Anda di halaman 1dari 9

KOLESISTITIS

A. DEFINISI
Kolesistitis adalah radang kandung empedu yang menrupakan inflamasi
akut dinding kandung empedu disertai nyeri perut kanan atas, nyeri tekan
dan badan panas. Dikenal dua klasifikasi yaitu akut dan kronis. Kolesistitis
Akut adalah peradangan dari dinding kandung empedu, biasanya merupakan
akibat dari adanya batu empedu di dalam duktus sistikus, yang secara tiba-
tiba menyebabkan serangan nyeri yang luar biasa. Kolesistitis Kronis adalah
peradangan menahun dari dinding kandung empedu, yang ditandai dengan
serangan berulang dari nyeri perut yang tajam dan hebat (Brooker, 2001).
Kolesistitis (kalkulus / kalkuli , batu empedu) biasanya terbentuk dalam
kandung empedu dari unsur-unsur padat yang membentuk cairan empedu
yang memiliki ukuran, bentuk dan komposisi yang sangat bervariasi.
(Brunner & Suddart, 2002).
Kolesistitis adalah istilah medis yang menunjukkan adanya peradangan
pada kandung empedu. Sesuai dengan namanya, kandung empedu berfungsi
menampung cairan empedu yang diproduksi hati (liver) kemudian
memompanya ke dalam usus halus saat ada makanan masuk. Fungsi cairan
empedu adalah membantu mencerna lemak. Secara fisik, kandung empedu
berbentuk seperti buah pir, tetapi ukurannya lebih kecil. Letaknya pada
daerah perut kanan atas, persis di bawah hati.

B. ETIOLOGI
Ada beberapa penyebab kolesistitis, tapi yang paling sering adalah
karena penyumbatan muara kandung empedu atau saluran empedu oleh batu.
Jenis batu dalam saluran empedu ada dua, yaitu batu kolesterol dan batu
pigmen empedu. Akibat penyumbatan oleh batu, cairan empedu akan
menumpuk, selanjutnya menyebabkan iritasi, pembengkakan, dan
peradangan pada kandung empedu. Selain oleh batu, penyumbatan juga
dapat terjadi karena penekanan tumor pada saluran empedu. Penyebab lain

1
kolesistitis adalah cedera perut, komplikasi operasi, dan infeksi oleh bakteri.
Etiologi batu empedu masih belum diketahui secara pasti, adapun
faktor predisposisi terpenting, yaitu : gangguan metabolisme yang
menyebabkan terjadinya perubahan komposisi empedu, statis empedu, dan
infeksi kandung empedu. Perubahan komposisi empedu kemungkinan
merupakan faktor terpenting dalam pembentukan batu empedu karena hati
penderita batu empedu kolesterol mengekresi empedu yang sangat jenuh
dengan kolesterol. Kolesterol yang berlebihan ini mengendap dalam
kandung empedu (dengan cara yang belum diketahui sepenuhnya) untuk
membentuk batu empedu.

C. TANDA DAN GEJALA


Gejala utama kolesistitis adalah nyeri perut kanan atas yang kadang-
kadang menjalar sampai punggung atau bahu kanan. Nyeri umumnya terjadi
tiba-tiba, semakin bertambah saat menarik napas dalam, dan berlangsung
lebih dari 6 jam. Gejala kolesistitis lainnya adalah mual, muntah, demam,
berkeringat, atau perut kembung.

D. PATIFISIOLOGI
Sebagian besar batu empedu terbentuk di dalam kandung empedu dan
sebagian besar batu di dalam saluran empedu berasal dari kandung empedu.
Batu empedu bisa terbentuk di dalam saluran empedu jika empedu
mengalami aliran balik karena adanya penyempitan saluran atau setelah
dilakukan pengangkatan kandung empedu.Batu empedu di dalam saluran
empedu bisa mengakibatkan infeksi hebat saluran empedu (kolangitis),
infeksi pankreas (pankreatitis) atau infeksi hati. Jika saluran empedu
tersumbat, maka bakteri akan tumbuh dan dengan segera menimbulkan
infeksi di dalam saluran. Bakteri bisa menyebar melalui aliran darah dan
menyebabkan infeksi di bagian tubuh lainnya. Sebagian besar batu empedu
dalam jangka waktu yang lama tidak menimbulkan gejala, terutama bila batu
menetap di kandung empedu. Kadang-kadang batu yang besar secara

2
bertahap akan mengikis dinding kandung empedu dan masuk ke usus halus
atau usus besar, dan menyebabkan penyumbatan usus (ileus batu empedu).
Yang lebih sering terjadi adalah batu empedu keluar dari kandung empedu
dan masuk ke dalam saluran empedu. Dari saluran empedu, batu empedu
bisa masuk ke usus halus atau tetap berada di dalam saluran empedu tanpa
menimbulkan gangguan aliran empedu maupun gejala.
Sekresi kolesterol berhubungan dengan pembentukan batu empedu.
Pada kondisi yang abnormal, kolesterol dapat mengendap, menyebabkan
pembentukan batu empedu. Berbagai kondisi yang dapat menyebabkan
pengendapan kolesterol adalah : terlalu banyak absorbsi air dari empedu,
terlalu banyak absorbsi garam- garam empedu dan lesitin dari empedu,
terlalu banyak sekresi kolesterol dalam empedu. Jumlah kolesterol dalam
empedu sebagian ditentukan oleh jumlah lemak yang dimakan karena sel-sel
hepatik mensintesis kolesterol sebagai salah satu produk metabolisme lemak
dalam tubuh. Untuk alasan inilah, orang yang mendapat diet tinggi lemak
dalam waktu beberapa tahun, akan mudah mengalami perkembangan batu
empedu.
Batu kandung empedu dapat berpindah kedalam duktus koledokus
melaluiduktus sistikus. Didalam perjalanannya melalui duktus sistikus, batu
tersebutdapat menimbulkan sumbatan aliran empedu secara parsial atau
komplet sehinggamenimbulkan gejalah kolik empedu. Kalau batu terhenti di
dalam duktus sistikuskarena diameternya terlalu besar atau tertahan oleh
striktur, batu akan tetap beradadisana sebagai batu duktus sistikus.
1. Batu kolesterol
Empedu yang di supersaturasi dengan kolesterol bertanggung
jawab bagi lebih dari 90 % kolelitiasis di negara Barat. Sebagian besar
empedu ini merupakan batu kolesterol campuran yang mengandung
paling sedikit 75 % kolesterol serta dalam variasi jumlah fosfolipid,
pigmen empedu, senyawa organik dan inorganik lain. Kolesterol yang
merupakan unsur normal pembentuk empedu bersifat tidak larut dalam
air. Kelarutannya tergantung pada asam-asam empedu dan lesitin

3
(fosfolipid dalam empedu). Pada pasien yang cenderung menderita batu
empedu akan terjadi penurunan sintesis asam empedu dan peningktan
sintesis kolesterol dalam hati, keadaan ini mengakibatkan supersaturasi
getah empedu oleh kolesterol yang kemudian keluar getah empedu,
mengendap, dan membentuk batu. Getah empedu yang jenuh oleh
kolesterol merupakan predisposisi untuk timbulnya batu empedu dan
berperan sebgai iritan yang menyebabkan peradangan dalam kandung
empedu.
Menurut Meyers & Jones, 1990, proses fisik pembentukan batu
kolesterol terjadi dalam empat tahap:
a) Supersaturasi empedu dengan kolesterol.
b) Pembentukan nidus atau inti pengendapan kolesterol
c) Kristalisasi/presipitasi.
d) Pertumbuhan batu oleh agregasi/presipitasi lamelar kolesterol dan
senyawa lain yang membentuk matriks batu.
2. Batu pigmen
Batu pigmen merupakan 10% dari total kasus batu empedu,
mengandung <20% kolesterol. Batu pigmen dapat dibagi kepada 2,
yaitu :
a) Batu kalsium bilirunat (pigmen coklat)
Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah
dihancurkan dan mengandung kalsium-bilirubinat sebagai
komponen utama. Batu pigmen cokelat terbentuk akibat
adanya faktor stasis dan infeksi saluran empedu. Stasis dapat
disebabkan oleh adanya disfungsi sfingter Oddi, striktur,
operasi bilier, dan infeksi parasit. Bila terjadi infeksi saluran
empedu, khususnya E. Coli, kadar enzim B-glukoronidase
yang berasal dari bakteri akan dihidrolisasi menjadi bilirubin
bebas dan asam glukoronat. Kalsium mengikat bilirubin
menjadi kalsium bilirubinat yang tidak larut. Dari penelitian
yang dilakukan didapatkan adanya hubungan erat antara

4
infeksi bakteri dan terbentuknya batu pigmen coklat. Baik
enzim ß-glukoronidase endogen maupun yang berasal dari
bakteri ternyata mempunyai peran penting dalam
pembentukan batu pigmen ini. Umumnya batu pigmen
cokelat ini terbentuk di saluran empedu dalam empedu yang
terinfeksi.
b) Batu pigmen hitam
Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk,
seperti bubuk dan kaya akan sisa zat hitam yang tak
terekstraksi.Batu pigmen hitam adalah tipe batu yang banyak
ditemukan pada pasien dengan hemolisis kronik atau sirosis hati
dengan peningkatan beban bilirubin tak terkonjugasi (anemia
hemolitik). Batu pigmen hitam ini terutama terdiri dari derivat
polymerized bilirubin. Potogenesis terbentuknya batu ini belum
jelas. Umumnya batu pigmen hitam terbentuk dalam kandung
empedu dengan empedu yang steril.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Ronsen abdomen/pemeriksaan sinar X/Foto polos abdomen.
Dapat dilakukan pada klien yang dicurigai akan penyakit kandung
empedu. Akurasi pemeriksaannya hanya 15-20 %. Tetapi bukan
merupakan pemeriksaan pilihan.
2. Kolangiogram/kolangiografi transhepatik perkutan.
Yaitu melalui penyuntikan bahan kontras langsung ke dalam
cabang bilier. Karena konsentrasi bahan kontras yang disuntikan relatif
besar maka semua komponen sistem bilier (duktus hepatikus, D.
koledukus, D. sistikus dan kandung empedu) dapat terlihat. Meskipun
angka komplikasi dari kolangiogram rendah namun bisa beresiko
peritonitis bilier, resiko sepsis dan syokseptik
3. ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatographi)
Pemeriksaan ini memungkinkan visualisasi struktur secara

5
langsung yang hanya dapat dilihat pada saat laparatomi. Pemeriksaan
ini meliputi insersi endoskop serat optik yang fleksibel kedalam
esofagus hingga mencapai duodenum pars desendens. Sebuah kanula
dimasukan ke dalam duktus koleduktus serta duktus pankreatikus,
kemudian bahan kontras disuntikan ke dalam duktus tersebut untuk
menentukan keberadaan batu diduktus dan memungkinkan visualisassi
serta evaluasi percabangan bilier.

F. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pengobatan yang biasa dilakukan adalah pembedahan.
1. Kolesistektomi bisa dilakukan melalui pembedahan perut maupun
melaluilaparoskopi.
2. Penderita yang memiliki resiko pembedahan tinggi karena keadaan
medis lainnya, dianjurkan untuk menjalani diet rendah lemak dan
menurunkan berat badan.
3. Bisa diberikan antasid dan obat-obat antikolinergik.

G. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian.
a) Intake nutrisi.
1) Kebiasaan mengkonsumsi makanan berlemak.
2) Mual.
3) Muntah.
4) Dyspepsia.
b) Kenyamanan.
Kaji adanya nyeri pada perut kanan atas dan sering menjalar ke
bahu kanan.
c) Intake cairan.
1) Kaji kebiasaan masukan cairan (berapa gelas / hari).
2) Lihat adanya kehilangan cairan lewat muntah.
3) Pembatasan masukan.

6
d) Pengetahuan pasien tentang penyakit.
1) Pengertian pasien tentang penyakit.
2) Sejauh mana pasien tahu mengenai penyakitnya.
3) Usaha – usaha / pengobatan yang telah dilakuakan.
2. Diagnosa Keperawatan dan Rencana Tindakan
a) Gangguan rasa nyaman : nyeri b. d. obstruksi pada duktus dan
inflamasi.
Tujuan: Gangguan rasa nyaman dapat berkurang atau hilang
1) Pertahankan tirah baring dan atur posisi yang nyaman.
2) Pertahankan posisi semi fowler.
3) Observasi lokasi, berat dan karakteristik nyeri.
4) Kolaborasi dokter beri analgesic.
5) Catat respon terhadap obat dan laporkan bila nyeri hilang.
b) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b. d. mual, muntah,
dyspepsia, nyeri, pembatasan masukan.
Tujuan: Kebutuhan nutrisi klien dapat terpenuhi/adekuat
1) Hitung pemasukan kalori, jaga komentar tentang napsu
makan sampai minimal.
2) Timbang BB.
3) Konsultasi tentang makanan yang disukai dan tidak disukai,
makan penyebab distress, jadwal makan yang disukai.
4) Berikan suasana menyenangkan waktu makan, hilangkan
rangsangan berbau.
5) Tambahkan diet sesudah toleransi : rendah lemak, tinggi
serat, batasi makanan penghasil gas.
6) Konsultasi dengan ahli gizi.
c) Resiko tinggi kekurangan volume cairan b. d. mual, muntah.
Tujuan: Volume cairan klien adekuat
1) Pertahankan masukan dan haluaran, kaji membrane mukosa,
nadi perifer dan pengisian kapiler.

7
2) Awasi berlanjutnya mual / muntah, nyeri abdomen, lemah,
tidak adanya bising usus, depresi pernapasan.
3) Kaji perdarahan yang tidak biasanya, seperti perdarahan terus
menerus pada sisi injeksi, mimisin, perdarahn gusi, ekimosis,
petekie, hematemesis / melena.
4) Beri antimetik sesuai instruksi.
5) Berikan cairan IV, elektrolit dan Vit. K.
d) Kurang pengetahun tentang penyakit b. d. kurang terpapar
informasi.
Tujuan: Klien memahami dan mengerti tentang penyakit yang
dialami
1) Beri penjelasan pada pasien tentang kolesistisis.
2) Kaji ulang prognosis, diskusikan perawatan dan pengobatan.
3) Kaji ulang program obat, efek samping.
4) Anjurkan pasien menghindari makanan, minuman tinggi
lemak atau zat iritan gaster.

H. DAFTAR PUSTAKA
1. Johnson, marion, dkk. 2000. Nursing Outcomes Clasification (NOC).
Missouri: Mosby
2. Mc. Clostrey, Deane C, & Bulechek Glorid M. 2000. Nursing
Intervention Clasification (NIC). Missouri: Mosby.
3. Nanda. 2012. Panduan Diagnosa Keperawatan 2012-2014. Alih bahasa
dan editor: Budi Santosa. Jakarta: Prima Medika.
4. Price. 1995. Patofisiologi: Proses-proses Penyakit Edisi: 4, Editor peter
Anugrah Buku II. Jakarta: EGC.
5. Nursalam. 2005. Asuhan Keperawatan BAyi dan Anak (untuk perawat
dan bidan). Jakarta: Salemba Medika.
6. Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,
alih bahasa: Waluyo Agung., Yasmin Asih., Juli., Kuncara., I.made
karyasa, EGC, Jakarta.

8
9

Anda mungkin juga menyukai