Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR FEMUR

A. ANATOMI
Tulang femur merupakan tulang pipa terpanjang dan terbesar didalam
tulang kerangka pada bagian pangkal yang berhubungan dengan asetabulum
membentuk kepala sendi yang disebut kaput femoris. Disebelah atas dan
bawah dari kolumna femoris terdapat laju yang disebut trokanter mayor dan
trokanter minor. Dibagian ujung membentuk persendian lutut, terdapat 2 buah
tonjolan yang disebut kondilus lateralis, diantara kedua kondilus ini terdapat
lekukan tempat letaknya tulang tempurung lutut (patella)yang disebut fosa
kondilus.
Gambar 1. Anatomi tulang femur

B. DEFINISI
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis
dan luasnya (Brunner & Suddarth, 2016). Fraktur merupakan salah satu
gangguan atau masalah yang terjadi pada sistem muskuloskeletal yang
menyebabkan perubahan bentuk dari tulang maupun otot yang melekat pada
tulang. Fraktur dapat terjadi di berbagai tempat dimana terdapat
persambungan tulang maupun tulang itu sendiri. Salah satu contoh dari
fraktur adalah yang terjadi pada tulang femur. Fraktur femur atau patah tulang
paha adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang disaebabkan oleh
trauma langsung, kelelahan otot, dan kondisi tertentu, seperti degenerasi
tulang (Muttaqin,2018).
C. KLASIFIKASI
Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).
a) Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih
utuh) tanpa komplikasi.

b) Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara


hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya
perlukaan kulit.

Berdasarkan komplit atau ketidak klomplitan fraktur.

a) Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang


atau melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.
b) Fraktru Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang
tulang seperti:
c) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)

d) Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks
dengan kompresi tulang spongiosa di bawahnya.
e) Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks
lainnya yang terjadi pada tulang panjang.
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan
jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:

a) Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak
sekitarnya.

b) Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan.

c) Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak


bagian dalam dan pembengkakan.
d) Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata
dan ancaman sindroma kompartement.
D. ETIOLOGI
Pada dasarnya tulang bersifat relatif rapuh, namun cukup mempunyai
kekuatan dan daya pegas untuk menahan tekanan. Penyebab fraktur
batang femur antara lain (Muttaqin, 2017):
a) Fraktur femur terbuka
Fraktur femur terbuka disebabkan oleh trauma langsung pada paha.

b) Fraktur femur tertutup

Fraktur femur tertutup disebabkan oleh trauma langsung atau kondisi


tertentu, seperti degenerasi tulang (osteoporosis) dan tumor atau
keganasan tulang paha yang menyebabkan fraktur patologis.
E. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala fraktur femur (Brunner & Suddarth, 2016) terdiri atas:
a) Nyeri
Nyeri yang terjadi terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen
tulang dimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakanbentuk
bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen
tulang.
b) Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara tidak alamiah. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan
atau tungkai menyebabkan deformitas ekstremitas, yang bisa diketahui
dengan membandingkan dengan ekstremitas yang normal. Ektremitas tak
dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada
integritas tulang tempat melekatnya otot.
c) Pemendekan tulang
Terjadi pada fraktur panjang karena kontraksi otot yang melekat di atas
dan dibawah tempat fraktur. Leg length discrepancy (LLD) atau perbedaan
panjang tungkai bawah adalah masalah ortopedi yang biasanya muncul di
masa kecil, di mana dua kaki seseorang memiliki panjang yang tidak
sama. Penyebab dari masalah Leg length discrepancy (LLD), yaitu
osteomielitis, tumor, fraktur, hemihipertrofi, di mana satu atau lebih
malformasi vaskular atau tumor (seperti hemangioma) yang menyebabkan
aliran darah di satu sisi melebihi yang lain. Pengukuran Leg length
discrepancy (LLD) terbagi menjadi, yaitu true leg length discrepancy dan
apparent leg length discrepancy.True leg length discrepancy adalah cara
megukur perbedaan panjang tungkai bawah dengan mengukur dari spina
iliaka anterior superior ke maleolus medial dan apparent leg length
discrepancy adalah cara megukur perbedaan panjang tungkai bawah
dengan mengukur dari xiphisternum atau umbilikus ke maleolus medial.
d) Krepitus tulang (derik tulang)
Krepitasi tulang terjadi akibat gerakan fragmen satu dengan yang lainnya.
e) Pembengkakan dan perubahan warna tulang
Pembengkakan dan perubahan warna tulang terjadi akibat trauma dan
perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini terjadi setelah beberapa jam
atau hari.
F. PATOFISIOLOGI
Pada dasarnya penyebab fraktur itu sama yaitu trauma, tergantung
dimana fraktur tersebut mengalami trauma, begitu juga dengan fraktur femur
ada dua faktor penyebab fraktur femur, faktor-faktor tersebut diantaranya,
fraktur fisiologis merupakan suatu kerusakan jaringan tulang yang
diakibatkan dari kecelakaan, tenaga fisik, olahraga, dan trauma dan fraktur
patologis merupakan kerusakan tulang terjadi akibat proses penyakit dimana
dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur (Rasjad, 2017). Fraktur
ganggguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma gangguan adanya
gaya dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik, gangguan metabolik dan
patologik. Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang terbuka
ataupun tertutup. Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan
pendarahan, maka volume darah menurun. COP atau curah jantung menurun
maka terjadi perubahan perfusi jaringan. Hematoma akan mengeksudasi
plasma dan poliferasi menjadi edema lokal maka terjadi penumpukan didalam
tubuh. Disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang
kemungkinan dapat terjadi infeksi terkontaminasi dengan udara luar dan
kerusakan jaringan lunak yang akan mengakibatkan kerusakan integritas
kulit.
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma gangguan
metabolik, patologik yang terjadi itu terbuka atau tertutup. Baik fraktur
terbuka atau tertutup akan mengenai serabut syaraf yang dapat menimbulkan
gangguan rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang sehingga akan
terjadi masalah neurovaskuler yang akan menimbulkan nyeri gerak sehingga
mobilitas fisik terganggu. Pada umumnya pada pasien fraktur terbuka
maupun tertutup akan dilakukan immobilitas yang bertujuan untuk
mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan tetap pada tempatnya
sampai sembuh.
G. PATHWAY

H. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien yang mengalami fraktur femur
(Muttaqin, 2018), antara lain:
1) Fraktur leher femur
Komplikasi yang bersifat umum adalah trombosis vena, emboli paru,
pneumonias, dan dekubitus. Nekrosis avaskular terjadi pada 30% klien
fraktur femur yang disertai pergeseran dan 10% fraktur tanpa pergeseran.
Apabila lokasi fraktur lebih ke proksimal, kemungkinan terjadi nekrosis
avaskular lebih besar.
2) Fraktur diafisis femur
Komplikasi dini yang biasanya terjadi pada fraktur diafisis femur adalah
sebagai berikut:
a) Syok terjadi perdarahan sebanyak 1-2 liter walapun fraktur bersifat
tertutup.
b) Emboli lemak sering didapatkan pada penderita muda dengan fraktur
femur.
c) Trauma pembuluh darah besar. Ujung fragmen tulang menembus
jaringan lunak dan merusak arteri femoralis sehingga menmyebakan
kontusi dan oklusi atau terpotong sama sekali.
d) Trauma saraf pada pembuluh darah akibat tusukan fragmen dapat
disertai kerusakan saraf yang bervariasi dari neuropraksia sampai ke
aksonotemesis. Trauma saraf dapat terjadi pada nervus iskiadikus atau
pada cabangnya, yaitu nervus tibialis dan nervus peroneus komunis.
e) Trombo emboli. Klien yag mengalami tirah baring lama, misalnya
distraksi di tempat tidur dapat mengalami komplikasi trombo-emboli.
f) Infeksi terjadi pada fraktur terbuka akibat luka yang terkontaminasi.
Infeklsi dapat pula terjadi setelah dilakukan operasi.
Komplikasi lanjut pada fraktur diafisis femur yang sering terjadi pada
klien dengan fraktur diafisis femur adalah sebagai berikut:
a) Delayed Union, yaitu fraktur femur pada orang dewasa mengalami
union dalam empat bulan.
b) Non union apabila permukaan fraktur menjadi bulat dan sklerotik.
c) Mal union apabila terjadi pergeseran kembali kedua ujung fragmen.
Mal union juga menyebabkan pemendekan tungkai sehingga
dipelukan koreksi berupa osteotomi.
d) Kaku sendi lutut. Setelah fraktur femur biasanya terjadi kesulitan
pergerakan pada sendi lutut. Hal ini dapat dihindari apabila fisioterapi
yang intensif dan sistematis dilakukan lebih awal.
e) Refraktur terjadi pada mobilisasi dilakukan sebelum union yang solid.
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a) Pemeriksaan rontgen : menetukan lokasi, luasnya fraktur, trauma, dan
jenis fraktur.
b) Scan tulang, temogram, CT scan/MRI :memperlihatkan tingkat
keparahan fraktur, juga dan mengidentifikasi kerusakan jaringan linak.
c) Arteriogram : dilakukan bila dicurigai adanya kerusakan vaskuler.
d) Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada
multipel trauma) peningkatan jumlah SDP adalah proses stres normal
setelah trauma.
e) Kretinin : trauma otot meningkatkan beban tratinin untuk klien ginjal.
f) Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilingan darah, tranfusi
mulpel atau cedera hati (Lukman & Ningsih, 2019).
J. PENATALAKSANAAN
1) Fraktur femur terbuka harus dinilai dengan cermat untuk mengetahui ada
tidaknya kehilangan kulit, kontaminasi luka, iskemia otot, cedera pada
pembuluh darah dan saraf. Intervensi tersebut meliputi:
a) Profilaksis antibiotik
b) Debridemen
Pembersihan luka dan debridemen harus dilakukan dengan sedikit
mungkin penundaan. Jika terdapat kematian jaringan yang mati dieksisi
dengan hati-hati. Luka akibat penetrasi fragmen luka yang tajam juga
perlu dibersihkan dan dieksisi.
c) Stabilisasi dilakukan pemasangan fiksasi interna atau eksterna.
2) Fraktur femur tertutup
Pengkajian ini diperlukan oleh perawat sebagai peran kolaboratif dalam
melakukan asuhan keperawatan.
a) Fraktur diafisis femur, meliputi:
1. Terapi konservatif
2. Traksi kulit merupakan pengobatan sementara sebelum dilakukan
terapi definitif untuk mengurangi spasme otot.
3. Traksi tulang berimbang denmgan bagian pearson pada sendi lutut.
Indikasi traksi utama adalah faraktur yang bersifat kominutif dan
segmental.
4. Menggunakan cast bracing yang dipasang setelah union fraktur
secara klinis.

