Anda di halaman 1dari 42

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

KOLELITIASIS

Dosen Pengampu :

Ns. Leni Mirdawati, M.Kep

KELOMPOK 8

LILIAN MEUTIA (1711311027)

WULANDARI ASTAGINA (1711312001)

MAKHDA NURFATMALA LUBIS (1711312017)

INTAN OLIVIA RISCA (1711312039)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS

2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas rahmat
dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah kami yang berjudul
“Kolelitiasis”sehingga kami dapat membuat serta menyelesaikan makalah ini. Pada
makalah ini kami tampilkan hasil diskusi kami, kami juga mengambil beberapa
kesimpulan dari hasil diskusi yang kami lakukan.

Kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu
kami dalam menyelesaikan laporan ini, diantaranya:
1. Yang terhormat Ns. Leni Mirdawati, M.Kep selaku dosen mata kuliah Keperawatan
Medikal Bedah II

2. Pihak-pihak lain yang ikut membantu dalam pelaksanaan maupun proses


penyelesaian makalah ini.
Makalah ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan bagi
para pembaca dan dapat digunakan sebagai salah satu pedoman dalam proses
pembelajaran. Namun, kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam
penulisan maupun pembahasan dalam laporan ini sehingga belum begitu sempurna.
Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca agar kami
dapat memperbaiki kekurangan-kekurangan tersebut sehingga laporan ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.

Padang, 26 Januari 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………..i

DAFTAR ISI…………………………………………………………………….ii

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………….....

I. Latar Belakang…………………………………………………………...1
II. Rumusan Masalah………………………………………………………..1
III. Tujuan Penulisan Makalah……………………………………………….2

BAB II PEMBAHASAN ………………………………………………………

2.1 Anatomi Fisiologi Empedu……………………………………………...5


2.2 Landasan Teoritis Penyakit……………………………………………..13
2.2.1 Definisi Kolelitiasis…………………………..…………………13
2.2.2 Etiologi Kolelitiasis……………………………………………..13
2.2.3 Manifestasi Klinik Kolelitiasis………………………………….16
2.2.4 Pemeriksaan Penunjang Dan Diagnostic Kolelitiasis…………...17
2.2.5 Penatalaksanaan Medis Dan Keperawatan Kolelitiasis…………17
2.2.6 Komplikasi Kolelitiasis………………………………………….23
2.2.7 Web Of Causation (WOC) Kolelitiasis………………………….24
2.3 Landasan Teoritis Asuhan Keperawatan Kolelitiasis…………………….....26

BAB III PENUTUP……………………………………………………………...

3.1 Kesimpulan………………………………………………………………40

3.2 Saran……………………………………………………………………..40

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………41

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gangguan yang paling umum dalam sistem biliary adalah kolelitiasis (batu dalam
kantong empedu). Kolesistitis (inflamasi kandung empedu) biasanya berkaitan dengan
kolelitiasis. Batu bisa bersarang di leher kantong empedu atau di saluran kistik.
Kolesistisis bisa akut atau kronis. Kondisi ini biasanya terjadi bersamaan.

Penyakit kandung empedu adalah masalah kesehatan yang umum di Amerika


Serikat. Sekitar 8% hingga 10% orang dewasa Amerika menderita cholelithiasis.
jumlah sebenarnya tidak diketahui karena banyak orang tidak menunjukkan gejala
dengan batu. Peringkat Cholecystectomy (pengangkatan kantong empedu) berada di
antara prosedur bedah yang paling umum dilakukan di Amerika Serikat. Kejadian
kolelitiasis lebih tinggi pada wanita, wanita multipara, dan orang di atas 40 tahun.
Wanita pascamenopause yang menjalani terapi estrogen memiliki risiko lebih besar
mengalami penyakit kandung empedu daripada wanita yang menggunakan pil KB.
Kontrasepsi oral mengubah karakter empedu, menghasilkan peningkatan saturasi
kolesterol. Faktor lain yang tampaknya meningkatkan terjadinya penyakit kandung
empedu adalah gaya hidup yang menetap, kecenderungan keluarga, dan obesitas.
Obesitas menyebabkan peningkatan sekresi kolesterol dalam empedu. Penyakit
kantong empedu lebih sering terjadi pada orang kulit putih daripada di orang Asia
Amerika dan orang Afrika Amerika. Ada insiden yang sangat tinggi pada populasi
penduduk asli Amerika. khususnya di suku Navaho dan Pima.

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana anatomi fisiologi empedu ?


2. Apa pengertian kolelitiasis ?
3. Apa etiologi kolelitiasis ?
4. Apa minifestasi klinik kolelitiasis ?

3
5. Apa saja pemeriksaan penunjang dan diagnostic kolelitiasis ?
6. Bagaimana penatalaksanaan medis dan keperawatan kolelitiasis ?
7. Apa komplikasi kolelitiasis ?
8. Bagaimana Web Of Causation (WOC) kolelitiasis ?
9. Bagimana landasan teoritis asuhan keperawatan kolelitiasis?

1.3. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui anatomi fisiologi empedu


2. Mengetahui pengertian kolelitiasis
3. Mengetahui etiologi kolelitiasis
4. Mengetahui minifestasi klinik kolelitiasis
5. Mengetahui saja pemeriksaan penunjang dan diagnostic kolelitiasis
6. Mengetahui penatalaksanaan medis dan keperawatan kolelitiasis
7. Mengetahui komplikasi kolelitiasis
8. Mengetahui Web Of Causation (WOC) kolelitiasis
9. Mengetahui landasan teoritis asuhan keperawatan kolelitiasis

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Anatomi fisiologi Organ

Sumber: General Ultrasound Sumber: informasikedokteran.com

Empedu

Empedu terdiri atas garam empedu, pigmen empedu, dan zat lain yang Iarut
dalam larutan elektrolit alkalis yang mirip dengan getah pancreas. Sekitar 500 mL
empedu disekresikan setiap hari. Sebagian komponen empedu direabsorpsi di usus
halus kemudian disekresikan kembali oleh hati (sirkulasi enterohepatik). Komposisi
empedu duktus hepatikus manusia:

1. Air 97,0% 5. Garam inorganik 0,7%


2. Garam empedu 0,7% 6. Asam lemak 0,15%
3. Pigmen empedu 0,2% 7. Lesitin 0,1%
4. Kolesterol 0,06% 8. Lemak 0,1%
9. Fosfatase alkali ….

5
Glukuronida dalam pigmen empedu, yaitu bilirubin dan biliverdin, membuat
empedu menjadi berwarna kuning keemasan dan ekskresinya dibahas kemudian.

Garam empedu adalah garam natrium dan kalium asam empedu, dan semua
yang disekresikan ke dalam empedu dikonjugasiknn dengan glisin atau taurin, yakni
suatu turunan sistein. Asam empedu disintesis dari kolesterol. Empat asam empedu
yang ditemukan pada manusia tercantum pada Gambar 26-22. Bersama dengan vitamin
D, kolesterol, berbagai hormon steroid, dan glikosida digitalis, asam empedu
mengandung inti siklopentanoperhidrofenantren. Dua asam empedu utama (primer)
yang terbentuk di hati adalah asam kolat dan asam kenodeoksikolat. Di kolon, bakteri
mengubah asam kolat menjadi asam deoksikolat dan asam kenodeoksikolat menjadi
asam litokolat. Karena terbentuk akibat kerja bakteri, asam deoksikolat dan asam
litokolat disebut sebagai asam empedu sekunder.

Sumber: Buku Ajar Fisiologi Kedokteran W.F. Ganong Edisi.22

Garam empedu memiliki sejumlah efek penting. Garam-garam ini menurunkan


tegangan permukaan dan, bersama fosfolipid dan monogliserida, berperan pada
emulsifikasi lemak sebagai persiapan untuk pencernaan dan penyerapannya di usus
halus. Garam-garam ini bersifat amfipatik, yaitu memiliki ranah hidrofilik dan
hidrofobik: salah satu permukaan molekul bersifat hidrofilik karena ikatan peptida
polar dan gugus karboksil serta hidroksil berada di permukaan tersebut, sedangkan
permukaan lain bersifat hidrofobik. Dengan demikian, garam empedu cenderung
membentuk lempeng silindris yang disebut misel. Misel yang dilihat dari atas

6
diperlihatkan, dan dari samping diperlihatkan di Gambar 26-23. Bagian hidrofiliknya
menghadap ke luar dan permukaan hidrofobiknya menghadap ke dalam. Di atas
konsentrasi tertentu yang disebut konsentrasi kritis misel, semua garam empedu yang
ditambahkan ke dalam Iarutan membentuk misel. Lemak berkumpul di dalam misel,
dengan kolesterol di pusat hidrofobik dan fosfolipid amfipatik serta monogliserida
yang berjajar dengan ujung hidrofilik di bagian luar dan ekor hidrofobiknya di bagian
tengah. Misel berperan penting untuk mempertahan- kan lemak dalam larutan dan
membawanya ke brush border sel epitel usus, tempat lemak tersebut diserap.

