Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR INTERTROCHANTER FEMUR

OLEH :
GUSTI AYU KOMANG SRI SUNDARI
(P07120213034)

JURUSAN KEPERAWATAN POLTEKKES KEMENKES DENPASAR


PROGRAM STUDI D-IV KEPERAWATAN
2016

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR INTERTROCHANTER
A. PENGERTIAN
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh tekanan yang berlebihan (Black,
2005).
Fraktur adalah patah tulang yang biasanya disebabkan oleh trauma
atau tenaga fisik dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan
lunak di sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu
lengkap atau tidak lengkap ( Price & Wilson, 2006).
Fraktur femur atau patah tulang paha adalah rusaknya kontinuitas
tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan
otot, dan kondisi tertentu, seperti degenerasi tulang atau osteoporosis (Arif.
M, Asuhan keperawatan klien gangguan sistem musculoskeletal, hal 203).
Fraktur tertutup adalah bila tidak ada hubungan patah tulang dengan
dunia luar.Fraktur terbuka adalah fragmen tulang meluas melewati otot dan
kulit, dimana potensial untuk terjadi infeksi (Sjamsuhidajat, 1999).
Definisi fraktur intertrochanter femur adalah terputusnya kontinuitas
tulang pada area di antara trochanter mayor dan trochanter minor yang bersifat
ekstrakapsular (Apley, 1995).
B. ETIOLOGI FRAKTUR
1. Trauma
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan otot yang tibatiba dan berlebihan.
a. Trauma langsung: dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekukan,
pemuntiran, atau penarikan, benturan pada tulang dan mengakibatkan
fraktur pada tempat tersebut. Bila terkena kekuatan langsung, tulang
dapat patah pada tempat yang terkena; jaringan lunak juga pasti rusak
b. Trauma tidak langsung : Bila terkena kekuatan tak langsung, tulang
dapat mengalami fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang

terkena kekuatan itu, kerusakan jaringan lunak di tempat fraktur


mungkin tidak ada
2. Kompresi
Retak dapat terjadi pada tulang, sama halnya seperti pada logam
dan benda lain, akibat tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling sering
ditemukan pada tibia atau fibula atau metatarsal, terutama pada atlet,
penari, dan calon tentara yang jalan berbaris dalam jarak jauh.
a. Compresion force: klien yang melompat dari tempat ketinggian dapat
mengakibatkan fraktur kompresi tulang belakang.
b. Muscle (otot): akibat injuri/sakit terjadi regangan otot yang kuat
sehingga dapa menyebabkan fraktur (misal; elektrik shock dan tetani).
3. Patologik
Fraktur dapat terjadi karena tekanan yang normal apabila tulang itu
lemah (misalnya oleh tumor) atau apabila tulang itu sangat rapuh
(misalnya pada penyakit paget). Proses penyakit: kanker dan riketsia.
C. TANDA DAN GEJALA
1. Nyeri hebat di tempat fraktur
2. Tak mampu menggerakkan ekstremitas bawah
3. Rotasi luar dari kaki lebih pendek
4. Diikuti tanda gejala fraktur secara umum, seperti : fungsi berubah,
bengkak, kripitasi, sepsis pada fraktur terbuka, deformitas.

D. PATOFISIOLOGI
Fraktur
Hemiartoplasty bipolar

Preoperatif

Intraoperatif

Postoperatif

Bedah
Puasa

Anastesi

Ansietas

Bedah

Ansitetas

Bedah

Terputusnya kontinuitas
R.
ketidakseimban
drain
gan vol.cairan

jaringan
imobilisasi

GA
Otak

kelemahan
tubuh

Jantung

Kesadaran
Penurunan
curah
jantung
R. cidera

Efek anastesi
Paru-paru

Nyeri
akut

Ketidakefektif
an bersihan
jalan nafas

R. cidera
Insisi

Pemasangan

R. perdarahan

Terpapar suhu lingkungan

R. perdarahan

Terbuka

Hipotermi

Port de entri

R. infeksi

E. KLASIFIKASI
Ada 2 tipe fraktur femur, yaitu :
1.

Fraktur intrakapsuler

Terjadi didalam tulang sendi, panggul dan kapsula

Melalui kepala femur

Hanya dibawah kepala femur

Melalui leher dari femur

2.

Fraktur ekstrakapsuler

Terjadi diluar sendi dan kapsul, melalui trochanter femur yang lebih
besar atau yang lebih kecil atau pada daerah intertrochanter.

Terjadi dibagian distal menuju leher femur tetapi tidak lebih dari 2 inci
dibawah trochanter kecil.
Sedangkan klasifikasi untuk intertrochanter adalah berdasarkan

stabilitas dari pola fraktur, yaitu fraktur stabil (pola fraktur oblik standar) dan
fraktur tidak stabil (pola fraktur oblik reverse).

Gambar 3. Klasifikasi fraktur femur

Fraktur intertrochanter
Pada fracture ini, garis fracture melintang dari trochanter mayor ke
trochanter minor. Tidak seperti fracture intracapsular, salah satu tipe
fracture extracapsular ini dapat menyatu dengan lebih baik. Resiko untuk

terjadinya komplikasi non-union dan nekrosis avaskular sangat kecil jika


dibandingkan dengan resiko pada fractureintracapsular.
Fracture dapat terjadi akibat trauma langsung pada trochanter
mayor atau akibat trauma tidak langsung yang menyebabkan twisting pada
daerah tersebut.
Berdasarkan klasifikasi Kyle (1994), fracture intertrochanteric
dapat dibagi menjadi 4 tipe menurut kestabilan fragmen-fragmen
tulangnya. Fracture dikatakan tidak stabil jika:
-

Hubungan antarfragmen tulang kurang baik.

Terjadi force yang berlangsung terus menerus yang menyebabkan


displaced tulang menjadi semakin parah.

Fracture disertai atau disebabkan oleh adanya osteoporosis.

Gambar Klasifikasi Kyle Untuk Fracture Intertrochanteric.

Gambar Klasifikasi Evan Untuk Fracture Intertrochanteric.

Menurut lokasi fraktur


-

Colles fraktur : jarak bagian distal fraktur 1 cm dari permukaan


sendi.

Articular fraktur : meliputi permukaan sendi.

Extracapsular : fraktur dekat sendi tetapi tidak termasuk ke dalam


kapsul sendi.

Intracapsular : fraktur didalam kapsul sendi.

