Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. R DENGAN POST OP URETEROLITHIASIS


DI RUANG BOUGENVILE 3, RSUD Dr, LOEKMONOHADI KUDUS

DISUSUN OLEH:
OKTAVIA NURULIZZA
P1337420116028

JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI DIII KEPERWATAN SEMARANG
POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
2018
A. PENGERTIAN

Ureterolithiasis adalah suatu keadaan terjadinya penumpukan oksalat, calculi (batu


ginjal) pada ureter atau pada daerah ginjal. Ureterolithiasis terjadi bila batu ada di dalam saluran
perkemihan. Batu itu sendiri disebut calculi. Pembentukan batu mulai dengan kristal yang
terperangkap di suatu tempat sepanjang saluran perkemihan yang tumbuh sebagai pencetus larutan
urin. Calculi bervariasi dalam ukuran dan dari fokus mikroskopik sampai beberapa centimeter dalam
diameter cukup besar untuk masuk dalam pelvis ginjal. Gejala rasa sakit yang berlebihan pada
pinggang, nausea, muntah, demam, hematuria. Urine berwarna keruh seperti teh atau merah.
(Brunner and Suddarth, 2007: 1460).

Batu ureter pada umumnya berasal dari batu ginjal yang turun ke ureter. Batu ureter mungkin dapat
lewat sampai ke kandung kemih dan kemudian keluar bersama kemih. Batu ureter juga bisa sampai
ke kandung kemih dan kemudian berupa nidus menjadi batu kandung kemih yang besar. Batu juga
bisa tetap tinggal di ureter sambil menyumbat dan menyebabkan obstruksi kronik dengan
hidroureter yang mungkin asimtomatik. Tidak jarang terjadi hematuria yang didahului oleh serangan
kolik. (R. Sjamsuhidajat, 2008 Hal. 1027).

Urolithiasis adalah kalsifikasi dengan sistem urinari kalkuli, seringkali disebut batu ginjal. Batu
dapat berpindah ke ureter dan kandung kemih (Black, Joyce, 2007, hal. 1595).

Urolithiasis adalah benda zat padat yang dibentuk oleh presipitasi berbagai zat terlarut dalam urine
pada saluran kemih. Batu dapat berasal dari kalsium oksalat (60%), fosfat sebagai campuran
kalsium, amonium, dan magnesium fosfat (batu tripel fosfat akibat infeksi) (30%), asam urat (5%),
dan sistin (1%).( Pierce A. Grace & Neil R. Borley 2006, ILMU BEDAH, hal. 171).

Urolithiasis adalah penyakit diamana didapatkan batu di dalam saluran air kemih, yang dimulai dari
kaliks sampai dengan uretra anterior.(DR. Nursalam, M. Nurs & Fransica B.B, Sistem Perkemihan,
hal. 76).

B. ETIOLOGI

Sampai saat sekarang penyebab terbentuknya batu belum diketahui secara pasti. Beberapa faktor
predisposisi terjadinya batu (Basuki, 2010 hal. 63):

1.Ginjal

Tubular rusak pada nefron, mayoritas terbentuknya batu


2.Immobilisasi

Kurang gerakan tulang dan muskuloskeletal menyebabkan penimbunan kalsium. Peningkatan


kalsium di plasma akan meningkatkan pembentukan batu.

3.Infeksi : infeksi saluran kemih dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal dan menjadi inti
pembentukan batu.

4. Kurang minum : sangat potensial terjadi timbulnya pembentukan batu.

5. Pekerjaan : dengan banyak duduk lebih memungkinkan terjadinya pembentukan batu


dibandingkan pekerjaan seorang buruh atau petani.

6. Iklim : tempat yang bersuhu dingin (ruang AC) menyebabkan kulit kering dan pemasukan cairan
kurang. Tempat yang bersuhu panas misalnya di daerah tropis, di ruang mesin menyebabkan banyak
keluar keringat, akan mengurangi produksi urin.

7. Diuretik : potensial mengurangi volume cairan dengan meningkatkan kondisi terbentuknya batu
saluran kemih.

8. Makanan, kebiasaan mengkonsumsi makanan tinggi kalsium seperti susu, keju, kacang polong,
kacang tanah dan coklat. Tinggi purin seperti : ikan, ayam, daging, jeroan. Tinggi oksalat seperti :
bayam, seledri, kopi, teh, dan vitamin D.

C. MANIFESTASI KLINIK

Manifestasi klinis adanya batu dalam traktus urinarius bergantung pada adanya obstruksi, infeksi
dan edema (Purnomo, 2011) :

1.Ketika batu menghambat aliran urin, terjadi obstruksi, menyebabkan peningkatan tekanan
hidrostatik dan distensi piala ginjal serta ureter proksimal. Infeksi (pielonefritis dan sistitis yang
disertai menggigil, demam dan disuria) dapat terjadi dari iritasi batu yang terus menerus. Beberapa
batu menyebabkan sedikit gejala namun secara perlahan merusak unit fungsional (nefron) ginjal.
Nyeri yang luar biasa dan ketidak nyamanan.

2.Batu di piala ginjal

a.Nyeri dalam dan terus-menerus di area kastovertebral.

b.Hematuri dan piuria dapat dijumpai.


c. Nyeri berasal dari area renal menyebar secara anterior dan pada wanita nyeri ke bawah
mendekati kandung kemih sedangkan pada pria mendekati testis.

d. Bila nyeri mendadak menjadi akut, disertai nyeri tekan di area kostoveterbal, dan muncul
Mual dan muntah.

e. Diare dan ketidaknyamanan abdominal dapat terjadi. Gejala gastrointestinal ini akibat dari
reflex renoinstistinal dan proksimitas anatomic ginjal ke lambung pancreas dan usus besar.

3. Batu yang terjebak di ureter

a. Menyebabkan gelombang Nyeri yang luar biasa, akut, dan kolik yang menyebar ke paha dan
genitalia.

b. Rasa ingin berkemih namun hanya sedikit urine yang keluar

c. Hematuri akibat aksi abrasi batu.

d. Biasanya batu bisa keluar secara spontan dengan diameter batu 0,5-1 cm.

4. Batu yang terjebak di kandung kemih

a. Biasanya menyebabkan gejala iritasi dan berhubungan dengan infeksi traktus urinarius dan
hematuri.

b. Jika batu menyebabkan obstruksi pada leher kandung kemih akan terjadi retensi urine.

E. PATOFISIOLOGI

Batu saluran kemih merupakan hasil dari beberapa gangguan metabolisme, meskipun
belum diketahui secara pasti mekanismenya. Namun beberapa teori menyebutkan
diantaranya teori inti matriks, teori supersaturasi, teori presipitasi-kristalisasi, teori
berkurangnya faktor penghambat. Setiap orang mensekresi kristal lewat urine setiap waktu,
namun hanya kurang dari 10 % yang membentuk batu. Supersaturasi filtrat diduga sebagai
faktor utama terbentuknya batu, sedangkan faktor lain yang dapat membantu yaitu keasaman
dan kebasaan batu, stasis urine, konsentrasi urine, substansi lain dalam urine (seperti :
pyrophospat, sitrat dll). Sedangkan materi batunya sendiri bisa terbentuk dari kalsium, phospat,
oksalat, asam urat, struvit dan kristal sistin. Batu kalsium banyak dijumpai, yaitu kurang lebih
70-80 % dari seluruh batu saluran kemih, kandungan batu jenis ini terdir atas kalsium oksalat,
kalsium fosfat atau campuran dari kedua unsur itu. Batu asam urat merupakan 5-10 % dari
seluruh BSK yang merupakan hasil metabolisme purine. Batu struvit disebut juga batu infeksi
karena terbentuknya batu ini disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih, kuman penyebab
infeksi ini adalah kuman golongan pemecah urea atau ‘urea splitter’, yang dapat menghasilkan
enzim urease dan merubah urine menjadi basa. Batu struvit biasanya mengandung magnesium,
amonium dan sulfat. Batu sistin masih sangat jarang ditemui di Indonesia, berasal dari
kristal sistin akibat adanya defek tubular renal yang herediter (Purnomo, 2010).

Apabila karena suatu sebab, partikel pembentuk batu meningkat maka kondisi ini akan
memudahkan terjadinya supersaturasi, sebagai contoh pada seseorang yang mengalami
immobilisasi yang lama maka akan terjadi perpindahan kalsium dari tulang, akibatnya kadar
kalsium serum akan meningkat sehingga meningkat pula yang harus dikeluarkan melalui urine.
Dari sini apabila intake cairan tidak adekuat atau seseorang mengalami dehidrasi, maka
supersaturasi akan terjadi dan kemungkinan terjadinya batu kalsium sangat besar. pH urine juga
dapat membantu terjadinya batu atau sebaliknya, batu asam urat dan sistin cenderung terbentuk
pada suasana urine yang bersifat asam, sedangkan batu struvit dan kalsium fosfat dapat
terbentuk pada suasana urine basa, adapun batu kalsium oksalat tidak dipengaruhi oleh pH
urine. Batu yang berada dan terbentuk di tubuli ginjal kemudian dapat berada di kaliks,
infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal
(Ignatavicius, 2005).

Batu yang mengisi pielum dan lebih dari dua kaliks ginjal memberikan gambaran
menyerupai tanduk rusa sehingga disebut batu stoghorn (Purnomo, 2010).

Batu yang besar dan menyumbat saluran kemih akan menyebabkan obstruksi sehingga
menimbulkan hidronefrosis atau kaliektasis. Peningkatan tekanan akibat obstruksi
menyebabkan ischemia arteri renalis diantara korteks renalis dan medulla dan terjadi pelebaran
tubulus sehingga dapat menimbulkan kegagalan ginjal. Obstruksi yang tidak teratasi akan
menyebabkan urin stasis yang menjadi predisposisi terjadinya infeksi sehingga menambah
kerusakan ginjal yang ada. Sebagian urin dapat mengalir kembali ke tubulus renalis masuk ke
vena dan tubulus getah bening yang bekerja sebagai mekanisme kompensasi guna mencegah
kerusakan ginjal. Ginjal yang tidak menderita mengambil alih eliminasi produk sisa yang
banyak. Karena obstruksi yang berkepanjangan, ginjal yang tidak menderita membesar dan
dapat berfungsi seefektif seperti kedua buah ginjal seperti sebelum terjadi obstruksi. Obstruksi
kedua belah ginjal berdampak kepada kegagalan ginjal. Hidronefrosis bisa timbul tanpa gejala
selama ginjal berfungsi adekuat dan urin masih bisa mengalir.
Adanya obstruksi dan infeksi akan menimbulkan nyeri koliks, nyeri tumpul (dull pain),
mual, muntah dan perkembangan hidronefrosis yang berlangsung lamban dapat menimbulkan
nyeri ketok pada pinggang. Kadang-kadang dijumpai hematuri akibat kerusakan epitel. Batu
yang keluar dari pelvis ginjal dapat menyumbat ureter yang akan menimbulkan rasa nyeri kolik
pada pinggir abdomen, rasa nyeri bisa menjalar ke daerah genetalia dan paha yang disebabkan
oleh peningkatan aktivitas kegiatan peristaltik dari otot polos pada ureter yang berusaha
melepaskan obstruksi dan mendorong urin untuk berlalu. Mual dan muntah seringkali
menyertai obstruksi ureter akut disebabkan oleh reaksi reflek terhadap nyeri dan biasanya dapat
diredakan setelah nyeri mereda. Ginjal yang berdilatasi besar dapat mendesak lambung dan
menyebabkan gejala gastrointestinal yang berkesinambungan. Bila fungsi ginjal sangat
terganggu, mual dan muntah merupakan ancaman gajala uremia (Long, 2006).

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Menurut Umamy (2007) Pemeriksaan diagnostik yang bisa dilakukan untuk mengetahui adanya
batu ureter (urolithiasis) adalah sebagai berikut:

1. Urinalisa : warna kuning, coklat gelap, berdarah. Secara umum menunjukkan adanya sel darah
merah, sel darah putih dan kristal(sistin,asam urat, kalsium oksalat), serta serpihan, mineral, bakteri,
pus, pH urine asam(meningkatkan sistin dan batu asam urat) atau alkalin meningkatkan magnesium,
fosfat amonium, atau batu kalsium fosfat.

2. Urine (24 jam) : kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat, oksalat atau sistin meningkat.

3. Kultur urine : menunjukkan adanya infeksi saluran kemih (stapilococus aureus,


proteus,klebsiela,pseudomonas).

4. Survei biokimia : peningkatan kadar magnesium, kalsium, asam urat, fosfat, protein dan elektrolit.

5. BUN/kreatinin serum dan urine : Abnormal ( tinggi pada serum/rendah pada urine) sekunder
terhadap tingginya batu okkstuktif pada ginjal menyebabkan iskemia/nekrosis.

6. Kadar klorida dan bikarbonat serum : peningkatan kadar klorida dan penurunan kadar bikarbonat
menunjukkan terjadinya asidosis tubulus ginjal.

7. Hitung Darah lengkap : sel darah putih mungkin meningkat menunjukan infeksi/septicemia.

8. Sel darah merah : biasanya normal.


9. Hb, Ht : abnormal bila pasien dehidrasi berat atau polisitemia terjadi ( mendorong presipitas
pemadatan) atau anemia(pendarahan, disfungsi ginjal).

10. Hormon paratiroid : mungkin meningkat bila ada gagal ginjal. (PTH merangsang reabsorbsi
kalsium dari tulang meningkatkan sirkulasi serum dan kalsium urine).

11. Foto rontgen : menunjukkan adanya kalkuli atau perubahan anatomik pada area ginjal dan
sepanjang ureter.

12. IVP : memberikan konfirmasi cepat urolithiasis, seperti penyebab nyeri abdominal atau panggul.
Menunjukan abdomen pada struktur anatomik ( distensi ureter) dan garis bentuk kalkuli.

13. Sistoureterokopi : visualisasi langsung kandung kemih dan ureter dapat menunjukan batu dan
efek obstruksi.

14. Stan CT : mengidentifikasi/ menggambarkan kalkuli dan massa lain, ginjal, ureter, dan distensi
kandung kemih.

15. USG Ginjal : untuk menentukan perubahan obstruksi, lokasi batu.

G. KOMPLIKASI

1. Sumbatan : akibat pecahan batu

2. Infeksi : akibat desiminasi partikel batu ginjal atau bakteri akibat obstruksi

3. Kerusakan fungsi ginjal : akibat sumbatan yang lama sebelum pengobatan dan pengangkatan batu
ginjal

H. PENCEGAHAN

1. Usahakan diuresis yang adekuat: minum air 2-3 liter per hari dapat di capai diuresis 1,5 liter/hari.

2. Pelaksanaan diet bergantung dari jenis penyakit batu (rendah kalsium tinggi sisa asam, diet tinggi
sisa basa, dan diet rendah purin).

3. Eradikasi infeksi saluran kemih khususnya untuk batu struvit.

I. PENATALAKSANAAN

Menurut Brunner And Suddarth (2012) Penatalaksanaan untuk mengobati adanya batu ureter
(urolithiasis) adalah sebagai berikut :
1. Pengurangan nyeri, mengurangi nyeri sampai penyebabnya dapat dihilangkan, morfin diberikan
untuk mencegah sinkop akibat nyeri luar biasa. Mandi air hangat di area panggul dapat bermanfaat.
Cairan yang diberikan, kecuali pasien mengalami muntah atau menderita gagal jantung kongestif
atau kondisi l

ain yang memerlukan pembatasan cairan. Ini meningkatkan tekanan hidrostatik pada ruang belakang
batu sehingga mendorong passase batu tersebut ke bawah. Masukan cairan sepanjang hari
mengurangi kosentrasi kristaloid urine, mengencerkan urine dan menjamin haluaran urine yang
besar.

2. Pengangkatan batu, pemeriksaan sistoskopik dan passase kateter ureteral kecil untuk
menghilangkan batu yang menyebabkan obstruksi ( jika mungkin), akan segera mengurangi tekanan
belakang pada ginjal dan mengurangi nyeri.

3. Terapi nutrisi dan Medikasi. Terapi nutrisi berperan penting dalam mencegah batu ginjal.
Masukan cairan yang adekuat dan menghindari makanan tertentu dalam diet yang merupakan bahan
utama pembentuk batu(mis.kalsium), efektif untuk mencegah pembentukan batu atau lebih jauh
meningkatkan ukuran batu yang telah ada. Minum paling sedikit 8 gelas sehari untuk mengencerkan
urine, kecuali dikontraindikasikan.

a. Batu kalsium, pengurangan kandungan kalsium dan fosfor dalam diet dapat membantu mencegah
pembentukan batu lebih lanjut.

b. Batu fosfat, diet rendah fosfor dapat diresepkan untuk pasien yang memiliki batu fosfat, untuk
mengatasi kelebihan fosfor, jeli aluminium hidroksida dapat diresepkan karena agens ini bercampur
dengan fosfor, dan mengeksikannyamelalui saluran intensial bukan ke system urinarius.

c. Batu urat, untuk mengatasi batu urat, pasien diharuskan diet rendah purin, untuk mengurangi
ekskresi asam urat dalam urine.

d. Batu oksalat, urine encer dipertahankan dengan pembatasan pemasukan oksalat. Makanan yang
harus dihindari mencakup sayuran hijau berdaun banyak, kacang,seledri, coklat,the, kopi.

e. Jika batu tidak dapat keluar secara spontan atau jika terjadi komplikasi, modaritas penanganan
mencakup terapi gelombang kejut ekstrakorporeal, pengankatan batu perkutan, atau uteroroskopi.

4. Lithotrupsi Gelombang Kejut Ekstrakorporeal, adalah prosedur noninvasive yang digunakan


untuk menghancurkan batu kaliks ginjal. Setelah batu itu pecah menjadi bagian yang kecil seperti
pasir, sisa batu-batu tersebut dikeluarkan secara spontan
5. Metode Endourologi Pengangkatan batu, bidang endourologi menggabungkan keterampilan ahli
radiologi dan urologi untuk mengankat batu renal tanpa pembedahan mayor.

6. Uteroskopi, mencakup visualisasi dan askes ureter dengan memasukan suatu alat ureteroskop
melalui sistoskop. Batu dihancurkan dengan menggunakan laser, lithotripsy elektrohidraulik, atau
ultrasound kemudian diangkat.

7. Pelarutan batu, infuse cairan kemolitik, untuk melarutkan batu dapat dilakukan sebagai alternative
penanganan untuk pasien kurang beresiko terhadap terapi lain, dan menolak metode lain, atau
mereka yang memiliki batu yang mudah larut (struvit).

8. Pengangkatan Bedah,sebelum adanya lithotripsy, pengankatan batu ginjal secara bedah


merupakan terapi utama. Jika batu terletak di dalam ginjal, pembedahan dilakukan dengan
nefrolitotomi (Insisi pada ginjal untuk mengangkat batu atau nefrektomi, jika ginjal tidak berfungsi
akibat infeksi atau hidronefrosis. Batu di piala ginjal diangat dengan pielolitotomi, sedangkan batu
yang diangkat dengan ureterolitotomi, dan sistostomi jika batu berada di kandung kemih., batu
kemudian dihancur dengan penjepit alat ini. Prosedur ini disebut sistolitolapaksi.
J. Diagnosis Keperawatan

1. Nyeri berhubungan dengan peningkatan frekuensi / dorongan kontraksi uretral.

2. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan situasi kandung kemih oleh batu,iritasi ginjal
atau uretral.

3. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi, pemeriksaan diagnostik dan
rencana tindakan.

4. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi

5. Gangguan Istirahat dan Tidur berhubungan dengan peningkatan frekuensi nyeri

K. INTERVENSI KEPERAWATAN

NO Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi


Hasil
1 NYERI AKUT NOC NIC
 Pain Level, Pain Management
Definisi : Pengalaman sensori dan  Pain control  Lakukan pengkajian nyeri secara
emosional yang tidak  Comfort level komprehensif termasuk lokasi,
menyenangkan yang muncul akibat Kriteria Hasil : karakteristik, durasi frekuensi,
kerusakan jaringan yang aktual atau  Mampu mengontrol kualitas dan faktor presipitasi
potensial atau digambarkan dalam nyeri (tahu penyebab  Observasi reaksi nonverbal dan
hal kerusakan sedemikian rupa nyeri, mampu ketidaknyamanan
(International Association for the menggunakan tehnik  Gunakan teknik komunikasi
study of Pain): awitan yang tiba-tiba nonfarmakologi untuk terapeutik untuk mengetahui
atau lambat dan intensitas ringan mengurangi nyeri, pengalaman nyeri pasien
hingga berat dengan akhir yang mencari bantuan)  Kaji kultur yang mempengaruhi
dapat diantisipasi atau diprediksi  Melaporkan bahwa respon nyeri
dan berlangsung <6 bulan nyeri berkurang dengan  Evaluasi pengalaman nyeri masa
menggunakan lampau
Batasan Karakteristik : manajemen nyeri  Evaluasi bersama pasien dan tim
 Perubahan selera makan  Mampu mengenali kesehatan lain tentang
 Perubahan tekanan darah nyeri (skala, intensitas, ketidakefektifan kontrol nyeri masa
 Perubahan frekwensi jantung frekuensi dan tanda Iampau
 Perubahan frekwensi nyeri)  Kontrol lingkungan yang dapat
pernapasan  Menyatakan rasa mempengaruhi nyeri seperti suhu
 Laporan isyarat nyaman setelah nyeri ruangan, pencahayaan dan
 Diaforesis berkurang kebisingan
 Perilaku distraksi (mis,berjaIan  Kurangi faktor presipitasi nyeri
mondar-mandir mencari orang  Pilih dan lakukan penanganan
lain dan atau aktivitas lain, nyeri (farmakologi, non
aktivitas yang berulang) farmakologi dan inter personal)
 Mengekspresikan perilaku (mis,  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
gelisah, merengek, menangis) menentukan intervensi
 Masker wajah (mis, mata kurang  Ajarkan tentang teknik non
bercahaya, tampak kacau, farmakologi
gerakan mata berpencar atau  Berikan anaIgetik untuk
tetap pada satu fokus meringis) mengurangi nyeri
 Sikap melindungi area nyeri  Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
 Fokus menyempit (mis,  Tingkatkan istirahat
gangguan persepsi nyeri,  Kolaborasikan dengan dokter jika
hambatan proses berfikir, ada keluhan dan tindakan nyeri
penurunan interaksi dengan tidak berhasil
orang dan lingkungan)  Monitor penerimaan pasien tentang
 Indikasi nyeri yang dapat manajemen nyeri
diamati Analgesic Administration
 Perubahan posisi untuk  Tentukan lokasi, karakteristik,
menghindari nyeri kualitas, dan derajat nyeri sebelum
 Sikap tubuh melindungi pemberian obat
 Dilatasi pupil  Cek instruksi dokter tentang jenis
 Melaporkan nyeri secara verbal obat, dosis, dan frekuensi
 Gangguan tidur  Cek riwayat alergi
 Pilih analgesik yang diperlukan
Faktor Yang Berhubungan : atau kombinasi dari analgesik
· Agen cedera (mis, biologis, zat ketika pemberian lebih dari satu
kimia, fisik, psikologis)  Tentukan pilihan analgesik
tergantung tipe dan beratnya nyeri
 Tentukan analgesik pilihan, rute
pemberian, dan dosis optimal
 Pilih rute pemberian secara IV, IM
untuk pengobatan nyeri secara
teratur
 Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik
pertama kali
 Berikan analgesik tepat waktu
terutama saat nyeri hebat
 Evaluasi efektivitas analgesik,
tanda dan gejala
2 GANGGUAN ELIMINASI NOC NIC
URINE  Urinary elimination Urinary Retention Care
 Urinary Contiunence  Lakukan penilaian kemih yang
Definisi : Disfungsi pada eliminasi Kriteria Hasil : komprehensif berfokus pada
urine  Kandung kemih kosong inkontinensia (misalnya, output
secara penuh urin, pola berkemih kemih, fungsi
Batasan Karakteristik :  Tidak ada residu urine kognitif, dan masalah kencing
 Disuria > 100-200 cc praeksisten)
 Sering berkemih  Intake cairan dalam  Memantau penggunaan obat
 Anyang-anyangan rentang normal dengan sifat antikolinergik atau
 Inkontinensia  Bebas dari ISK properti alpha agonis
 Nokturia  Tidak ada spasme  Memonitor efek dari obat-obatan
 Retensi bladder yang diresepkan, seperti calcium
 Dorongan  Balance cairan channel blockers dan antikolinergik
seimbang  Menyediakan penghapusan privasi
Faktor Yang Berhubungan :  Gunakan kekuatan sugesti dengan
 Obstruksi anatomic menjalankan air atau disiram toilet
 Penyebab multiple  Merangsang refleks kandung
 Gangguan sensori motorik kemih dengan menerapkan dingin
 lnfeksi saluran kemih untuk perut, membelai tinggi batin,
atau air
 Sediakan waktu yang cukup untuk
pengosongan kandung kemih (10
menit)
 Gunakan spirit wintergreen di
pispot atau urinal
 Menyediakan manuver Crede, yang
diperlukan
 Gunakan double-void teknik
 Masukkan kateter kemih, sesuai
 Anjurkan pasien / keluarga untuk
merekam output urin, sesuai
 Instruksikan cara-cara untuk
menghindari konstipasi atau
impaksi tinja
 Memantau asupan dan keluaran
 Memantau tingkat distensi kandung
kemih dengan palpasi dan perkusi
 Membantu dengan toilet secara
berkala
 Memasukkan pipa ke dalam lubang
tubuh untuk sisa
3 ANSIETAS NOC NIC
 Anxiety self-control Anxiety Reduction (penurunan
Definsi : Perasaan tidak nyaman atau Anxiety level kecemasan)
kekawatiran yang Samar disertai  Coping  Gunakan pendekatan yang
respon autonom (sumber sering kali Kriteria Hasil : menenangkan
tidak spesifik atau tidak diketahui  Klien mampu  Nyatakan dengan jelas harapan
oleh individu); perasaan takut yang mengidentifikasi dan terhadap pelaku pasien
disebabkan oleh antisipasi terhadap mengungkapkan gejala  Jelaskan semua prosedur dan apa
bahaya. Hal ini merupakan isyarat cemas. yang dirasakan selama prosedur
kewaspadaan yang memperingatkan  Mengidentifikasi,  Pahami prespektif pasien terhadap
individu akan adanya bahaya dan mengungkapkan dan situasi stres
kemampuan individu untuk bertindak menunjukkan tehnik  Temani pasien untuk memberikan
menghadapi ancaman. untuk mengontol keamanan dan mengurangi takut
cemas.  Dorong keluarga untuk menemani
Batasan Karakteristik  Vital sign dalam batas anak
Perilaku : normal.  Lakukan back / neck rub
 Penurunan produktivitas  Postur tubuh, ekspresi  Dengarkan dengan penuh perhatian
 Gerakan yang ireleven wajah, bahasa tubuh  Identifikasi tingkat kecemasan
 Gelisah dan tingkat aktivfitas  Bantu pasien mengenal situasi
 Melihat sepintas menunjukkan yang menimbulkan kecemasan
 Insomnia berkurangnya  Dorong pasien untuk
 Kontak mata yang buruk kecemasan. mengungkapkan perasaan,
 Mengekspresikan kekawatiran ketakutan, persepsi
karena perubahan dalam  Instruksikan pasien menggunakan
peristiwa hidup teknik relaksasi
 Agitasi  Berikan obat untuk mengurangi
 Mengintai kecemasan
 Tampak waspada
Affektif :
 Gelisah, Distres
 Kesedihan yang mendalam
 Ketakutan
 Perasaan tidak adekuat
 Berfokus pada diri sendiri
 Peningkatan kewaspadaan
 Iritabihtas
 Gugup senang beniebihan
 Rasa nyeri yang meningkatkan
ketidakberdayaan
 Peningkatan rasa ketidak
berdayaan yang persisten
 Bingung, Menyesal
 Ragu/tidak percaya diri
 Khawatir
Fisiologis :
 Wajah tegang, Tremor tangan
 Peningkatan keringat
 Peningkatan ketegangan
 Gemetar, Tremor
 Suara bergetar
Simpatik :
 Anoreksia
 Eksitasi kardiovaskular
 Diare, Mulut kering
 Wajah merah
 Jantung berdebar-debar
 Peningkatan tekanan darah
 Peningkatan denyut nadi
 Peningkatan reflek
 Peningkatan frekwensi
pernapasan
 Pupil melebar
 Kesulitan bernapas
 Vasokontriksi superfisial
 Lemah, Kedutan pada otot
Parasimpatik :
 Nyeri abdomen
 Penurunan tekanan darah
 Penurunan denyut nadi
 Diare, Mual, Vertigo
 Letih, Ganguan tidur
 Kesemutan pada ekstremitas
 Sering berkemih
 Anyang-anyangan
 Dorongan cegera berkemih
Kognitif :
 Menyadari gejala fisiologis
 Bloking fikiran, Konfusi
 Penurunan lapang persepsi
 KesuIitan berkonsentrasi
 Penurunan kemampuan belajar
 Penurunan kemampuan untuk
memecahkan masalah
 Ketakutan terhadap
konsekwensi yang tidak spesifik
 Lupa, Gangguan perhatian
 Khawatir, Melamun
 Cenderung menyalahkan orang
lain.

Faktor Yang Berhubungan :


 Perubahan dalam (status
ekonomi, lingkungan,status
kesehatan, pola interaksi, fungsi
peran, status peran)
 Pemajanan toksin
 Terkait keluarga
 Herediter
 Infeksi/kontaminan
interpersonal

4 HIPERTERMIA NOC NIC


Thermoregulation Fever treatment
Definisi : Peningkatan suhu tubuh  Monitor suhu sesering mungkin
diatas kisaran normal Kriteria Hasil:  Monitor IWL
 Suhu tubuh dalam  Monitor warna dan suhu kulit
Batasan Karakteristik : rentang normal  Monitor tekanan darah, nadi dan
 Konvulsi  Nadi dan RR dalam RR
 Kulit kemerahan rentang normal  Monitor penurunan tingkat
 Peningkatan suhu tubuh diatas  Tidak ada perubahan kesadaran
kisaran normal warna kulit dan tidak  Monitor WBC, Hb, dan Hct
 Kejang ada pusing  Monitor intake dan output
 Takikardi
 Berikan anti piretik
 Takipnea
 Berikan pengobatan untuk
 Kulit terasa hangat
mengatasi penyebab demam
 Selimuti pasien
Faktor Yang Berhubungan:
 Lakukan tapid sponge
 Anastesia
 Kolaborasi pemberian cairan
 Penurunan respirasi
intravena
 Dehidrasi
 Kompres pasien pada lipat paha
 Pemajanan lingkungan yang
dan aksila
panas
 Tingkatkan sirkulasi udara
 Penyakit
 Berikan pengobatan untuk
 Pemakaian pakaian yang tidak
mencegah terjadinya menggigil
sesuai dengan suhu lingkungan
 Temperature regulation
 Peningkatan laju metabolisme
 Medikasi  Monitor suhu minimal tiap 2 jam
 Trauma  Rencanakan monitoring suhu
 Aktivitas berlebihan secara kontinyu
 Monitor warna dan suhu kulit
 Monitor tanda-tanda hipertermi dan
hipotermi
 Tingkatkan intake cairan dan
nutrisi
 Selimuti pasien untuk mencegah
hilangnya kehangatan tubuh
 Ajarkan pada pasien cara
mencegah keletihan akibat panas
 Diskusikan tentang pentingnya
pengaturan suhu dan kemungkinan
efek negatif dan kedinginan
 Beritahukan tentang indikasi
terjadinya keletihan dan
penanganan emergency yang
diperlukan
 Ajarkan indikasi dan hipotermi dan
penanganan yang diperlukan
 Berikan anti piretik jika perlu
Vital sign Monitoring
 Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
 Catat adanya fluktuasi tekanan
darah
 Monitor VS saat pasien berbaring,
duduk atau berdiri
 Auskultasi TD pada kedua lengan
dan bandingkan
 Monitor TD, nadi, RR, sebelum,
selama, dan setelah aktivitas
 Monitor kualitas dari nadi
 Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
 Monitor suara paru
 Monitor pola pernapasan abnormal
 Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
 Monitor sianosis perifer
 Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik)
 Identifikasi penyebab dari
perubahan Vital sign

5 GANGGUAN POLA TIDUR NOC NIC


 Anxiety reduction Sleep Enhancement
Definisi : Gangguan kualitas dan  Comfort level  Determinasi efek-efek medikasi
kuantitas waktu tidur akibat faktor  Pain level terhadap pola tidur
eksternal  Rest : Extent and  Jelaskan pentingnya tidur yang
Pattern adekuat
Batasan Karakteristik :  Sleep : Extent an  Fasilitas untuk mempertahankan
 Perubahan pola tidur normal Pattern aktivitas sebelum tidur (membaca)
 Penurunan kemampuan  Ciptakan lingkungan yang nyaman
berfungsi Kriteria Hasil :  Kolaborasikan pemberian obat
 Ketidakpuasan tidur  Jumlah jam tidur dalam tidur
 Menyatakan sering terjaga batas normal 6-8  Diskusikan dengan pasien dan
 Meyatakan tidak mengalami jam/hari keluarga tentang teknik tidur
kesulitan tidur  Pola tidur, kualitas pasien
 Menyatakan tidak merasa cukup dalam batas normal  Instruksikan untuk memonitor tidur
istirahat  Perasaan segar sesudah pasien
tidur atau istirahat  Monitor waktu makan dan minum
Faktor Yang Berhubungan  Mampu dengan waktu tidur
 Kelembaban lingkungan sekitar mengidentifikasikan  Monitor/catat kebutuhan tidur
 Suhu lingkungan sekitar hal-hal yang pasien setiap hari dan jam
 Tanggung jawab memberi meningkatkan tidur
asuhan
 Perubahan pejanan terhadap
cahaya gelap
 Gangguan(mis.,untuk tujuan
terapeutik, pemantauan,
pemeriksaan laboratorium)
 Kurang kontrol tidur
 Kurang privasi, Pencahayaan
 Bising, Bau gas
 Restrain fisik, Teman tidur
 Tidak familier dengan prabot
tidur
DAFTAR PUSTAKA

Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction.

Brunner and Suddarth’s (2007). Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. (Edisi kedelapan).
Jakarta : EGC.

Baradero, Mary, MN, SPC,Dkk,(2010). Klien Gangguan Ginjal. Jakarta : EGC

Doengoes, Marilynn E, RN. BSN, MA, CS (2010). Rencana Asuhan Keperawatan. (Edisi ketiga).
Jakarta : EGC.

Long, Barbara C. (2006). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses


Keperawatan. (Buku 3). Bandung : IAPK Padjajaran.

Purnomo , Basuki.2009. Dasar – Dasar Urologi Edisi 2.Jakarta: CV. Sagung Seto

Nursalam, DR. M.Nurs,dkk.(2006). System Perkemihan. Jakarta : salemba medika

Anda mungkin juga menyukai