(UROLITHIASIS)
NIM : 018.06.0033
KELAS :B
FAKULTAS KEDOKTERAN
TAHUN 2021
I. Latar Belakang
Penyakit batu saluran kemih (BSK) adalah terbentuknya batu yang disebabkan
oleh pengendapan substansi yang terdapat dalam air kemih yang jumlahnya
berlebihan atau karena faktor lain yang mempengaruhi daya larut substansi. Batu
saluran kemih sudah diderita manusia sejak zaman dahulu, hal ini dibuktikan dengan
adanya batu saluran kemih pada mummi Mesir yang berasal dari 4800 tahun sebelum
Masehi. Hippocrates yang merupakan bapak ilmu kedokteran menulis 4 abad sebelum
Masehi tentang penyakit batu ginjal disertai abses ginjal dan penyakit Gout (Menon
et al., 2002)
II. Isi
a. Definisi
Batu saluran kemih merupakan penyakit dimana terdapat masa keras seperti
batu yang terbentuk akibat proses kristalisasi, dan terletak di sepanjang saluran
kemih. Batu saluran kemih bisa terbentuk di saluran kemih bagian atas misalnya batu
ginjal (nefrolitiasis) dan batu ureter (ureterolitiasis) maupun saluran kemih bagian
bawah batu kandung kemih (visikolitiasis) dan batu uretra (uretrolitiasis). BSK terdiri
dari berbagai komposisi antara lain batu kalsium oksalat,batu kalsium fosfat, batu
asam urat,batu struvit, batu sistin, dan komposisi batu lainnya yang jarang ditemukan
seperti batu xantin dan batu 2,8 dihidroksiadenin
b. Etiologi
Kandung kemih terjadi saat kandung kemih tidak bisa mengeluarkan semua
urine yang tertampung di dalamnya. Hal ini menyebabkan mineral dalam urine akan
mengendap, mengeras, mengkristal, dan menjadi batu di kandung kemih.
Selain kondisi di atas, sering makan makanan berlemak, manis, atau tinggi
garam, dehidrasi yang berkepanjangan, dan kekurangan vitamin A atau B juga bisa
memicu batu kandung kemih.
c. Epidemiologi
d. Manifestasi klinis
Gejala pasti dari urolitiasis tergantung pada lokasi dan ukuran kalkuli dalam traktus
urinarius. Jika kalkuli berukuran kecil tidak menunjukkan gejala. Namun perlahan
keluhan akan dirasakan seiring bertanbahnya ukuran kalkuli seperti:2,6,7 - Nyeri atau
pegal-pegal pada pinggang atau flank yang dapat menjalar ke perut bagian depan, dan
lipatan paha hingga sampai ke kemaluan. - Hematuria:buang air kecil berdarah.7 -
Urin berisi pasir, berwarna putih dan berbau - Nyeri saat buang air kecil - Infeksi
saluran kencing - Demam. Urolitiasis yang masih berukuran kecil umumnya tidak
menunjukkan gejala yang signifikan, namun perlahan seiring berjalannya waktu dan
perkembangan di saluran kemih akan menimbulkan gejala seperti rasa nyeri (kolik
renalis) di punggung, atau perut bagian bawah (kolik renalis). 6 Kolik didefinisikan
sebagai nyeri tajam yang disebabkan oleh sumbatan, spasme otot polos, atau
terputarnya organ berongga. Kolik renal berarti nyeri tajam yang disebabkan
sumbatan atau spasme otot polos pada saluran ginjal atau saluran kencing (ureter). 7
Nyeri klasik pada pasien dengan kolik renal akut ditandai dengan nyeri berat dan tiba-
tiba yang awalnya dirasakan pada regio flank dan menyebar ke anterior dan inferior.
Hampir 50% dari pasien merakan keluhan mual dan mutah.5 Kolik ginjal biasanya
nyeri berat, pasien tidak bisa istirahat (posisi irrespektif). Berbeda dengan pasien
peritonitis yang cenderung berbaring saja dan tidak mau bergerak. Gejala lain adalah
lemas, berkeringat, dan nyeri ringan saat palpasi abdominal ginjal. Namun untuk batu
staghorn walaupun besar sering tanpa gejala nyeri karena jenis batu ini membesar
mengikuti system anatomi saluran ginjal. Gejala dari batu ginjal atau batu ureter
dapat diprediksi dari pengetahuan tempat terjadinya obstruksi. Nyeri yang khas
dirasakan pada testis untuk pasien pria dan labia mayora pada pasien wanita.9 Lokasi
dan karakteristik dari nyeri pada urolitiasis meliputi:78 - Di ureteropelvic: nyeri
bersifat ringan sampai berat dirasakan lokasinya agak dalam dalam regio flank tanpa
penyebaran ke regio inguinal, urgensi (dorongan kuat untuk berkemih disertai dengan
kandung kemih yang tidak nyaman dan banyak berkemih), frekuensi (sering
berkemih), disuria (nyeri saat berkemih) dan stranguria (pengeluaran urin yang
lambat dan nyeri akibat spasme uretra dan kandung kemih). - Di ureter: nyeri yang
mendadak, berat, nyeri di regio flank dan ipsilateral dari abdomen bagian bawah,
menyebar ke testes atau vulva, mual yang terus menerus tanpa muntah - Di ureter
bagian proksimal: nyeri menyebar ke regio flank atau area lumbar - Di ureter di
bagian medius: nyeri menyebar ke anterior dan caudal - Di uterer di bagian distal:
menyebar ke inguinal atau testes atau labia majora - Waktu melewati vesica ruinaria:
paling sering asimptomatis, retensio urin posisional
e. Patofisiologi
Adanya kalkuli dalam traktus urinarius disebabkan oleh dua fenomena dasar.
Fenomena pertama adalah supersaturasi urin oleh konstituen pembentuk batu,
termasuk kalsium, oksalat, dan asam urat. Kristal atau benda asing dapat bertindak
sebagai matriks kalkuli, dimana ion dari bentuk kristal super jenuh membentuk
struktur kristal mikroskopis. Kalkuli yang terbentuk memunculkan gejala saat mereka
membentur ureter waktu menuju vesica urinaria.7 Fenomena kedua, yang
kemungkinan besar berperan dalam pembentukan kalkuli kalsium oksalat, adalah
adanya pengendapan bahan kalkuli matriks kalsium di papilla renalis, yang biasanya
merupakan plakat Randall (yang selalu terdiri dari kalsium fosfat). Kalsium fosfat
mengendap di membran dasar dari Loop of Henle yang tipis, mengikis ke
interstitium, dan kemudian terakumulasi di ruang subepitel papilla renalis. Deposit
subepitel, yang telah lama dikenal sebagai plak Randall, akhirnya terkikis melalui
urothelium papiler. Matriks batu, kalsium fosfat, dan kalsium oksalat secara bertahap
diendapkan pada substrat untuk membentuk kalkulus pada traktus urinarius. 8
f. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik vital sign jangan pernah lupa dilakukan. Demam juga bisa dijumpai
saat muncul kolik renalis, jika ada infeksi pada kasus hidronefrosis, pienefrosis atau
abses perinephritik. Adanya takikardia dan berkeringat juga bisa dijumpai. Pada
kasus dimana terjadi hidronephrosis yang disebabkan oleh obstruksi pada ureter
ditemukan adanya flank ternderness. Pemeriksaan abdomen dan genetalia biasanya
meragukan (harus hati-hati). Bila pasien merasakan nyeri didaerah terebut, tapi tanda-
tanda kelainan tidak ada dijumpai, maka kemungkinan nyeri berasal dari batu ginjal.
g. Pemeriksaan penunjang
Untuk diagnosa pasti adanya batu adalah dengan Intravenous Pielography (IVP) dan
foto polos abdomen atau Blass Nier Overzicht (BNO). Namun pada keadaan tertentu
misalnya wanita hamil, ada riwayat tak tahan dengan zat kontras, ditentukan dengan
pemeriksaan Ultrasonography (USG). Dikatakan USG lebih 14 sensitif untuk
mendeteksi batu ureteral vesical junction dibandingkan dengan IVP, namun juga
dikatakan bahwa USG tidak dapat mendeteksi batu ureter tengah dan distal.4
Ultrasonografi abdomen terbatas digunakan dalam diagnosis dan pengelolaan
urolitiasis. Meskipun ultrasonografi sudah tersedia, dilakukan dengan cepat dan
sensitif terhadap kalkuli ginjal, hampir sulit mendeteksi adanya batu ureter
(sensitivitas: 19 persen), yang kemungkinan besar bersifat simtomatik daripada
kalkuli ginjal. Namun, jika batu ureter itu ada, divisualisasikan dengan ultrasound,
temuannya dapat diandalkan (spesifisitas: 97 persen). Pemeriksaan ultrasonografi
juga sangat sensitif terhadap hidronefrosis, yang mungkin merupakan manifestasi
obstruksi ureter, namun seringkali terbatas pada penentuan tingkat atau sifat
obstruksi.10,12 Radiografi polos BNO mungkin cukup untuk mendokumentasikan
ukuran dan lokasi kalkuli yang bersifat radiopaque. Batu yang mengandung kalsium,
seperti batu kalsium oksalat dan kalsium fosfat, paling mudah dideteksi dengan
radiografi. Batu yang bersifat radiopaque lemah, seperti batu asam urat murni dan
batu yang terutama terdiri dari sistin atau magnesium amonium fosfat, mungkin sulit,
jika tidak mungkin, untuk dideteksi pada radiografi film biasa.4,5,12 Sayangnya,
kalkuli yang bersifat radiopaque sering dikaburkan oleh tinja atau gas usus, dan batu-
batu ureter yang melintang di atas processus transversus corpus vertebra sangat sulit
untuk diidentifikasi. Selanjutnya, radiopacities nonurologis, seperti kelenjar getah
bening yang mengalami kalsifikasi, batu empedu, tinja dan phlebolith (vena pelvis
yang mengandung kalsifikasi), dapat disalahartikan sebagai batu. Meskipun 90%
kalkuli urin secara historis dianggap 15 radioopak, sensitivitas dan spesifisitas
radiografi BNO tetap saja buruk (sensitivitas: 45-59%; Spesifisitas: 71-77%). 12
Intravenous Pielography (IVP) telah dianggap sebagai modalitas pencitraan standar
untuk urolitiasis. IVP memberikan informasi yang berguna tentang batu (ukuran,
lokasi, radiodensitas) dan lingkungannya (anatomi calyx, tingkat obstruksi), serta unit
ginjal kontralateral (fungsi, anomali). IVP tersedia secara luas, dan interpretasinya
juga terstandarisasi. Dengan modalitas pencitraan ini, kalkulus ureter dapat dengan
mudah dibedakan dari radiopacities nonurologis.10,12 Keakuratan IVP dapat
dimaksimalkan dengan persiapan usus yang tepat, dan efek buruk kontras yang
merugikan. Media dapat diminimalkan dengan memastikan bahwa pasien terhidrasi
dengan baik. Sayangnya, langkah persiapan ini memerlukan waktu dan seringkali
tidak bisa dilakukan saat pasien dalam kondisi darurat. Dibandingkan dengan USG
abdomen dan BNO, IVP memiliki sensitivitas yang lebih tinggi (64-87%) dan
spesifisitas (92-94%) untuk deteksi urolitiasis. Namun, IVP dapat membingungkan
dengan adanya batu radiolusen yang tidak mengganggu, yang mungkin tidak selalu
menghasilkan "defek pengisian." Selanjutnya, pada pasien dengan obstruksi tingkat
tinggi, bahkan IVP yang berkepanjangan selama 12-24 jam mungkin tidak
menunjukkan tingkat penyumbatan karena konsentrasi media kontras yang tidak
memadai. 4,5,12 Media kontras yang digunakan dalam IVP efek samping berupa
nefrotoksik yang telah terbukti. Kadar serum kreatini harus diukur sebelum media
kontras diberikan. Meskipun kadar serum kreatinin lebih besar dari 1,5 mg/dL (130
µmol/L) bukan kontraindikasi mutlak. Risiko dan manfaat menggunakan 16 media
kontras harus dipertimbangkan dengan hati-hati, terutama pada pasien diabetes
melitus, penyakit kardiovaskular atau mieloma multipel. Resiko ini dapat
diminimalisir dengan menghidrasi pasien denagn cukup, meminimalkan jumlah
bahan kontras yang diinfuskan, dan memaksimalkan interval waktu antara pemberian
kontras berturut-turut. Meskipun demikian, adalah bijaksana untuk menghindari
penggunaan media kontras bila modalitas pencitraan alternatif dapat memberikan
informasi yang setara
h. Tata Laksana
III. Kesimpulan