3) Terapi Operasi
1. Pemasangan plate dan screw pada fraktur proksimal diafisis atau distal
femur
2. Mempengaruhi k nail, AO nail, atau jenis lain, baik dengan operasi
tertutup maupun terbuka. Indikasi K nail, AO nail terutama adalah
farktur diafisis.
3. Fiksassi eksterna terutama pada fraktur segmental, fraktur kominutif,
infected pseudoarthrosis atau fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan
lunak yang hebat.
4) Fraktur suprakondilar femur, meliputi:
1. Traksi berimbang dengan menggunakan bidai Thomas dan penahan
lutut Pearson, cast bracing, dan spika panggul.
2. Terapi operatif dilakukan pada fraktur yang tidak dapat direduksi secara
konservatif. Terapi dilakukan dengan mempergunakan nail- phorc dare
screw dengan berbagai tipe yang tersedia (Muttaqin, 2017).
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
A. PENGKAJIAN
Pada tahap pengkajian dapat dilakukan anamnesa/wawancara terhadap
pasien dengan fraktur femur yaitu :
a. Pengumpulan data
1) Identitas Pasien
Meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahasa yang
digunakan, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi,
golongan darah, nomor register, tanggal dan jam masuk rumah sakit
(MRS), dan diagnostik medis (muttaqin, 2008).
2) Keluhan utama
Pada umumnya keluhan utama pada fraktur femur adalah rasa nyeri.
Nyeri tersebut bisa akut bisa kronik tergantung lamanya serangan.
Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri pasien
digunakan:
a) Provoking incident: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor
presipitasi nyeri.
b) Quality of pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau
menusuk.
c) Region: Radiation, relief, apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa
sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi
d) Severity (scale) of pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan
klien, bisa berdasarkan sakala nyeri atau klien menerangkan
seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
e) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah
buruk pada malam hari atau siang hari (wahid, 2013).
3) Riwayat kesehatan sekarang
Kaji kronologi terjadinya trauma, yang menyebabkan patah tulang
paha, pertolongan apa yang telah didapatkan, dan dan apakah sudah
berobat ke dukun patah. Dengan mengetahui mekanisme terjadinya
kecelakaan, perawat dapat mengetahui luka yang lain (muttaqin,
2008).
4) Riwayat kesehatan dahulu
Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit kelainan
formasi tulang atau biasanya disebut paget dan ini mengganggu proses
daur ulang tulang yang normal di dalam tubuh sehingga menyebabkan
fraktur patologis sehingga tulang sulit menyambung. Selain itu, klien
diabetes dengan luka di kaki sangat beresiko mengalami osteomielitis
akut dan kronis dan penyakit diabetes menghambat proses
penyembuhan tulang (muttaqin, 2008).
5) Riwayat kesehatan keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit yang tulang
merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti
diabetes, osteoporosis yang terjadi pada beberapa keturunan dan
kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik (muttaqqin,
2008).
6) Pola fungsi kesehatan
Menurut (Wahid, 2013) sebagai berikut :
a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya partisipan akan mengalami perubahan atau gangguan
pada personal hygine, misalnya kebiasaan mandi terganggu karena
geraknya terbatas, rasa tidak nyaman, ganti pakaian, BAB dan
BAK memerlukan bantuan oranglain, merasa takut akan
mengalami kecacatan dan merasa cemas dalam menjalani
penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan tulang
karena kurangnya pengetahuan.
b) Pada pasien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi
kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vitamin
C dan lainya untuk membantu proses penyembuhan tulang dan
biasanya pada partisipan yang mengalami fraktur bisa mengalami
penurunan nafsu makan bisa juga tidak ada perubahan.
c) Pola eliminasi
Untuk kasus fraktur femur biasanya tidak ada gangguan pada
eliminasi, tetapi walaupun begitu perlu juga kaji frekuensi,
konsitensi, warna serta bau fases pada pola eliminasi alvi.
Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi kepekatanya,
warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada
kesulitan atau tidak.
d) Pola istrahat dan tidur
Semua pasien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak,
sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur
pasien. Selain itu juga pengkajian dilaksanakan pada lamanya
tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta
penggunaan obat tidur.
e) Pola aktivitas
Biasanya pada pasien fraktur femur timbulnya nyeri, keterbatasan
gerak, maka semua bentuk kegiatan klien menjadi berkurang dan
kebutuhan klien perlu bnayak dibantu oleh orang lain. Hal lain
yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan
klien. Karena ada bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya
fraktur dibanding pekerrjaan yang lain.
f) Pola hubungan dan peran
Pasien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam
masyarakat. Karna klien harus menjalani rawat inap.
g) Pola presepsi dan konsep diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakuatan
akan kecacatan akan frakturnya, rasa cemas, rasa ketidak mampuan
untuk melkukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap
dirinya yang salah.
h) Pola sensori dan kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian
distal fraktur, sedangkan pada indera yang lain tidak timbul
gangguan. Begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami
gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur.
i) Pola reproduksi seksual
Dampak pada pasien fraktur femur yaitu, pasien tidak bisa
melakukan hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap
dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien. Selain
itu juga, perlu perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah
anak, lama perkawinannya.
j) Pola penanggulangan stres
Pada pasien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya,
yaitu ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya.
Mekanisame koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif.
k) Pola tata nilai dan kepercayaan
Untuk pasien fraktur femur tidak dapat melaksanakan kebutuhan
beribadah dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini
bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien.
b. Pemeriksaan fisik
Menurut (wahid, 2013) pemeriksaan fisik dibagi menjadi dua, yaitu
pemeriksaan umum (status generalisata) untuk mendapatkan
gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu
untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan
dimana spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit
tetapi lebih mendalam.
1) Gambaran umum
Perlu menyebutkan:
a) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat
merupakan tanda-tanda, seperti:
(1) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah,
komposmentis tergantung pada keadaan klien.
(2) Kesakitan, keadaan penyakit : akut, kronik, ringan, sedang,
berat dan pada kasus fraktur biasanya akut.
(3) Tanda-tanda vital tidak normal
b) Secara sistemik
(1) Sistem integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat,
bengkak, oedema, nyeri tekan.
(2) Kepala
Biasanya diikuti atau tergantung pada gangguan kepala.
(3) Leher
Biasanya tidak ada pembesaran kelenjar tiroid atau getah
bening
(4) Muka
Biasanya wajah tampak pucat, dan meringis
(5) Mata
Biasanya konjungtiva anemis atau sklera tidak ikterik
(6) Telinga
Biasanya simetris kiri dan kanan dan tidak ada masalah pada
pendengaran.
(7) Hidung
Biasanya simetris kiri dan kanan dan tidak ada pernafasan
cuping hidung
(8) Mulut
Biasanya mukosa bibir kering, pucat, sianosis
(9) Thoraks
Inspeksi
Biasanya pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya
tergantung pada riwayat penyakit pasien yang berhubungan
dengan paru.
Palpasi
Biasanya pergerakan sama atau simetris, fermitus terraba
sama.
Perkusi
Biasanya suara ketok sonor, tak ada redup atau suara
tambahan lainya.
Auskultasi
Biasanya suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara
tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi.
(10) Jantung
Inspeksi
Biasanya tidak tampak iktus kordis
Palpasi
Biasanya iktus kordis tidak teraba Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
(11) Abdomen
Inspeksi
Biasanya bentuk datar, simetris tidak ada hernia
Palpasi
Biasanya tugor baik, hepar tidak teraba
Perkusi
Biasanya suara thympani
Auskultasi
Biasanya bising usus normal ± 20 kali/menit
(12) Ekstremitas atas
Biasanya akral teraba dingin, CRT < 2 detik, turgou kulit
baik, pergerakan baik
(13) Ekstremitas bawah
Biasanya akral teraba dingin, CRT > 2 detik, turgor kulit
jelek, pergerakan tidak simteris, terdapat lesi dan edema.
2) Gambaran lokal
Harus diperhatikan keadaan proksimal serta bagian distal terutama
mengenai status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu
Pain, palor, parestesia, pulse, pergerakan). Pemeriksaan pada sistem
muskukuluskletal adalah:
a) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
(1) Jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas
operasi
(2) Penampakan kurang lebih besar uang logam. Diameternya bisa
sampai 5cm yang di dalamnya berisi bintik-bintik hitam. Cape
au lait itu bisa berbentuk seperti oval dan di dalamnya bewarna
coklat. Ada juga berbentuk daun dan warna coklatnya lebih
coklat dari kulit, di dalamnya juga terbentuk bintik-bintik dan
warnanya jauh lebih coklat lagi. Tanda ini biasanya ditemukan
di badan, pantat, dan kaki.
(3) Fistulae warna kemrahan atau kebiruan (livide) atau
hipergigmentasi.
(4) Benjolan pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang
tidak biasa (abnormal).
(5) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas).
(6) Posisi jalan
b) Feel ( palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita
diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya
ini merupakan pemeriksaan memberikan informasi dua arah, baik
pemeriksa maupun klien.
Yang perlu dicatat adalah :
(1) Perubahan suhu di sekitar trauma (hangat) kelembaban kult.
Capillary refill time Normal 2 detik.
(2) Apabila ada pembekakan, apakah terdapat fluktuasi atau
oedema terutama disekitar persendian.
(3) Nyeri tekan( tendernes), krepitasi, catat letak kelainan (1/3
proksimal, tengah, atau distal).
Otot : Tonus pada waktu relaksasi atau kontraksi, benjolan yang
terdapat dipermukaan atu melekat pada tulang. Selain itu juga
diperiksa status neurevaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat
benjolan perlu di deskripsikan permukaannya, konsistensinya,
pergerakan tehadap dasar atau permukaannya, nyeri atau tidak,
dan ukurannya.
(4) Move ( pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel , kemudian diteruskan
dengan menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat
keluhan nyeri pada pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini
perlu, agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan
sesudahnya. Gerakan sendi di catat dengan ukuran derajat, dari
tiap arah pergerakan mulai dari titik O (posisi netral) atau dalam
ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada
gangguan gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang di lihat
adalah gerakan aktif dan pasif (Wahid, 2013).
c. Pemeriksaan diagnostik
1) Pemeriksaan radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan”
menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran
3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka
diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam
keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada
indikasi untuk memperlihatkan patologi yang dicari karena adanya
super posisi. Hal yang harus dibaca pada X-ray:
a) bayangan jarinagan lunak
b) tips tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau
biomekanik atau juga rotasi.
c) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.
d) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.
Selain foto polos X-ray (plane X-ray) mungkin perlu teknik
khususnya seperti:
a) Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur
yang lain tertutup yang sulit difisualisasi. Pada kasusu ini
ditemukan kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada
satu struktur saja tapi pada struktur lain juga mengalaminya.
b) Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan
pembuluh darah diruang tulang vetebrae yang mengalami
kerusakan akibat trauma.
c) Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak
karena ruda paksa.
d) Computed Tomografi-schanning: menggambarkan potongan secara
transfersal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang
yang rusak (Wahid, 2013).
2) Pemeriksaan laboratorium
a) Kalsium serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahapan
penyembuhan tulang.
b) Alkalin fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan
kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
c) Enzim otot seperti kreatinin kinase, laktat dehidrogenase (LDH-5),
aspartat Amino transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada
tahap penyembuhan tulang (Wahid, 2013).
3) Pemeriksaan lain-lain
a) Pemeriksaan mikroorganisme kultur testsensitivitas: Didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi.
b) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih di indikasikan bila terjdi infeksi.
c) Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang
dikibatkan faktor.
d) Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek
karena trauma yang berlebihan.
e) Indium imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi
pada tulang.
f) MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur (wahid,
2013).
B. DIAGNOSA
1) Pre operasi
a. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot dan kerusakan sekunder
pada fraktur
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan cedera jaringan
sekitar/fraktur
c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan fraktur terbuka dan
kerusakan jaringan lunak
d. Ansietas berhubungan dengan prosedur pengobatan atau
pembedahan
2) Intra operasi
a. Resiko syok hipovolomik berhubungan dengan perdarahan
akibat pembedahan
3) Post operasi
a. Nyeri berhubungan dengan proses pembedahan
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma jaringan post
pembedahan
d. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka operasi
C. INTERVENSI
1) Pre operatif

Diagnosa
N Tujuan dan kriteria hasil Interve Rasion
o. Keperawatan nsi al

1. Nyeri akut NOC NIC


berhubungan dengan
1. Tingkat nyeri Manajemen nyeri
spasme otot dan
1. Mengetahui
kerusakan sekunder 2. Kontrol nyeri 1. Lakukan pengkajian nyeri
karakteristik nyeri
pada fraktur secara komprehensif termasuk
3. Tingkat kenyamanan secara menyeluruh
lokasi, karakteristik, durasi,
untuk
Kriteria Hasil : frekuensi, kualitas dan faktor
menentukan intervensi
presipitasi
1. Mampu mengontrol nyeri selanjutnya
(tahu penyebab nyeri, 2. Observasi reaksi nonverbal dari 2. Mengetahui
mampu menggunakan tehnik ketidaknyamanan perkembangan
nonfarmakologi untuk respon nyeri
mengurangi nyeri, mencari 3. Kurangi faktor presipitasi nyeri
4. Ajarkan tentang teknik non 3. Mengurangi
bantuan)
farmakologi peningkatan nyeri
2. Melaporkan bahwa nyeri 4. Meniminalkan nyeri
berkurang dengan 5. Evaluasi keefektifan kontrol yang dirasakan
menggunakan manajemen nyeri 5. Mengetahui
nyeri 6. Kolaborasikan dengan dokter keefektifan intervensi
3. Mampu mengenali nyeri jika ada keluhan dan tindakan
6. Pengobatan medis untuk
(skala, intensitas, frekuensi nyeri tidak berhasil
mengurangi nyeri
dan tanda nyeri)
4. Menyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang

5. Tanda vital dalam rentang


normal
2 Hambatan mobilitas NOC NIC
fisik berhubungan 1. Gerakan: aktif Latihan Kekuatan
dengan cedera 1. Pasien dapat termotivasi
jaringan sekitar/fraktur 2. Tingkat mobilitas 1. Ajarkan dan berikan dorongan untuk melakukan
pada klien untuk melakukan
3. Perawatan diri: ADL program latihan
program latihan secara rutin
2. Mencegah resiko cedera
Kriteria Hasil :
Latihan untuk ambulasi 3. Memudahkan
1. Klien meningkat dalam
1. Ajarkan teknik ambulasi & pasien untuk
aktivitas fisik
perpindahan yang aman kepada melakukan mobilisasi
2. Mengerti tujuan dari klien dan keluarga. 4. Pasien terus termotivasi
peningkatan mobilitas
2. Sediakan alat bantu untuk klien untuk tetap melakukan
3. Memverbalisasikan perasaan seperti kruk, kursi roda, dan ambulasi
dalam meningkatkan kekuatan walker 5. Klien dan keluarga
dan kemampuan berpindah 3. Beri penguatan positif untuk memahami mobilisasi
4. Memperagakan penggunaan alat berlatih mandiri dalam batasan dengan benar
bantu untuk mobilisasi (walker) yang aman.
6. Klien termotivasi untuk
Latihan mobilisasi dengan kursi memperkuat anggota
roda tubuh

1. Ajarkan pada klien & keluarga


tentang cara pemakaian kursi
roda & cara berpindah dari
kursi roda ke tempat tidur atau
sebaliknya.
2. Dorong klien melakukan
latihan untuk memperkuat
anggota tubuh
3 Resiko tinggi infeksi NOC : NIC : 1. Untuk mencegah infeksi
berhubungan dengan 1. Status imun Kontrol infeksi yang ditularkan oleh
fraktur terbuka dan pasien lain
kerusakan jaringan 2. Kontrol resiko 1. Bersihkan lingkungan 2. Memotong rantai infeksi
lunak setelah dipakai 3. Memotong rantai infeksi
Kriteria Hasil : 4. Tenaga kesehatan dapat
pasien lain
mencegahinfeksi
1. Klien bebas dari tanda dan
2. Gunakan sabun nosokomial
gejala infeksi 5. Resiko infeksi tidak
antimikrobia untuk
terjadi
2. Menunjukkan kemampuan cuci tangan
6. Diet makanan tinggi
untuk mencegah timbulnya 3. Cuci tangan setiap sebelum dan protein untuk
infeksi sesudah tindakan keperawatan mempercepat
3. Jumlah leukosit dalam 4. Gunakan baju, sarung penyembuhan luka
batas normal tangan sebagai alat 7. Untuk mencegah atau
Menunjukkan perilaku hidup sehat pelindung mengobati infeksi
5. Pertahankan lingkungan aseptik
selama pemasangan alat
6. Tingktkan intake nutrisi
7. Berikan terapi antibiotik
bila perlu
2) Intra operatif

Diagnosa
No Tujuan dan kriteria hasil Interve Rasion
. keperawat nsi al
an

1. Resiko syok NOC NIC


hipovolomik Deteksi resiko Manajemen syok :volume 1. Mengetahui
berhubungan perkembangan
Kriteria hasil: 1. Monitor tanda dan perdarahan pasien
dengan perdarahan
gejala perdarahan yang
akibat pembedahan 1. Kenali tanda dan gejala
konsisten 2. Resiko syok
yang mengindikasikan
hipovolemik tidak
risiko 2. Cegah kehilangan darah terjadi
(ex : melakukan
2. Cari validasi dari risiko
penekanan pada tempat 3. Memenuhi
yg dirasakan
terjadi perdarahan) kebutuhan cairan
3. Pertahankan info terbaru
3. Berikan cairan IV pasien
tentang riwayat keluarga
4. Catat Hb/Ht sebelum dan 4. Mengetahui
4. Pertahankan info terbaru
sesudah kehilangan darah perubahan
tentang riwayat pribadi
sesuai indikasi komponen darah
5. Gunakan sumber informasi
5. Keseimbangan
tentang risiko potensial 5. Berikan tambahan darah kebutuhan darah
(ex : platelet, plasma) yang
sesuai
3) Post operatif

Diagnosa
N Tujuan dan kriteria hasil Interve Rasion
o. keperawatan nsi al

1. Nyeri NOC NIC 1. Mengetahui


berhubungan karakteristik nyeri
1. Tingkat nyeri Manajemen nyeri
dengan proses secara menyeluruh
pembedahan 2. Kontrol nyeri 1. Lakukan pengkajian nyeri untuk menentukan
secara komprehensif termasuk intervensi selanjutnya
3. Tingkat kenyamanan
lokasi, karakteristik, durasi, 2. Mengetahui
Kriteria Hasil : frekuensi, kualitas dan faktor perkembangan
presipitasi respon nyeri
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu
3. Mengurangi
penyebab nyeri, mampu 2. Observasi reaksi nonverbal peningkatan nyeri
menggunakan tehnik dari ketidaknyamanan 4. Meniminalkan nyeri
nonfarmakologi untuk mengurangi
3. Kurangi faktor presipitasi nyeri yang dirasakan
nyeri, mencari bantuan)
5. Mengetahui
4. Ajarkan tentang teknik
2. Melaporkan bahwa nyeri keefektifan
non farmakologi
berkurang dengan menggunakan intervensi
manajemen nyeri 5. Evaluasi keefektifan kontrol 6. Pengobatan medis
3. Mampu mengenali nyeri (skala, nyeri untuk mengurangi
intensitas, frekuensi dan tanda 6. Kolaborasikan dengan dokter nyeri
nyeri) jika ada keluhan dan tindakan
4. Menyatakan rasa nyaman nyeri tidak berhasil
setelah nyeri berkurang
5. Tanda vital dalam rentang normal
2. Kerusakan integritas NOC : NIC 1. Tidak ada tekanan
kulit berhubungan Intergritas jaringan: kulit and membran Manajemen tekanan pada luka
dengan trauma mukus 2. Mencegah
1. Anjurkan pasien untuk
jaringan post terbentuknya luka
Kriteria Hasil : menggunakan pakaian
pembedahan yang baru
yang longgar
1. Integritas kulit yang baik bisa 3. Terhindar dari infeksi
2. Hindari kerutan pada tempat 4. Mencegah terjadinya
dipertahankan
tidur dekubitus
2. Melaporkan adanya gangguan
3. Jaga kebersihan kulit agar 5. Mengetahui
sensasi atau nyeri pada daerah kulit
tetap bersih dan kering perkembangan
yang mengalami gangguan
4. Mobilisasi pasien (ubah mobilisasi pasien
3. Menunjukkan pemahaman dalam
posisi pasien) setiap dua
proses perbaikan kulit dan 6. Mengetahui nutrisi
jam sekali
mencegah terjadinya sedera yang dikonsumsi
5. Monitor kulit akan
berulang pasien
adanya kemerahan
4. Mampumelindungi kulit dan
6. Monitor aktivitas dan Pasien tetap terjaga
mempertahankan kelembaban kulit mobilisasi pasien perawatan dirinya
dan perawatan alami 7. Monitor status nutrisi pasien
8. Memandikan pasien dengan
sabun dan air hangat
3 Resiko tinggi infeksi NOC : NIC : 1. Untuk mencegah
berhubungan dengan 1. Status imun Kontrol infeksi infeksi yang
luka operasi ditularkan oleh pasien
2. Kontrol resiko 1. Bersihkan lingkungan lain
setelah dipakai pasien lain
Kriteria Hasil : 2. Memotong rantai infeksi
2. Gunakan sabun 3. Memotong rantai infeksi
1. Klien bebas dari tanda dan
gejala infeksi antimikrobia untuk cuci 4. Tenaga kesehatan
tangan dapat mencegah
2. Menunjukkan kemampuan infeksi nosokomial
untuk mencegah timbulnya 3. Cuci tangan setiap sebelum
infeksi dan sesudah tindakan 5. Resiko infeksi
3. Jumlah leukosit dalam batas normal keperawatan tidak terjadi
4. Menunjukkan perilaku hidup sehat 4. Gunakan baju, sarung
tangan sebagai alat 6. Diet makanan
pelindung tinggi protein
5. Pertahankan lingkungan untuk
aseptik selama pemasangan mempercepat
alat penyembuhan
6. Tingktkan intake nutrisi luka
7. Untuk mencegah atau
Berikan terapi antibiotik bila perlu
mengobati infeksi
D. DISCHARGE PLANNING

a) Persiapan Perawatan Rumah


Klien membutuhkan orang terdekat klien yang akan membantu perawatan
atau proses penyembuhan di rumah. Hal – hal yang perlu diperhatikan,
yaitu mencegah kemungkinan jatuh harus dihilangkan, ruangan harus
bebas atau minimal perabot untuk memudahkan pergerakan klien dengan
menggunakan kruk atau alat bantu lain.
b) Edukasi Klien dan Keluarga
Klien dengan fraktur biasanya dipulangkan kerumah dalam keadaan
memakai pembalut / bandage, splint, gips atau fiksasi eksternal. Perawat
harus menyiapkan instruksi verbal / tertulis untuk klien dan keluarga
tentang mengkaji dan merawaqt luka untuk meningkatkan penyembuhan
dan pencegahan infeksi.
DAFTAR PUSTAKA
Arif Muttaqin. 2016. Buku Saku Gangguan Mulskuloskeletal Aplikasi pada
Praktik Klinik Keperawatan. Jakarta:EGC.
Arif Muttaqin. 2018. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Muskuloskeletal. Jakarta:EGC
Brunner & Suddarth. 2016. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
EGC.
Brunner, Suddarth. 2015. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Vol 3.
Jakarta: EGC.
Kusuma Ratna Astuti, 2017. Jurnal Askep Fraktur Femur. Surakarta.
Lukman, N & Ningsih, N. 2019. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.
Mansjoer, A. 2017. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta: Medica
Aesculpalus.
Moffat, D & Faiz, O. 2017. At a Glance Series Anatomi. Jakarta: PT. Glora
Aksara Pratama.
Muttaqin, A. 2017. Buku Saku Gangguan Mulskuloskeletal Aplikasi pada Praktik
Klinik Keperawatan. Jakarta:EGC.
Muttaqin, A. 2018. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Muskuloskeletal. Jakarta:EGC.
NANDA International. 2017. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi
2012-2014. Jakarta: EGC
Nur Arif, A. H dan Kusuma , H. 2018. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & Nanda Nic Noc, Edisi Revisi Jilid 2,
Yogyakarta : Mediaaction
Rasjad, C. 2017. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta: PT.Yarsif Watampone.
Siddiqui, Z. 2018. Rehabilitations Following Intramedullary Nailing Of Femoral
Shaft Fracture: A Case Report. International Journal of Physical Therapy
& Rehabilitation Science. Vol 1 (1): 30-35.
Sudoyo A. 2018 Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 1 edisi V , Jakarta: interna
Syaifuddin. 2016. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan.
Jakarta:EGC.

Anda mungkin juga menyukai