Apiphyseal : fraktur terjadi kerusakan pada pusat ossifikasi.

F. KOMPLIKASI
1. Komplikasi awal
a. Shock Hipovolemik/traumatic
Fraktur (ekstrimitas, vertebra, pelvis, femur) perdarahan &
kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan yang rusak shock
hipovolemi, Lepuh dan luka akibat gips
b. Emboli lemak, Cedera saraf, Cedera visceral
c. Tromboemboli vena
Berhubungan dengan penurunan aktivitas/kontraksi otot/bedrest, Otot
dan tendon robek
d. Infeksi
Fraktur terbuka: tulang kontaminasi infeksi sehingga perlu monitor
tanda infeksi dan terapi antibiotik.
Sendi : Hemartrosis dan infeksi, Cedera ligament, Algodistrofi
e. Cedera vaskular (termasuk sindroma kompartemen)
2. Komplikasi lambat
a. Tulang

Nekrosis avaskular : Karena suplai darah menurun sehingga


menurunkan fungsi tulang

Delayed union : Proses penyembuhan fraktur sangat lambat dari


yang diharapkan biasanya lebih dari 4 bulan. Proses ini

berhubungan dengan proses infeksi. Distraksi/tarikan bagian


fragmen tulang.

Non union : Proses penyembuhan gagal meskipun sudah diberi


pengobatan. Hal ini disebabkan oleh fibrous union atau
pseudoarthrosis.

Mal-union : Proses penyembuhan terjadi tetapi tidak memuaskan (ada


perubahan bentuk)
b. Jaringan lunak

Ulkus dekubitus

Miositis osifikans

Tendinitis dan rupture tendon

Tekanan dan terjepitnya saraf

Kontraktur volkmann

c. Sendi

Ketidakstabilan

Kekakuan

Algodistrofi

Pasien dengan fraktur intertrochanter femur mempunyai resiko


menderita penyakit tromboemboli dan mempunyai resiko kematian, sama
halnya pada fraktur colum femur. Selain itu resiko osteonekrosis dan nonunion minimal, karena suplai darah yang baik pada regiofemur.
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Untuk

mendiagnosis

fraktur,

diperlukan

adanya

anamnesis,

pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang, sebagai berikut:


1. Anamnesis
Biasanya terdapat riwayat cedera (bagaimana proses cederanya), diikuti
dengan ketidakmampuan menggunakan tungkai yang mengalami cedera.
Setelah jatuh tidak dapat berdiri, kaki lebih pendek dan lebih berotasi

keluar dibandingkan pada fraktur collum (karena fraktur bersifat


ekstrakapsular) dan pasien tidak dapat mengangkat kakinya.
2. Pemeriksaan Fisik
Sedangkan tanda-tanda lokal pada fraktur akan didapatkan, antara lain:
a. Penampilan (look)
Pembengkakan, memar, deformitas mungkin terlihat jelas, tetapi hal
yang penting adalah apakah kulit itu terlihat utuh atau tidak
b. Rasa (feel)
Terdapat nyeri tekan setempat, tetapi perlu juga memeriksa bagian
distal dari fraktur untuk merasakan nadi dan menguji sensasi
c. Gerakan (movement)
Krepitus dan abnormal dapat ditemukan, tetapi lebih oenting untuk
menanyakan apakah pasien dapat menggerakkan sendi-sendi di bagian
distal cedera. Kreatinin: trauma otot meningkatkan beban kreatinin
untuk ginjal
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologi pada panggul meliputi foto polos pelvis
secara anteroposterior (AP) dan area yang terkena cedera, dan dapat pula
foto panggul secara lateral view.
Pada beberapa kasus, CT scan mungkin diperlukan untuk
menentukan lokasi/luasnya fraktur/trauma.
Hitung darah lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi)
atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada
trauma multiple). Peningkatan jumlah SDP adalah respons stress normal
setelah trauma.
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Rekognisi: menyangkut diagnosa fraktur pada tempat kejadian kecelakaan
dan kemudian dirumah sakit.
a. Riwayat kecelakaan
b. Parah tidaknya luka
c. Diskripsi kejadian oleh pasien

d. Menentukan kemungkinan tulang yang patah


e. Krepitus
2. Reduksi: reposisi fragmen fraktur sedekat mungkin dengan letak
normalnya. Reduksi terbagi menjadi dua yaitu:
a. Reduksi tertutup: untuk mensejajarkan tulang secara manual dengan
traksi atau gips
b. Reduksi terbuka: dengan metode insisi dibuat dan diluruskan melalui
pembedahan, biasanyamelalui internal fiksasi dengan alat misalnya;
pin, plat yang langsung kedalam medula tulang.
c. Retensi: menyatakan metode-metode yang dilaksanakan untuk
mempertahankan fragmen-fragmen tersebut selama penyembuhan
(gips/traksi)
d. Rehabilitasi: langsung dimulai segera dan sudah dilaksanakan
bersamaan dengan pengobatanfraktur karena sering kali pengaruh
cedera dan program pengobatan hasilnya kurang sempurna(latihan
gerak dengan kruck).
TINDAKAN PEMBEDAHAN
1. Orif (open reduction and internal fixation)
a. Insisi dilakukan pada tempat yang mengalami cedera dan diteruskan
sepanjang bidanganatomik menuju tempat yang mengalami fraktur
b. Fraktur diperiksa dan diteliti
c. Fragmen yang telah mati dilakukan irigasi dari luka
d. Fraktur direposisi agar mendapatkan posisi yang normal kembali
e. Sasudah reduksi fragmen-fragmen tulang dipertahankan dengan alat
ortopedik berupa; pin,sekrup, plate, dan paku
Keuntungan:
a. Reduksi akurat
b. Stabilitas reduksi tinggi
c. Pemeriksaan struktur neurovaskuler
d. Berkurangnya kebutuhan alat imobilisasi eksternal

e. Penyatuan sendi yang berdekatan dengan tulang yang patah menjadi


lebih cepat
f. Rawat inap lebih singkat
g. Dapat lebih cepat kembali ke pola kehidupan normal
Kerugian :
a. Kemungkinan terjadi infeksi
b. Osteomielitis
2. Eksternal fiksasi
Metode alternatif manajemen fraktur dengan fiksasi eksternal, biasanya
pada ekstrimitas dan tidak untuk fraktur lama Post eksternal fiksasi,
dianjurkan penggunaan gips. Setelah reduksi, dilakukan insisi perkutan
untuk implantasi pen ke tulang Lubang kecil dibuat dari pen metal
melewati tulang dan dikuatkan pennya. Perawatan 1-2 kali sehari secara
khusus, antara lain:

Observasi letak pen dan area

Observasi kemerahan, basah dan rembes

Observasi status neurovaskuler distal fraktur

Fiksasi eksternal Fiksasi Internal Pembidaian

TERAPI FRAKTUR
1. Operatif
Open Reduction Internal Fixation (ORIF)
2. Rehabilitasi Medik
Rehabilitasi medik untuk terapi fraktur intertrochanter meliputi :
Waktu
Hari
pertama
sampai 1
minggu

Treatment
Tindakan pencegahan
Menghindari passive ROM
Range of Motion (ROM)
Active ROM pada hip dan knee dengan fleksi, ekstensi, abduksi
dan adduksi
Kekuatan otot
Isometric exercises pada m.gluteus dan m.quadriceps

Aktivitas fungsional
Transfer ke stand-pivot jika non-weight bearing. Jika weight
bearing, ekstremitas yang dipengaruhi, digunakan selama
transfer.
Menggunakan alat bantu untuk ambulasi.
Weight bearing
Weight bearing sesuai toleransi untuk fraktur yang stabil. Toetouch sampai partial weight bearing atau non-weight bearing
untuk fraktur tidak stabil.
Tindakan pencegahan
Menghindari berdiri pada kaki yang cedera tanpa bantuan.
Menghindari passive ROM.
Range of Motion
Active ROM pada hip dan knee. Hip difleksikan mencapai 900.
Kekuatan otot
Isometric exercises pada glutei, quadriceps dan hamstrings.
2

Minggu Aktivitas fungsional


Tergantung pada weight bearing, patien melakukan tranfer
stand-pivot atau menggunakan ekstremitas tang dterkena selama
transfer. Untuk ambulasi, menggunakan alat bantu.
Weight bearing
Tergantung prosedur, weight bearing sesuai toleransi. Nonweight bearing sampai partial weight bearing, sampai toetouch untuk fraktur yang tidak stabil.

4 sampai 6 Tindakan pencegahan


Menghindari puntiran atau putaran pada sisi fraktur.
minggu
Range of Motion
Active, active-assistive ROM pada hip dan knee.
Kekuatan otot
Isometric exercises pada glutei, quadriceps dan hamstrings.
Active resistive exercise pada quadriceps, glutei dan
hamstrings, jika gerak sendi mempuntai toleransi yang baik.
Aktivitas fungsional
Tergantung dari weight bearing, transfer stand-pivot atau
weight bearing sesuai toleransi pada ekstremitas yang terkena

selama transfer. Ambulasi dengan alat bantu.


Weight bearing
Weight bearing sesuai toleransi untuk fraktur yang stabil.
Partial weight bearing, non-weight bearing sampai toe-touch
untuk fraktur yang tidak stabil.
Tindakan pencegahan
Tidak ada
Range of Motion
Melanjutkan active, active-asisstive ROM. Memulai passive

8 sampai
12 minggu

ROM dan pemanasan pada hip dan knee.


Kekuatan otot
Progressive resistive exercises pada hip dan knee.
Aktivitas fungsional
Pasien menggunakan ekstremitas yang diliputi dengan weight
bearing sesuai toleransi atau weight bearing yang penuh selama
transfer dan ambulasi. Menghentikan penggunaan alat bantu.
Weight bearing
Penuh

12 sampai
16 minggu

Tidak berubah

KONSEP ASUHAN KEPERWATAN FRAKTUR INTERTROCHANTER


A. PENGKAJIAN
1. Identitas
Meliputi usia (kebanyakan terjadi pada usia muda), jenis kelamin
(kebanyakan terjadi pada laki-laki biasanya

sering mengebut saat

mengendarai motor tanpa menggunakan helm).


2. Keluhan utama,
Nyeri akibat dari post operasi fraktur femur dan fraktur antebrachii
3. Riwayat penyakit sekarang.
Biasanya klien datang dengan keluhan jatuh atau trauma lain
4. Riwayat penyakit dahulu.

Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit Paget


menyebabkan fraktur patologis sehingga tulang sulit menyambung. Selain
itu, klien diabetes dengan luka dikaki sangat beresiko mengalami
osteomilitis akut dan kronis dan penyakit diabetes menghambat proses
penyembuhan tulang.
5. Riwayat penyakit keluarga.
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan patah tulang adalah faktor
predisposisi terjadinya fraktur, seperti osteoporosis yang sering terjadi
pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang diturunkan secara genetic
6. Riwayat psikososial spiritual
Takut, cemas, terbatasnya aktivitas.
7. Pemeriksaan Fisik
a. Pre Operasi
B1 (breathing), pada pemeriksaan sistem pernapasan tidak mengalami
gangguan
B2 (blood), pada pemeriksaan sistem kardiovaskuler, dapat terjadi
peningkatan tekanan darah, peningkatan nadi dan respirasi

oleh

karena nyeri , peningkatan suhu tubuh karena terjadi infeksi terutama


pada fraktur terbuka
B3 (brain), tingkat kesadaran biasanya komposmentis
B4 (bladder), biasanya klien fraktur tidak mengalami kelainan pada
sistem ini.
B5 (bowel), pemenuhan nutrisi dan bising usus biasanya normal, pola
defekasi tidak ada kelainan
B6 (bone), adanya deformitas, adanya nyeri tekan pada daerah trauma.
b. Intra Operasi
B1 (breathing), risiko pola nafas yang fluktuatif dan apneu akibat
anastesia
B2 (blood), fluktuasi tekanan darah dapat sangat rendah akibat
anastesia dan kehilangan darah, rekaman EKG dapat fluktuatif
B3 (brain), tingkat kesadaran menurun akibat tindakan anastesi
B4 (bladder), produksi urine

B5 (bowel), akibat dari general anastesi terjadi penurunan peristaltik


B6 (bone), integritas kulit tidak utuh akibat insisi,
c. Post Operasi
B1 (breathing), biasanya terjadi reflek batuk tidak efektif sehingga
terjadi penurunan akumulasi secret, bisa terjadi apneu, lidah
kebelakang akibat general anastesi, RR meningkat karena nyeri
B2 (blood), pada pemeriksaan sistem kardiovaskuler, dapat terjadi
peningkatan tekanan darah, peningkatan nadi dan respirasi

oleh

karena nyeri , peningkatan suhu tubuh karena terjadi infeksi terutama


pada proses pembedahan.
B3 (brain), dapat terjadi penurunan kesadaran akibat tindakan
anastesi, nyeri akibat pembedahan
B4 (bladder), biasanya karena general anastesi terjadi retensi urin
B5 (bowel), akibat dari general anastesi terjadi penurunan peristaltic
B6 (bone), akibat pembedahan klien mengalami gangguan mobilitas
fisik.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Pre operatif
1. Risiko kekurangan volume cairan d.d adanya faktor risiko puasa sebelum
pembedahan
2. Ansietas b.d ketakutan keberhasilan dan keselamatan pembedahan
3. Risiko ciddera b.d kelemahan tubuh
Intra operatif
1. Risiko cidera d.d adanya faktor risiko penurunan kesadaran, terpapar
dengan instrument bedah
2. Penurunan curah jantung b.d efek anastesi terhadap jantung
3. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d efek anastesi terhadap paru-paru
4. Hipotermi b.d terpapar suhu lingkungan

5. Risiko perdarahan d.d adanya faktor risiko insisi


6. Risiko infeksi d.d adanya faktor risiko port de entri saat insisi
Post operatif
1. Nyeri akut b.d penurun efek anastesi
2. Risiko perdarahan d.d adanya faktor risiko pemasangan drainage
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Pre operatif
No
1.

Diagnosa Keperawatan
Risiko kekurangan
volume cairan ditandai
dengan adanya faktor
risiko puasa sebelum
pembedahan

Tujuan dan

Intervensi

Kriteria Hasil
NOC

NIC
Fluid Management
Electrolit and acid 1. Monitor hasil Hb
yang sesuai dengan
base balance
retensi cairan (BUN,
Fluid balance
Hmt,

Hydration
Setelah

dilakukan

tindakan
keperawatan selama
(.) Pasien

tidak

Osmolalitas,

urin)
2. Monitor

indikasi

retensi/kelebihan
cairan (cracles, CVP,
edema,

distensu

mengalami

nyeri,

distensi

vena

intake

reflek

eliminasi
2. Tentukan

vena, asites)
dengan kriteria hasil: 3. Kolaborasi
1. Terbebas
dari
pemberian diuretic
edema, efusi, dan 4. Batasi
masukan
anaskara
cairan pada keadaan
2. Bunyi
nafas
hiponatremi
bersih, tidak ada Fluid Monitoring
riwayat
dyspnea/ortopneu 1. Tentukan
3. Terbebas
dari
jumlah
dan
tipe
jugularis,

hepatojugular (+)
4. Memelihara
tekanan

vena

cairan

dan

kemungkinan faktor
risiko

dari

sentral,

tekanan

kapiler

paru,

cairan

(hipertermia,

output

jantung

terapi

diuretic,

dan

ketidakseimbangan

vitalsign

kelainan renal, gagal

batas

jantung, diaphoresis,

dalam
normal
5. Terbebas

disfungsi hati, dll)


dari 3. Monitor berat badan
4. Monitor
serum,

kelelahan,
kecemasan,

osmolalitas,

dan

kebingungan

dan

elektrolit urine
5. Monitor
tekanan
darah orthostatic dan
perubahan

irama

jantung
6. Monitor tanda dan
2.

Ansietas b.d ketakutan

NOC :

gejala edema
Anxiety
Reduction

keberhasilan dan

1. Kontrol

(penurunan kecemasan)

keselamatan pembedahan

kecemasan

1.

2. Koping

Gunakan
pendekatan

yang

menenangkan
Setelah

dilakukan

asuhan selama ()

2.

Nyatakan dengan

jam klien kecemasan

jelas

teratasi

terhadap

dengan

kriteria hasil:
1. Klien

harapan
pelaku

pasien
mampu

3.

Jelaskan

semua

mengidentifikasi

prosedur

dan

apa

dan

yang

dirasakan

mengungkapkan

selama prosedur

gejala cemas
4.
2. Vital sign dalam
batas normal

Temani
untuk

pasien

memberikan

keamanan

dan

3. Postur

tubuh,

ekspresi

wajah,

bahasa tubuh dan


tingkat

mengurangi takut
5.

faktual

aktivitas

mengenai

diagnosis, tindakan

menunjukkan

prognosis

berkurangnya
kecemasan

Berikan informasi

6.

Libatkan keluarga
untuk mendampingi
klien

7.

Instruksikan pada
pasien

untuk

menggunakan tehnik
relaksasi
8.

Dengarkan
dengan

penuh

perhatian
9.

Identifikasi
tingkat kecemasan

10.

Bantu
mengenal

pasien
situasi

yang menimbulkan
kecemasan
11.

Dorong

pasien

untuk
mengungkapkan
perasaan, ketakutan,
persepsi

12.

Kelola pemberian
obat anti cemas

3.

Risiko cidera ditandai

NOC

NIC

dengan adanya faktor

Risk Kontrol

Environment

risiko penurunan

Setelah

management

kesadaran, terpapar

asuhan keperawatan 1. Sediakan lingkungan

dengan instrument bedah

selama

dilakukan
(.)

diharapkan

jam
pasien

yang

aman

untuk

pasien

terbebas dari cedera 2. Identifikasi


dengan kriteria hasil:

kebutuhan keamanan

1. Klien

pasien

terbebas

dari cedera
2. Klien

3. Menghindarkan

mampu

menjelaskan cara
mencegah cedera
3. Klien

mampu

menjelaskan
faktor resiko dari
lingkungan

yang

berbahaya
4. Memasang side rail
tempat tidur
5. Menyediakan tempat
tiur yang nyaman
6. Menempatkan saklar

/perilaku personal
4. Mampu

lampu diitempat yang


mudah dijangkau

memodifikasi
gaya

lingkungan

hidup

mncegah injury
5. Menggunakan
fasilitas yang ada

7. Membatasi
pengunjung
8. Menganjurkankeluar
ga menemani pasien
9. Mengontrol
lingkungan

dari

kebisingan
10. Memindahkan barang
barang
membahayakan

yang

Intra operatif
No
1.

Diagnosa Keperawatan

Tujuan dan

Intervensi

Risiko cidera ditandai

Kriteria Hasil
NOC :

NIC :

dengan adanya faktor

Risk Kontrol

Environment

risiko penurunan

Setelah

dilakukan

management

kesadaran, terpapar

asuhan keperawatan

1. Sediakan

dengan instrument bedah

selama

(.)

diharapkan

jam
pasien

terbebas dari cedera


dengan kriteria hasil:
1. Klien

terbebas

dari cedera
2. Klien

mampu

cara mencegah
cedera

aman untuk pasien


2. Identifikasi
kebutuhan
keamanan pasien
lingkungan

4. Memasang side rail


tempat tidur

mampu

5. Menyediakan
tempat

faktor

nyaman

resiko

dari

tiur

lampu

/perilaku

yang

personal

dijangkau

4. Mampu

diitempat
mudah

7. Membatasi

memodifikasi
hidup

mncegah injuri
5. Menggunakan
ada

yang

6. Menempatkan saklar

lingkungan

fasilitas

yang

berbahaya

menjelaskan

gaya

yang

3. Menghindarkan

menjelaskan

3. Klien

lingkungan

yang

pengunjung
8. Menganjurkan
keluarga menemani
pasien
9. Mengontrol
lingkungan

dari

kebisingan
10. Memindahkan
barang barang yang
membahayakan
2.

Penurunan curah jantung NOC :

NIC :

b.d

Vital Signs Monitoring

efek

terhadap jantung

anastesi Vital Signs


Status

1. Monitor tekanan

Setelah

dilakukan

asuhan keperawatan
selama

(.)

jam

darah, nadi, suhu,


dan RR.
2. Catat adanya

diharapkan vital sign

fluktuasi tekanan

normal

darah.

dengan

kriteria hasil:

3. Monitor tekanan

1. Temperatur tubuh
dalam

batas

normal

(36,5-

37,5oC)
dalam

batas normal (60100 x/menit)


(12-20

x/menit)
4. Tekanan

atau berdiri,
sesudah perubahan
posisi.
4. Auskultasi tekanan
darah pada kedua

3. RR dalam batas
normal

berbaring, duduk,
sebelum dan

2. Frekuensi jantung
apikal

darah saat pasien

lengan dan
bandingkan.
5. Monitor tekanan

darah

darah, nadi, RR,

sistolik

(TDS)

sebelum, selama,

dalam

batas

normal

(<120

mmHg)

6. Monitor kualitas
dari nadi.

5. Tekanan

darah

diastolik

(TDD)

dalam

dan setelah aktivitas.

batas

7. Monitor adanya
pulsus paradoksus.
8. Monitor adanya

normal

(<80

mmHg)

pulsus alterans.
9. Monitor jumlah dan
irama jantung.
10. Monitor bunyi
jantung.
11. Monitor frekuensi
dan irama
pernapasan.
12. Monitor suara paruparu.
13. Monitor pola
pernapasan
abnormal.
14. Monitor suhu,
warna, dan
kelembaban kulit.
15. Monitor sianosis
perifer.
16. Monitor adanya
cushing triad
(tekanan nadi yang
melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
17. Identifikasi
penyebab dari

3.

Ketidakefektifan

NOC :

bersihan jalan nafas b.d Respiratory status :


efek anastesi terhadap Airway Patency
paru-paru

perubahan vital sign.


NIC :
Airway Management
1. Buka jalan nafas

Setelah dilakukan

menggunakan head

tindakan

tilt chin lift atau jaw

keperawatan selama

thrust bila perlu

(). jam diharapkan

2. Posisikan pasien

mampu

untuk

mempertahankan

memaksimalkan

kebersihan jalan

ventilasi

nafas dengan

3. Identifikasi pasien

kriteria:

perlunya

1. Pernafasan dalam

pemasangan alat

batas normal

jalan nafas buatan

2. Irama pernafasan

(NPA, OPA, ETT,

teratur
3. Kedalaman

Ventilator)
4. Bersihkan secret

pernafasan

dengan suction bila

normal

diperlukan

4. Tidak ada

5. Auskultasi suara

akumulasi

nafas, catat adanya

sputum

suara tambahan
6. Kolaborasi
pemberian oksigen
7. Monitor RR dan

4.

Hipotermi b.d b.d


terpapar suhu lingkungan

NOC :

status oksigenasi
NIC :

Thermoregulation

Temperatur regulation

Setelah dilakukan
asuhan keperawatan

1. Monitor TD,Nadi,
dan RR

selama (.),
didapatkan kriteria
hasil :
1. Suhu tubuh
meningkat
2. Suhu tubuh
dalam rentang
normal

2. Monitor warna dan


suhu kulit
3. Monitor tanda dan
gejala hipotermi
4. Tingkatkan intake
cairan dan nutrisi

3. Nadi dan RR
dalam rentang
normal

5. Sesuaikan suhu
lingkungan dengan
kebutuhan pasien
6. Gunakan matras
penghangat, handuk
hangat, dan suhu
lingkungan yang
hangat untuk
meningkatkan suhu
tubuh
7. Berikan antipiretik

5.

Risiko perdarahan
ditandai dengan adanya
faktor risiko insisi,
pemasangan redon drain

jika perlu
NIC

NOC
Blood lose severity
Setelah

Bleeding precaution
1. Monitor TD dan

diberikan

parameter

asuhan keperawatan
selama (...)

jam

hemodinamik
2. Pantau keadaan

diharapkan

balutan luka operasi

kekurangan volume

3. Pantau keluaran

cairan dapat teratasi

darah pada drain

dengan kriteria hasil:

yang dipasang

1. Tidak

terjadi

perdarahan pada
luka

yang

dioperasi
2. Balutan

luka

tampak bersih
6.

Risiko infeksi ditandai


dengan adanya faktor
risiko port de entri saat

NOC

NIC

Immune status

Infection Control

insisi

Knowledge

: 1. Pertahankan tindakan

infection control

steril

selama

pemasangan

Risk control

dan/atau

alat
tindakan

pembedahan

Kriteria hasil

1. Klien bebas dari Infection protection


tanda dan gejala
infeksi

a. Monitor

kerentanan

terhadap infeksi
b. Pertahankan

teknik

aspesis pada pasien


yang beresiko
Post operatif
No

Diagnosa Keperawatan

Tujuan dan

1.

Nyeri akut b.d penurunan

Kriteria Hasil
NOC

NIC

efek anastesi

Pain Level

Analgesic

1. Melaporkan

Administration

gejala

Intervensi

nyeri 1

terkontrol.

Tentukan

lokasi,

karakteristik,

2. Melaporkan

kualitas, dan derajat

kenyamanan fisik

nyeri

dan psikologis.

pemberian obat

3. Mengenali faktor 2

sebelum

Cek instruksi dokter

yang

tentang

menyebabkan

dosis, dan frekuensi

nyeri.

4. Melaporkan nyeri 4

jenis

obat,

Cek riwayat alergi


Pilih analgesik yang

terkontrol (skala

diperlukan

atau

nyeri

kombinasi

dari

<4

dari

rentang 0-10).

analgesik

ketika

5. Tidak

pemberian lebih dari

menunjukkan

satu

respon non verbal 5

Tentukan

adanya nyeri.

analgesik tergantung

6. Menggunakan
terapi

tipe

analgetik

dan non analgetik

dan

beratnya

nyeri
6

7. Tanda-tanda vital
dalam

pilihan

Tentukan

analgesik

pilihan,

batas

rute

pemberian, dan dosis

normal.

optimal
7

Pilih rute pemberian


secara IV, IM untuk
pengobatan

nyeri

secara teratur
8

Monitor

vital

sign

sebelum dan sesudah


pemberian analgesik
pertama kali
9

Berikan

analgesik

tepat waktu terutama


saat nyeri hebat
10 Evaluasi

efektivitas

analgesik, tanda dan


2.

Risiko perdarahan
ditandai dengan adanya
faktor risiko insisi,
pemasangan redon drain

gejala (efek samping)


NIC

NOC
Blood lose severity
Setelah

diberikan

asuhan keperawatan
selama (...)

jam

diharapkan

Bleeding precaution
4. Monitor TD dan
parameter
hemodinamik
5. Pantau keadaan
balutan luka operasi

kekurangan volume

6. Pantau keluaran

cairan dapat teratasi

darah pada drain

dengan kriteria hasil:


3. Tidak

yang dipasang

terjadi

perdarahan pada
luka

yang

dioperasi
4. Balutan

luka

tampak bersih

ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF PADA NY KS


DENGAN CF INTERTROCHANTER FEMUR SINISTRA
DILAKUKAN TINDAKAN HEMIARTOPLASTY BIPOLAR DI
RUANG IBS RSUP SANGLAH
TANGGAL 24 OKTOBER 2016
A. Asuhan Keperawatan Perioperatif
1. Identitas Pasien
Nama

: Ny. KS

No.RM

: 16044532

Umur

: 58 tahun

Jenis Kelamin

: Laki Laki

Agama

: Hindu

Alamat

: Jl. Kepundung Gg VII 38 Dps.

Tanggal masuk

: 15 Oktober 2016

Tanggal pengkajian : 24 Oktober 2016


Sumber informasi

: Rekam medis, pasien dan keluarga pasien

2. Riwayat Kesehatan
Dx Medis

: CF intertrochanter femur sinistra

Rencana Op

: hemiartoplasty bipolar

Jenis Anestesi : general anestesi


Keluhan Utama:
Saat MRS: Pasien merasakan nyeri pada kaki kiri
Saat pengkajian: Pasien menyatakan perasaannya agak takut karena hari
ini akan dioperasi
Riwayat penyakit sebelumnya : Keluarga pasien mengatakan memiliki
riwayat penyakit gangguan jiwa, pasien jatuh terpeleset dan merasakan
nyeri hebat pada paha kiri. setelah itu pasien dibawa ke RSUP Sanglah
tanggal 15 Oktober 2016
Pemeriksaan penunjang : laboratorium, radiologi

B. Proses Keperawatan
1. Di Ruang Persiapan Operasi (Tahap Pre Operasi)
a. Pengkajian
1) Kelengkapan administrasi
a) Form Informed consent ada dan sudah ditandatangani oleh
keluarga pasien, dokter dan saksi.
b) Form persiapan operasi ada dan sudah diisi lengkap.
Persiapan pasien meliputi puasa mulai pukul 24.00 wita preop,
Rekam medis, hasil laboratorium, hasil rontgent, CT Scan 1

lembar, hasil konsul anestesi dan kardiovaskuler sudah ada.


Penggunaan pakaian khusus, program obat yang dioperkan
untuk premedikasi sudah, KIO (+).
2) Data Bio-Psiko-Sosial-Spiritual
a) BB : 60 kg
b) Vital sign : TD : 120/80 mmHg, N =80 x/mnt S=36C, RR =
16 x/mnt, SaO2 = 99%
c) Pasien menyatakan perasaannya takut akan menjalani operasi
d) Klien beragama Hindu
3) Pengkajian 6B
B1 (breath) normal, B2 ( blood) normal, B3 (brain) GCS E4V5M6,
B4 (bladder) normal, B5 (bowel) normal, B6 (bone) fraktur,
terpasang skin traksi beban 5kg.
4) Persiapan saat di ruang penerimaan:
a) Perawat melakukan sign in sebelum pasien dibawa ke meja
operasi
b) Dilakukan pemasangan IVFD dan pemberian cairan parenteral
berupa Ringer Lactate dengan kecepatan aliran 20 tetes / menit
b. Data Fokus
1) Pasien menyatakan perasaannya takut menjalani operasi karena
ketakutan keberhasilan dan keselamatan pembedahan
2) Pasien tampak sedikit cemas
3) TD=120/80 mmHg
4) RR= 16x/menit
c.

Analisa Data
Tanggal

Data

Senin ,

24

DS: Pasien

2016

Oktober

Penyebab

Masalah

Pre Operasi

Ansietas

menyatakan
perasaannya
takut menjalani
operasi karena
ketakutan
keberhasilan dan

Kurang
informasi

keselamatan

Ansietas

pembedahan
DO: Pasien tampak
sedikit cemas,
TD=120/80
mmHg, RR =
16x/menit
d. Diagnosa Keperawatan
Ansietas berhubungan dengan kurang informasi ditandai dengan
pasien menyatakan perasaannya takut menjalani operasi karena
ketakutan keberhasilan dan keselamatan pembedahan, pasien
tampak sedikit cemas, TD=120/80 mmHg, RR= 16x/menit
e. Intervensi
Hari/Tgl

Senin, 24
Oktober
2016

No

Tujuan

Dx

Hasil

dan

Kriteria

NOC :
- Kontrol kecemasan
- Koping
Setelah dilakukan asuhan
selama 1 x 60 menit
kecemasan klien teratasi
dgn kriteria hasil:
1. Klien mampu
mengidentifikasi dan
mengungkapkan
gejala cemas
2. Mengidentifikasi,

Intervensi

Anxiety

Reduction

(penurunan kecemasan)
1. Gunakan

pendekatan

yang menenangkan
2. Nyatakan dengan jelas
harapan
pelaku pasien
3. Jelaskan

terhadap
semua

prosedur dan apa yang


dirasakan

selama

prosedur
4. Temani pasien untuk
memberikan keamanan
dan mengurangi takut
5. Berikan
informasi

mengungkapkan dan

faktual

menunjukkan tehnik

diagnosis,

mengenai
tindakan

untuk mengontol
cemas
3. Vital sign dalam

prognosis
6. Libatkan
untuk

keluarga
mendampingi

klien

batas normal
4. Postur tubuh,

13. Instruksikan

pada

ekspresi wajah,

pasien

bahasa tubuh dan

menggunakan tehnik

tingkat aktivitas

relaksasi

menunjukkan

untuk

14. Dengarkan

berkurangnya

dengan

penuh perhatian

kecemasan

15. Identifikasi

tingkat

kecemasan
16. Bantu

pasien

mengenal

situasi

yang menimbulkan
kecemasan
17. Dorong pasien untuk
mengungkapkan
perasaan, ketakutan,
persepsi
18. Kelola

pemberian

obat anti cemas


f. Implementasi
Hari/ Tgl
Senin,

No
Dx
1

Implementasi
1. Memberi

kesempatan

24 Oktober

kepada

klien

2016

mengungkapkan

Pelaksana

Tanda

an

Tangan

untuk

perasaannya.
2. Memberikan
pada

klien

penjelasan
tentang

persiapan pre-operatif di
ruang persiapan operasi.
3. Menganjurkan
untuk

klien

berdoa

keyakinan

sesuai
sebelum

tindakan dilakukan.
4. Menjelaskan

semua

prosedur dan apa yang


dirasakan

selama

prosedur
5. menginstruksikan

pada

pasien

untuk

menggunakan

tehnik

relaksasi

g. Evaluasi
Hari/Tgl
Senin, 24

No Dx

Evaluasi

S: Pasien mengatakan siap

Oktober 2016

Ttd

untuk dioperasi
O:
-

klien

tampak

lebih

tenang dan rileks,


klien
tampak
kooperatsif

A: Tujuan tercapai
P: Pertahankan kondisi
pasien, pasien masuk ruang
OK

2. Di Ruang Operasi (Tahap Intra Operasi)


a. Pengkajian
1) Pengkajian 6B
B1 (breath) terintubasi, B2 (blood) hemodinamik stabil, B3
(brain) DPO, B4 (bladder) kateter urine, B5 (bowel) puasa,
B6 (bone) terpasang drain traksi
2) Persiapan perawat:
a) Perawat sudah mempersiapkan peralatan

pembedahan

yang steril dan obat anastesi. Set instrumenstreril yang


dipersiapkan: set dasar, set khusus orthopedic, 1 set
bipolar, set jas operasi, set drapping
b) Melakukan time out
c) Membagi

tugas

sebagai

perawat

sirkuler, perawat

isntrumen dan perawat anestesi


3) Persiapan pasien:
Pasien terbaring tenang dengan posisi lateral kanan,
Pasien terbaring tenang dengan posisi supine, infus RL sudah
terpasang, dilakukan pemasangan monitor jantung, setelah
termonitor kemudian dilakukan induksi menggunakan O2,
N2O dan vecuronium secara sungkup muka. Setelah klien
tidur dalam, diberikan relaksan disperidon 1 mg IV setelah
pasien dalam pengaruh anastesi dan otot relaks kemudian
dilakukan pemasangan OPA dan intubasi orotracheal (OTT).
Selanjutnya napas klien dikontrol mesin dengan VT, RR 16
x/mnt. Selama induksi, RR 16 x/mnt dan Nadi 100 x/mnt.
SpO2 99%.
4) Prosedur Operasi
a) Anastesi dimulai dari pukul 08.45
b) Operasi dimulai pukul 09.25 wita dan operasi selesai
pukul 11.20 wita
c) Jenis anestesi : general anesthesia

d) Obat premedikasi : Diberikan risperidon 1 mg


e) Obat medikasi : Injeksi ceftriaxon 2 gr
f)

Durasi operasi 3 jam

g)

Prosedur operasi dengan menggantikan satu setengah


dari sendi dengan permukaan buatan. Dilakukan dengan
membuang kepala femur dan menggantinya dengan
logam atau komposit prostesis. Dengan menggunakan
jenis implant : centralizer, ACP long cemented femoral
stem, restrictor, AK bipolar, AK-FH-M-Femoral Head.

5) Pengakhiran anestesia dan pembedahan


Setelah selesai pembedahan dilakukan penutupan luka
dengan di jarit, lalu dilakukan penutupan area tempat
operasi dengan menggunakan kasa kering dan di plester.
Terpasang drainage pada lokasi yang dibedah. Klien
kemudian diberikan oksigen dengan BVM untuk
menguras sisa gas anestesi yang tersisa. Perdarahan : 600
cc, cairan infuse : 2000 cc, urine : 100 cc.
b. Data fokus
1) Penggunaan anestesia: general OTT
2) Nadi 20x/menit
3) Lingkungan intraoperatif
4) Injeksi ceftriaxon 2 gr
c. Analisa Data
Tanggal

Data

Senin, 24 DS:Oktober
2016

DO:
-

Intrepetasi

Diagnosa

masalah
Proses

Risiko

pembedahan

Cedera

menggunakan

Penggunaan
anestesia: general

anestesi

OTT

Penurunan

Nadi 20x/menit

iritabilitas

Lingkungan

intra

terhadap

operatif

rangsangan,

penurunan
kesadaran
Risiko Cedera

Senin, 24 DS :Oktober
2016

DO :
-

Proses

Risiko

pembedahan

infeksi

Insisi

Injeksi ceftriaxon 2
gr

Port de entri
Risiko infeksi

d. Dx Keperawatan
1) Risiko cedera berhubungan penurunan kesadaran, terpapar
dengan instrument bedah d.d penggunaan anestesia: general
OTT , Nadi 140x/menit, lingkungan intra operatif
2) Risiko infeksi d.d adanya faktor risiko port de entri saat
insisi
e. Intervensi
Hari/Tgl

Senin,

No

Tujuan dan Kriteria

Dx

Hasil

24 1

Setelah

Intervensi

diberikan 1. Posisikan

pasien

Oktober

tindakan keperawatan

dengan

2016

selama 1 x 3 jam

prosedur anesthesia dan

diharapkan

pembedahan,

tidak

pasien
mengalami

tepat

untuk

pertahankan posisi.

cedera, dengan kriteria 2. Pantau dan pertahankan


hasil :
1. Pasien

tingkat

kesadaran

pasien
3. Observasi tanda vital

terbebas dari
cedera
2. TTV

pasien pada monitor


4. Pertahankan lingkungan

dalam

intraoperatif

batas normal

5. Pantau kondisi pasien

(TD : 110-

dengan cepat sebelum

140/60-90

dikeluarkan dari ruang

mmHg, N :

operasi sebagai contoh :

60-100x

Kondisi

respiratori

menit, RR :

bernafas dengan mudah

16-24x

(mandiri atau dibantu);

menit)

Kondisi kulit : warna


baik,

fungsi

selang

invasif : IV.
6. Kolaborasi
obat
dosis,

pemberian

anastesi

sesuai

peralatan

lingkungan
operasi
Senin,
Oktober
2016

24

NOC
Risk control
Setelah diberikan
asuhan keperawatan
selama 1 x 3 jam,
diharapkan infeksi
tidak terjadi dengan
kriteria hasil :
a. Tidak ada tanda
infeksi
b. Lingkungan
operasi steril

dan
ruang

disiapkan

dengan benar.
NIC
Infection protection
a. Siapkan lingkungan
operasi
b. Lakukan general
precaution
c. Siapkan alat operasi
yang steril
d. Lakukan desinfeksi
area operasi
e. Lakukan penutupan
area operasi dengan
kain steril
f. Kolaborasi pemberian

antibiotik
f. Implementasi
Hari/ Tgl
Senin 24

No
Dx
1

Pelaksanaan

Implementasi

Tangan

1. Memposisikan

Oktober

pasien

2016

dengan

tepat

untuk

prosedur
anesthesia

dan

pembedahan,
pertahankan
kelurusan

tubuh

sesuai fungsi
2. Memantau

dan

pertahankan posisi
pasien

senyaman

mungkin,
ia

apakah

tertidur

atau

sadar.
3.

Mengobservasi
tanda vital pasien

pada monitor.
4. Bertindak sebagai
advokat

pasien

dengan

berikan

privasi fisik, jaga


kerahasiaan

dan

berikan
keselamatan

Tanda

dan

kenyamanan fisik.
5. Memantau kondisi

pasien

dengan

cepat

sebelum

dikeluarkan

dari

ruang

operasi

sebagai

contoh

:Kondisi
respiratori

bernafas

dengan

mudah

(mandiri

atau

dibantu)

Kondisi

kulit

warna baik, Fungsi


Senin 24

Oktober

selang invasif : IV
1. Menyiapkan

lingkungan operasi
2. Melakukan general

2016

precaution
3. Menyiapkan alat

operasi yang steril


4. Melakukan

desinfeksi area

operasi
5. Melakukan
penutupan area

operasi dengan
kain steril
6. Kolaborasi
pemberian
antibiotik

ceftriaxone 2 gr

g. Evaluasi
Hari/Tgl

No Dx

Evaluasi

TTd

Senin, 24

Oktober

S:O:

2016

1. Terpasang drain
2. Perdarahan: 600 cc
3. Cairan infus 2000 cc
4. Urine : 100 cc
5. TD : 114/58 mmHg, N: 102/
menit, RR : 16x / menit
6. Operasi berjalan dengan lancar (
3 jam)
A : Tujuan tercapai, masalah teratasi
P : Pertahankan kondisi pasien, pasien
dibawa ke RR.
Senin, 24
Oktober
2016

S:
O:
-

Tidak ada tanda


infeksi

Area operasi steril

Lingkungan
operasi steril

Operator sudah
memakai gaun steril

A : Tujuan tercapai
P : Pertahankan kondisi pasien, pasien
dibawa ke RR.

3. Di Ruang RR ( Tahap Post Operatif )


a. Pengkajian
1) Pengkajian 6B :

B1 (breath) mendapat terapi oksigen, B2 (blood) normal, B3 (brain)


normal, B4 (bladder) kateter urine, B5 (bowel) puasa, B6 (bone)
fraktur, terpasang drain.
b. Data Fokus
Pasien terpasang Ringerfudin 30 tetes/menit. TTV : TD : 110/80 mmHg,
N =80 x/mnt S=36C, RR = 16 x/mnt, saturasi oksigen 99%. Terpasang
drainage pada luka operasi, balutan luka bersih, akral teraba dingin
c. Analisa Data
Hari/Tgl
Senin,

Analisa Data

24 Data Subjektif :

oktober

Interpretasi

Masalah

Post Operasi

Risiko
perdarahan

Data Objektif :

2016

Terpasang drain
pada

Terpasang drain

luka

operasi
-

Balutan

luka

Risiko perdarahan

bersih
d. Dx Keperawatan/Masalah Kolaborasi.
Risko perdarahan b.d pemasangan drain d.d terpasang drain pada luka
operasi, balutan luka bersih
e. Intervensi
Hari/Tgl

No

Tujuan dan Kriteria Hasil

Intervensi

Dx
Senin,

24 1

Setelah

diberikan

1. Pantau

keadaan
luka

oktober

keperawatan

1x60

balutan

2016

menit diharapkan tidak terjadi

operasi

perdarahan

selama

asuhan

pada

pasien

dengan kriteria hasil :


1. Tidak terjadi perdarahan
pada luka yang dioperasi

2. Pantau

keluaran

darah pada drain


yang dipasang

2. Balutan luka tampak bersih

Hari/

No

Tgl

Dx

Senin, 24

Implementasi
1. Memantau

Oktober

perdarahan

pada luka operasi

2016

2. Memantau kondisi balutan

Pelaksana

Tanda

an

Tangan

3. Memantau TD

f. Implementasi

g. Evaluasi
Hari/Tg
l
Senin,
17
Oktober
2016

No Dx
1

Evaluasi
S: O : Terpasang drain pada luka
operasi, Balutan luka bersih, TD :
110/80 mmHg
A : Perdarahan tidak terjadi
P : Pertahankan kondisi pasien,
(menghubungi ruangan tempat

TTd

pasien dirawat)

Anda mungkin juga menyukai