dan jenis fraktur.
b. Scan tulang, temogram, CT scan/MRI: memperlihatkan tingkat
keparahan fraktur, juga mengidentifikasi kurusakan jaringan lunak.
c. Anteriogram: dilakukan bila dicurigai adanya kerusakan vaskuler.
d. Hitung darah lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi)
atau menurun (pendarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ
jauh pada multipel trauma) peningkatan jumlah SDP adalah proses
stress normal setelah trauma.
e. Kretinin: trauma otot meningkatkan beban tratinin untuk klien
ginjal.
f. Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,
transfusi mulpel atau cedera hati (Lukman & Ningsih, 2009).
6. Penatalaksanaan
a. Fraktur femur terbuka harus dinilai dengan cermat untuk
mengetahui ada tidaknya kehilangan kulit, kontaminasi luka,
iskemia otot, cedera pada pembuluh darah dan saraf. Intervensi
tersebut meliputi:
1) Profilaksis antibiotik
2) Debridemen
Pembersihan luka dan debridemen harus dilakukan denga
sedikit mungkin penundaan. Jika terdapat kematian jaringan
yang mati dieksisi dengan hati-hati. Luka akibat penetrasi
fragmen luka yang tajam juga perlu dibersihkan dan dieksisi.
3) Stabilisasi dilakukan pemasangan fiksasi interna atau eksterna,
b. Fraktur Femur Tertutup
Pengkajian ini diperlukan oleh perawat sebagai peran kolaboratif
dalam melakukan asuhan keperawatan.
1) Fraktur diafisis femur, meliputi:
a) Terapi konservatif
b) Traksi kulit merupakan pengobatan sementara sebelum
dilakukan terapi definitif untuk mengurangi spasme otot.
c) Traksi tulang berimbang dengan bagian pearson pada sendi
lutut. Indkasi traksi utama adalah fraktur yang bersifat
komunutif dan segmental.
d) Menggunakan cast bracing yang dipasang setelah union
fraktur secara klinis.
c. Terapi Operasi
1) Pemasangan plate dan screw pada fraktur proksimal diafisis
atau distal femur
2) Mempengaruhi K nail, AO nail atau jenis lain , baik dengan
operasi tertutup maupun terbuka. Indikasi K nail, AO nail
terutama adalah fraktur diafisis.
3) Fiksasi eksterna terutama pada fraktur segmental, fraktur
komunitif, infected pseudoarthrosis atau fraktur terbuka
dengan kerusakan jaringan lunak yang hebat.
d. Fraktur Suprakondilar Femur, meliputi:
1) Traksi berimbang dengan menggunakan bidai Thomas dan
penahan lutut pearson, cast bracing dan spika panggul.
2) Terapi operatif dilakukan pada fraktur yang tidak dapat
direduksi secara konservatif. Terapi dilakukan dengan
mempergunakan nail-phorc dare screw dengan berbagai tipe
yang tersedia (Muttaqin, 2011).
7. Penyimpangan KDM

Sumber: Puspitasari, 2016


C. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
Menurut Puspitasari (2016), pada tahap pengkajian dapat
dilakukan anamnesa/wawancara terhadap pasien dengan fraktur
femur yaitu:
a. Identitas Pasien
1) Nama: Nama pasien
2) Usia: usia lebih dari 60 tahun dimana tulang sudah
mengalami osteoporotik, penderita muda ditemukan riwayat
mengalami kecelakaan, fraktur batang femur, pada anak
terjadi karena jatuh waktu bermain di rumah atau di sekolah.
3) Suku: suku pasien
4) Pekerjaan: pekerjaan pasien
5) Alamat: alamat pasien
b. Riwayat Keperawatan
1) Riwayat perjalanan penyakit
a) Keluhan utama klien datang ke RS atau pelayanan
kesehatan: Nyeri pada paha
b) Apa penyebabnya, waktu: kecelakaan atau trauma, berapa
jam/menit yang lalu
c) Bagaimana dirasakan, adanya nyeri, panas, bengkak, dll.
d) Perubahan bentuk, terbatasnya gerakan
e) Kehilangan fungsi
f) Apakah klien mempunyai riwayat penyakit osteoporosis
2) Riwayat pengobatan sebelumnya
a) Apakah klien pernah mendapatkan pengobatan jenis
kortikosteroid dalam jang waktu lama
b) Apakah klien pernah menggunakan obat-obatan hormonal,
terutama pada wanita
c) Berapa lama klien mendapatkan pengobatan tersebut
d) Kapan klien mendapatkan pengobatan terakhir
c. Pemeriksaan fisik
Mengidentifikasi tipe fraktur
1) Inspeksi daerah mana yang terkena
a) Deformitas yang nampak jelas
b) Edema, ekimosis sekitar lokasi cedera
c) Laserasi
d) Perubahan warna kulit
e) Kehilangan fungsi daerah yang cedera
2) Palpasi
a) Bengkak, adanya nyeri dan penyebaran
b) Krepitasi
c) Nadi, dingin
d) Observasi spasme otot sekitar daerah fraktur
d. Pemeriksaan Penunjang
1) Foto Rontgen
a) Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara
langsung
b) Mengetahui tempat dan tipe fraktur
2) Biasanya diambil sebelum dan sesudah dilakukan operasi
dan selama proses penyembuhan secara periodik
3) Artelogram dicurigai bila ada kerusakan vaskuler
4) Hitung darah lengkap HT mungkin meningkat
(berkonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna pada
sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple).
2. Diagnosis Keperawatan
(PPNI, 2016)
a. Nyeri Kronik
1) Definisi
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset
mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat
dan konstan, yang berlangsung lebih dari 3 bulan.
2) Penyebab
a) Kondisi muskuloskeletal kronis
b) Kerusakan sistem saraf
c) Penekanan saraf
d) Infiltrasi tumor
e) Ketidakseimbangan neurotransmiter, neuromodulator dan
reseptor
f) Gangguan imunitas (mis. Neuropati terkait HIV, virus
varicella-zoster)
g) Gangguan fungsi metabolik
h) Riwayat posisi kerja statis
i) Peningkatan indeks massa tubuh
j) Kondisi pasca trauma
k) Tekanan emosional
l) Riwayat penganiayaan (mis. Fisik, psikologis, seksual)
m) Riwayat penyalahgunaan obat/zat
3) Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif:
a) Mengeluh nyeri
b) Merasa depresi (tertekan)
Objektif
a) Tampak meringis
b) Gelisah
c) Tidak mampu menuntaskan aktivitas
4) Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
a) Merasa takut mengalami cedera berulang
Objektif:
a) Bersikap protektif (mis. Posisi menghindari nyeri)
b) Waspada
c) Pola tidur berubah
d) Anoreksia
e) Fokus menyempit
f) Berfokus pada diri sendiri
b. Gangguan Mobilitas Fisik
1) Definisi
Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih
ekstremitas secara mandiri.
2) Penyebab
a) Kerusakan integritas struktur tulang
b) Perubahan metabolisme
c) Ketidakbugaran fisik
d) Penurunan kendali otot
e) Penurunan massa otot
f) Penurunan kekuatan otot
g) Keterlambatan perkembangan
h) Kekakuan sendi
i) Kontraktur
j) Malnutrisi
k) Gangguan muskuloskeletal
l) Gangguan neuromuskular
m) Indeks massa tubuh diatas persentil ke-75 sesuai usia
n) Efek agen farmakologis
o) Program pembatasan gerak
p) Nyeri
q) Kurang terpapar informasi tentang aktivitas fisik
r) Kecemasan
s) Gangguan kognitif
t) Keengganan melakukan pergerakan
u) Gangguan sensoripersepsi
3) Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
a) Mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas
Objektif:
a) Kekuatan otot menurun
b) Rentang gerak (ROM) menurun
4) Gejala dan Tanda Minor
Subjektif:
a) Nyeri saat bergerak
b) Enggan melakukan pergerakan
c) Merasa cemas saat bergerak
Objektif:
a) Sendi kaku
b) Gerakan tidak terkoordinasi
c) Mgerakan terbatas
d) Fisik lemah
c. Keletihan
1) Definisi
Penurunan kapasitas kerja fisik dan mental yang tidak pulih
dengan istirahat.
2) Penyebab
a) Gangguan tidur
b) Gaya hidup monoton
c) Kondisi fisiologis (mis. Penyakit kronis, penyakit terminal,
anemia, malnutrisi, kehamilan)
d) Program perawatan/pengobatan jangka panjang
e) Peristiwa hidup negatif
f) Stres berlebihan
g) Depresi
3) Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif:
a) Merasa energi tidak pulih walaupun telah tidur
b) Merasa kurang tenaga
c) Mengeluh lelah
Objektif:
a) Tidak mampu mempertahankan aktivitas rutin
b) Tampak lesu
4) Gejala dan Tanda Minor
Subjektif:
a) Merasa bersalah akibat tidak mampu menjalankan
tanggung jawab
b) Libido menurun
Objektif:
a) Kebutuhan istirahat meningkat
d. Risiko Gangguan Integritas Kulit/Jaringan
1) Definisi:
Berisiko mengalami kerusakan kulit (dermis dan/atau
epidermis) atau jaringan (membran mukosa, kornea, fasia,
otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul sendi dan/atau
ligamen).
2) Faktor Risiko
a) Perubahan sirkulasi
b) Perubahan status nutrisi (kelebihan atau kekurangan)
c) Kekurangan/kelebihan volume cairan
d) Penurunan mobilitas
e) Bahan kimia iritatif
f) Suhu lingkungan yang ekstrem
g) Faktor mekanis (mis. Penekanan, gesekan) atau faktor
elektris (elektrodiatermi, energi listrik bertegangan tinggi)
h) Terapi radiasi
i) Kelembaban
j) Proses penuaan
k) Neuropati perifer
l) Perubahan pigmentasi
m) Perubahan hormonal
n) Penekanan pada tonjolan tulang
o) Kurang terpapar informasi tentang upaya
mempertahankan/melindungi intergritas jaringan
e. Risiko jatuh
1) Definisi
Berisiko menalami kerusakan fisik dan gangguan kesehatan
akibat terjatuh
2) Faktor Risiko
a) Usia 65 tahun (pada dewasa) atau 2 tahun (pada anak
b) Riwayat jatuh
c) Anggota erakbawah prosthesis (buatan)
d) Penggunaan alat bantu berjalan penurunan tingkat
kesadaran
e) Perubahan fungsi kongnitif
f) Lingkungan tidak aman ( mis. Licin, gelap, lingkunga
asing)
g) Kondisi pasca operasi
h) Hipotensi ortostatik
i) Perubahan kadar glukos darah
j) Anemia
k) Kekuatan otot menurun
l) Gangguan pendenaran
m)Gangguan keseimbangan
n) Ganguan penglihatan ( mis. Glukoma, katarak, ablasio
retina, neuritis optikus)
o) Neuropati
p) Efek agen farmakologis ( mia. Sedasi, alcohol, anestesi
umum)
f. Kesiapan peningkatan pengetahuan
1) Definisi
Perkembangan informasi kognitif yang berhubungan dengan
topik spesifik cukup untuk memenuhi tujuan kesehatan dan
dapat ditingkatkan.
2) Gejala dan tanda mayor
Subjektif:
a) Mengungkapkan minat dalam belajar
b) Menjelaskan pengetahuan tentang suatu topic
c) Menggambarkan penggalaman sebelumnya yang sesuai
dengan topik
Objektif:
a) Perilaku sesuai dengan pengetahuan
3) Gejala dan Tanda Minor
Subjektif:
(Tidak tersedia)
Objektif:
(Tidak tersedia)
3. Intervensi Keperawatan
(PPNI, 2018)
a. Nyeri Kronis
Tujuan:
1) Keluhan nyeri cukup menurun
2) Meringis menurun
3) Frekuensi nadi membaik
4) Pola nafas membaik
5) Tekanan darah membaik

Intervensi:

1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,


intensitas nyeri
6) Identifikasi skala nyeri
7) Identifikasi respon nyeri nonverbal
8) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
9) Berikan terapi nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
(mis. TENS, hipnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback,
terapi pijat, aroma terapi, teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin, terapi bermain)
10) Kontrol lingungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
11) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
b. Gangguan Mobilitas Fisik
Tujuan:
1) Pergerakan ekstremitas cukup meningkat
2) Kekuatan otot cukup meningkat
3) Rentang gerak (ROM) meningkat
4) Nyeri cukup menurun
5) Gerakan terbatas cukup menurun
6) Kelemahan fisik menurun
Intervensi:
1) Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
2) Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
3) Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi
4) Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu (mis. Pagar
tempat tidur)
5) Fasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu
6) Anjurkan mobilisasi dini
7) Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan (mis.
Duduk di tempat tidur, duduk di sisi tempat tidur, pindah di
temoat tidur ke kursi)
c. Keletihan
Tujuan:
1) Kemampuan melakukan aktivitas rutin cukup meningkat
2) Motivasi meningkat
3) Verbalisasi lelah menurun
4) Lesu cukup menurun
Intervensi:
1) Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan
kelelahan
2) Monitor pola dan jam tidur
3) Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan
aktivitas
4) Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis.
Cahaya, suara, kunjungan)
5) Lakukan latihan retang gerak pasif dan/atau aktif
d. Risiko Gangguan Integritas Kulit/Jaringan
Tujuan:
1) Kerusakan jaringan tidak terjadi
2) Kerusakan lapisan kulit tidak terjadi
3) Kemerahan tidak terjadi
4) Suhu kulit membaik
Intervensi:
1) Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis.
Perubahn sirkulasi, perubahan status nutrisi, penurunan
kelembaban, sushu lingkungan ekstrem, penurunan
mobilitas)
2) Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
3) Anjurkan minum air yang cukup
4) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
5) Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur
6) Anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya
e. Resiko Jatuh
Tujuan:
1) Jatuh dari tempat tidur tidak terjadi
2) Jatuh saat duduk tidak terjadi
3) Jatuh saat dipindahkan tidak terjadi
Intervensi:
1) Identifikasi faktor risiko jatuh (mis. Usia ˃65 tahun,
penurunan tingkat kesadaran, defisit kognitif, hipotensi
otostatik, gangguan keseimbangan, gangguan penglihatan,
neuropati
2) Identifikasi faktor lingkungan yang meningkatkan risiko jatuh
(mis. Lantai licin, penerangan kurang)
3) Pasang handrail tempat tidur
4) Atur tempat tidur mekanis pada posisi terndah
5) Tempatkan pasien berisiko tinggi jatuh dekat dengan
pantauan perawat dari nurse station
f. Kesiapan Peningkatan Pengetahuan
Tujuan:
1) Perilaku sesuai anjuran meningkat
2) Verbalisasi minat dalam belajar meningkat
3) Kemampuan menjelaskan pengetahuan tentang suatu topik
meningkat
4) Kemampuan menggambarkan pengalaman sebelumnya yang
sesuai dengan topik meningkat
5) Perilaku sesuai dengan pengetahuan meningkat
Intervensi:
1) Identifikasi informasi yang akan disampaikan
2) Identifikasi pemahaman tentang kondisi kesehatan saat ini
3) Identifikasi kesiapan menerima informasi
4) Fasilitasi mengenali kondisi tubuh yang membutuhkan
layanan keperawatan
5) Dahulukan menyampaikan informasi baik (positif) sebelum
menyampaikan informasi kurang baik (negatif) terkait kondisi
pasien
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan
dalam rencana perawatan. Tindakan keperawatan mencakup
tindakan mandiri (independen) dan tindakan kolaborasi (Tarwoto &
Wartonah, 2015).
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan
untuk dapat menentukan keberhasilah dalam asuhan keperawatan.
Evaluasi pada dasarnya adalah membandingkan status keadaan
kesehatan pasien dengan tujuan atau kriteria hasil yang telah
ditetapkan (Tarwoto & Wartonah, 2015).
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
EGC.
Lukman, N & Ningsih, N. (2009). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika.
Mansjoer, A. (2000). Kapita Selekta Kedokteran (Edisi 3). Jakarta: Medica
Aesculpalus.
Muttaqin, A. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Muskuloskeletal. Jakarta: EGC.
Muttaqin, A. (2011). Buku Saku Gangguan Muskuloskeletal Aplikasi pada
Praktik Klinik Keperawatan. Jakarta: EGC.
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Indikator Diagnostik (Edisi 1). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Tindakan Keperawatan (Edisi 1). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan (Edisi 1). Jakarta: DPP PPNI.
Rasjad, C. (2007). Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta: PT. Yarsif
Watampone.
Tarwoto & Wartonah (2015). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses
Keperawatan (Edisi 4). Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai