Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

BATU URETER
DI RUANG KENANGA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO
STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

Oleh :
DHIMAS ANGGIT PRASETYO
1811040075

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN XII


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2018
1. DEFINISI
Ureterolithiasis adalah kalkulus atau batu di dalam ureter .Batu ureter pada
umumnya berasal dari batu ginjal yang turun ke ureter. Batu ureter mungkin dapat lewat
sampai ke kandung kemih dan kemudian keluar bersama kemih. Batu ureter juga bisa
sampai ke kandung kemih dan kemudian berupa nidus menjadi batu kandung kemih yang
besar. Batu juga bisa tetap tinggal di ureter sambil menyumbat dan menyebabkan obstruksi
kronik dengan hidroureter yang mungkin asimtomatik. Tidak jarang terjadi hematuria yang
didahului oleh serangan kolik. (R. Sjamsuhidajat, 2003).
Ureterolithiasis adalah suatu keadaan terjadinya penumpukan oksalat, calculi (batu
ginjal) pada ureter atau pada daerah ginjal. Ureterolithiasis terjadi bila batu ada di dalam
saluran perkemihan. Batu itu sendiri disebut calculi. Pembentukan batu mulai dengan
kristal yang terperangkap di suatu tempat sepanjang saluran perkemihan yang tumbuh
sebagai pencetus larutan urin. Calculi bervariasi dalam ukuran dan dari fokus mikroskopik
sampai beberapa centimeter dalam diameter cukup besar untuk masuk dalam pelvis ginjal.
Gejala rasa sakit yang berlebihan pada pinggang, nausea, muntah, demam, hematuria.
Urine berwarna keruh seperti teh atau merah. (Brunner and Suddarth, 2002).
Urolithiasis mengacu pada adanya batu (kalkuli) di traktus urinarius. Batu
terbentuk ketika konsentrasi substansi tertentu seperti kalsium oksalat, kalsium fosfat, dan
asam urat meningkat. Batu dapat ditemukan disetiap bagian ginjal sampai kekandung
kemih dan ukurannya bervariasi dari deposit granuler yang kecil, yang disebut pasir atau
kerikil, sampai batu sebesar kandung kemih dan berwarna oranye (Smeltzer & Bare,
2002).
Urolithiasis adalah terdapatnya batu di saluran urinarius (traktus urinarius).
Neprolithiasis merupakan batu yang terbentuk di paremkim ginjal, sedangkan
ureterolithiasis adalah terbentuknya batu di ureter. Perbedaan letak batu akan berpengaruh
pada keluhan penderita dan tanda/gejala yang menyertainya (Price & Wilson, 2006).
Urolithiasis adalah adanya batu atau kulkulus dalam sistem urinarius atau saluran
perkemihan,(Barbara M. Nettina, 2002).
Sistem perkemihan merupakan suatu sistem dimana terjdinya proses penyaringan darah
sehingga darah bebas dari zat-zat yang yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap
zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan lagi oleh
tubuh larut dlam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih).

Bagian-bagian system perkemihan :

1. Ginjal
Posisi anatomi ginjal kiri lebih tinggi dari ginjal kanan, yang normalnya tepat pada
iga ke 12. Yang berfungsi sebagai pembentuk urine. Ukuran setiap ginjal orang dewasa
adalah panjang 10 cm; 5,5 cm pada sisi lebar ; dan 3 cm pada sisi sempit dengan berat
setiap ginjal berkisar 150 g. (Arif Muttaqin : 2008).
2. Ureter
Ureter merupakan bagian dari saluran perkemihan yang berbentuk tabung kecil
yang berfungsi mengalirkan urine dari pilum ginjal ke dalam kandung kemih. Pada
orang dewasa, panjangnya kurang lebih 20 cm. (Arif Muttaqin : 2008)
3. Kandung kemih
Kandung Kemih atau Vesika Urinaria berfungsi menampung urine dari ureter dan
kemudiannya mengeluarkannya melalui uretra dalam mekanisme miksi (berkemih).
(Arif Muttaqin : 2008)
2. ETIOLOGI

Etiologi pembentukan batu meliputi idiopatik, gangguan aliran kemih, gangguan


metabolisme, infeksi saluran kemih oleh mikroorganisme berdaya membuat urease
(Proteus mirabilis), dehidrasi, benda asing, jaringan mati (nekrosis papil) dan multifactor.
Banyak teori yang menerangkan proses pembentukan batu di saluran kemih; tetapi hingga
kini masih belum jelas teori mana yang paling benar.
Beberapa teori pembentukan batu adalah :
a. Teori Nukleasi
Batu terbentuk di dalam urine karena adanya inti batu sabuk batu (nukleus).
Partikel-partikel yang berada dalam larutan yang kelewat jenuh (supersaturated) akan
mengendap di dalam nukleus itu sehingga akhirnya membentuk batu. Inti batu dapat
berupa kristal atau benda asing di saluran kemih.
b. Teori Matriks
Matriks organik terdiri atas serum/protein urine (albumin, globulin, dan
mukoprotein) merupakan kerangka tempat diendapkannya kristal-kristal batu.
c. Penghambatan kristalisasi
Urine orang normal mengandung zat penghambat pembentuk kristal, antara lain
: magnesium, sitrat, pirofosfat, mukoprotein dan beberapa peptida. Jika kadar salah
satu atau beberapa zat itu berkurang, akan memudahkan terbentuknya batu di dalam
saluran kemih.
Sampai saat sekarang penyebab terbentuknya batu belum diketahui secara pasti.
Beberapa faktor predisposisi terjadinya batu :
1. Ginjal
Tubular rusak pada nefron, mayoritas terbentuknya batu
2. Immobilisasi
Kurang gerakan tulang dan muskuloskeletal menyebabkan penimbunan kalsium.
Peningkatan kalsium di plasma akan meningkatkan pembentukan batu.
3. Infeksi : infeksi saluran kemih dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal dan
menjadi inti pembentukan batu.
4. Kurang minum : sangat potensial terjadi timbulnya pembentukan batu.
5. Pekerjaan : dengan banyak duduk lebih memungkinkan terjadinya pembentukan
batu dibandingkan pekerjaan seorang buruh atau petani.
6. Iklim : tempat yang bersuhu dingin (ruang AC) menyebabkan kulit kering dan
pemasukan cairan kurang. Tempat yang bersuhu panas misalnya di daerah tropis,
di ruang mesin menyebabkan banyak keluar keringat, akan mengurangi produksi
urin.
7. Diuretik : potensial mengurangi volume cairan dengan meningkatkan kondisi
terbentuknya batu saluran kemih.
8. Makanan, kebiasaan mengkonsumsi makanan tinggi kalsium seperti susu, keju,
kacang polong, kacang tanah dan coklat. Tinggi purin seperti : ikan, ayam, daging,
jeroan. Tinggi oksalat seperti : bayam, seledri, kopi, teh, dan vitamin D.
3. TANDA DAN GEJALA
a) Nyeri dapat bersifat kolik (terjadi karena tersumbatnya aliran urine dari ginjal
kekandung kemih diurine akan kembali keginjal sehingga menyebabkan
peregangan kapsul ginjal)
b) Nyeri dimulai didaerah pinggang kemudian menjalar kearah testis disertai mual dan
muntah
c) Berkeringat dingin
d) Pucat
e) Hematuria
f) Nyeri kolek didaerah atas pelvis (meletakkan telapak tangan didaerah pelvis dan
memberika ketokan diatas telapak tangan tersebut . Apabila terasa sakit berarti
terjadi gangguan pada ginjal
4. PATOFISIOLOGI

Mekanisme terbentuknya batu pada saluran kemih atau dikenal dengan urolitiasis
belum diketahui secara pasti. Namun ada beberapa faktor predisposisi terjadinya batu
antara lain : Peningkatan konsentrasi larutan urin akibat dari intake cairan yang kurang dan
juga peningkatan bahan-bahan organik akibat infeksi saluran kemih atau stasis urin
menyajikan sarang untuk pembentukan batu.

Supersaturasi elemen urin seperti kalsium, fosfat, oxalat, dan faktor lain mendukung
pembentukan batu meliputi : pH urin yang berubah menjadi asam, jumlah solute dalam
urin dan jumlah cairan urin. Masalah-masalah dengan metabolisme purin mempengaruhi
pembentukan batu asam urat. pH urin juga mendukung pembentukan batu. Batu asam urat
dan batu cystine dapat mengendap dalam urin yang asam. Batu kalsium fosfat dan batu
struvite biasa terdapat dalam urin yang alkalin. Batu oxalat tidak dipengaruhi oleh pH
urin.

Imobilisasi yang lama akan menyebabkan pergerakan kalsium menuju tulang akan
terhambat. Peningkatan serum kalsium akan menambah cairan yang akan diekskresikan.
Jika cairan masuk tidak adekuat maka penumpukan atau pengendapan semakin bertambah
dan pengendapan ini semakin kompleks sehingga terjadi batu.
Batu yang terbentuk dalam saluran kemih sangat bervariasi, ada batu yang kecil dan
batu yang besar. Batu yang kecil dapat keluar lewat urin dan akan menimbulkan rasa nyeri,
trauma pada saluran kemih dan akan tampak darah dalam urin. Sedangkan batu yang besar
dapat menyebabkan obstruksi saluran kemih yang menimbulkan dilatasi struktur, akibat
dari dilatasi akan terjadi refluks urin dan akibat yang fatal dapat timbul hidronefrosis
karena dilatasi ginjal.

Kerusakan pada struktur ginjal yang lama akan mengakibatkan kerusakan pada organ-
organ dalam ginjal sehingga terjadi gagal ginjal kronis karena ginjal tidak mampu
melakukan fungsinya secara normal.

5. PATHWAYS
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
a. Urinalisis
1. Makroskopik didapatkan gross hematuria.
2. Mikroskopik ditemukan sedimen urin yang menunjukkkan adanya leukosituria,
hematuria, kristal-kristal pembentuk batu.
3. Pemeriksaan kimiawi ditemukan pH urin lebih dari 7,6 menunjukkan adanya
pertumbuhan kuman pemecah urea dan kemungkinan terbentuk batu fosfat. Bisa juga
pH urin lebih asam dan kemungkinan terbentuk batu asam urat.
4. Pemeriksaan kultur urin menunjukkan adanya pertumbuhan kuman pemecah urea.
5. Pemeriksaan Faal Ginjal. Pemeriksaan ureum dan kreatinin adalah untuk melihat
fungsi ginjal baik atau tidak. Pemeriksaan elektrolit untuk memeriksa factor
penyebab timbulnya batu antara lain kadar kalsium, oksalat, fosfat maupun urat di
dalam urin.
b. Pemeriksaan Darah Lengkap
Dapat ditemukan kadar hemoglobin yang menurun akibat terjadinya hematuria. Bisa
juga didapatkat jumlah lekosit yang meningkat akibat proses peradangan di ureter.
2. Radiologis
Foto BNO-IVP untuk melihat lokasi batu, besarnya batu, apakah terjadi bendungan
atau tidak. Pada gangguan fungsi ginjal maka IVP tidak dapat dilakukan; pada keadaan
ini dapat dilakukan retrograd pielografi atau dilanjutkan dengan antegrad pielografi, bila
hasil retrograd pielografi tidak memberikan informasi yang memadai. Pada foto BNO
batu yang dapat dilihat disebut sebagai batu radioopak, sedangkan batu yang tidak
tampak disebut sebagai batu radiolusen, berikut ini adalah urutan batu menurut
densitasnya, dari yang paling opaq hingga yang paling bersifat radiolusent; calsium
fosfat, calsium oxalat, magnesium amonium fosfat, sistin, asam urat, xantine.
7. PENATALAKSANAAN
1. Medikamentosa
Ditujukan untuk batu yang ukurannya < 5 mm, karena batu diharapkan dapat keluar
spontan. Terapi yang diberikan bertujuan mengurangi nyeri, memperlancar aliran urine
dengan pemberian diuretikum, dan minum banyak supaya dapat mendorong batu
keluar. Dapat juga diberi pelarut batu seperti batu asam urat yang dapat dilarutkan
dengan pemberian bikarbonas natrikus disertai makanan alkalis.
2. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsi).
Alat ESWL adalah pemecah batu yang diperkenalkan pertama kali oleh Caussy pada
tahun 1980. Alat ini dapat memecah batu ginjal, batu ureter proksimal, atau batu buli-
buli tanpa melalui tindakan invasif atau pembiusan. Batu dipecah menjadi fragmen-
fragmen kecil sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih.
3. Endourologi
a. Ureteroskopi atau uretero-renoskopi : memasukkan alat ureteroskopi per uretram
guna melihat keadaan ureter atau sistem pielokaliks ginjal. Dengan memakai energi
tertentu, batu yang berada di dalam ureter maupun sistem pelvikalises dapat dipecah
melalui tuntunan ureteroskopi atau uretero-renoskopi ini.
b. Ekstraksi Dormia : mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya dengan
keranjang Dormia.
4. Bedah Laparoskopi
Pembedahan laparoskopi untuk mengambil batu saluran kemih saat ini sedang
berkembang. Cara ini banyak dipakai untuk mengambil batu ureter.
8. FOKUS PENGKAJIAN
1) Identitas Klien
Meliputi nama klien, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, agama/suku, warga negara,
bahasa yang digunakan, pendidikan, pekerjaan, alamat rumah.
2) Data Medik
Dikirim oleh siapa dan diagnosa medik saat masuk maupun saat pengkajian.
3) Keluhan Utama
Frekuensi berkemih yang meningkat, urine yang masih menetes setelah berkemih, merasa
tidak puas setelah berkemih, sering berkemih pada malam hari, penurunan kekuatan, dan
ukuran pancaran urine, mengedan saat berkemih, tidak dapat berkemih sama sekali, nyeri
saat berkemih, hematuria, nyeri pinggang, peningkatan suhu tubuh disertai menggigil,
penurunan fungsi seksual, keluhan gastrointestinal seperti nafsu makan menurun,
mual,muntah dan konstipasi.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Status Kesehatan Umum
Meliputi kedaan penyakit, tingkat kesadaran,suara bicara dan tanda-tanda vital.
2) Kepala
Apakah klien terdapat nyeri kepala, bagaimana bentuknya, apakah terdapat masa bekas
terauma pada kepala, bagaimana keadaan rambut klien.
3) Muka
Bagaimana bentuk muka, apakah terdapat edema, apakah terdapat paralysis otot muka dan
otot rahang.
4) Mata
Apakah kedua mata memiliki bentuk yang berbeda, bentuk alis mata, kelopak mata,
kongjungtiva, sclera, bola mata apakah ada kelainan, apakah daya penglihatan klien masih
baik.
5) Telinga
Bentuk kedua telinga simetris atau tidak, apakah terdapat sekret, serumen dan benda asing,
membran timpani utuh atau tidak, apakah klien masih dapat mendengar dengan baik.
6) Hidung
Apakah terjadi deformitas pada hidung klien, apakah settum terjadi diviasi, apakah terdapat
secret, perdarahan pada hidung, apakah daya penciuman masih baik.
7) Mulut Faring
Mulut dan Faring, apakah tampak kering dan pucat, gigi masih utuh, mukosa mulut apakah
terdapat ulkus, karies, karang gigi, otot lidah apakah masih baik, pada tonsil dan palatum
masih utuh atau tidak.
8) Leher
Bentuk leher simetis atau tidak, apakah terdapat kaku kuduk, kelenjar limfe terjadi
pembesaran atau tidak.
9) Dada
Apakah ada kelainan paru-paru dan jantung.
10) Abdomen
Bentuk abdomen apakah membuncit, datar, atau penonjolan setempat, peristaltic usus
meningkat atau menurun, hepar dan ginjal apakah teraba, apakah terdapat nyeri pada
abdomen.
11) Inguinal /Genetalia/ anus
Apakah terdapat hernia, pembesaran kelejar limfe, bagaimana bentuk penis dan scrotum,
apakah terpasang keteter atau tidak, pada anus apakah terdapat hemoroid, pendarahan
pistula maupun tumor, pada klien vesikollitiasis biasanya dilakukan pemeriksaan rectal
toucer untuk mengetahuan pembesaran prostat dan konsistensinya.
12) Ekstermintas
Apakah pada ekstermitas bawah dan atas terdapat keterbatasan gerak, nyeri sendi atau
edema, bagaimana kekuatan otot dan refleknya
c. Pemeriksaan Diagnosis
BNO (Blass Nier Overzicht) untuk mengetahui pembesaran prostat, kandung kemih dan
kelainan ginjal.
d. Hasil Penelitian Laboratorium dan diagnostic.
1) Peningkatan sel darah Putih, Ureum, dan kretinin.
2) Kultur Urin ditemukan adanya kuman penyebab infeksi.
3) Pemeriksaan HB, waktu pendarahan dan pembekuan, golongan darah sebagai persiapan
preoperasi.
e. Potensial Komplikasi.
Hiponatrium dilusi akibat Transuretal Resection Prostat (TURP), infeksi, komplikasi
sirkulasi termasuk testis, hydrokel, syok, retensi urine akut, ileus para litikum, abses,
peningkatan suhu tubuh, dan nyeri pada saat berjalan.
f. Penatalaksanaan Medis.
Obsevasi tekanan darah, nadi, pernafasan dan suhu secara rutin pasca operasi, analgesik,
antispasmodic, antibiotik, irigasi kadung kemih kontinu, irigasi kandung kemih intermiten,
terapi iv parenteral.
9. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1. Nyeri berhubungan dengan peningkatan frekuensi / dorongan kontraksi uretral.
2. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan situasi kandung kemih oleh batu,iritasi
ginjal atau uretral.
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual / muntah.
4. Resiko tinggi terhadap cidera berhubungan dengan adanya batu pada saluran kemih
(ginjal).
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajan/ menginggat salah
interpertasi informasi.
Post operasi
1. Resiko kurang volume cairan b.d. haemoragik/ hipovolemik
2. Nyeri b.d insisi bedah
3. Perubahan eliminasi perkemihan b.d. penggunaan kateter
4. Resiko infeksi b.d. insisi operasi dan pemasangan kateter.
10. RENCANA TINDAKAN
Pre operasi
1. DX. Nyeri berhubungan dengan peningkatan frekuensi/dorongan kontraksi uretral
Tujuan :
· Melaporkan nyeri hilang/berkurang dengan spasme terkontrol
· Tampak rileks mampu tidur/istirahat dengan tepat.
Intervensi
a. Catat lokasi, lamanya intensitas (0-10) dan penyebaran
Rasional : Membantu mengevaluasi tempat abstruksi dan kemajuan gerakan kalkulus
b. Jelaskan penyebab nyeri dan pentingnya melaporkan tentang perubahann kejadian /
karakteristik nyeri.
Rasional : Berikan kesempatan untuk pemberian analgesic sesuai waktu (membantu dalam
meningkatkan koping pasien dan dapat menurunkan ansietas).
c. Berikan tindakan nyaman contoh pijatan punggung lingkungan istirahat.
Rasional : Menaikkan relaksasi menurunkan tegangan otot dan menaikkan koping
d. Perhatikan keluhan/menetap nya nyeri abdomen.
Rasional : Obstruksi lengkap ureter dapat menyebabkan perforasi dan ekstravasasi urine
ke dalam area perineal.
e. Berikan banyak cairan bila tidak ada mual, lakukan dan pertahankan terapi IV yang
diprogramkan bila mual dan muntah terjadi.
Rasional : Cairan membantu membersihkan ginjal dan dapat mengeluarkan batu kecil.
f. Dorong aktivitas sesuai toleransi, berikan analgesic dan anti emetic sebelum bergerak
bila mungkin.
Rasional : Gerakan dapat meningkatkan pasase dari beberapa batu kecil dan mengurangi
urine statis. Kenmyamanan meningkatkan istirahat dan penyembuhan mual disebabkan
oleh peningkatan nyeri.
2. DX.Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan stimulasi kandung kemih oleh
batu,iritasi ginjal oleh ureteral
Tujuan :
· Berkemih dengan jumlah normal dan pola biasanya
· Tidak mengalami tanda obstruksi
Intervensi
a. Awasi pemasukan dan keluaran serta karakteristik urine
Rasional : Memberikan informasi tentang fungsi ginjal, dan adanya komplikasi contoh
infeksi dan perdarahan
b. Tentukan pola berkemih normal dan perhatikan variasi
Rasional : Kalkulus dapat menyebabkan ekstibilitas yang menyebabkan sensasi kebutuhan
berkemih segera
c. Dorong meningkatkan pemasukan cairan
Rasional : Peningkatan hidrasi membilas bakteri,darah dan debris dan dapat membantu
lewatnya batu.
d. periksa semua urine catat adanya keluaran batu dan kirim ke laboratorium untuk analisa
Rasional : Penemuan batu memungkinkan identifikasi tipe batu dan mempengaruhi pilihan
terapi
e. Observasi perubahan status mental,perilaku atau tingkat kesadaran
Rasional : Akumulasi sisa uremik dan ketidak seimbangan elektrolit dapat menjadi toksik
di SSP.
f. Awasi pemeriksaan laboratorium,contoh BUN,elektrolit,kreatinin
Rasional :Peninggian BUN,kreatinin dan elektrolit mengidentifikasikan disfungsi ginjal.
3. DX.Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual / muntah
Tujuan :
· Mempertahankan keseimbangan cairan
· Membran mukosa lembab
· Turgor kulit baik
Intervensi
a. Awasi intake dan Output
Rasional : Membandingkan keluaran actual dan yang diantisifikasi membantu dalam
evaluasi adanya / derajat statis / kerusakan ginjal.
b. Catat insiden muntah,diare perhatikan karakteristik dan frekuensi mual / muntah dan
diare.
Rasional : Mual / muntah, diare secara umum berdasarkan baik kolik ginjal karena saraf
ganglion seliaka pada kedua ginjal dan lambung.
c. Awasi Hb /Ht, elektrolit
Rasional : Mengkaji hidrasi dan efektifian / kebutuhan intervensi.
d. Berikan cairan IV
Rasional : Mempertahankan volume sirkulasi / bila pemasukan oral tidak cukup,/ menaik
fungsi ginjal.
e. Berikan diet tepat,cairan jernih,makanan lembut sesuai toleransi.
Rasional : Makanan mudah cerna menurunkan aktivitas GI / iritasi dan membantu
mempertahankan cairan dan keseimbangan nutrisi.
4. DX. Resiko tinggi terhadap cidera berdasarkan adanya batu pada saluran kemih (ginjal)
Tujuan :
· Fungsi ginjal dalam batas normal
· Urine berwarna kuning / kuning jernih
· Tidak nyeri waktu berkemih.
Intervensi
a. PantauUrine berwarna,bau / tiap 8 jam, Masukan dan haluaran tiap 8 jam,PH urine , TTV
setiap 4 jam
Rasional : Untuk deteksi dini terhadap masalah.
b. Saring semua urine,observasi terhadap kristal. Simpan kristal untuk dilihat dokter kirim
ke laboratorium
Rasional : Untuk mendaptakan data- data keluarnya batu,perubahan diet yang didasari oleh
komposisi batu
c. Konsultasi dengan dokter bila pasien sering berkemih,jumlah urine sedikit dan terus
menerus,perubahan urine.
Rasional : Temuan-temuan ini menunjukkan perkembangan obstruksi dan kebutuhan
intervensi progresif.
d. Berikan obat-obatan sesuai program untuk mempertahankan PH urine tepat.
Rasional : Dengan perubahan PH urine / peningkatan keasamaan / alkalinitas,factor
solubilitas untuk batu dapat di control
4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajan/ menginggat salah
interpertasi informasi.
Tujuan :
· Menyatakan pemahaman proses penyakit.
· Menghubungkan gejala dan faktor penyebab.
· Melakukan perubahan prilaku yang perlu dan berpastrisipasi dalam program pengobatan.
Intervensi :
a. Kaji ulang proses penyakit dan harapan di masa yang datang
Rasional : memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat pilihan
berdasarkan informasi.
b. Tekankan pentingnya peningkatan pemasukan cairan , contoh 3-4 liter per hari/ 6-8 liter/
hari. Dorong pasien melaporkan mulut kering, diuresis (keringat berlebihan) dan untuk
peningkatan pemasukan cairan baik bila haus atau tidak.
Rasional : pembilasan sistem ginjal menurunkan kesempatan statis ginjal atau
pembentukan batu.
c. Diskusikan program obat-obatan, hindari obat yang dijual bebas dan membaca semua
label produk/ kandungan dalam makanan
Rasional : obat-obatan diberikan untuk mengasamkan mengakalikan urine, tergantung
pada penyebab dasar pembentukan batu.
d. Mendengar dengan aktif tentang terapi / perubahan pola hidup.
Rasional : membantu pasien berkerja melalui perasaan dan meningkatkan rasa kontrol apa
yang terjadi.
e. Tunjukan perawatan yang tepat terhadap insisi/ kateter bila ada.
Rasional : meningkatkan kemampuan perawatan diri, dan kemandirian.
Post operasi
1. DX.Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan haemoregik / hipovolemik
Tujuan :
· tanda tanda vital stabil
· kulit kering dan elastic
· intake output seimbang
· insisi mulai sembuh, tidak ada perdarahan melalui selang
intervensi
a. Kaji balutan selang kateter terhadap perdarahan setiap jam dan lapor dokter.
Rasional : mengetahui adanya perdarahan.
b. Anjurkan pasien untuk mengubah posisi selang atau kateter saat mengubah posisi.
Rasional : mencegah perdarahan pada luka insisi
c. Pantau dan catat intake output tiap 4 jam, dan laporan ketidak seimbangan.
Rasional : mengetahui kesimbangan dalam tubuh.
d. Kaji tanda vital dan turgor kulit, suhu tiap 4-8 jam.
Rasional : dapat menunjukan adanya dehidrasi / kurangnya volume cairan
2. DX.Nyeri berhubungan dengan insisi bedah
Tujuan :
pasien melaporkan meningkatanya kenyamanan yang ditandai dengan mudah untuk
bergertak, menunjukkan ekspresi wayah dan tubuh yang relaks.
Intervensi :
a. Kaji intensitas,sifat, lokasi pencetus daan penghalang factor nyeri.
Rasional : menentukan tindakan selanjutnya
b. Berikan tindakan kenyamanan non farmakologis, anjarkan tehnik relaksasi, bantu pasien
memilih posisi yang nyaman.
c. Kaji nyeri tekan, bengkak dan kemerahan.
Rasional : dengan otot relkas posisi dan kenyamanan dapat mengurangi nyeri.
d. Anjurkan pasien untuk menahan daerah insisi dengan kedua tangan bila sedang batuk.
Rasional : untuk mengurangi rasa nyeri.
e. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik.
Rasional : analgetik dapat mengurangi nyeri.
3. DX. Perubahan eliminasi perkemihan berhubungan dengan pemasangan alat medik (
kateter).
Tujuan : pasien berkemih dengan baik, warna urine kuning jernih dan dapat berkemih
spontan bila kateter dilepas setelah 7 hari.
Intervensi :
a. Kaji pola berkemih normal pasien.
Rasional : untuk membandingkan apakah ada perubahan pola berkemih.
b. Kaji keluhan distensi kandung kemih tiap 4 jam
Rasional : kandung kemih yang tegang disebabkan karena sumbatan kateter.
c. Ukur intake output cairan.
Rasional : untuk mengetahui keseimbangan cairan
d. Kaji warna dan bau urine dan nyeri.
Rasional : untuk mengetahui fungsi ginjal.
e. Anjurkan klien untuk minum air putih 2 Lt /sehari , bila tidak ada kontra indikasi.
Rasional : untuk melancarkan urine.
4. DX.Resiko infeksi berhubungan dengan insisi bedah dan pemasangan kateter.
Tujuan :
· Insisi kering dan penyembuhan mulai terjadi.
· Drainase dan selang kateter bersih.
Intervensi
a. Kaji dan laporkan tanda dan gejala infeksi luka (demam, kemerahan, bengkak, nyeri
tekan dan pus)
Rasional : . mengintervensi tindakan selanjutnya.
b. Kaji suhu tiap 4 jam.
Rasional : peningkatan suhu menandakan adanya infeksi.
c. Anjurkan klien untuk menghindari atau menyentuk insisi.
Rasional : menghindarkan infeksi.
d. Pertahankan tehnik steril untuk mengganti balutan dan perawatan luka.
Rasional : menghindari infeksi silang
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarth’s (2002). Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. (Edisi
kedelapan). Jakarta : EGC.
Baradero, Mary, MN, SPC,Dkk,(2005). Klien Gangguan Ginjal. Jakarta : EGC
Doengoes, Marilynn E, RN. BSN, MA, CS (2000). Rencana Asuhan Keperawatan.(Edisi
ketiga). Jakarta : EGC.
Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan. (Buku 3). Bandung : IAPK Padjajaran.
Noer, H.M, Sjaifoellah (1996). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. (Jilid kedua, Edisi ketiga).
Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Nursalam, DR. M.Nurs,dkk.(2006). System Perkemihan. Jakarta : salemba medika
Price, Sylvia Anderson, Ph.D., R.N (1995). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. (Edisi keempat). Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai