Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN BATU CETAK GINJAL/ BATU STAGHORN

OLEH :
IDA AYU ARI ADNYANI
P07120213038
TINGKAT IV/ SMT VII

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
2016

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN


DENGAN BATU CETAK GINJAL/ BATU STAGHORN
A. Konsep Teori Batu Cetak Ginjal/ Batu Staghorn
1. Pengertian
Batu cetak ginjal merupakan batu ginjal yang bercabang yang menempati
lebih dari satu collecting system, yaitu batu pielum yang berekstensi ke satu atau
lebih kaliks. Batu ini akan menghambat aliran urin namun urin masih bisa
melewati celah kecil yang ada di sisi kaliks. Batu yang mengisi pielum dan lebih
dari dua kaliks ginjal memberikan gambaran menyerupai tanduk rusa sehingga
disebut batu staghorn atau batu cetak ginjal (Wein, et al, 2007).
2. Etiologi
Penyebab terjadinya batu cetak ginjal secara teoritis batu dapat terjadi atau
terbentuk diseluruh saluran kemih terutama pada tempat-tempat yang sering
mengalami hambatan aliran urin (statis urine), yaitu pada sistem kalises ginjal
atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada pelvikalises (stenosis uretro-pelvis),
divertikel, obstruksi intravesika kronik, seperti hipertrofi prostat benigna,
strikture,

dan

buli-buli

neurogenik

merupakan

keadaan-keadaan

yang

memudahkan terjadinya pembentukan batu (Wein, et al, 2007).


Selain itu faktor lain yang dapat mempengaruhi terjadinya batu cetak ginjal
yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi
terjadinya batu ginjal adalah adanya infeksi, statis urin, periode mobilisasi
(lambatnya drainase renal dan gangguan metabolisme kalsium), hiperkalsemia dan
hiperkalsiuria (penyebabnya: hiperparatiroid, asidosis tubulus renal, intake
vitamin D yang berlebihan, intake susu dan alkali yang berlebih, inflamasi usus,
penggunaan obat dalam jangka waktu lama). Faktor eksternal yang mempengaruhi
adalah keadaan sosial ekonomi yang mayoritas di daerah industri, pola diet, jenis
pekerjaan dengan aktivitas fisik yang minimal, iklim yang cenderung panas,
riwayat keluarga.

3. Patofisiologi

Kebanyakan kalkuli vesikalis terbentuk denovo dalam kandung kemih, tetapi


beberapa awalnya mungkin telah terbentuk di dalam ginjal, kemudian menuju
kandung kemih, dimana dengan adanya

pengendapan tambahan akan

menyebabkan tumbuhnya batu kristal.


Jenis umum sebagian besar batu vesikalis pada orang dewasa terdiri atas asam
urat (>50%). Pada kondisi yang lebih jarang, batu kandung kemih terdiri atas
kalsium oksalat, kalsium fosfat, amonium urat, sistein, dan magnesium amonium
fosfat (bila dengan infeksi).
Dengan terbentuknya batu di kandung kemih, masalah akan tergantung pada
besarnya batu dalam menyumbat muara uretra. Berbagai manifestasi akan
muncul sesuai derajat penyumbatan tersebut. Ketika batu menghambat saluran
urine, terjadilah obstruksi dan meningkatkan tekanan hidrostatik. Bila nyeri
mendadak secara akut dan disertai nyer tekan suprapubik, serta muncul mual
muntah, maka klien sedang mengalami episode kolik renal. Diare, demam, dan
perasaan tidak nyaman pada abdominal dapat terjadi. Gejala gastroitestinal ini
terjad akibat reflek dan proksimitas anatomik ginjal ke lambung, pankreas, dan
usus besar. Batu yang terjebak di kandung kemih menyebabkan gelombang nyeri
luar biasa, akut, dan kolik yang menyebar ke kepala, abdomen, dan geital. Klien
sering merasan ingin BAK, namun hanya sedikit urine yang keluar, dan biasanya
mengandung darah aksi abrai batu, gejala ini disebabkan kolik ureter. Umumnya
klien akan mengeluarkan batu yang berdiameter 0,5 sampai dengan 1cm secara
spontan. Batu yang berdiameter lebih dari 1cm biasanya harus diangkat atau
dihancurkan sehingga dapat dikeluarkan secara spontan dan saluran urine
membaik atau lancar.
4. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala dari batu cetak ginjal ini tergantung pada posisi atau letak
batu, besarnya batu, dan penyulit yang telah terjadi ( Tim perawat bedah
RSCM, 2008).
a. Nyeri.
Rasa nyerinya berbeda beda ditentukan oleh lokasi batu. Nyeri pada ginjal
dapat menimbulkan dua macam nyeri yaitu nyeri kolik dan nonkolik.
Nyeri kolik (hilang timbul) disebabkan oleh stretching sistem collecting
atau peregangan sistem pengumpul dan nyeri nonkolik disebabkan oleh
peregangan kapsul ginjal. Nyeri pada pelvis renalis akan menyebabkan

nyeri berat pada punggung bagian bawah tepat di iga ke-2. Nyerinya akan
menjalar ke perut bagian bawah. Rasa nyeri itu akan bertambah hebat
apabila batu bergerak turun dan menyebabkan obstruksi.
Pada bagian ureter bagian distal (bawah) akan menyebabkan rasa nyeri di
sekitar testis pada pria atau labia mayora pada wanita. Apabila batu
terdapat dalam bladder, akan menyebabkan gejala iritasi dan bila
bersamaan dengan infeksi akan menyebabkan hematuria. Jika batu
mengobstruksi bladder neck, maka akan terjadi retensi urin.
b. Kristaluria, urin yang keluar disertai pasir atau batu
c. Infeksi, batu yang terdapat di saluran kemih menjadi tempat sarangnya
kuman yang tidak dapat dijangkau obat-obatan.
d. Demam, hal ini terjadi jika kuman sudah menyebar ke tempat lain. Tanda
demam yang disertai dengan hipotensi, palpitasi, vasodilatasi pembuluh
darah di kulit merupakan tanda terjadinya urosepsis
e. Adanya massa di daerah punggung akibat adanya hidronefrosis

5. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Urin analisis, pemeriksaan urin analisis pada pasien batu kandung kemih
dilakukan secara mikroskopis dan makroskopis. Pemeriksaan secara mikroskopis
dilakukan untuk menilai jenis batu dengan menilai pH, konsistensi dan komposisi
batu. Pemeriksaan makroskopis dilakukan untuk menilai warna dan kejernihan
urin. Pada pasien dewasa dengan jenis batu asam urat, secara mikroskopis lazim
didapatkan pH asam, sedangkan secara makroskopis didapatkan adanya hematuria
dan piuria. Hitung jumlah sel darah lengkap : pada pasien obstruksi dan infeksi
akakn didapatkan sel darah putih (WBC) meningkat.
b. USG
Ultrasonografi, menampilkan objek hyperechoic klasik dengan membayangi
posterior, efektif dalam mengidentifikasi baik radiolusen dan batu radio-opak.
c.

Foto Polos Abdomen


Pemeriksaan standar untuk menilai adanya batu radio-opak.

d. Intravena Pyelography (IVP)


Jika kecurugaan klinis tetap tinggi dan foto polos abdomen tidak
mengungkapkan adaya batu, langkah berikutnya adalah cystography atau IVP.

e. CT-Scan
CT-Scan biasanya diperoleh karena alasan lain (misalnya: sakit perut, masa
panggul, abses dicurigai), tetapi mungkin menunjukkan batu kandung kemih
ketika dilakukan tanpa kontras IVP.
f. Sistoskopi
Sistoskopi digunakan untuk mengonfirmasi keberadaan batu kandung kemih
dan rencana pengobatan. Prosedur ini memungkinkan untuk visualisasi batu,
ukuran, dan posisi. Selain itu, pemerksaan uretra, prostat, dinding kandung kemih
dan lubang saluran kandung kemih memumngkinkan untuk dilakukan identifikasi
striktur, obstruksi prostat, divertikula kandung kemih dan tumor kandung kemih.
6. Penatalaksanaan
Beberapa tindakan untuk mengatasi batu saluran kemih adalah observasi
konservatif (batu ureter yang kecil dapat melewati saluran kemih tanpa
intervensi), agen disolusi (larutan atau bahan untuk memecahkan batu),
mengurangi obstruksi (DJ stent dan nefrostomi), terapi non invasif (ESWL),
terapi invasif minimal : ureteroscopic stone extraction, URS, PCNL,
Cystolithotripsi/cystolitholapaxy,

terapi

bedah

(nefrolitotomi,

nefrektomi,

pyelolitotomi, utetrolitotomi, sistolitotomi). Khusus batu cetak ginjal, ada


beberapa penatalaksanaan yang biasa dilakukan seperti operasi terbuka, ESWL,
PCNL dan penatalaksaan kombinasi.
7. Komplikasi
Batu staghorn ini dapat memenuhi seleruh pelvis renalis sehingga dapat
menyebabkan obstruksi total pada ginjal. Pada tahap ini pasien mengalami retensi
urin sehingga pada fase lanjut ini dapat menyebabkan hidronefrosis dan akhirnya
jika terus berlanjut maka dapat menyebabkan gagal ginjal yang akan
menunjukkan gejala-gejala gagal ginjal seperti sesak, hipertensi, dan anemia.
Retensi urin dapat terjadi pada setiap pasien pascaoperatif, khususnya pasien yang
menjalani operasi di daerah perineum atau anal sehingga timbul spasme-reflek
sfingter. Menurut Potter & Perry (2006) retensi urin terjadi akibat obstruksi uretra,
trauma bedah, perubahan stimulasi saraf sensorik dan motorik kandung kemih,
efek samping obat dan ansietas.

2. Asuhan Keperawatan Pada Batu Cetak Ginjal


A. Pengkajian
1) Identitas
Mencangkup identitas pasien seperti jenis kelamin, usia, pekerjaan, keadaan
sosial ekonomi, tempat tinggal
2) Riwayat Penyakit
a. Keluhan Utama
Frekuensi berkemih yang meningkat, urine yang masih menetes setelah
berkemih, merasa tidak puas setelah berkemih, penurunan kekuatan, dan
ukuran pancaran urine, mengedan saat berkemih, tidak dapat berkemih sama
sekali, nyeri saat berkemih, hematuria, nyeri pinggang.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien biasanya mengeluh nyeri saat berkemih, tidak dapat berkemih
sampai gangguan gastrointestinal seperti mual, muntah yang kemudian pasien
dirujuk ke Rumah Sakit.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu dikaji apakah sebelumnya pasien mederita penyakit gout, ataupun
pernah mengalami tindakan operasi panggul sebelumnya, tertama bila ada
bahan sintetis yang ditanamkan.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Anggota keluarga penderita batu urin lebih banyak kemungkinan
menderita penyakit yang sama dibanding dengan keluarga bukan penderita
batu urin. Lebih kurang 30% sampai 40% penderita batu kalsiun oksalat
mempunyai riwayat famili yang positif menderita batu. Apakah ini terlibat
faktor keturunan atau pengaruh lingkungan yang sama belum diketahui.
3) Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Pasien biasanya terlihat lemah, kesadaran Composmentis, suhu meningkat,
dan nadi juga meningkat.
b. B1 (Breathing / Pernapasan)
Tidak ada gangguan dalam sistem pernapasan.

c. B2 (Blood / Kardiovaskuler)
Frekuensi denyut nadi meningkat, akral hangat, CRT < 3 detik, perfusi perifer
baik.
d. B3 (Brain / Persarafan)
Terdapat keluhan nyeri saat Bak ataupun nyeri suprapubik.
e. B4 (Bladder / Perkemihan)
Frekuensi berkemih yang meningkat, urine yang masih menetes setelah
berkemih, merasa tidak puas setelah berkemih, sering berkemih pada malam
hari, penurunan kekuatan, dan ukuran pancaran urine, mengedan saat
berkemih, tidak dapat berkemih sama sekali, nyeri saat berkemih, hematuria.
f. B5 (Bowel / Pencernaan)
Keluhan gastrointestinal seperti nafsu makan menurun, mual,muntah dan
konstipasi.
g. B6 (Bone / Muskuloskeletal)
Pasien mengalami kelemahan fisik.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d agen cedera biologis (peningkatan frekuensi kontraksi uretral,
trauma jaringan)
2. Gangguan eliminasi urin b.d obstruksi anatomic, infeksi saluran kemih.
3. Resiko tinggi infeksi

C. Intervensi
1

Nyeri akut

NOC :

NIC :

Batasan karakteristik :

Pain Level,
Pain control,
Comfort level
Kriteria Hasil :

Pain Management

Laporan secara verbal atau non


verbal
Fakta dari observasi
Posisi antalgic untuk menghindari
nyeri
Gerakan melindungi
Tingkah laku berhati-hati
Muka topeng
Gangguan tidur (mata sayu, tampak
capek, sulit atau gerakan kacau,
menyeringai)
Terfokus pada diri sendiri
Fokus menyempit (penurunan
persepsi waktu, kerusakan proses
berpikir, penurunan interaksi dengan
orang dan lingkungan)
Tingkah laku distraksi, contoh :
jalan-jalan, menemui orang lain
dan/atau aktivitas, aktivitas
berulang-ulang)
Respon autonom (seperti
diaphoresis, perubahan tekanan

Mampu mengontrol nyeri (tahu


penyebab
nyeri,
mampu
menggunakan
tehnik
nonfarmakologi
untuk
mengurangi nyeri, mencari
bantuan)
Melaporkan
bahwa
nyeri
berkurang dengan menggunakan
manajemen nyeri
Mampu mengenali nyeri (skala,
intensitas, frekuensi dan tanda
nyeri)
Menyatakan
rasa
nyaman
setelah nyeri berkurang
Tanda vital dalam rentang
normal

Lakukan
pengkajian
nyeri
secara
komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
presipitasi
Observasi
reaksi
nonverbal
dari
ketidaknyamanan
Gunakan teknik komunikasi terapeutik
untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
Kaji kultur yang mempengaruhi respon
nyeri
Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan
lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri
masa lampau
Bantu pasien dan keluarga untuk mencari
dan menemukan dukungan
Kontrol
lingkungan
yang
dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan
Kurangi faktor presipitasi nyeri
Pilih dan lakukan penanganan nyeri

darah, perubahan nafas, nadi dan


dilatasi pupill)
Perubahan autonomic dalam tonus
otot (mungkin dalam rentang dari
lemah ke kaku)
Tingkah laku ekspresif (contoh :
gelisah, merintih, menangis,
waspada, iritabel, nafas
panjang/berkeluh kesah)
Perubahan dalam nafsu makan dan
minum

(farmakologi, non farmakologi dan inter


personal)
Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi
Ajarkan tentang teknik non farmakologi
Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
Tingkatkan istirahat
Kolaborasikan dengan dokter jika ada
keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
Monitor penerimaan pasien tentang
manajemen nyeri

Faktor yang berhubungan :


Agen injuri (biologi, kimia, fisik,
psikologis)

Analgesic Administration

Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan


derajat nyeri sebelum pemberian obat
Cek instruksi dokter tentang jenis obat,
dosis, dan frekuensi
Cek riwayat alergi
Pilih analgesik yang diperlukan atau
kombinasi dari analgesik ketika pemberian
lebih dari satu
Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe
dan beratnya nyeri
Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian,

Gangguan eliminasi urine


Batasan karakteristik :
- Anyang-anyangan
- Disuria
- Dorongan berkemih
- Inkontinesia urine
- Nokturia
- Retensi urine
- Sering berkemih
- Faktor yang berhubungan :
- Gangguan sensori motorik
- Obstruksi anatomik
- Infeksi saluran kemih
- Penyebab multipel

NOC :

dan dosis optimal


Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara teratur
Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgesik pertama kali
Berikan analgesik tepat waktu terutama saat
nyeri hebat
Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan
gejala (efek samping)

NIC :

Urinary elimination

Urinary Retention Care

Urinary continuence

Kriteria hasil :

Kandung kemih kosong secara


penuh
Tidak perlu residu urine > 100200 cc
Intake cairan dalam rentang
normal
Bebas dari ISK

Lakukan penilaian kemih yang


komprehensif
Memantau penggunaan obat dengan sifat
antikolinegik
Monitor efek dari obat-obatan yang
diresepkan
Menyediakan penghapusan privasi
Gunakan kekuatan sugesti dengan
menjalankan air
Meransang refleks kandung kemih
Sediakan waktu yang cukup untuk
penosongan kandung kemih

Tidak ada spase blader

Balance cairan seimbang

Resiko infeksi

NOC :

Faktor-faktor resiko :

Immune Status
Knowledge : Infection control
Risk control
Kriteria Hasil :

Prosedur Infasif
Ketidakcukupan pengetahuan untuk
menghindari paparan patogen
Trauma
Kerusakan jaringan dan peningkatan
paparan lingkungan
Ruptur membran amnion
Agen farmasi (imunosupresan)
Malnutrisi
Peningkatan paparan lingkungan
patogen
Imonusupresi
Ketidakadekuatan imum buatan
Tidak adekuat pertahanan sekunder

Klien bebas dari tanda dan


gejala infeksi
Mendeskripsikan
proses
penularan penyakit, factor yang
mempengaruhi penularan serta
penatalaksanaannya,
Menunjukkan
kemampuan
untuk mencegah timbulnya
infeksi
Jumlah leukosit dalam batas
normal

Gunakan spuit di pospot atau urinal


Menyediakan manuver crede
Masukkan kateter kemih
Anjurkan pasien dan keluarga untuk
mencatat output urine
Memantau input dan output
Memantau tingkat distensi kandung
kemih dengan palpasi atau perkusi
Menerapkan kateterisasi intermiten
NIC :
Infection Control (Kontrol infeksi)

Bersihkan lingkungan setelah dipakai


pasien lain
Pertahankan teknik isolasi
Batasi pengunjung bila perlu
Instruksikan pada pengunjung untuk
mencuci tangan saat berkunjung dan setelah
berkunjung meninggalkan pasien
Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci
tangan
Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
tindakan kperawtan
Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat
pelindung

(penurunan Hb, Leukopenia,


penekanan respon inflamasi)
Tidak adekuat pertahanan tubuh
primer (kulit tidak utuh, trauma
jaringan, penurunan kerja silia,
cairan tubuh statis, perubahan
sekresi pH, perubahan peristaltik)
Penyakit kronik

Menunjukkan perilaku hidup


sehat

Pertahankan lingkungan aseptik selama


pemasangan alat
Ganti letak IV perifer dan line central dan
dressing sesuai dengan petunjuk umum
Gunakan
kateter
intermiten
untuk
menurunkan infeksi kandung kencing
Tingktkan intake nutrisi
Berikan terapi antibiotik bila perlu

Infection Protection (proteksi terhadap


infeksi)

Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik


dan lokal
Monitor hitung granulosit, WBC
Monitor kerentanan terhadap infeksi
Batasi pengunjung
Saring pengunjung terhadap penyakit
menular
Partahankan teknik aspesis pada pasien
yang beresiko
Pertahankan teknik isolasi k/p
Berikan perawatan kuliat pada area epidema
Inspeksi kulit dan membran mukosa
terhadap kemerahan, panas, drainase

Ispeksi kondisi luka / insisi bedah


Dorong masukkan nutrisi yang cukup
Dorong masukan cairan
Dorong istirahat
Instruksikan pasien untuk minum antibiotik
sesuai resep
Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan
gejala infeksi
Ajarkan cara menghindari infeksi
Laporkan kecurigaan infeksi
Laporkan kultur positif

DAFTAR PUSTAKA
Wein et al. (2007). Campbell-walsh urology. 9th edition. Philadelphia: Saunders
Elseveir.
Wen Zhong et al. (2010). Minimally invasive percutaneous nephrolithotomy with
multiple mini tracts in a single session in treating staghorn calculi. Proquest.
Edha.2010.Batu

Staghorn

Pada

Ginjal.

Diakses

dari

http://www.livestrong.com/pdf/91839-Staghorn-Pada-Ginjal/ pada tanggal


9 November 2016
Nevins,Patricia. 2010.Complication

From

Kidney

Stone.

Diakses

dari

http://www.livestrong.com/article/91839-complications-kidney-stones/ pada
tanggal 9 November 2016
Prince, Sylvia dan Lorrane ,Wilson. 2003. Gangguan Sistem Ginjal dalam
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai