Anda di halaman 1dari 10

A.

Tinjauan Teori

1. Definisi dan Insidensi Sindrom Aspirasi Mekonium

Sindroma aspirasi mekonium (SAM) merupakan sekumpulan gejala yang


diakibatkan oleh terhisapnya cairan amnion mekonial ke dalam saluran
pernafasan bayi. Sindroma aspirasi mekonium (SAM) adalah salah satu
penyebab yang paling sering menyebabkan kegagalan pernapasan pada bayi
baru lahir aterm maupun post!term. Kandungan mekonium antara lain
adalah sekresi gastrointestinal hepar dan pancreas janin debris seluler cairan
amnion serta lanugo. "airan amnion mekonial terdapat sekitar dari semua
jumlah kelahiran cukup bulan (aterm) tetapi SAM terjadi pada dari bayi!
bayi ini dan sepertiga diantara membutuhkan bantuan ventilator. Adanya
mekonium pada cairan amnion jarang dijumpai pada kelahiran preterm.
Resiko SAM dan kegagalan pernapasan yang terkait meningkat ketika
mekoniumnya kental dan apabila diikuti dengan asfiksia perinatal. Beberapa
bayi yang dilahirkan dengan cairan amnion yang mekonial memperlihatkan
distres pernapasan walaupun tidak ada mekonium yang terlihat dibawah
korda lokalis setelah kelahiran. Dan ada beberapa bayi aspirasi mungkin
terjadi intrauterine sebelum dilahirkan.
2. Etiologi Sindrom Aspirasi Mekonium

Etiologi terjadinya sindroma aspirasi mekonium adalah cairan amnion


yang mengandung mekonium terinhalasi oleh bayi. Mekonium dapat keluar
(intrauterin) bila terjadi stres / kegawatan intrauterin. Mekonium yang
terhirup bisa menyebabkan penyumbatan parsial ataupun total pada saluran
pernafasan sehingga terjadi gangguan pernafasan dan gangguan pertukaran
udara di paru-paru. Selain itu mekonium juga berakibat pada iritasi dan
peradangan pada saluran udara menyebabkan suatu pneumonia kimiawi.
Bagan 1 Etiologi Sindrom Aspirasi Meconium

3. Faktor Resiko

Faktor resiko yang terkait kejadian SAM antara lain adalah kehamilan
post term pre!eklampsia eklampsia hipertensi pada ibu diabetes mellitus
pada ibu bayi kecil masa kehamilan ibu yang perokok berat penderita
penyakit paru kronik atau penyakit kardiovaskular. '
4. Patofisiologi Sindrom Aspirasi Meconium

Keluarnya mekonium intrauterine terjadi akibat dari stimulasi


saraf saluran pencernaan yang sudah matur dan biasanya akibat dari stres
hipoksia pada fetus. Fetus yang mencapai masa matur saluran
gastrointestinalnya juga prematur sehingga stimulasi gagal dari kepala atau
penekanan pusat menyebabkan peristalsis dan relaksasi sfingter ani
sehingga menyebabkan keluarnya mekonium. Mekonium secara langsung
mengubah cairan amniotik menurunkan aktivitas anti!bakterial dan setelah
itu meningkatkan resiko infeksi bakteri perinatal. Selain itu mekonium
dapat mengiritasi kulit fetus kemudian meningkatkan insiden eritema
toksikum. 0agaimanapun komplikasi yang paling berat dari keluarnya
mekonium dalam uterus adalah aspirasi cairan amnion yang tercemar
mekonium sebelum selama maupun setelah kelahiran. Aspirasi cairan
amnion mekonial ini akan menyebabkan hipoksia melalui efek utama pada
paru yaitu obstruksi jalan nafas (total maupun parsial) disfungsi surfaktan
pneumonitis kimia dan hipertensi pulmonal.
a. Obstruksi jalan nafas
Obstruksi total jalan nafas oleh mekonium menyebabkan atelektasis.
Obstruksi parsial menyebabkan udara terperangkap dan hiperdistensi
alveoli biasanya termasuk efek fenomena ball-valve. Hiperdistensi
alveoli menyebabkan ekspansi jalan nafas selama inhalasi dan kolaps
jalan nafas di sekitar mekonium yang terinspirasi di jalan nafas
menyebabkan peningkatan resistensi selama ekshalasi. Udara yang
terperangkap (hiperinflasi paru) dapat menyebabkan ruptur pleura
(pneumotoraks) mediastinum (pneumomediastinum) dan pericardium
(pneumoperikardium).
b. Disfungsi surfaktan

Mekonium menonaktifkan surfaktan dan juga menghambat sintesis


surfaktan. Beberapa unsur mekonium terutama asam lemak bebas
(seperti asam palmitat asam oleat) memiliki tekanan permukaan minimal
yang lebih tinggi dari pada surfaktan dan melepaskannya dari permukaan
alveolar menyebabkan atelektasis yang luas.
c. Pneumonitis ki!ia

Mekonium mengandung enzim garam empedu dan lemak yang dapat


mengiritasi jalan nafas dan parenkim mengakibatkan pelepasan sitokin
(termasuk tumor necrosis factor interleukin dan menyebabkan
pneumonitis luas yang dimulai dalam beberapa jam setelah aspirasi.
Semua efek pulmonal ini dapat menimbulkan gross ventilation-perfusion
(V/Q) mismatch. '

d. Hipertensi Pulmonal Persistem Bayi Baru Lahir

Beberapa bayi dengan sindroma aspirasi mekonium mengalami


hipertensi pulmonal persisten pada bayi baru lahir ( persistent pulmonary
hypertension of the new born primer atau sekunder sebagai akibat dari
stres intrauterin yang kronik dan penebalan pembuluh pulmonal. Lebih
lanjut berperan dalam terjadinya hipoksemia akibat sindrom aspirasi
mekonium.'

Bagan 2 patofisiologi MAS


5. Gambaran Klinis

Di dalam uterus atau lebih sering pada pernapasan pertama


mekonium yang kental teraspirasi ke dalam paru mengakibatkan obstruksi
jalan napas kecil yang dapat menimbulkan kegawatan pernapasan dalam
beberapa jam pertama setelah kelahiran dengan gejala takipnea retraksi
stridor dan sianosis pada bayi dengan kasus berat. Obstruksi parsial pada
beberapa jalan napas dapat menimbulkan pneumothoraks atau
pneumomediastinum atau keduanya. & pengobatan tepat dapat mencegah
kegawatan pernapasan yang dapat hanya ditandai oleh takikardia tanpa
retraksi. Dan ada kondisi gawat nafas dapat terjadi distensi dada yang berat
yang membaik dalam 72 jam. Akan tetapi bila dalam perjalanan
penyakitnya bayi memerlukan bantuan ventilasi keadaan ini dapat menjadi
berat dan kemungkinan mortalitasnya tinggi. 6akipnea dapat menetap
selama beberapa hari atau bahkan beberapa minggu. Foto radiografi dada
bersifat khas ditandai dengan bercak!bercak infiltrat corakan kedua
lapangan paru kasar diameter anteroposterior bertambah dan diafragma
mendatar. Foto x-ray dada normal pada bayi dengan hipoksia berat dan
tidak adanya malformasi jantung mengesankan diagnosis sirkulasi jantung
persisten. arteri dapat rendah pada penyakit lain dan jika terjadi hipoksia
biasanya ada asidosis metabolik.
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Rontgen dada untuk menemukan aletektasis , peningkatan diameter
antero posterior, hyperinflation, flattened dhiapharam akibat obstruksi
terdapat pneumothorax atau gambaran infiltrate kasar dan ireglar pada
paru
b. Analisa gas darah untuk menganalisis asidosis metabolic atau
respiratorik dengan penurunan PO2 dengan peningkatan tingkat PCO2
7. Pe!eriksaan Lain
Ekokardiografi dapat dilakukan untuk memastikan struktur jantung yang
normal serta memeriksa fungsi jantung juga tingkat keparahan hipertensi
pulmonal dan shunting dari kanan ke kiri.

8. Pencegahan secara kelahiran

Suction orofaringeal dan nasofaring segera setelah kelahiran


kepala tetapi sebelum kelahiran bahu dan dada telah menjadi praktik umum
selama dua dekade terakhir ini dimana ditujukan untuk mengurangi insiden
dan keparahan SAM. Namun sebuah studi multicenter baru!baru ini
menunjukkan bahwa strategi ini tidak mencegah terjadinya SAM. Para
peneliti juga menunjukkan bahwa hal ini tidak mengurangi angka kematian
durasi ventilasi dan terapi oksigen atau kebutuhan untuk ventilasi mekanik.
Oleh karena itu seperti suction rutin tidak lagi dianjurkan meskipun
dianjurkan hanya pada kasus!kasus tertentu seperti terdapatnya cairan yang
bernoda mekonium yang tebal atau berlebihan.
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Riwayat Antenatal Ibu
Stress Intra Uterin
2. Status Infant saat lahir
a. Full term, pre term atau kecil masa kehamilan
b. Apgar skor di bawah 5
c. Terdapat meconium di cairan amnion
3. Pulmonarry
a. Distress pernapasan dengan gasping, takipnea (lebih dari 60x
pernapasan kali permenit), grunting, retraksi, dan nasal faring
b. Peningkatan suara napas dengan crakles tergantung dari jumlah
meconium dalam paru
c. Cyanosis
4. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan Jalan Tidak efektif berhubungan dengan sekresi tertahan
b. Ketidakefektifan pola napas
c. Resiko Infeksi
5. Intervensi
Diagnosa Keperawatan SLIKI SIKI
Berihan Jalan tIdak Setelah dilakukan Observasi :

Efektif asuhan keperawatn 1x8 a. Identifikasi


jam, bersihan jalan kebutuhan
napas meningkat dengan pengisapan
Kriteria Hasil b. Auskultasi napas
a. Sputum menurun sebelum dan
b. Meconium sesudh dilakukan
menurun pengisapan
c. Frekuensi naps c. Moitor status
membaik oksigenasi
Erapeutik :
a. Gunakan Teknik
aseptic
b. Gunakan Teknik
pengisapan
c. Lakukan
pengisapa lebh
dari 15 detik
Ketidakefektifan pola Setelah dilakukan asuha Observasi :
napas keperawatan 1x8 jam a. Monitor kedalam
pola napas meningkat napas, irama
dengan napas
Kriteria Hasil : b. Monitor pola
a. Frekuensi napas napas
membaik c. Monitor adanya
b. Penggunaan alat produksi sputum
bantu menurun Terapeutik :
a. Atur interval
pemantauan
respirasi sesuai
kondisi pasien
Resiko infeksi 1. Immune status Kontrol Infeksi :
2. Knowled a. Bersihkan
3. Infection Control lingkungan
Kriteria Hasil : setelah dipakai
a. Pasien bebas dari pasien
tanda dan gejala b. Batasi pengnjung
infeksi c. Cuci tangan
b. Jumlah leukosit setiap sebelum
dalam batas dan sesudah
normal tindakan
d. Pertahankan
lingkungan
aeptik
DAFTAR PUSTAKA

Arvin, B, K diterjemahkan oleh Samik Wahab. 2000. Nelson Ilmu


Keperawatan Anak. Vol 1. Edisi 15. ECG. Jakarta. Hal 600-601.
Gomella. 2019. Neonatologi : Management Procedures Call Problem Sixth
Edition. Lange Clinical Science . New York
Mathur, Nc. 2007. Meconium Aspiration Sindrom.
http//pediatricsforyouinhome/pdf/MECONIUM%20ASPIRATION
PPNI, T, P. (2017) Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI). Definisi
Dan Indikator Diagnostik (cetakan III)) 1 ed). JakartaDPP PPNI.
PPNI, T, P. (2017) Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SDKI). Definisi
Dan Indikator Diagnostik (cetakan II)) 1 ed). JakartaDPP PPNI.
PPNI, T, P. (2017) Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SDKI). Definisi
Dan Indikator Diagnostik (cetakan II)) 1 ed). JakartaDPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai