Anda di halaman 1dari 47

ASUHAN KEPERAWATAN PADA

KLIEN DENGAN CHOLELITHIASIS

Mohammad Arifin Noor


Learning outcome
Tujuan Umum
Mahasiswa Mampu menjelaskan Asuhan Keperawatan
Klien dengan Cholelithiasis
Tujuan Umum
 Mahasiswa Mampu menjelaskan tentang anatomi
fisiologi organ asesoris sistem gastrointestinal
(empedu)
 Mahasiswa mampu menjelaskan tentang konsep
dasar medis Cholelothiasis
 Mahasiswa mampu menjelaskan tentang konsep
dasar keperawatan
ANATOMI FISIOLOGI
Fungsi Gallblader
• Tempat menyimpan cairan empedu dan memekatkan
cairan empedu yang ada di dalamnya dengan cara
mengabsorpsi air dan elektrolit. Cairan empedu ini
adalah cairan elektrolit yang dihasilkan oleh sel hati.
• Garam empedu menyebabkan meningkatnya kelarutan
kolesterol, lemak dan vitamin yang larut dalam lemak,
sehingga membantu penyerapannya dari usus.
Hemoglobin yang berasal dari penghancuran sel darah
merah diubah menjadi bilirubin (pigmen utama dalam
empedu) dan dibuang ke dalam empedu.
• Gallblader mampu menyimpan 40-60 ml empedu
Con’t…
• Pengaliran cairan empedu diatur oleh 3 faktor,
yaitu sekresi empedu oleh hati, kontraksi
kandung empedu, dan tahanan sfingter
koledokus
Fungsi Empedu
membantu pencernaan dan penyerapan lemak,
berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari
tubuh, terutama hemoglobin yang berasal dari
penghancuran sel darah merah dan kelebihan
kolesterol, garam empedu meningkatkan kelarutan
kolesterol, lemak dan vitamin yang larut dalam lemak
untuk membantu proses penyerapan, garam empedu
merangsang pelepasan air oleh usus besar untuk
membantu menggerakkan isinya, bilirubin (pigmen
utama dari empedu) dibuang ke dalam empedu
sebagai limbah dari sel darah merah yang dihancurkan.
PEMBENTUKAN BILIRUBIN

Hemoglobin Hem + Globin

Besi (Fe) Porfirin

Biliverdin

Bilirubin I (unconjugated/indirect
SIRKULASI : Bilirubin I +albumin
Glukopronil transferase

Bilirubin I
Bilirubin II
Siklus
enterohepatik Urobilinogen

urobilin
sterkobilinogen

URINE sterkobilin

FESES
APA YANG MENYEBABKAN
GANGGUAN
PADA ALIRAN EMPEDU

?
Etiologi Kolelitiasis
Penyebab dan faktor resiko terjadinya batu
empedu masih belum diketahui secara pasti
• Kumar et al (2000) dalam Gustawan (2007)
mendapatkan penyebab batu kandung
empedu adalah idiopatik, penyakit hemolitik,
dan penyakit spesifik non-hemolitik
• Schweizer et al (2000) dalam Gustawan (2007)
mengatakan anak yang mendapat nutrisi
parenteral total yang lama, setelah menjalani
operasi by pass kardiopulmonal, reseksi usus,
kegemukan dan anak perempuan yang
mengkonsumsi kontrasepsi hormonal
mempunyai resiko untuk menderita kolelitiasis
• wanita yang menggunakan kontrasepsi
hormonal, pembentukan batu empedu terjadi
karena adanya peningkatan saturasi kolesterol
bilier (Smeltzer dan Bare, 2008)
• Hyperkolesterol, usia > 40 tahun
Angka Prevalensi
orang dewasa lebih tinggi di negara Amerika
latin (20-40%) dan rendah di negara Asia (3-4%)
(Robbin, 2007). Di Amerika Serikat, terhitung
lebih dari 20 juta orang Amerika dengan batu
empedu dan dari hasil otopsi menunjukkan
angka kejadian batu empedu paling sedikit 20%
pada wanita dan 8% pada laki-laki di atas umur
empat puluhan.(Beckingham, 2001)
Tipe Batu Empedu
• Ada dua tipe utama batu empedu yaitu batu
yang terutama tersusun dari pigmen dan batu
terutama yang tersusun dari kolesterol
(Smeltzer dan Bare, 2002).
• Komposisi dari batu empedu merupakan
campuran dari kolesterol, pigmen empedu,
kalsium dan matriks inorganik (Gustawan,
2007)
Perbedaan
Manifestasi Klinis
• Gangguan epigastrium, seperti rasa penuh, distensi
abdomen dan nyeri yang samar pada kuadran kanan
atas abdomen dapat terjadi. Gangguan ini dapat
terjadi bila individu mengkonsumsi makanan yang
berlemak atau yang digoreng
• nyeri dan kolik bilier, ikterus, perubahan warna urin
dan feses dan defisiensi vitamin (A, D,E,K)
• ikterus yang biasanya terjadi pada obstruksi duktus
koledokus  mual dan muntah
• warna urin yang berwarna sangat gelap dan feses yang
tampak kelabu dan pekat(Smeltzer dan Bare, 2008)
Komplikasi
• Kolesistisis merupakan peradangan pada kandung empedu,
dimana terdapat obstruksi atau sumbatan pada leher kandung
empedu atau saluran kandung empedu, yang menyebakan
infeksi dan peradangan pada kandung empedu.
• Kolangitis adalah peradangan pada saluran empedu yang terjadi
karena adanya infeksi yang menyebar akibat obstruksi pada
saluran empedu.
• Hidrops merupakan obstruksi kronik dari kandung empedu
yang biasa terjadi di duktus sistikus sehingga kandung empedu
tidak dapat diisi lagi oleh empedu.
• Emfiema adalah kandung empedu yang berisi nanah.
Komplikasi pada pasien yang mengalami emfiema
membutuhkan penanganan segera karena dapat mengancam
jiwa (Sjamsuhidajat (2005) dan Schwartz (2000).
Pencegahan dan Penanganan Kolelitiasis

• Pencegahan kolelitiasis
Tindakan promotif  dengan cara mengajak
masyarakat untuk hidup sehat, menjaga pola
makan, dan perilaku atau gaya hidup yang sehat
• Tindakan Preventif  dengan meminimalisir faktor
risiko penyebab kolelitiasis, seperti menurunkan
makanan yang berlemak dan berkolesterol,
meningkatkan makan sayur dan buah, olahraga
teratur dan perbanyak minum air putih
Pencegahan dan Penanganan Kolelitiasis

• Penanganan secara bedah adalah dengan


pembedahan yaitu dengan kolesistektomi.
Sedangkan penanganan secara non-bedah
adalah dengan cara melarutkan batu empedu
menggunakan MTBE, ERCP, dan ESWL
Bedah Kolesistektomi

LARASKOPI OPEN KOLESISTEKTOMI


MTBE (MONOOKTANION ATAU METIL
TERTIER BUTIL ETER)
• Pelarut tersebut dapat diinfuskan melalui jalur
berikut ini: melalui selang atau kateter yang
dipasang perkutan langsung ke dalam
kandung empedu; melalui selang atau drain
yang dimasukkan melalui saluran T-Tube untuk
melarutkan batu yang belum dikeluarkan pada
saat pembedahan; melalui endoskop ERCP;
atau kateter bilier transnasal
T-TUBE
ERCP (Endoscopi Retrograde Cholangi
Pancreatography)
• terapeutik dengan melakukan sfingterektomi
endoskopik untuk mengeluarkan batu saluran
empedu tanpa operasi, pertama kali dilakukan
tahun 1974. Batu di dalam saluran empedu
dikeluarkan dengan basket kawat atau balon-
ekstraksi melalui muara yang sudah besar
tersebut menuju lumen duodenum sehingga
batu dapat keluar bersama tinja atau dikeluarkan
melaluimulut bersama skopnya (Lesmana, 2006)
ESWL (Extracorporeal Shock-Wave Lithoripsy)

• merupakan prosedur non-invasif yang


menggunakan gelombang kejut berulang
(repeated shock waves) yang diarahkan kepada
batu empedu di dalam kandung empedu atau
duktus koledokus dengan maksud untuk memecah
batu tersebut menjadi sebuah fragmen.
Gelombang kejut dihasilkan dalam media cairan
oleh percikan listrik, yaitu piezoelektrik, atau oleh
muatan elektromagnetik (Smeltzer dan Bare, 2002)
Pemeriksaan Diagnostik
(Smeltzer dan Bare, 2008)
• Pemeriksaan Sinar-X Abdomen, dapat
dilakukan jika terdapat kecurigaan akan
penyakit kandung empedu dan untuk
menyingkirkan penyebab gejala yang lain.
Namun, hanya 15-20% batu empedu yang
mengalami cukup kalsifikasi untuk dapat
tampak melalui pemeriksaan sinar-x.
Pemeriksaan Diagnostik
(Smeltzer dan Bare, 2008)
• Ultrasonografi, pemeriksaan USG telah
menggantikan pemeriksaan kolesistografi oral
karena dapat dilakukan secara cepat dan
akurat, dan dapat dilakukan pada penderita
disfungsi hati dan ikterus. Pemeriksaan USG
dapat mendeteksi kalkuli dalam kandung
empedu atau duktus koledokus yang
mengalami dilatasi.
Pemeriksaan Diagnostik
(Smeltzer dan Bare, 2008)
• Pemeriksaan pencitraan Radionuklida atau
koleskintografi. Koleskintografi menggunakan
preparat radioaktif yang disuntikkan secara
intravena. Preparat ini kemudian diambil oleh
hepatosit dan dengan cepat diekskresikan ke
dalam sistem bilier. Selanjutnya dilakukan
pemindaian saluran empedu untuk
mendapatkan gambar kandung empedu dan
percabangan bilier.
Pemeriksaan Diagnostik
(Smeltzer dan Bare, 2008)
• ERCP (Endoscopic Retrograde
CholangioPancreatography)
• Kolangiografi Transhepatik Perkutan, pemeriksaan
dengan cara menyuntikkan bahan kontras langsung
ke dalam percabangan bilier. Karena konsentrasi
bahan kontras yang disuntikkan itu relatif besar,
maka semua komponen pada sistem bilier (duktus
hepatikus, duktus koledokus, duktus sistikus dan
kandung empedu) dapat dilihat garis bentuknya
dengan jelas
Pemeriksaan Diagnostik
(Smeltzer dan Bare, 2008)
• MRCP (Magnetic Resonance
Cholangiopancreatography), merupakan
teknik pencitraan dengan gema magnet tanpa
menggunakan zat kontras, instrumen, dan
radiasi ion. (Lesmana, 2006)
Pemeriksaan Penunjang (laboratorium)
Jenis Pemeriksaan Nilai Normal
Hematologi
Hemoglobin 12-16 g/dL
Hematokrit 37 – 47 %
Eritrosit 4,3 – 6,0 juta/μL
Leukosit 4.800–10.800 juta/μL
Trombosit 150000-400000/ μL
Kimia klinik
Albumin 3,5-5,0 g/dL
SGOT (AST) < 35 U/L
SGPT (ALT) < 40 U/L
Ureum 20-50 mg/dL
Kreatinin 0,5-1,5 mg/dL
Natrium (Na) 135-147 mmol/L
Kalium (K) 3,5-5,0 mmol/L
Klorida (Cl) 95-105 mmol/L
Bilirubin Total < 1,5 mg/dL
Bilirubin Direk < 0,3 mg/dL
Bilirubin indirek < 1,1mg/dL
Fosfatase alkali < 98 U/L
Konsep Keperawatan
• Pengkajian
• Analisa Data
• Diagnosa Keperawatan
• Intervensi Keperawatan
• Evaluasi Keperawatan
Pengkajian
• (Lyer et al (1996) dalam Setiadi (2012).
Pengumpulan data dapat dilakukan dengan
menggunakan tiga metode, yaitu wawancara,
observasi, dan pemeriksaan fisik.
• apakah ada rasa sakit pada bagian abdomen
kanan dan perubahan warna urin dan feses,
riwayat penyakit dahulu, kebiasaan makan dan
gaya hidup klien seperti apakah klien senang
mengkonsumsi makanan berlemak dan
berkolesterol
Pengkajian
• untuk klien wanita dapat ditanyakan apakah
klien menggunakan kontrasepsi hormonal
atau tidak.
• Selain itu, perawat dapat mengobservasi
warna kulit dan sklera klien apakah mengalami
ikterik atau tidak
• Pembedahan riwayat pernafasan , Respirasi
dangkal, batuk persisten atau tidak efektif, dan
adanya suara napas tambahan juga harus
dicatat
Pengkajian
• Status nutrisi dievaluasi melalui anamnesis
riwayat diet, pemeriksaan umum dan
pemantauan hasil-hasil laboratorium yang
didapat sebelumnya. (Smeltzer dan Bare,
2008)
Diagnosa Keperawatan
1. Defisiensi Pengetahuan berhubungan dengan
Kurangnya informasi
2. Nyeri akut berhubungan dengan obstruksi batu
empedu , terputusnya kontinuitas jaringan pasca
bedah.
3. Risiko Infeksi dengan faktor resiko adanya luka post
operasi, prosedur invasif
4. Ketidakseimbangan Nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual dan
muntah
5. Risiko Perdarahan dengan faktor penurunan resiko
pembekuan darah
Intervensi Keperawatan Diagnosa 1
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan …..x….. jam
klien dan keluarga
Menunjukkan tanda-tanda:
• Memperlihatkan pengetahuan tentang diet yang dilakukan
yaitu tentang diet rendah lemak
• Klien dan keluarga mengetahui tentang definisi diet rendah
lemak
• Klien mengetahui pentingnya diet rendah lemak untuk
dirinya
• Klien dan keluarga mengetahui makanan apa saja yang
mengandung lemak dan bagaimana strategi untuk
mengubah kebiasaan diet
• Klien memperlihatkan kemampuan untuk mengurangi
asupan lemak sesuai terapi yang diberikan
Intervensi Keperawatan
Mandiri:
• Memberikan pendidikan kesehatan kepada klien tentang Diet
Rendah Lemak
• Menciptakan lingkungan yang kondusif selama pemberian
pendidikan kesehatan
• Memberikan penyuluhan sesuai dengan tingkat pemahaman klien
• Menggunakan media yang sesuai untuk kondisi klien
• Mengulangi informasi bila diperlukan
• Memotivasi klien untuk mulai menerapkan diet rendah lemak
• Mempersiapkan klien untuk secara benar mengikuti program diet
Kolaborasi:
• Rujuk ke ahli gizi dalam pemberian dan penentuan komposisi diet
yang sesuai dengan kondisi klien
Intervensi Keperawatan Diagnosa 2
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ....x...
jam klien
menunjukkan tanda-tanda:
• Klien dapat menjelaskan tingkat dan karakteristik nyeri
dengan skala 0-10
• Klien dapat menyampaikan teknik penatalaksanaan nyeri
yang tanpa menimbulkan efek samping
• Klien dapat melakukan teknik relaksasi tarik napas dalam
dengan baik dan benar
• Klien mampu memenuhi kebutuhan aktivitas harian secara
mandiri dengan bertahap
• Klien mampu mengugkapkan rasa nyaman dan berkurangnya
nyeri dengan skala 0-1
Intervensi Keperawatan
Mandiri:
• Mengidentifikasi karakteristik nyeri: lokasi, intensitas, frekuensi,
kualitas, durasi, dan penjalaran
• Meminta klien menggambarkan tingkat nyeri yang dirasakan
dengan skala 1-10
• Memonitor nyeri yang dirasakan klien secara berkala baik pada saat
istirahat maupun beraktivitas
• Menjelaskan dan melatih cara mengatasi nyeri secara
nonfarmakologis, yaitu melalui teknik distraksi dan relaksasi napas
dalam
• Menganjurkan klien menggunakan teknik distraksi dan tarik napas
dalam saat nyeri timbul
Kolaborasi:
• Berkolaborasi dengan dokter dalam penatalaksaan nyeri akut yaitu
dalam pemberian analgetik
Intervensi Keperawatan Diagnosa 3
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan …x…
jam klien
Menunjukkan tanda-tanda:
• Terbebas dari tanda-tanda infeksi seperti peningkatan
suhu di atas 37,5 ͦ c, kemerahan pada bagian luka, dan
adanya discharge atau pus pada bagian luka
• Menyampaikan tanda-tanda infeksi yang harus
diwaspadai
• Mempertahankan jumlah sel darah putih dalam
rentang normal
• Mendemonstrasikan cara mempertahankan hygiene:
mencuci tangan, perawatan mulut,
Intervensi
Mandiri:
• Mengobservasi tanda dan gejala infeksi seperti peningkatan suhu,
kemerahan, dan adanya discharge
• Mencatat dan menganalisis nilai laboratorium (leukosit, serum
protein, albumin dan kultur
• Memonitor perubahan warna kulit, kelembaban tekstur, dan turgor
kulit
• Menganjurkan klien untuk meningkatkan asupan cairan
• Selalu mencuci tangan sebelum dan sesudah berinteraksi dengan klien
• Menganjurkan dan memotivasi klien untuk selalu menjaga personal
hygiene
Kolaborasi:
• Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotik yang sesuai
• Awasi pemeriksaan laboratorium seperti leukosit, serum protein,
albumin dan kultur
Intervensi Keperawatan Diagnosa 4
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan
….x…. jam klien
Menunjukkantanda-tanda:
• Klien selalu menghabiskan satu porsi makan
yang diberikan rumah sakit pada pagi, siang,
dan malam harinya
• Klien tidak mengalami penurunan berat badan
• Adanya penambahan berat badan dengan
target IMT 18,0 kg/m²
Intervensi
Mandiri:
• Mengobservasi asupan makan klien setiap hari
• Motivasi klien untuk intake adekuat sesuai terapi yang diberikan
• Awasi tanda-tanda terjadinya anoreksia, mual, muntah dan
kemungkinan hubungan dengan diet yang harus dilakukan oleh klien
• Motivasi klien untuk istirahat yang sering
• Motivasi klien untuk melakukan oral hygiene
Kolaborasi:
• Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian antiemetik sesuai
indikasi
• Rujuk ke ahli gizi dalam pemberian dan penentuan komposisi diet
yang sesuaidengan kondisi klien
• Awasi pemeriksaan laboratorium seperti BUN, protein serum, dan
albumin
Intervensi Keperawatan Diagnosa 5
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan
….x…. jam klien
Menunjukkan tanda-tanda:
• Mempertahankan homeostasis dengan tanpa
perdarahan
• Menunjukkan perilaku penurunan risiko perdarahan
dengan menjaga daerah yang terpasang drain dan
tidak memegang daerah tersebut sehingga drain
tidak tercabut atau terlepas
• Nilai PT/APTT dalam batas normal (9.8-11,2/31-41
detik)
Intervensi
Mandiri:
• Kaji adanya tanda-tanda dan gejala perdarahan
seperti rembesan pada balutan luka
• Observasi drain yang terpasang pada klien. Catat
produksi darah yang tertampung pada drain
• Observasi tanda-tanda vital
• Catat perubahan mental/tingkat kesadaran klien
Kolaborasi:
• Awasi Hb / Ht dan faktor pembekuan

Anda mungkin juga menyukai