Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

PRAKTIK PROFESI NERS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

FRAKTUR FEMUR DI RUANG FLAMBOYAN 10

RSUD Dr. MOEWARDI

Disusun Oleh :

AULIAUR ROKHIM

SN181023

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA

TAHUN AKADEMIK 2018/2019


LAPORAN PENDAHULUAN
FRAKTUR FEMUR DI RUANG FLAMBOYAN 6
RSUD Dr. MOEWARDI

A. KONSEP PENYAKIT
1. DEFINISI
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya
disertai dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon,
kerusakan pembuluh darah dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya, terjadinya fraktur jika tulang dikenai stress yang lebih besar
dari yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer, 2014). Fraktur adalah terputusnya
kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya fraktur terjadi jika
tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorpsinya. Fraktur
dapat disebabkan pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan punter mendadak,
dan bahkan kontraksi otot ekstrem (Bruner & Sudarth, 2012).
Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh. Kebanyakan
fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada
tulang, baik berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung (Sjamsuhidajat
& Jong, 2014). Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas
jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa
(Mansjoer, 2010).
Fraktur femur adalah hilangnya kontinuitas tulang paha tanpa atau disertai
adanya kerusakan jaringan lunak (otot, kulit, jeringan saraf, dan pembuluh
darah). Fraktur femur disebut terbuka apabila terdapat hubungan langsung
antara tulang dengan udara luar. Kondisi ini secara umum disebabkan oleh
trauma langsung pada paha. Paha mendapat distribusi darah dari percabangan
arteri iliaka. Secara anatomis pembuluh darah arteri mengalir disepanjang paha
dekat dengan tulang paha, sehingga apabola terdapat fraktur femur juga akan
menyebabkan cidera pada arteri femoralis yang berdampak pada banyak nya
darah yang keluar sehingga beresiko tinggi terjadi nya syok hipovolemik.
Distribusi saraf feriver berjalan pada sepanjang tulang femur sehingga adanya
fraktur femur akan mengakibatkan saraf terkompresi, menyebabkan respon
nyeri hebat yang beresiko terhadap kondisi syok neurogenik pada fase awal
trauma. Respon dari pembengkakan hebat terutama pada fraktur femur area
dekat persendian akan memberikan respon sindrom kompartemen. Sindrom
kompartemen adalah suatu keadaan terjebaknya otot, pembuluh darah, dan
jaringan saraf karena pembengkakan local yang melebihi kemampuan suatu
kompartemen atau ruang lokal. (Helmi, 2012).
2. ETIOLOGI
Penyebab fraktur yang paling sering adalah trauma. Jatuh dan cidera
olahraga adalah penyebab umum Fraktur. Beberapa fraktur terjadi karena
trauma minimal atau tekanan ringan apabila tulang lemah. Hal ini disebut
fraktur patologis (Corwin, 2015).
Menurut Carpenito (2013:47) adapun penyebab fraktur, antara lain:
a) Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis
patah melintang atau miring.
b) Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh
dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang
paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
c) Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat
berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari
ketiganya, dan penarikan.
3. MANIFESTASI KLINIK
Manifestatasi klinik fraktur femur, menurut (Jutowiyono, 2010) antara lain
:
a) Nyeri biasanya menyertai patah tulang traumatic dan cidera jaringan lunak.
Spasme otot dapat terjadi setelah patah tulang dan menimbulkan nyeri. Pada
fraktur stress nyeri biasanya menyertai aktifitas dan berkurang pada saat
istirahat.
b) Pembengkakan di sekitar tempat fraktur yang akan menyertai proses
inflamasi.
c) Gangguan sensasi atau kesemutan dapat terjadi yang menandakan kerusakan
saraf.
d) Krepitus (suara gemertak) dapat terdengar saat tulang digerakan, karena
ujung patahan bergeser satu sama lain.
Manifestatasi klinik fraktur, menurut (Kowalak, 2011) antara lain :
a) Deformitas akibat kehilangan kelurusan
b) Pembengkakan akibat vasodilatasi dan infiltrasi leukosit serta sel-sel mast
c) Spasme otot
d) Nyeri tekan
e) Kisaran gerak yang terbatas
f) Kerusakan sensibilitas di sebelah distal lokasi fraktur
g) Krepitasi
4. KOMPLIKASI
a) Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa di tandai dengan tidak adanya nadi,
CRT (capillary refil time) menurun, sianosis bagian distal, hematoma yang
lebar dan dingin pada ekstremitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi
splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi dan
pembedahan.
b) Compartment Sindrom
Compartment sindrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot, tulang, saraf dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini
disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan
pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan
pembebatan yang terlalu kuat. Tanda-tanda sindrom kompartemen (5P)
sebagai berikut : (1) Pain (nyeri lokal), (2) Pallor (pucat bagian distal), (3)
Pulsessness (tidak ada denyut nadi, perubahan nadi, perfusi yang tidak baik
dan CRT >3 detik pada bagian distal kaki), (4) Paraestesia (tidak ada
sensasi) dan (5) Paralysis (kelumpuhan tungkai).
c) Fat Embolism Sindrom
Fat embolism sindrome (FAT) adalah komplikasi serius yang sering terjadi
pada kasus fraktur tulang panjang. FAT terjadi karena sel-sel lemak yang
dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan
tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan
pernafasan, takikardi , hipertensi, takipnea dan demam.
d) Infeksi
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
osthopedic infeksi dimulai pada kulit (superfisial) dan masuk ke dalam. Ini
biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena
penggunaan bahan lain dalam pembedahan sperti pin dan plat.
Komplikasi dalam waktu lama, antara lain :
a) Delayed Union
Delayed union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi (bergabung)
sesuai dengan waktu yang di butuhkan tulang untuk menyambung.
b) Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap, kuat dan stabil setelah 9 – 5 bulan.
c) Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang di tandai dengan perubahan
bentuk (deformitas).
5. PATOFISIOLOGI dan PATHWAY
Patah tulang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau trauma.
Baik itu karena trauma langsung misalnya : tulang kaki terbentur bemper
mobil, atau tidak langsung misalnya : seseorang yang jatuh dengan telapak
tangan menyangga. Juga bisa karena trauma akibat tarikan otot misalnya :
patah tulang patela dan olekranon, karena otot trisep dan bisep mendadak
berkontraksi. Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar
tempat patah dan ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan
lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul
hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel mast berakumulasi
menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut. Fagositosis dan
pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk fibrin
(hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk melekatkan sel-sel
baru. Aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang
disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami
remodeling untuk membentuk tulang sejati.
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan
dengan pembengkakan yangg tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah
ke ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol
pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi
darah total dapat berakibat anoksia jaringan yang mengakibatkan rusaknya
serabut saraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan sindrom
kompartemen.
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan tekanan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih
besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang
mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi
fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow dan
jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena
kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang.
Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang
mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai
denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit serta infiltrasi sel darah
putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang
nantinya.
6. PENATALAKSANAAN (MEDIS dan KEPERAWATAN)
 Penatalaksanaan Medis
Terapi fraktur diperlukan konsep ”empat R” yaitu rekognisi,
reduksi/reposisi, terensi/fiksasi dan rehabilitasi, berikut penjelasannya :
a) Rekognisis atau pengenalan adalah dengan melakukan berbagai diagnosa
yang benar sehingga akan membantu dalam penanganan fraktur karena
perencanaan terapinya dapat dipersiapkan lebih sempurna.
b) Reduksi atau reposisi adalah tindakan mengembalikan fragmen-fragmen
fraktur semirip mungkin dengan keadaan atau kedudukan semula atau
keadaan letak normal.
c) Retensi atau fiksasi atau imobilisasi adalah tindakan mempertahankan
atau menahan fragmen fraktur tersebut selama penyembuhan.
Rehabilitasi adalah tindakan dengan maksud agar bagian yang menderita
fraktur tersebut dapat kembali normal.
 Penatalaksanaan Keperawatan
a) Mitra : Membangun hubungan dengan klien, serupa dengan
teman.memenuhi kebutuhan klien untuk memperoleh informasi tentang
kondisi, pembedahan dan penatalaksanaan yang akan dilakukan sehingga
pasien dapat berbagi rasa takut dan memberi kepercayaan pada perawat.
b) Pembimbing : Perawat berperan sebagai instruktur selama fase awal
remobilisasi dan rehabilitasi klien.
c) Peningkatan rasa nyaman dengan cara pemeliharaan asupan cairan dan
diet yang sesuai, pemeliharaan standar hygiene personal dan berpakaian.
d) Manajer Resiko : perawat mencegah terjadinya komplikasi tersering pada
fraktur radius ulna yaitu emboli lemak ataupun kompartemen sindrom.
e) Teknisi : Perawat melakukan strategi yang digunakan untuk
menstabilkan fraktur radius ulna yang meliputi pemasangan dan asuhan
gips dan alat bantu, pemasangan dan penatalaksanaan traksi.

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Riwayat
1. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri.
Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung lamanya serangan.
Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien
digunakan:
a) Provoking Incident : apakah ada peristiwa yang menjadi yang
menjadi faktor presipitasi nyeri.
b) Quality of Pain : seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau
menusuk.
c) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa
sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
d) Severity (Scale) of Pain : seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan
klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan
seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
e) Time : berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah
buruk pada malam hari atau siang hari.
2. Riwayat Penyakit Saat Ini
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari
fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan
terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut
sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian
tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme
terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan
memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan
menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan
penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur patologis yang sering
sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka
di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik
dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang
merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti
diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan,
dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik.
b. Pola Gordon
1. Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketakutan akan terjadinya
kecacatan pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan
kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu,
pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan
obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium,
pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya
dan apakah klien melakukan olahraga atau tidak.
2. Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan
sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya
untuk membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap
pola nutrisi klien bisa membantu menentukan penyebab masalah
muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang
tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar
matahari yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah
muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga
menghambat degenerasi dan mobilitas klien.
3. Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi
walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta
bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi
urin dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada
kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak.
4. Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga
hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu
juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana
lingkungan, kebiasaan tidur dan kesulitan tidur serta penggunaan
obat tidur.
5. Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk
kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak
dibantu oleh orang lain.
6. Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam
masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap di RS.
7. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketakutan
akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan
untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap
dirinya yang salah (gangguan body image).
8. Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian
distal fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan.
begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu
juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur.
9. Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan
hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap dan
keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu
juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak, lama
perkawinannya
10. Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu
ketakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya.
Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif.
11. Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah
dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa
disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien.

C. Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata)
untuk mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat
(lokalis). Hal ini perlu untuk dapat melaksanakan total care karena ada
kecenderungan dimana spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang
lebih sempit tetapi lebih mendalam.
1. Gambaran Umum
a) Keadaan umum : Baik, lemah, lemas dan buruk
b) Kesadaran penderita : Apatis, sopor, koma, gelisah,
composmentis tergantung pada keadaan klien.
c) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat
dan pada kasus fraktur biasanya akut.
d) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi
maupun bentuk.
2. Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
a) Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat,
bengkak, oedema, dan nyeri tekan.
b) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada
penonjolan dan tidak ada nyeri kepala.
c) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan dan
reflek menelan ada.
d) Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi
maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris dan tidak oedema.
e) Mata
Terdapat gangguan seperti konjungtiva anemis (jika terjadi
perdarahan).
f) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi
atau nyeri tekan.
g) Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
h) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan dan
mukosa mulut tidak pucat.
i) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
j) Paru
Inspeksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada
riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.
Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan
lainnya seperti stridor dan ronchi.
k) Jantung
Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.
Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
l) Abdomen
Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
Auskultasi
Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit.
3. Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal
terutama mengenai status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5P
yaitu Pain, Palor, Parestesia, Pulse, Pergerakan). Pemeriksaan pada
sistem muskuloskeletal adalah :
a) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain :
1) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan
seperti bekas operasi).
2) Cape au lait spot (birth mark).
3) Fistulae.
4) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau
hyperpigmentasi.
5) Benjolan, pembengkakan atau cekungan dengan hal-hal yang
tidak biasa (abnormal).
6) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas).
7) Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa).
b) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita
diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya
ini merupakan pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah,
baik pemeriksa maupun klien. Yang perlu dicatat adalah :
1) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban
kulit. Capillary refill time normal > 3 detik.
2) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau
oedema terutama disekitar persendian.
3) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3
proksimal, tengah, atau distal).
c) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan
menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri
pada pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar dapat
mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi
dicatat dengan ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari
titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini
menentukan apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak.
Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif dan pasif.
d. Pemeriksaan Penunjang (Diagnostik/Laboratorium)
 Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan”
menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3
dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2
proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu
diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk
memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi.
Perlu disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi
kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan
permintaan. Hal yang harus dibaca pada x-ray:
1) Bayangan jaringan lunak.
2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau
biomekanik atau juga rotasi.
3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.
4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik
khususnya seperti:
1) Tomografi : menggambarkan tidak satu struktur saja tapi
struktur yang lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini
ditemukan kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada
satu struktur saja tapi pada struktur lain juga mengalaminya.
2) Myelografi : menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan
pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami
kerusakan akibat trauma.
3) Arthrografi : menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak
karena ruda paksa.
4) Computed Tomografi-Scanning : menggambarkan potongan
secara transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur
tulang yang rusak.
 Pemeriksaan Laboraturium
1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.
2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan
menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase
(LDH-5), Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang
meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Nyeri Akut (00132) berhubungan dengan Agen Cedera Fisik

b. Ansietas (00146) berhubungan dengan Stresor (Pre Operatif)

c. Hambatan Mobilitas Fisik (00085) berhubungan dengan Nyeri, kondisi


terkait : Gangguan Muskuloskeletal (Fraktur)

d. Risiko Infeksi (00004)

3. PERENCANAAN KEPERAWATAN

Diagnosa NOC NIC


No
Keperawatan (Nursing Outcomes Classification) (Nursing Interventions Classification)

1. Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri (1400)


(00132) keperawatan selama 3 x 24 jam, Observation :
berhubungan diharapkan masalah keperawatan 1. Observasi adanya petunjuk non-
dengan Agen nyeri akut dapat teratasi, dengan verbal ketidaknyamanan.
Cedera Fisik kriteria hasil pasien mampu : 2. Lakukan pengkajian nyeri
Kontrol Nyeri (1605) komprehensif yang meliputi
1. Mengenali kapan nyeri terjadi lokasi, karakteristik, durasi,
dari tidak pernah frekuensi, kualitas, intensitas dan
menunjukkan (1) ditingkatkan faktor pencetus.
ke secara konsisten Nursing :
menunjukkan (5). 1. Ajarkan penggunaan teknik non
2. Menggambarkan faktor farmakologi seperti (relaksasi
penyebab nyeri dari tidak nafas dalam, terapi musik,
pernah menunjukkan (1) relaksasi terbimbing/guided
ditingkatkan ke secara imagery dan hypnotheraphy)
konsisten menunjukkan (5). untuk penurunan rasa nyeri).
3. Melaporkan perubahan 2. Periksa tingkat ketidaknyamanan
terhadap gejala nyeri pada bersama pasien, catat perubahan
tenaga medis dari tidak pernah dalam rekam medis pasien.
menunjukkan (1) ditingkatkan Education :
ke secara konsisten 1. Berikan informasi mengenai
menunjukkan (5). nyeri seperti penyebab nyeri ,
4. Melaporkan nyeri yang berapa lama nyeri dan antisipasi
terkontrol dari tidak pernah dari ketidaknyamanan akibat
menunjukkan (1) ditingkatkan prosedur.
ke secara konsisten 2. Berikan informasi yang akurat
menunjukkan (5). untuk meningkatkan
5. Menggunakan tindakan pengetahuan dan respon keluarga
pengurangan nyeri tanpa terhadap pengalaman nyeri.
analgesik (non farmakologi) 3. Ajarkan prinsip-prinsip
dari tidak pernah manajemen nyeri.
menunjukkan (1) ditingkatkan Colaboration :
ke sering menunjukkan (4). 1. Kolaborasi dengan pasien,
6. Mengenali apa yang terkait keluarga dan tim kesehatan untuk
dengan gejala nyeri dari tidak mengimplementasikan tindakan
pernah menunjukkan (1) penurunan nyeri non farmakologi
ditingkatkan ke secara sesuai kebutuhan.
konsisten menunjukkan (5). 2. Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian terapi medis.

2. Ansietas Setelah dilakukan tindakan Monitor Tanda-Tanda Vital


(00146) keperawatan selama 3 x 24 jam, (6680)
berhubungan diharapkan masalah keperawatan Observation :
dengan ansietas dapat teratasi, dengan 1. Monitor tekanan darah, suhu, nadi
Stresor (Pre kriteria hasil pasien mampu : dan pernafasan.
Operatif) Kontrol Kecemasan Diri (1402) Pengajaran : Perioperatif (5610)
1. Mengurangi penyebab Observation :
kecemasan dari tidak pernah 2. Kaji riwayat operasi sebelumnya,
dilakukan (1) ditingkatkan ke latar belakang dan tingkat
sering dilakukan (4). pengetahuan terkait operasi.
2. Mencari informasi untuk Nursing :
mengurangi kecemasan dari 1. Fasilitasi kecemasan pasien dan
tidak pernah dilakukan (1) keluarga terkait kecemasannya.
ditingkatkan ke sering 2. Instruksikan pasien untuk
dilakukan (4). menggunakan teknik relaksasi.
3. Menggunakan teknik relaksasi 3. Ajarkan pada pasien teknik
untuk mengurangi kecemasan relaksasi untuk mengurangi
dari tidak pernah dilakukan kecemasan/ketakutan (misal :
(1) ditingkatkan ke secara distraksi, relaksasi dan guided
konsisten dilakukan (5). imagery)
Tanda-Tanda Vital (0802) Pengajaran : Perioperatif (5610)
1. Tekanan darah, suhu tubuh, Education :
frekuensi nadi, frekuensi dan 1. Jelaskan prosedur persiapan pre-
irama pernafasan dalam dari operasi.
deviasi berat (1) ditingkatkan 2. Arahkan pasien untuk
ke tidak ada deviasi dari menggunakan teknik koping yang
kisaran rentang normal (5). positif dalam menghadapi
kecemasannya (misal : guided
imagery, relaksasi dan distraksi).
Pengurangan Kecemasan (5820)
3. Berikan informasi faktual terkait
diagnosis, perawatan dan
prognosis.
Collaboration :
1. Kolaborasi dengan keluarga
untuk menciptakan rasa aman dan
nyaman untuk mengurangi
ketakutan.

3. Hambatan Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Jatuh (6490)


Mobilitas Fisik keperawatan selama 3 x 24 jam, Observation :
(00085) diharapkan masalah keperawatan 1. Monitor gaya berjalan,
berhubungan hambatan mobilitas fisik dapat keseimbangan dan tingkat
dengan Nyeri, teratasi, dengan kriteria hasil kelelahan dengan ambulasi.
kondisi terkait : pasien mampu : Pengaturan Posisi (0840)
Gangguan Pergerakan (0208) Nursing :
Muskuloskeletal 1. Kesimbangan dan koordinasi 1. Bantu pasien untuk
(Fraktur) dari sangat terganggu (1) perpindahan sesuai kebutuhan.
ditingkatkan menjadi ke tidak 2. Dorong pasien untuk terlibat
terganggu (5). dalam perubahan posisi.
2. Gerakan otot dan gerakan 3. Tempatkan pasien dalam posisi
sendi dari sangat terganggu (1) terapeutik.
ditingkatkan menjadi ke tidak 4. Jangan menempatkan pasien
terganggu (5). pada posisi yang bisa
3. Berjalan dan bergerak dengan meningkatkan nyeri.
mudah dari sangat terganggu Pencegahan Jatuh (6490)
(1) ditingkatkan menjadi ke 5. Sediakan alat bantu (misalnya
tidak terganggu (5). : tongkat dan walker).\
Kemampuan Berpindah (0210) 6. Instruksikan pasien mengenai
1. Berpindah dari satu penggunaan tongkat atau
permukaan ke permukaan walker dengan tepat.
yang lain sambil berbaring Pengaturan Posisi (0840)
dari sangat terganggu (1) Education :
ditingkatkan menjadi tidak 1. Jelaskan dan berikan informasi
terganggu (5). pada pasien dan keluarga
2. Berpindah dari tempat tidur mengenai pentingnya
ke kursi dari sangat terganggu perubahan posisi dan ambulasi
(1) ditingkatkan menjadi tidak yang aman.
terganggu (5). Collaboration :
3. Berpindah dari kursi roda ke 2. Kolaborasi dengan keluarga dan
kendaraan dari sangat caregiver mengenai
terganggu (1) ditingkatkan pemindahan dan teknik
menjadi tidak terganggu (5). ambulasi yang aman.
Tingkat Ketidaknyamanan
(2109)
1. Nyeri dari berat (1)
ditingkatkan menjadi tidak
ada (5).
2. Tidak dapat beristirahat dari
berat (1) ditingkatkan menjadi
tidak ada (5).
3. Ekspresi wajah meringis dari
berat (1) ditingkatkan menjadi
tidak ada (5).

4. Risiko Infeksi Setelah dilakukan tindakan Perawatan Luka (3660)


(00004) keperawatan selama 3 x 24 jam, Observation :
diharapkan masalah keperawatan 1. Monitor karakteristik luka,
risiko infeksi dapat teratasi, dengan termasuk drainase, warna,
kriteria hasil pasien mampu : ukuran dan bau.
Kontrol Risiko : Proses Infeksi Kontrol Infeksi (6540)
(1924) Nursing :
1. Mengindentifikasi risiko infeksi 1. Cuci tangan sebelum dan
dalam aktivitas sehari-hari dari sesudah kegiatan perawatan
tidak pernah menunjukkan (1) pasien.
ditingkatkan menjadi secara 2. Pakai sarung tangan bersih
konsisten menunjukkan (5) dan steril dengan tepat.
2. Mengidentifikasi tanda dan gejala 3. Dorong pasien untuk
infeksi dari tidak pernah beristirahat.
menunjukkan (1) ditingkatkan Perawatan Luka (3660)
menjadi secara konsisten 4. Lakukan perawatan luka
menunjukkan (5). dengan tepat.
3. Mengetahui perilaku yang 5. Angkat balutan dan plester
berhubungan dengan risiko infeksi perekat.
dari tidak pernah menunjukkan (1) 6. Pertahankan teknik balutan
ditingkatkan menjadi secara steril ketika melakukan
konsisten menunjukkan (5). perawatan luka dengan tepat.
4. Mempertahankan lingkungan yang 7. Periksa luka setiap kali
bersih dari tidak pernah perubahan balutan.
menunjukkan (1) ditingkatkan Kontrol Infeksi (6540)
menjadi secara konsisten Education :
menunjukkan (5). 1. Ajarkan dan berikan
informasi kepada pasien dan
Pemulihan Pembedahan : anggota keluarga mengenai
Penyembuhan (2304) bagaimana cara menghindari
1. Tekanan darah sistolik dan infeksi.
diastolik dari devisiasi berat (1) 2. Ajarkan pada pasien dan
ditingkatkan menjadi tidak ada keluarga untuk mengenai
deviasi dari kisaran normal (5). tanda dan gejala infeksi dan
2. Suhu tubuh dan laju pernafasan kapan harus melaporkannya.
dari devisiasi berat (1) 3. Anjurkan pada pasien untuk
ditingkatkan menjadi tidak ada meminum antibiotik sesuai
deviasi dari kisaran normal (5). yang diresepkan.
3. Kesadaran dari devisiasi berat (1) 4. Batasi jumlah pengunjung.
ditingkatkan menjadi tidak ada 5. Anjurkan pada pasien dan
deviasi dari kisaran normal (5). anggota keluarga teknik
4. Penyembuhan luka dari devisiasi mencuci tangan dengan
berat (1) ditingkatkan menjadi tepat.
tidak ada deviasi dari kisaran Kontrol Infeksi (6540)
normal (5). Collaboration :
5. Pelaksanaan perawatan luka yang 1. Kolaborasi dengan dokter
dianjurkan dari devisiasi berat (1) dalam pemberian terapi
ditingkatkan menjadi tidak ada medis.
deviasi dari kisaran normal (5). Perawatan Luka (3660)
6. Infeksi luka dari devisiasi berat (1) 2. Kolaborasi dengan ahli gizi
ditingkatkan menjadi tidak ada mengenai diet yang tepat
deviasi dari kisaran normal (5). untuk pasien.
7. Penyesuaian terhadap perubahan
tubuh karena pembedahan dari
devisiasi berat (1) ditingkatkan
menjadi tidak ada deviasi dari
kisaran normal (5).
8. Pelaksanaan aktivitas perawatan
diri dari devisiasi berat (1)
ditingkatkan menjadi tidak ada
deviasi dari kisaran normal (5).
9. Nyeri berkurang dari berat (1)
ditingkatkan menjadi tidak ada (5).
4. EVALUASI KEPERAWATAN
Menurut (Setiadi, 2012) dalam buku Konsep & Penulisan Asuhan
Keperawatan, Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang
sistematis dan terencaan tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah
ditetapkan, dilakukan dengan cara bersinambungan dengan melibatkan klien,
keluarga, dan tenaga kesehatan lainnya.

Komponen catatan perkembangan, antara lain sebagai berikut :

a. Kartu SOAP (data subjektif, data objektif, analisis/assessment dan


perencanaan/plan) dapat dipakai untuk mendokumentasikan evaluasi dan
pengkajian ulang.
b. Kartu SOAPIER sesuai sebagai catatan yang ringkas mengenai penilaian
diagnosis keperawatan dan penyelesaiannya. SOAPIER merupakan
komponen utama dalam catatan perkembangan yang terdiri atas:

S (Subjektif) : data subjektif yang diambil dari keluhan klien, kecuali pada
klien yang afasia.

O (Objektif) : data objektif yang diperoleh dari hasil observasi perawat,


misalnya tanda-tanda akibat penyimpanan fungsi fisik,
tindakan keperawatan, atau akibat pengobatan.

A (Analisis) : masalah dan diagnosis keperawatan klien yang


dianalisis/dikaji dari data subjektif dan data objektif.
Karena status klien selalu berubah yang mengakibatkan
informasi/data perlu pembaharuan, proses
analisis/assessment bersifat diinamis. Oleh karena itu
sering memerlukan pengkajian ulang untuk menentukan
perubahan diagnosis, rencana, dan tindakan.

P (Planning) : perencanaan kembali tentang pengembangan tindakan


keperawatan, baik yang sekarang maupun yang akan
datang (hasil modifikasi rencana keperawatan) dengan
tujuan memperbaiki keadaan kesehatan klien. Proses ini
berdasarkan kriteria tujaun yang spesifik dan periode yang
telah ditentukan.

I (Intervensi) : tindakan keperawatan yang digunakan untuk memecahkan


atau menghilangkan masalah klien. Karena status
klien selalu berubah, intervensi harus dimodifikasi
atau diubah sesuai rencana yang telah ditetapkan.

E (Evaluasi) : penilaian tindakan yang diberikan pada klien dan analisis


respons klien terhadapintervensi yang berfokus pada kriteria
evaluasi tidak tercapai, harus dicari alternatif intervensi
yang memungkinkan kriteria tujuan tercapai.

R (Revisi) : tindakan revisi/modifikasi proses keperawatan terutama


diagnosis dan tujuan jika ada indikasi perubahan intervensi
atau pengobatan klien. Revisi proses asuhan keperawatan ini
untuk mencapai tujuan yang diharapkan dalam kerangka
waktu yang telah ditetapkan.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner, Suddarth. 2015. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.3. EGC.
Jakarta

Bulecheck, G.M., Butcher, H.K., Dochterman, J.M., & Wagner, C. 2013. Nursing
Interventions Classification (NIC). Sixth Edition. Missouri : Elsevier Mosby

Carpenito (2013), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed. 6, EGC,


Jakarta

Carpenito, LJ. 2011. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta: EGC

Corwin, 2009. Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan.

Doenges at al. 2015. Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, EGC, Jakarta

Doengoes, M.E., 2010, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.

Helmi,Zairin Noor. 2012. Buku Saku Kedaruratan Di Bidang Bedah Ortopedi


.Jakarta:Salemba Medika..

Herdman, T. Heather., 2018, NANDA-1 Diagnosis Keperawatan : Definisi dan


Klasifikasi 2018 – 2020, Edisi 11. Jakarta : EGC Jakarta, Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Jitowiyono, Sugeng., Weni kristiyani. 2010. Asuhan Keperawatan Post


Operasi.Yogyakarta : Nuha Medika.
Kowalak.,Welsh.,dan Mayer. 2011. Buku Ajar Patofisiologi.Jakarta:EGC.
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M.L., & Swanson, E. 2013. Nursing Outcomes
Classification (NOC). Fifth Edition. Missouri : Elsevier Mosby

Rendy,M Clevo.,Margareth TH. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Penyakit


Dalam. Yogyakarta : Nuha Medika
Smeltzer, S.C., 2013, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai