Anda di halaman 1dari 44

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. KonsepCholelitiasis
2.1.1. Definisi Cholelitiasis
Batu empedu atau cholelithiasis adalah timbunan kristal di dalam kandung
empedu atau di dalam saluran empedu atau kedua-duanya. Batu kandung
empedu merupakan gabungan beberapa unsur dari cairan empedu yang
mengendap dan membentuk suatu material mirip batu di dalam kandung
empedu atau saluran empedu. Istilah kolelitiasis dimaksudkan untuk
pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu kandung empedu
merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material
mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu (Lesmana, 2000).
Komponen utama dari cairan empedu adalah bilirubin, garam empedu,
fosfolipid dan kolesterol. Batu yang ditemukan di dalam kandung empedu
bisa berupa batu kolesterol, batu pigmen yaitu coklat atau pigmen hitam,
atau batu campuran. Lokasi batu empedu bisa bermacam–macam yakni di
kandung empedu, duktus sistikus, duktus koledokus, ampula vateri, di
dalam hati. Kandung empedu merupakan kantong berbentuk seperti buah
alpukat yang terletak tepat dibawah lobus kanan hati. Empedu
yangdisekresi secara terus menerus oleh hati masuk kesaluran empedu
yang kecil di dalam hati. Saluran empedu yang kecil-kecil tersebut bersatu
membentuk dua saluran yang lebih besar yang keluar dari permukaan
bawah hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri yang akan bersatu
membentuk duktus hepatikus komunis. Duktus hepatikus komunis
bergabung dengan duktus sistikus membentuk duktus koledokus. Pada
banyak orang,duktus koledokus bersatu dengan duktus pankreatikus
membentuk ampula vateri sebelum bermuara ke usus halus. Bagian
terminal dari kedua saluran dan ampula dikelilingi oleh serabut otot
sirkular, dikenal sebagai sfingter oddi.
2.1.2. Etiologi
Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan sempurna namun
yang paling penting adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh
perubahan susunan empedu, stasis empedu dan infeksi kandung empedu.
Batu empedu dapat terjadi dengan atau tanpa factor resiko dibawah ini.
Namun, semakin banyak factor resiko yang dimiliki seseorang, semakin
besar kemungkinan untuk terjadinya batu empedu.
1. Jenis Kelamin
Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena batu empedu
dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormone esterogen
berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung
empedu. Kehamilan, yang meningkatkan kadar esterogen juga
meningkatkan resiko terkena batu empedu. Penggunaan pil kontrasepsi
dan terapi hormone (esterogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam
kandung empedu dan penurunan aktivitis pengosongan kandung
empedu.
2. Usia
Resiko untuk terkena batu empedu meningkat sejalan dengan
bertambahnya usia. Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung
untuk terkena batu empedu dibandingkan dengan orang usia yang lebih
muda
3. Berat badan (BMI)
Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih
tinggi untuk terjadi batu empedu. Ini dikarenakan dengan tingginy
BMI maka kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan
juga mengurasi garam empedu serta mengurangi
kontraksi/pengosongan kandung empedu.
4. Makanan
Intake rendah klorida, kehilangan berat yang cepat (seperti setelah
operasi gastrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur
kimia dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi
kandung empedu.
5. Riwayat keluarga
Orang dengan riwayat keluarga batu empedu mempunyai resiko lebih
besar dibandingkan dengan tanpa riwayat keluarga
6. Aktifitas fisik
Kurangnya aktifitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko
terjadi batu empedu. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu
lebih sedikit berkontraksi.
7. Penyakit usus halus
Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan batu empedu adalah
crhon disease, diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik
8. Nutrisi intravena jangka lama
Nutirisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak
terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/nutrisi yang
melewati intestinal. Sehingga resiko untuk terbentuknya batu menjadi
meningkat dalam kandung empedu.

2.1.3. Patofisiologi
Patofisiologi Pembentukan batu empedu dibagi menjadi tiga tahap:
1. Pembentukan empedu yang supersaturasi,
2. Nukleasi atau pembentukan inti batu,
3. Berkembang karena bertambahnya pengendapan.

Kelarutan kolesterol merupakan masalah yang terpenting dalam


pembentukan semua batu, kecuali batu pigmen. Supersaturasi empedu
dengan kolesterol terjadi bila perbandingan asam empedu dan fosfolipid
(terutama lesitin) dengan kolesterol turun di bawah harga tertentu. Secara
normal kolesterol tidak larut dalam media yang mengandung air. Empedu
dipertahankan dalam bentuk cair oleh pembentukan koloid yang
mempunyai inti sentral kolesterol, dikelilingi oleh mantel yang hidrofilik
dari garam empedu dan lesitin. Jadi sekresi kolesterol yang berlebihan,
atau kadar asam empedu rendah, atau terjadi sekresi lesitin, merupakan
keadaan yang litogenik (Schwartz, 2000).

Pembentukan batu dimulai hanya bila terdapat suatu nidus atau inti
pengendapan kolesterol. Pada tingkat supersaturasi kolesterol, kristal
kolesterol keluar dari larutan membentuk suatu nidus, dan membentuk
suatu pengendapan. Pada tingkat saturasi yang lebih rendah, mungkin
bakteri, fragmen parasit, epitel sel yang lepas, atau partikel debris yang
lain diperlukan untuk dipakai sebagai benih pengkristalan (Lesmana,
2000).

2.1.4. Klasifikasi
Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu di
golongkankan atas 3 (tiga) golongan:
1. Batu Kolesterol
Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari
70% kolesterol. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu
yang mengandung > 50% kolesterol). Untuk terbentuknya batu
kolesterol diperlukan 3 faktor utama :
a. Supersaturasi kolesterol
b. Hipomotilitas kandung empedu
c. Nukleasi/ pembentukan nidus cepat.
2. Batu Pigmen
Batu pigmen merupakan 10% dari total jenis baru empedu yang
mengandung<20% kolesterol.
Jenisnya antara lain:
a. Batu Pigmen Kalsium Bilirubinan (Pigmen Coklat)
Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan
mengandung kalsium-bilirubinat sebagai komponen utama. Batu
pigmen cokelat terbentuk akibat adanya faktor stasis dan infeksi
saluran empedu. Stasis dapat disebabkan oleh adanya disfungsi
sfingter Oddi, striktur, operasi bilier, dan infeksi parasit. Bila
terjadi infeksi saluran empedu, khususnya E. Coli, kadar enzim
Bglukoronidase yang berasal dari bakteri akan dihidrolisasi
menjadi bilirubin bebas dan asam glukoronat. Kalsium mengikat
bilirubin menjadi kalsium bilirubinat yang tidak larut. Dari
penelitian yang dilakukan didapatkan adanya hubungan erat antara
infeksi bakteri dan terbentuknya batu pigmen cokelat.umumnya
batu pigmen cokelat ini terbentuk di saluran empedu dalam
empedu yang terinfeksi.
b. Batu Pigmen Hitam.
Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti
bubuk dan kaya akan sisa zat hitam yang tak terekstraksi. Batu
pigmen hitam adalah tipe batu yang banyak ditemukan pada
pasiendengan hemolisis kronik atau sirosis hati. Batu pigmen hitam
ini terutama terdiri dari derivat polymerized bilirubin. Potogenesis
terbentuknya batu ini belum jelas. Umumnya batu pigmen hitam
terbentuk dalam kandung empedu dengan empedu yang steril.
3. Batu Campuran
Batu iniadalahjenis yang paling banyakdijumpai. Batucampuran antara
kolesterol dan pigmen dimana mengandung 20-50% kolesterol.
(Price, 2000)

2.1.5. Penatalaksanaan
Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan. Nyeri
yang hilang-timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau
mengurangi makanan berlemak. Jika batu kandung empedu menyebabkan
serangan nyeri berulang meskipun telah dilakukan perubahan pola makan,
maka dianjurkan untuk menjalani pengangkatan kandung empedu
(kolesistektomi). Pengangkatan kandung empedu tidak menyebabkan
kekurangan zat gizi dan setelah pembedahan tidak perlu dilakukan
pembatasan makanan. Pilihan penatalaksanaan antara lain:
1. Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien denga
kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat
terjadi adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien.
Angka mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari
0,5%. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik
biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.
2. Kolesistektomi Laparaskopi
Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan
sekarang ini sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopi.
80-90% batu empedu di Inggris dibuang dengan cara ini karena
memperkecil resiko kematian dibanding operasi normal (0,1-0,5%
untuk operasi normal) dengan mengurangi komplikasi pada jantung
dan paru. Kandung empedu diangkat melalui selang yang dimasukkan
lewat sayatan kecil di dinding perut.
Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa
adanya kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman,
banyak ahli bedah mulai melakukan prosedur ini pada pasien dengan
kolesistitis akut dan pasien dengan batu duktus koledokus. Secara
teoritis keuntungan tindakan ini dibandingkan prosedur konvensional
adalah dapat mengurangi perawatan di rumah sakit dan biaya yang
dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali bekerja, nyeri menurun dan
perbaikan kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan adalah kemanan
dari prosedur ini, berhubungan dengan insiden komplikasi 6r seperti
cedera duktus biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih sering selama
kolesistektomi laparaskopi.
3. Disolusi medis
Masalah umum yang mengganggu semua zat yang pernah digunakan
adalah angka kekambuhan yang tinggi dan biaya yang dikeluarkan. Zat
disolusi hanya memperlihatkan manfaatnya untuk batu empedu jenis
kolesterol. Penelitian prospektif acak dari asam xenodeoksikolat telah
mengindikasikan bahwa disolusi dan hilangnya batu secara lengkap
terjadi sekitar 15%. Jika obat ini dihentikan, kekambuhan batu tejadi
pada 50% pasien. Kurang dari 10% batu empedu dilakukan cara ini an
sukses. Disolusi medis sebelumnya harus memenuhi criteria terapi non
operatif diantaranya batu kolesterol diameternya < 20 mm, batu kurang
dari 4 batu, fungsi kandung empedu baik dan duktus sistik paten.
4. Disolusi kontak
Meskipun pengalaman masih terbatas, infus pelarut kolesterol yang
poten (Metil-Ter-Butil-Eter (MTBE)) ke dalam kandung empedu
melalui kateter yang diletakkan per kutan telah terlihat efektif dalam
melarutkan batu empedu pada pasien-pasien tertentu. Prosedur ini
invasif dan kerugian utamanya adalah angka kekambuhan yang tinggi
(50% dalam 5 tahun). 5. Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)
Sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu, analisis
biayamanfaat pad saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya
terbatas pada pasien yang telah benar-benar dipertimbangkan untuk
menjalani terapi ini.
5. Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)
Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL) adalah Pemecahan batu
dengan gelombang suara. ESWL Sangat populer digunakan beberapa
tahun yang lalu, analisis biaya manfaat pada saat ini memperlihatkan
bahwa prosedur inihanya terbatas pada pasien yang telah benar-benar
dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini.
6. Kolesistotomi
Kolesistotomi yang dapat dilakukan dengan anestesia lokal bahkan di
samping tempat tidur pasien terus berlanjut sebagai prosedur yang
bermanfaat, terutama untuk pasien yang sakitnya kritis.
7. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)
Pada ERCP, suatu endoskop dimasukkan melalui mulut,
kerongkongan, lambung dan ke dalam usus halus. Zat kontras
radioopak masuk ke dalam saluran empedu melalui sebuah selang di
dalam sfingter oddi. Pada sfingterotomi, otot sfingter dibuka agak
lebar sehingga batu empedu yang menyumbat saluran akan berpindah
ke usus halus. ERCP dan sfingterotomi telah berhasil dilakukan pada
90% kasus. Kurang dari 4 dari setiap 1.000 penderita yang meninggal
dan 3-7% mengalami komplikasi, sehingga prosedur ini lebih aman
dibandingkan pembedahan perut. ERCP saja biasanya efektif
dilakukan pada penderita batu saluran empedu yang lebih tua, yang
kandung empedunya telah diangkat.

2.1.6. Komplikasi
Komplikasi dari kolelitiasis diantaranya adalah :
1. Empiema kandung empedu, terjadi akibat perkembangan kolesistitis
akut dengan sumbatan duktus sistikus persisten menjadi superinfeksi
empedu yang tersumbat disertai kuman kuman pembentuk pus.
2. Hidrops atau mukokel kandung empedu terjadi akibat sumbatan
berkepanjangan duktus sitikus.
3. Gangren, gangrene kandung empedu menimbulkan iskemia dinding
dan nekrosis jaringan berbercak atau total.
4. Perforasi : Perforasi lokal biasanya tertahan oleh adhesi yang
ditimbulkan oleh peradangan berulang kandung empedu. Perforasi
bebas lebih jarang terjadi tetapi mengakibatkan kematian sekitar 30%.
5. Pembentukan fistula
6. Ileus batu empedu : obstruksi intestinal mekanik yang diakibatkan oleh
lintasan batu empedu yang besar kedalam lumen usus.
7. Empedu limau (susu kalsium) dan kandung empedu porcelain.

2.1.7. Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan laboratorium
Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak
menunjukkan kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi
peradangan akut, dapat terjadi leukositosis. Apabila terjadi sindroma
mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum akibat
penekanan duktus koledukus oleh batu. Kadar bilirubin serum yang
tinggi mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus koledukus.
Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar amilase serum
biasanya meningkat sedang setiap setiap kali terjadi serangan akut.
2. Pemeriksaan Radiologis
Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas
karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat
radioopak. Kadang kandung empedu yang mengandung cairan empedu
berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos. Pada
peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau
hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak
di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus
besar, di fleksura hepatica.
3. Pemeriksaan Ultrosonografi (USG)
Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang
tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran
empedu intrahepatik maupun ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat
dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau
udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu yang
terdapat pada duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi karena
terhalang oleh udara di dalam usus. Dengan USG punktum maksimum
rasa nyeri pada batu kandung empedu yang ganggren lebih jelas
daripada dengan palpasi biasa.
4. Kolesistografi
Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik
karena relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu
radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu.
Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah,
kadar bilirubun serum diatas 2 mg/dl, okstruksi pilorus, dan hepatitis
karena pada keadaankeadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai
hati. Pemeriksaan kolesitografi oral lebih bermakna pada penilaian
fungsi kandung empedu.

2.2. Konsep Laparoscopy


2.2.1. Definisi Laparoscopy
”Laparoscopy” berasal dari kata ‘Lapara’ yaitu bagian dari badan mulai
iga paling bawah sampai dengan panggul dan ‘Skopein’ yaitu melihat /
memeriksa. Laparoskopi adalah sebuah teknik melihat ke dalam perut
tanpa melakukan pembedahan besar, walaupun awalnya adalah adalah
prosedur ginekologi. Tindakan dilakukan dengan menggunakan kamera
video pada alat laparoskopi yang dimasukkan ke dalam lubang yang
berukuran ½ -1 cm pada 2 – 3 tempat. Jalannya operasi dipantau melalui
monitor dan dilakukan oleh tim khusus yang terdiri dari dokter bedah /
kebidanan yang memiliki sertifikat pelatihan khusus dan dokter anestesi
serta perawat. Teknologi Laparaskopi ini bisa digunakan sebagai alat
diagnostik dan terapetik (pengobatan)
Laparoskopi semakin sering digunakan dalam pembedahan cabang lain.
Menurut sumber lain Laparoskopi adalah teknik bedah invasif minimal
yang menggunakan alat-alat berdiameter kecil untuk menggantikan tangan
dokter bedah melakukan prosedur bedah di dalam rongga perut. Kamera
mini ini digunakan terlebih dahulu, kemudian dimasukkan gas untuk
membuat jarakpemisah antara ronggasehingga dapat terlihat dengan jelas
gambar yang akan terlihat. Dokter bedah melakukan pembedahan dengan
melihat layar monitordan mengoperasikan alat-alat tersebut dengan kedua
tangannya.
Awalanya, diadopsi luas oleh para ginekolog, laparoskopi sekarang
menjadi teknik bedah yang diggunakan dalam bayak cabang
pembedahan.Teknik ini memungkinkan banyak prosedur invansif
minimal. Laparoskop adalah instrumen sempit serupa tabung pencahayaan
di bagian dalam dan melihat nyaris setiap bagian tubuh. Instrumen ini
secara lengkap bertahap menjadi canggih sehingga dokter bedah dapat
melewatkan istrumen halus melalui laparoskop untuk melakukan operasi
kecil. Paling sering digunakan dalam ginekologi. Laparoskopi
memungkinkan pandangan jernih tuba fallopii, rahim dan indung telur. Ini
berguna dalam mendiagnosis kondisi ginekologi, seperti infeksi leher
rahim dan kista indung telur. Juga digunakan untuk mengecek keluhan
seperti endometriosis(jaringan yang menyerupai lapisan rahim yang
tumbuh di luar rahim) dan kanker indung telur. Sebagai tes untuk ketidak
suburan yang disebabkan oleh tersumbatnya tuba fallopi, zat pewarna
ditempatkan kedalam lubang perut.
Di Indonesia, teknik bedah laparoskopi mulai dikenal di awal 1990-an
ketika tim dari RS Cedar Sinai California AS mengadakan live demo di RS
Husada Jakarta. Selang setahun kemudian, Dr Ibrahim Ahmadsyah dari
RS Cipto Mangunkusumo melakukan operasi laparoskopi pengangkatan
batu dan kantung empedu (Laparoscopic Cholecystectomy) yang pertama.
Sejak 1997, Laparoscopic Cholecystectomy menjadi prosedur baku untuk
penyakit-penyakit kantung empedu di beberapa rumah sakit besar di
Jakarta dan beberapa kota besar di Indonesia.
Beberapa keuntungan dari tindakan laparascopy ini antara lain :
1) Nyeri pasca bedah jauh lebih ringan
2) Membantu menegakkan diagnosa lebih akurat
3) Proses pemulihan lebih cepat
4) Rawat inap lebih singkat
5) Luka bekas operasi lebih kecil

Posisi pasien operasi Laparascopy Chole adalah pasien tidur terlentang


dalam posisi anti trendelenburg, miring kekiri 30° kearah operator,
operator berada di sebelah kiri pasien, asisten dan instrument sebelah
kanan pasien
2.2.2. Tujuan
Prosedur ini dapat direkomendasikan pada pasien yang mengalami nyeri
abdomen yang tidak diketahui penyebabnya atau pasien yang mengalami
trauma abdomen.
Laparotomy eksplorasi digunakan untuk mengetahui sumber nyeri akibat
trauma dan perbaikan bila diindikasikan.

2.2.3. KeuntungandanKerugian
1. KeuntunganProsedur Laparoskopi
a. Dibandingkan dengan bedah terbuka, laparoskopi lebih
menguntungkan karena insisi yang kecil dan nyeri pasca operasi
yang lebih ringan.
b. Fungsi paru pasca operasi tidak terganggu dan sedikit
kemungkinan terjadi atelektasis setelah prosedur laparoskopi.
c. Setelah operasi fungsi pencernaan pasien pulih lebih cepat, masa
rawat inap rumah sakit pendek, serta lebih cepat kembali
beraktivitas.

2. KerugianProsedur Laparoskopi
a. Komplikasi dapat terjadi langsung / tidak langsung karena
kebutuhan insuflasi CO2 untuk membuat ruang operasi. CO2
masuk kedalam pembuluh darah secara cepat. Gas yang tidak
larut terakumulasi didalam jantung kanan menyebabkan hipotensi
dan cardiac arrest.
b. Intervensidapatdengan menghentikan insuflasi CO2,
hiperventilasi dengan 100% O2 dan resusitasi cairan, merubah
posisi pasien right side up dan memasang kateter vena central
untuk aspirasi gas.
c. Hal serius lain adalah pneumothorak, jika gas masuk ke dalam
rongga thorax melalui luka atau insisi yang dibuat sewaktu
pembedahan.

2.2.4. Operasi yang Dapat Dilakukan Dengan Bedah Laparoskopi


1. Bedah
a. Operasi usus buntu (appendicitis)
b. Batu kandung empedu (cholecystitis, cholelithiasis)
c. Perlengkapan usus
d. Operasi pada lambung, usus halus, dan usus besar

2. Kebidanan dan Kandungan


a. Menilai status kesuburan
b. Membetulkan posisi Rahim
c. Memisahkan perlengketan
d. Endometriosis
e. Terapi kehamilan ektopik (hamil di luarkandungan)
f. Kistektomi (pengangkatan kista) dan Miomektomi (pengangkatan
miom). Miomektomi membutuhkan dokter ahli bedah
berketerampilan khusus yang sudahahli.
g. Histerektomi (pengangkatanrahim)
h. Sterilisasiatauligase
i. Terapi b sesrongga panggul

2.2.5. TeknikLapaorskopi
Laparoskopi dapat dilakukan denganan estesi lokal (keadaan pasien sadar)
maupunan estesiumum (pasien tidak sadar), tergantung pada sifat dari
prosedur yang hendak dilakukan. Setelah irisan dibuat (biasanya di sebelah
pusar), laparoskop dimasukkan kedalam rongga perut. Gas karbon
dioksida atau nitrogen oksida akan dimasukkan dalam rongga perut untuk
memisahkan dinding perut dengan organ di bawahnya. Hal ini membuat
pemeriksaan organ dalam menjadi lebih mudah.
Satu sampai tiga irisan kecil perlu dibuat lagi untuk memasukkan alat-alat
operasi, misalnya penjepit atau gunting. Setelah diagnosis dibuat atau
penyakit sudah ditangani, peralatan-peralatan tersebut akan dikeluarkan,
dan gas akan keluar darir rongga perut, lalu irisan akan dijahit kembali.
Jahitan yang dilakukan tersebut terkadang perlu diambil kembali oleh
dokter setelah luka mengering, atau dapat pula menyatu dengan
sendirinya.
2.3. Konsep Keperawatan Cholelithiasis
1. Pengakajian
a. Pengkajian fase Pre Operatif
1) Pengkajian Psikologispasienmeliputi: perasaan takut / cemas
dan keadaan emosi pasien
2) Pengkajian fisik pasien : pengkajian tanda-tanda vital (tekanan
darah, nadi, pernafasan dan suhu).
3) Sistem integumen pasien : apakah pasien pucat, sianosis dan
adakah penyakit kulit di area badan.
4) Sistem Kardiovaskuler pasien : apakah ada gangguan pada
sisitem cardio, validasi apakah pasien menderita penyakit
jantung ?, kebiasaan minum obat jantung sebelum operasi.,
Kebiasaan merokok, minum alcohol, Oedema, Irama dan
frekuensi jantung.
5) Sistem pernafasan pasien : apakah pasien bernafas teratur dan
batuk secara tiba-tiba di kamar operasi.
6) Sistem gastrointestinalpasien : apakah pasien diare ?
7) Sistem reproduksi pasien : apakah pasien wanita mengalami
menstruasi ?
8) Sistem saraf pasien : bagaimana tingkatkesadaran ?
9) Validasi persiapan fisik pasien. Apakah pasien puasa,
lavement, kapter, perhiasan, Make up, Scheren, pakaian pasien
/ perlengkapan operasi dan validasi apakah pasien alaergi
terhadap obat ?

b. Pengkajian fase Intra Operatif


Hal-hal yang dikaji selama dilaksanakannya operasi bagi pasien
yang diberi anaesthesi total adalah yang bersifat fisik saja,
sedangkan pada pasien yang diberi anaesthesi lokal ditambah
dengan pengkajian psikososial. Secara garis besar yang perlu dikaji
adalah :
1) Pengkajian mental pasien
Bila pasien diberi anaesthesi lokal dan pasien masih sadar atau
terjaga maka sebaiknya perawat menjelaskan prosedur yang
sedang dilakukan terhadapnya dan memberi dukungan agar
pasien tidak cemas atau takut menghadapi prosedur tersebut.
2) Pengkajian fisikpasien
Tanda-tanda vital (bila terjadi ketidaknormalan maka perawat
harus memberitahukan ketidaknormalan tersebut kepada ahli
bedah).
3) Transfusi dan infuse pasien
Monitor flabot sudah habis apa belum.
4) Pengeluaran urinpasien
Normalnya pasien akan mengeluarkan urin sebanyak 1 cc/kg
BB/jam.

c. Pengkajian fase Post Operatif


1) Status respirasi pasien
Meliputi : kebersihan jalan nafas, kedalaman pernafasaan,
kecepatan dan sifat pernafasan dan bunyi nafas.
2) Status sirkulatori pasien
Meliputi : nadi, tekanan darah, suhu dan warna kulit.
3) Status neurologi spasien
Meliputi tingkat kesadaran.
4) Balutan pasien
Meliputi : balutan luka
5) Kenyamanan pasien
Meliputi : terdapat nyeri, mual dan muntah
6) Keselamatan pasien
Meliputi : diperlukan penghalang samping tempat tidur, kabel
panggil yang mudah dijangkau dan alat pemantau dipasang dan
dapat berfungsi.
7) Perawatan pasien
Meliputi : cairan infus, kecepatan, jumlah cairan, kelancaran
cairan.
8) Nyeri pasien
Meliputi : waktu, tempat, frekuensi, kualitas dan faktor yang
memperberat atau memperingan

2. Asuhan Keperawatan Perioperatif

NO NANDA Tujuan&KriteriaHasil Intervensi


1. Pre Operatif Tujuan : cemas dapat Penurunan kecemasan:
Cemas b.d krisis terkontrol. 1. Kaji tingkat kecemasan
situasional Kriteria hasil : klien.
Operasi 1. Secara verbal 2. Tenangkan klien dan
dapat dengarkan keluhan klien
mendemonstrasi dengan atensi
kan teknik 3. Jelaskan semua prosedur
menurunkan tindakan kepada klien
cemas. setiap akan melakukan
2. Mencari tindakan
informasi yang 4. Dampingi klien dan ajak
dapat berkomunikasi yang
menurunkan terapeutik
cemas 5. Berikan kesempatan pada
3. Menggunakan klien untuk
teknik relaksasi mengungkapkan
untuk perasaannya.
menurunkan 6. Ajarkan teknik relaksasi
cemas 7. Bantu klien untuk
4. Menerima status mengungkapkan hal-hal
kesehatan. yang membuat cemas.
2. Pre Operatif Tujuan : bertambah-nya Pendidikan kesehatan : proses
Kurang pengetahuan pasien penyakit
Pengetahuan b.d tentang penyakitnya. 1. Kaji tingkat
keterbatasan Pengetahuan: Proses pengetahuan klien.
informasi Penyakit 2. Jelaskan proses
tentang penyakit Kriteria hasil : terjadinya penyakit,
dan proses 1. Pasien mampu tanda gejala serta
operasi men-jelaskan komplikasi yang
penyebab, mungkin terjadi
komplikasi dan 3. Berikan informasi pada
cara keluarga tentang
pencegahannya perkembangan klien.
2. Klien dan 4. Berikan informasi pada
keluarga klien dan keluarga
kooperatif saat tentang tindakan yang
dilakukan akan dilakukan.
tindakan 5. Berikan penjelasan
tentang pentingnya
ambulasi dini
6. Jelaskan komplikasi
kronik yang mungkin
akan muncul
3. Intra Operatif Tujuan : resiko 1. Memasang arde
Resiko cedera combustio dapat electrocoter sesuai
(combustio b.d diminimalisir prosedur.
pemajanan Ktriteria hasil : 2. Memfiksasi arde secara
peralatan tidak terjadi combustio. adekuat
kesehatan 3. menggunakan power
(pemasangan output sesuai kebutuhan
arde 4. mengawasi selama
electrocouter) pemakaian alat
4. Post Operatif Tujuan : kerusakan per- Pengelolaan jalan napas
Gangguan tukaran gas tidak terjadi 1. Kaji bunyi paru,
pertukaran gas Status Pernapasan: frekuensi nafas,
b.d efek ventilasi kedalaman dan usaha
samping dari Kriteria hasil : nafas.
anaesthesi. 1. Dispnea tidak 2. Auskultasi bunyi napas,
ada tandai area penurunan
2. PaO2, PaCO2, atau hilangnya ventilasi
pH arteri dan dan adanya bunyi
SaO2 dalam tambahan
batas normal 3. Pantau hasil gas darah
3. Tidak ada dan kadar elektrolit
gelisah, 4. Pantau status mental
sianosis, dan Observasi terhadap
keletihan sianosis, terutama
membran mukosa mulut
5. Pantau status pernapasan
dan oksigenasi
6. Jelaskan penggunaan alat
bantu yang diperlukan
(oksigen,
pengisap,spirometer)
7. Ajarkan teknik bernapas
dan relaksasi
8. Laporkan perubahan
sehubungan dengan
pengkajian data (misal:
bunyi napas, pola napas,
sputum,efek dari
pengobatan)
9. Berikan oksigen atau
sesuai dengan kebutuhan
5. Post Operatif Tujuan : kerusakan Perawatan luka
Kerusakan integritas kulit tidak 1. Ganti balutan plester dan
integritas kulit terjadi. debris
b.d luka post Penyembuhan Luka: 2. Catat karakteristik luka
operasi Tahap Pertama bekas operasi
Kriteria hasil : 3. Catat katakteristik dari
1. Kerusakan kulit beberapa
tidak ada 4. Bersihkan luka bekas
2. Eritema kulit operasi dengan sabun
tidak ada antibakteri yang cocok
3. Luka tidak ada 5. Sediakan perawatan luka
pus bekas operasi sesuai
4. Suhu tubuh kebutuhan
antara 36°C- 6. Ajarkan pasien dan
37°C anggota keluarga
prosedur perawatan luka
6. Post Operatif Tujuan : Nyeri dapat Manajemen Nyeri :
Nyeri akut b.d teratasi. 1. Kaji nyeri secara
proses Kontrol Resiko komprehensif (lokasi,
pembedahan Kriteria hasil : karakteristik, durasi,
1. Klien frekuensi, kualitas dan
melaporkan faktor presipitasi)
nyeri berkurang 2. Observasi reaksi nyeri
dg scala 2-3 dari ketidak nyamanan
2. Ekspresi wajah 3. Gunakan teknik
tenang komunikasi terapeutik
3. Klien dapat untuk mengetahui
istirahat dan pengalaman nyeri klien
tidur 4. Kontrol faktor
lingkungan yang
mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan
5. Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologis/non
farmakologis).
6. Ajarkan teknik non
farmakologis (relaksasi,
distraksi dll) untuk
mengetasi nyeri.
7. Kolaborasi pemberian
analgetik untuk
mengurangi nyeri.
8. Evaluasi tindakan
pengurang nyeri

BAB III
LAPORAN KASUS
A. PraOperatif di KamarBedah

1. IdentitasKlien
a. Nama : Ny. S
b. Umur : 48 Tahun
c. Nomor Rekam Medis : 0374823
d. Ruang : Ayyub 3/Kelas II
e. Alamat : Semarang
f. Dokter operator : dr. Johny
g. Dokter anestesi : dr. Soedjoyo
h. DiagnosaKeperawatan : Cholelhitiasis
i. TindakanOperasi : laparoscopy cholelithiasis
j. JenisAnestesi : general anastesi
k. KamarOperasi : Ruang OK III
l. Waktu : 13 Agustus 2015 pukul 16.00 WIB
m. Asisten : Perawat Suprapto
n. Perawat instrumen : Aristasari Dian Kuspratiwi
o. Perawat sirkuler : Perawat Rini
p. Checklist operatif( = Iya, - = Tidak)
 Gelangidentitasklien - Gigi palsu
 Lengkap Informed - Kacamata Aksesoris
- Tidaklengkap consent - Kontak lens
- Lavement - DM
 Puasa - HT
- Penyakitjantung Penyakitkr
- Mandi keramas - TB paru
- Oral hygiene - Asma onis
 Kebersihan kuku - CKD
 Persiapankulit - Lain-lain
- Gelang - Lipstik
- Kalung Aksesoris - Kutek kuku Make up
- Cincin - Eye shadow
q. Premedikasi : Ondancentron 4 mg
Ketorolac 30 mg
CatatanAlergi
Ny. S mengatakan tidak mempunyai alergi terhadap makanan dan obat
2. Resume Penyakit
a. RiwayatPenyakitSekarang
Ny. S mengatakan nyeriseperti ditusuk tusuk, nyeri saat beraktivitas
sejak seminggu yang lalu, nyeri daerah perut, skala nyeri 5, nyeri
hilang timbul.
b. RiwayatPenyakitDahulu
Ny. S mengatakan tidak memiliki keluhan lain selain yang dirasakan
saat ini.
3. Pengkajian
a. Status Fisiologis
1) Tingkat Kesadaran : Composmenthis (GCS : 15)
2) Tanda-tandavital
TD : 123/83 mmHg HR :108 x/menit
SpO2 : 97 %
b. Status Psikososial
1) Subjektif
Klien mengatakan belum tahu dan khawatir dengan proses
operasi yang akan dijalani. Klien mengatakan belum prnah operasi
sebelumnya.

2) Objektif
Klien tampak cemas dan bertanya berapa lama operasi
berlangsung.TD : 123/83 mmHg, HR : 108x/menit, SpO2 : 97%,
ekspresi wajah klien meringis. akral kulit teraba dingin.
3) Pemeriksaan Fisik
a) Kepala : mesosephal, tidakadalesi, tidak ada nyeri tekan
b) Mata : Isokor, sclera tak ikterik dan konjungtiva tak
anemis
c) Hidung : bentuksimetris, tidakadaperdarahan, tidakadasekret
d) Telinga : Simetris, tidak ada perdarahan, dan tidak
mengalami gangguan
e) Mulutdangigi : Mukosa lembab, mulut dan gigi bersih
f) Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, nadi
teraba dan tidak ada krepitasi
g) Thorak : simetris kiri dan kanan, tidak ada krepitasi,
tidak ada retraksi dinding dada, bunyi nafas vesikuler.
h) Genetalia : tidak mengalami nyeri saat kencing,
frekuensi BAK 5-6/hari, urine berwarna kuning jernih.
i) Status mental : klien tampak cemas
j) Terapi yang sudah diberikan : Infus RL 500 ml

4) Pemeriksan Penunjang
a) Hasil pemriksaan laboratorium
Tanggal : 11 Agustus 2015

Nama Test Hasil Unit Nilai Rujukan


Hematologi
Darah rutin
Hemoglobin 12,5 g/dL 11,2- 15,5
Leukosit 8400 /mm3 3500-11000
Trombosit 309000 /mm3 150000-440000
Hematokrit 38,7 % 35-47
Hitung Jenis
Eosinofil 2,8 % 2-4
Basofil 0,6 % 0-1
N. Segmen 57,3 % 50-70
Limfosit 34,8 % 25-40
Monosit 4,5 % 2-8
Laju Endap Darah - mm/jam 0-20
Eritrosit 4,05 juta/uL 3,8-5,2
MCV 96 fL 90-100
MCH 31 pg 26-34
MCHC 32 % 32-38
RDW 10,35 % 11,5-14,5
Hemostatis
Masa Perdarahan/BT 1’00” menit 1-2
Masa Pembekuan/CT 3’20” menit 2-6
Imunoserologi
HbsAg Negatif Negatif, COI <0,095
Positif, COI ≥ 0,095
Kimia Klinik
Glukosa Darah Sewaktu 120 mg/dL 80-150
Ureum 33 mg/dL 10-50
Kreatinin 0,9 0,45-0,75
Elektrolit
Kalium (K) 4,1 mmol/L 35-5
Natrium (Na) 139 mEq/L 135-147
Clorida (Cl) 103 mEq/L 95-105
Calcium 8,7 mg/dL 8,6-10,3

b) Pemeriksaan Foto USG Abdomen


Tanggal : 12 Agustus 2015
Kesan :
 Pembesaran vesika felea disertai batu multiple dengan
ukuran terbesar 1,5 cm suspek gambaran
colesistolitiasis multiple
 Tak tampak kelainan pada organ intra abdomen lainnya
secara pemeriksaan USG
4. Surgical Safety Checklist
a. Sign in (dilakukan sebelum induksi anestesi)

Indicator Sudah Belum


Identitas dan gelang pasien Sudah
Lokasi operasi Sudah
Prosedur Sudah
Persetujuan operasi Sudah
Mesin dan obat anestesi Sudah
Pulse oximeter terpasang dan berfungsi Sudah
Ya Tidak
Apakah klienmempunyai riwayat alergi ? Tidak
Kesulitan bernafas atau resiko aspirasi ?tersediakah Ya
bantuan
Resiko kehilangan darah > 500 ml (7ml/kg BB pada Tidak
anak )
Dua kases intravena atau akses sentral dan rencana Tidak
terapi cairan
b. Time out (dilakukan sebelum insisi)
Indicator Ya Tidak
Sebutkan nama dan peran masing-masing Ya
seluruh anggota tim
Konfirmasi tim Ya
Konfirmasi prosedur Ya
Konfirmasi lokasi insisi Ya
Antibiotic yang sudah diberikan Ya
Pencegahan kejadian yang tidak diharapkan Ya
(KTD)
Apakah kemungkinan kesulitan dalam op Tidak ada
Berapa estimasi waktu dalam op ± 1 jam
Apakah antisipasi kehilangan darah Ya
Adakah masalah spesifik pada pasien Tidak
Sudahkah cek alat steril Ya
Adakah alat khusus Ya
Sudahkah hasil MRI, CT scan, foto rontgen Tidak ada
terpasang
c. Sign out ( dilakukan sebelum klien meninggalkan kamar operasi)
Indicator Keterangan
Tim keperawatan secara lisan Nama prosedur laparoscopy
mengonfirmasi dihadapan tim nama cholelitiasis dan hitungan
prosedur dan kelengkapan hitungan instrumen lengkap
instrumen, spons, dan jarum sesuai
kebutuhan
Label spesimen (minimal terdapat asal Sudah ada
jaringan (nama pasien, tanggal lahir,
no.RM)
Apakah terdapat permasalah peralatan yang Tidak ada
perlu disampaikan
Kepada operator,dokter anestesi dan tim Pasien dengan anestesi general
keperawatan : Apakah ada pesan khusus
untuk pemulihan pasien

d. Instrumen yang digunakan untuk operasi laparoscopy cholelitiasis

Jumlah Langkah-langkah operasi


Instrument dan
No Pr Intra + Post
sponge
a
Instrumen minor 1. Persiapan alat
1. Desinfektan klem 1 1 1 a. Instrumen minor
2. Kom kecil 2 2 2 b. Instrumen laparoscopy
3. Neerbeken (bengkok) 1 1 1 c. Monitor laparoscopy:
4. Kocher 5 5 5 1) LCD Monitor
5. Forceps mosquito 5 5 5 2) Light Source
(Klem bengkok) 3) Kamera
6. Towl forceps (doek 5 5 5 4) Mesin dan Tabung
klem) CO2
7. Needle holder 2 2 2 5) Tabung suction
8. Scalpel 1 1 1 d. ESU
9. Bisturi no 11 e. Kabel-kabel :
Instrumen khusus 1) Kabel light source
laparoscopy : 2) Kabel monopolar
1. Monopolar 1 1 1 3) Selang gas CO2
grasping forceps 4) Selang suction
2. Babcock 1 1 1 5) Selang irigasi
3. Endo scissor 1 1 1 f. Kantong plastik untuk:
(gunting 1) kamera
jaringan) 2) jaringan
4. Clickline hook 1 1 1 2. Sign in
scissor (gunting 3. Time out
benang) 4. Cek ketajaman pada layar
5. slooder 1 1 1 monitor denngan
hemolock atau 1 1 1 melakukan white balance
endoclip pada kamera
(Titanium) 1 1 1 5. Cek respon anastesi
6. Hemolock dengan menggunakan
(endoclop pinset chirugis
plastik) 6. Insisi di daerah umbilikal
7. Lensa 0° dengan menggunakan
8. Troicard no. 10 1 1 1 bisturi no.11
mm 7. Dilatasi lemak hingga
9. Troicard no. 5 fasia dengan menggunakan
mm 1 1 1 pean
10. Clickline hook 1 1 1 8. Gunakan langenback
11. Clickline spatel untuk membantu operator
12. Parrot jaw 2 2 2 dalam mengeksplorasi
neddle fasia
13. Disposible spuit 1 1 1 9. Gunakan dua kocher lurus
20 cc untuk menjepit dan
1 1 1 memegang fasia pada dua
sisi lalu insisi dengan
1 1 1 bisturi no. 11
10. Gunakan forceps mosquito
1 1 1 untuk melubangi
peritonium lalu berikan
troicard no.10 untuk
membuat jalan ke rongga
abdomen
11. Lalu hidupkan CO2 dan
masukkan ke rongga
abdomen dengan kekuatan
12 bar
12. berikan kamera dan light
source untuk mengecek,
melihat isi rongga
abdomen dan membantu
dalam membuat lubang
pada regio perut atas
kanan (epigastrium) dan
lumbal kiri
13. lalu dengan bantuan
monitor berikan bisturi no.
11 pada operator untuk
membuat insisi di
epigastrium dan lumbal
kiri lalu berikan troicard
yang no. 5 mm untuk
membuat lubang.
14. Bila terlihat kntong
empedu yang terlalu pucat,
maka dilakukan pungsi
dengan parrot jaw neddle
dan spuit 20 cc
15. Asisten bertugas
mengarahkan kamera dan
instrumen memberikan
merilen (grasping forceps)
serta babcock pada
operator untuk
mengeskplorasi kantung
empedu terhadap ductus
chole dan pembuluh darah.
Merilen di troicard yang di
epigastrium dan babcock
di troicard yang ilumbal
16. Sambungkan ESU pada
grasping forceps dan
bebaskan kantung empedu
dengan menggunakan
electro couter
17. setelah ductus coleductus
terlihat berikan hemoloc
atau endoclips untuk
mengeklem sisi atas dan
bawah
18. Berikan (endo scissor)
gunting jaringan untuk
memisahkannya
19. setelah pembuluh darah
terlihat berikan hemoloc
atau endoclip untuk
menjepitnya dan
dipisahkan dengan gunting
jaringan
20. setelah keduanya terpisah
berikan hoock desection
untuk melepaskan kantung
empedu dari lengketan
dengan jaringan sekitar
termasuk hepar
21. Setelah kantung empedu
terlepas lakukan irigasi
dengan suction untuk
mengambil sisa
perdarahan
22. lalu tarik kamera dan
masukkan plastik
menggunakan merilene
untuk mengangkat
jaringan melalui troicard
no. 10 mm
23. masukkan lagi kamera dan
raih palstik dan masukkan
kantong empedu dengan
bantuan merilen dan
babcock
24. lalu matikan gas CO2 dan
buka penutup troicard
untuk membuang sisa gas
CO2 dari rongga abdomen
25. tarik plastik keluar dan
letakkan di bengkok
26. gunakan langenback untuk
membantu operator meraih
peritonium dan gunakan
kocher lurus untuk
menjepit fascia
27. lakukan sign out
28. lalu jahit dengan PGA 2/0
jarum tapper (polisorb)
dibagian umbilikal
29. lanjutkan menjahit lemak-
kulit dengan menggunakan
monofilamen 4/0 (biosyn)
30. pada epigastrium dan
lumbal kiri cukup jahit
dengan monofilamen 4/0
31. bersihkan area operasi
dengan kassa betadine lalu
bersihkan dengan kassa
kering pada daerah sekitar
insisi
32. Tutup luka insisi dengan
transparan dressing
(semilas)
33. Bersihkan instrumen
laparascopy dan lakukan
dekontaminasi

A. Analisa Data
1. Pre Operatif
No Tanggal/ Data Fokus Masalah Etiologi TTD
jam
1. 12 S : Klien mengatakan belum Ansietas kurang
Agustus pernah melakukan operasi dan pengetahua
2015 tidak tahu mengenai prosedur n tentang
operasi yang akan dilakukan prosedur
O : TD: 158 / 99 mmHg, operasi
HR:108 x/menit, SaO2 : 98 %

2. Intra Operatif

No Tanggal/ Data fokus Masalah Etiologi TTD


. jam
1 12 S:- Resiko Pengaturan
Agustus O : Posisi klien saat dioperasi tinggi cidera posisi klien
2015 adalah supinasi (supinasi)
Klien pindah dari meja operasi
dengan bantuan
2 12 S:- Resiko Tindakan
Agustus O : Tidak ada tanda infeksi infeksi invasif
2015 (subor, tumor, dolor, kalor, pembedaha
fungsiolesa) n
3 12 S: Resiko Pemakaian
Agustus O : Arde terpasang dengan kombustio ESU
2015/ benar, pemakaian ESU dengan
pukul power output cutting 30,
15.30 koagulasi 35
WIB
3. Post Operatif

No Tanggal/ Data fokus Masalah Etiologi TTD


jam
1 12 S : klien mengatakan Resiko tinggi Pengaruh
Agustus mengantuk cedera jatuh obat
2015 O : klien pindah dari meja anestesi
operasi dengan bantuan
Klien dilakukan anestesi
general anastesi
3. 12 S:- Risiko Tinggi Penurunan
Agustus O : Klien dilakukan anestesi Aspirasi jalan kesadaran
2015 general anastesi, HR : 98 napas
x/menit, SpO2 : 100 %, bahu
klien diberi tumpuan

B. Diagnosa Keperawatan

1. Pre Operatif
a. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang prosedur
operasi
2. Intra Operatif
a. Risiko tinggi cedera berhubungan dengan pengaturan posisi klien
(supinasi)
b. Risiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif pembedahan
c. Risiko combusio berhubungan dengan pemakaian ESU
3. Post Operatif
a. Risiko tinggi cedera jatuh berhubungan dengan pengaruh obat anestesi
b. Risiko Tinggi Aspirasi jalan napas berhubungan dengan penurunan
kesadaran

C. Intervensi

1. Pre Operatif

No. Dx. Tujuan Intervensi TTD


Keperawatan
1 Anxietas Setelah dilakukan 1. Ucapkan salam dan
berhubungan tindakan 1x10 menit, memperkenalkan
dengan diharapkan masalah diri
kurang anxietas pada klien 2. Gunakan
pengetahuan teratasi dengan kriteria komunikasi
tentang hasil : terapeutik dan
prosedur 1. Klien mampu dampingi klien
operasi mengidentifikasi selama operasi
dan 4. Kaji tingkat
mengungkapkan kecemasan dan
perasaan cemas adanya perubahan
2. Klien mampu tanda-tanda vital
menirukan teknik 5. Jelaskan prosedur
untuk mengurangi operasi yang akan
kecemasan dilakukan
3. Klien menunjukkan 6. Anjurkan klien
kecemasannya untuk berdoa
berkurang sesuai
keyakinannya
sebelum operasi
dimulai

2. Intra Operatif

No Dx. Tujuan Intervensi TTD


. Keperawatan
1. Risiko tinggi Setelah dilakukan 1. Membantu klien
cedera tindakan keperawatan berpindah dari/ke
berhubungan selama 1x30 menit meja operasi
dengan diharapkan tidak terjadi 2. Mengatur posisi
pengaturan cedera dengan kriteria klien hingga tidak
posisi klien hasil : ada bagian tubuh
(supinasi) 1. Klien dapat yang menindih
berpindah dari/ke 3. Memfiksasi posisi
meja operasi dengan klien
aman 4. Menjaga/tidak
2. Klien aman karena meninggalkan klien
sudah difiksasi sendirian
3. Klien tidak sendirian
di dalam ruang
operasi
2. Risiko infeksi Setelah dilakukan 1. Melakukan cuci
berhubungan tindakan keperawatan tangan bedah sesuai
dengan selama 1x30 menit prosedur
tindakan diharapkan tidak terjadi 2. Melakukan
invasif infeksi dengan kriteria desinfeksi area yang
pembedahan hasil : akan dioperasi
1. Tanda-tanda vital 3. Melakukan
normal drapping pada area
2. Tidak adanya tanda yang akan dioperasi
infeksi 4. Mempertahankan
kesterilan area
operasi
5. Mempertahankan
kesterilan alat yang
digunakan
6. Mempertahankan
kesterilan gaun
operasi
3. Risiko Setelah dilakukan 1. Memasang arde
combustio tindakan keperawatan elektrocouter
berhubungan selama 1x30 menit sesuai prosedur
dengan diharapkan tidak terjadi 2. Memfiksasi arde
pemakaian combustio dengan dengan adekuat
ESU kriteria hasil : 3. Menggunakan
1. Tidak terlihat tanda power output
combustio sesuai kebutuhan
4. Mengawasi selama
pemakaian alat

3. Post Operatif
D. Implementasi

1. Pre Operatif

No Tanggal/ Dx. Implementasi Respon Evaluasi TTD


jam Keperawatan
1 12 Anxietas 1. Mengucapkan salam 1. Klien S : Klien
Agustus berhubungan dan memperkenalkan membalas mengatakan
2015 dengan kurang diri salam merasa lebih
pengetahuan 2. Menggunakan 2. Klien tenang dan
tentang komunikasi terapeutik mengatakan cemasnya
prosedur dan mendampingi merasa berkurang
operasi klien selama operasi nyaman saat serta siap
3. Mengkaji tingkat didampingi untuk
kecemasan dan 3. Klien menjalani
adanya perubahan mengatakan operasi
tanda-tanda vital cemas karena O:
4. Menjelaskan tentang baru pertama - Klien
prosedur operasi yang kali operasi tampak
dilakukan dan 4. Klien tenang
memberikan motivasi mengatakan - Ekspresi
dan memahami klien
mendemonstrasikan prosedur tampak
cara mengontrol operasi dan tenang,
kecemasan : teknik klien TD :
napas dalam mengatakan 153/93,
5. Menganjurkan klien cemasnya HR : 98
untuk berdoa sebelum sedikit x/menit,
operasi berkurang SaO2 : 98
6. Memberikan Sulfas dan klien %
Atropin (SA 0,25 mampu A : Masalah
mg), ketorolac 30 mg mendemonstr teratasi
dan ondancentron 4 asikan cara sebagian
mg mengontrol P:
cemas Pertahankan
5. Klien berdoa intervensi
sebelum
operasi
6. TD dan nadi
stabil,
klientidak
muntah dan
dapat bekerja
sama saat
diberikan
obat

2. Intra Operatif

No Tanggal/ Dx. Implementasi Respon Evaluasi TTD


jam Keperawatan
1 12 Risiko tinggi 1. Membantu klien Klien S : klien
Agustus cedera berpindah dari/ke pindah ke mengatakan dapat
2015 berhubungan meja operasi meja pindah ke meja
dengan 2. Mengatur posisi klien operasi dengan mandiri
pengaturan hingga tidak ada dengan O : klien tidak
posisi klien bagian tubuh yang aman jatuh, klien pindah
(supinasi) menindih ke meja operasi
3. Memfiksasi posisi dengan aman
klien A : masalah teratasi
4. Menjaga/tidak P : hentikan
meninggalkan klien intervensi
sendirian
2 12 Risiko infeksi 1. Melakukan cuci Tanda – S:-
Agustus berhubungan tangan bedah sesuai tanda O : tidak ada tanda-
2015 dengan prosedur infeksi tidak tanda rubor, kalor,
tindakan 2. Melakukan desinfeksi ada dolor, tumor,
invasif area yang akan fungsiolaesa
pembedahan dioperasi A : masalah teratasi
3. Melakukan drapping P : hentikan
pada area yang akan intervensi
dioperasi
4. Mempertahankan
kesterilan area operasi
5. Mempertahankan
kesterilan alat yang
digunakan
6. Mempertahankan
kesterilan gaun operasi
3 12 Risiko 1. Memasang arde Tidak S:-
Agustus combustio elektrocouter sesuai terjadi O : arde terpasang
2015 berhubungan prosedur combustio dengan benar
dengan 2. Memfiksasi arde A : masalah teratasi
pemakaian dengan adekuat P : hentikan
ESU 3. Menggunakan power intervensi
output sesuai
kebutuhan
4. Mengawasi selama
pemakaian alat

3. Post Operatif

No Tanggal/ Dx. Implementasi Respon Evaluasi TTD


jam keperawatan
1 12 Risiko tinggi 1. Mengawasi gerak dan 1. klien tetap S : klien
Agustus cedera jatuh posisi klien pada posisi mengatakan
2015 berhubungan yang aman kakinya masih
dengan terasa
pengaruh obat 2. Memasang bed side 2.TTV klien : kesemutan
anestesi monitor TD:134/88;HR O: klien tidak
: 90; SaO2 : 98 mampu fleksi
% lutut, nilai
aldrette score 8
3. Memasang pengaman 3.klien telah A : masalah
(bed reel) pada bed terfiksasi teratasi
klien dengan aman P : hentikan
4. Menjaga / tidak 4.Klien merasa intervensi
meninggalkan klien aman ada yang
sendirian mendampingi

DAFTAR PUSTAKA

Laurentius A. Lesmana. 2006. PenyakitBatuEmpedu. Dalam: Buku Ajar Ilmu


Penyakit Dalam. Jakarta :Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI. Edisi Ke-4.h481-483
Friedman LS. 2007. Liver, Biliary Tract,& Pancreas. In: LM Tierney, SJ McPhee,
MA Papadakis (eds), Current Medical Diagnosis & Treatment, 46e. New York,
McGraw-Hill
R. Sjamsuhidayat. Wim de Jong. 2005. Saluran empedu dan hati. Dalam: R.
Sjamsuhidayat, Wim de Jong, ed. Buku Ajar IlmuBedah. Edisi 2. Jakarta: EGC. h.
561,570-73
Bland K. I, Beenken S.W, and Copeland E.E (from e-book).  2007. Gall Blader and
ExtrahepaticBilliary System. In: Brunicardi F.C., Andersen D.K., Billiar T.R.,
Dunn D.L., Hunter J.L., Pollock R.E, ed. Schwartz’s Manual Surgery. Eight
edition. United States of America: McGraw-Hill Books Company. 
Ahrendt. S.A and Pitt.H.A. 2004.Billiary Tract. In: Townsend C.M., Beauchamp
R.D.,  Evers B.M., Mattox K.M.,ed. Sabiston Textbook of Surgery. 17th edition.
Philadelphia: Elsevier Saunders. P. 1606-1608.
Dan L. Longo and Anthony S. Fauci. 2010. Gastroenterology and Hepatology.
Harrison’s 17th Edition. China: 439-455.
Concept of The Pathogenesis and treatment of cholelithiasis. World J Hepatol 2012;
4(2): 18-34 available from: URL: http://www.wjgnet.com/1948-
5182/full/v4/i2/18.htm DOI: http//dx.doi.org/10.4254/wjh.v4.i2.18.
Penatalaksanaan Batu Empedu. A. Nurman. http://www.univmed.org/wp-
content/uploads/2011/02/Vol.18_no.1_1.pdf
DAFTAR PUSTAKA

https://perawatsejatiblog.files.wordpress.com/2015/09/lp-cholelithiasis.pdf

https://www.academia.edu/15434698/ASKEP_LAPAROSCOPY_CHOLELITHI
ASIS

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/34994/Chapter%20II.pdf?
sequence=3&isAllowed=y

https://id.wikipedia.org/wiki/Laparoskopi

https://www.academia.edu/38584643/MAKALAH_LAPAROSCOPY_FIXX
http://awalbros.com/technology/bedah-laparoskopi/

https://www.droenska.com/layanan/bedah/309-laparoscopy

http://felyyana.blogspot.com/2009/12/kolellitiasis.html

http://siakpel.bppsdmk.kemkes.go.id:8102/akreditasi_kurikulum/kurikulum_1910
24091819f3bcfd71c66aba225f59b06158df1044.pdf

Anda mungkin juga menyukai