Sembilan puluh sampai 95 % garam empedu diserap dari usus halus. Sebagian
diserap melalui difusi nonionik, tetapi sebagian besar garam empedu diserap dari ileum
terminal (Gambar 26-24) oleh suatu sistem kotranspor Nat+-garam empedu yang
sangat efisien dan dijalankan oleh Na+-K+-ATPase basolateral. Salah satu
kotransporter garam yang berperan pada sistem transpor aktif sekunder ini telah
berhasil diklon, dan terdapat bukti bahwa setidaknya terdapat satu kotransporter lain.

Sisa garam empedu sebesar 5-10 % masuk ke dalam kolon dan diubah menjadi
garam asam deoksikolat dan asam litokolat. Litokolat relatif tifak larut dan sebagian
besar diekskresikan dalam tinja; hanya 1 % yang diserap, namun deoksikolat diserap.

Sumber: Buku Ajar Fisiologi Kedokteran W.F. Ganong Edisi.22

7
Garam empedu yang diserap disalurkan kembali ke hati dalam vena porta dan
diekskresikan kenmbali dalam empedu (sirkulasi enterohepatik). Garam yang keluar
melalui tinja diganti melalui sintesis zat di hati; kecepatan normal sintesis garam adalah
0,2-0,4 g/hari. Jumlah total garam empedu yang mengalami siklus berulang-ulang
melalui sirkulasi enterohepatik adalah sekitar 3,5 g; telah diperhitungkan bahwa jumlah
total tersebut bersirkulasi dua kali per waktu makan dan enam sampai delapan kali per
hari. Bila empedu tidak ada dalam usus, hampir 50 % lemak yang dimakan akan keluar
melalui feses dan akan terjadi malabsorpsi berat vitamin larut-lemak. Jika reabsorpsi
garam empedu terhalang akibat reseksi ileum terminal suatu penyakit di bagian usus
halus ini, jumlah lemak dalam tinja juga akan meningkat jika sirkulasi enterohepatik
terputus, sedangkan hati tidak mampu meningkatkan kecepatan pembentukan garam
empedu untuk dapat mengompensasi kehilangan yang terjadi. Pengaruh reseksi ileum
terminal lainnya dibahas kemudian.

Metabolisme & Ekskresi Bilirubin

Sebagian besar bilirubin dalam tubuh terbentuk di jaringan dari hasil


pemecahan hemoglobin. Dalam peredaran darah, bilirubin berikatan dengan albumin.
Sebagian berikatan dengan erat, tetapi sebagian besar dapat terurai di hati, dan bilirubin
bebas masuk ke dalam sel-sel hati, tempat empedu berikatan dengan protein-protein
sitoplasma. Bilirubin kemudian dikonjugasikan dengan asam glukuronat dalam suatu
reaksi yang dikatalisis oleh enzim glukuronil transferase (UDP-
glukuronosiltransferase). Enzim ini terutama terdapat di retikulum endoplasma halus.
Setiap molekul bilirubin bereaksi dengan dua molekul asam uridin difosfaglukuronat
(UDPGA) dan membentuk bilirubin diglukuronida. Glukuronida ini, yang lebih mudah
larut dalam air daripada bilirubin bebas, lalu diangkut melawan gradien konsentrasi,
kemungkinan oleh suatu proses aktif ke dalam kanalikulus biliaris. Sejumlah kecil
bilirubin glukuronida dapat masuk ke dalam darah, lalu berikatan dengan albumin,
tetapi ikatan ini lebih longgar bila dibandingkan dengan ikatan bilirubin bebas dengan
albumin. Akhirnya, bilirubin tersebut diekskresikan ke urine. Jadi, bilirubin plasma
total secara normal mencakup bilirubin bebas ditambah sejumlah kecil bilirubin

8
terkonjugasi. Sebagian besar bilirubin glukuronida disalurkan meIalui duktus biliaris
ke dalam usus.

Mukosa usus relatif tidak permeabel terhadap bilirubin terkonjugasi, tetapi


permeabel terhadap bilirubin tak-terkonjugani dan terhadap urobilinogen, yaitu
serangkaian turunan bilirubin yang tak berwarna dan terbentuk akibat kerja bakteri
usus. Akibatnya, sebagian pigmen empedu dan urobilinogen direabsorpsi di dnlam
sirkulasi portal. Sebagian zat yang diserap ulang ini kemudian diekskresikan kembali
oleh hati (sirkulasi enterohepatik), namun sejumlah kecil urobilinogen masuk ke dalam
airkulasi sistemik dan diekskresikan di urine.

Ikterus

Apabila bilirubin bebas atau terkonjugasi menumpuk dalam darah, warna kulit,
sklera, dan membran mukosa menjadi kuning. Warna kuning ini dikenal sebagai ikterus
dan biasanya dapat terdeteksi bila bilirubin plasma total lebih besar dari 2 mg/dL. (34
umol/L). Hiperbilirubinemia dapat dosebabkan oleh (1) pembentukan bilirubin
berlebihan (anemia hemolitik): (2) penurunan ambilan bilirubin oleh sel-sel hati: (3)
gangguan konjugasi atau pengikatan protein intrasel: (4) gangguan sekresi bilirubin
terkonjugasi ke dalam kanalikulus biliaris: dan (5) sumbatan duktus biliaris intra- atau
ekstrahepatik. Apabila disebabkan oleh salah dari 3 proses pertama, bilirubin bebas
akan meningkat. Apabila disebabkan oleh gangguan sekresi bilirubin terkonjugasi atau
sumbatan duktus biliaris, regurgitasi bilirubin glukuronida ke dalam darah akan terjadi,
dan bilirubin yang terutama meningkat di dalam plasma adalah bilirubin terkonjugasi.

Zat Lain yang Dikonjugasikan oleh Glukuronil Transferase

Sistem glukuronil transferase di retikulum endoplasma halus mengatalisis


pembentukan glukuronida dan berbagai zat selain bilirubin. Zat-zat tersebut mencakup
steroid dan bermacam-macam obat. Apabila terdapat dalam jumlah yang cukup besar,
senyawa-senyawa selain bilirubin ini dapat berkompetisi dengan bilirubin untuk
memperebutkan sistem enzim tersebut. Selain itu, beberapa barbiturat, antihistamin,

9
antikonvulsan, dan senyawa lain menyebabknn proliferasi mencolok retikulum
endoplasma halus di sel-sel hati sehingga aktivitas glukuronil transferase hati
meningkat secara bersamaan. Fenobarbital digunakan untuk pengobatan kelainan
kongenital defisiensi glukuronil transferase (defisiensi UDP glukuronil transferase tipe
2) dengan hasil yang memuaskan.

Zat Lain yang Diekskresikan dalam Empedu

Kolesterol dan fosfatase alkali diekskresikan ke dalam empedu. Pada pasien


ikterus akibat sumbatan duktus biliaris intra- atau ekstrahepatik, kadar kedua zat ini
dalam darah biasanya meningkat; peningkatan yang jauh lebih kecil biasanya dijumpai
pada ikterus yang disebabkan oleh penyakit hepatoselular non-obstruktif. Hormon
adrenokorteks dan steroid lainnya serta sejumlah obat diekskresikan melalui empedu
dan kemudian direabsorpsi (sirkulasi enterohepatik).

Fungsi Kandung Empedu

Pada orang normal, empedu mengalir ke dalaim kandung empedu apabila


sfingter Oddi menutup. Dalam kandung empedu, empedu menjadi lebih pekat akibat
absorpsi air. Derajat pemekatan ini diperlihatkan oleh peningkatan konsentrasi zat
padat ( Tabel 26-9 ) : 97% empedu hati terdiri atas air, sedangkan empedu dari kandung
empedu rata-rata mengandung air sebesar 89 % . Apabila duktus koledokus dan duktus
sistikus dijepit, tekanan intrabiliaris akan sekitar 320 mm empedu dalam 30 menit, dan
sekresi empedu terhenti. Namun, apabila duktus koledokus dijepit dan duktus sistikus
dibiarkan terbuka, air akan diserap di kandung empedu dan tekanan intrabiliaris akan
meningkat hanya sampai sekitar 100 mm empedu dalam beberapa jam. Pengasaman
empedu adalah salah satu fungsi lain kandung empedu (Tabel 26-9).

10
Table perbandingan empedu duktus hepatikus dan empedu kantung empedu manusia

Empedu Duktus Empedu Kandung


Hepatikus Empedu
Persentase Zat Padat 2-4 10-12
Garam Empedu 10-20 50-200
Ph 7,8-8,6 7,0-7,4

Pengaturan Sekresi Empedu

Bila makanan masuk ke dalam mulut, resistensi sfingter Oddi menurun. Asam
lemak dan asam amino dalam duodenum akan menyebabkan pelepasan CCK, yang
menyebabkan kandung empedu berkontraksi, Zat yang menimbulkan kontraksi
kandung empedu disebut cholagogue.

Pembentukan empedu ditingkatkan oleh rangsangan pada nervus vagus dan


oleh hormon sekretin, yang meningkatkan kandungan air dan HCO3 dalam empedu.
Zat yang meningkatkan sekresi empedu disebut choteretic. Garam empedu itu sendiri
merupakan salah satu cholerctic fisiologis yang terpenting.

Efek Kolesistektomi

Pengeluaran empedu secara periodik dari kandung empedu membantu pencernaan


tetapi tidak bereifat esensial untuk proses tersebut. Pasien yang menjalani
kolesistektomi dapat mempertahankan kesehatan dan gizi mereka dengan pengeluaran
empedu yang lambat dan konstan ke dalam duodenum, walaupun akhirnya duktus
koledokus akan sedikit melebar dan akan lebih banyak empedu yang masuk ke dalam
duodenum setelah makan dibandingkan pada saat lain. Pasien yang menjalani
kolesistektomi dapat mentoleransi makanan gorengan, walaupun umumnya mereka
harus menghindari makanan yang oleh banyak mengandung lemak.

11
Visualisasi Kandung Empedu

Eksplorasi kuadran kanan atas dengan gelombang ultrasonik (ultrasonografi)


dan computed tomography (CT) telah menjadi metode visualisasi kandung empedu dan
deteksi batu empedu yang paling luas digunakan. Metode ketiga untuk mendiagnosis
penyakit kandung empedu adalah koleskintigrafi nuklir (nuclear cholescintigraphy).
Apabila dimasukkan secara intravena, turunan asam iminodinsetat berlabel
technetium-99m akan diekskresikan melalui empedu dan kamera gama dapat
dihasilkan gambaran kandung empedu dan duktus koledokus yang baik Respons
kandung empedu terhadap CCK dapat di amati setelah hormon ini diberikan secara
intravena.

Batu Empedu

Kolelitiasis, yaitu adanya batu empedu, merupakan kelainan yang sering


ditemukan. Insidens batu empedu meningkat seiring dengan pertambahan usia.
sehingga di Amerika Serikat, sebanyak, 20 % wanita dan 5 % pria berusia antara 50
dan 65 memiliki batu empedu. Batu ini terdiri atas dua tipe: batu kalsium bilirubinat
dan batu kolesterol. Di Amerika Serikat Eropa, 85 % batu empedu adalah batu
kolesterol.

Tampaknya terdapat tiga faktor yang berperan pada pembentukan batu


kolesterol. Salah satunya adalah stasis empedu; yaitu batu yang terbentuk dalam
empedu yang mengalami sekuestrasi di kandung empedu dan bukan empedu yang
mengalir dalam duktus koledokus. Faktor kedua adalah supersaturasi empedu oleh
kolesterol. Kolesterol sangat tidak larut dalam empedu, dan zat ini dipertahankan di
larutan dalam bentuk misel, hanya pada nilai konsentrasi tertentu garam empedu dan
lesitin (Gambar 26-26). Pada konsentrasi di atas garis ABC dalam Gambar 26-26,
empedu mengalami supersaturasi dan mengandung kristal kecil kolesterol selain misel.
Namun, banyak orang normal yang tidak menderita batu empedu juga memiliki
empedu yang sangat jenuh. Faktor ketiga adalah campuran faktor nukleasi yang
memudahkan terbentuknya batu empedu yang sangat jenuh tersebut. Di luar tubuh,

12
empedu pasien kolelitiasis membentuk batu dalam 2-3 hari, sedangkan waktu yang
diperlukan oleh empedu orang normal untuk membentuk batu adalah lebih dari 2
minggu. Sifat pasti faktor nukleasi masih belum diketahui, walaupun melibatkan
glikoprotein dalam mukus kandung empedu. Selain itu, masih belum dapat dipastikan
apakah batu terbentuk akibat pembentukan berlebihan komponen yang memudahkan
nuklensi atau akibat berkurangnya pembentukan komponen antinukleasi yang
mencegah pembentukn batu pada orang normal.

2.2 Landasan Teoritis Penyakit

Sumber: myobattradisional.com Sumber: infosehatmedis.blogspot.com

2.2.1 Defenisi

Kolelitiasis adalah terdapatnya batu dalam kandung empedu atau saluran empedu.
Kolesistitis adalah inflamasi akut atau kronis dari kandung empedu, biasanya
berhubungan dengam batu kandung empedu yang tersangkut pada duktus kistik dan
menyebabkan distensi kandung empedu.

2.2.2 Etiologi dan Patofisiologi

Kolesistitis paling sering dikaitkan dengan obstruksi yang disebabkan oleh batu
empedu atau lumpur empedu. Ketika kolesistitis terjadi tanpa adanya penyumbatan

13
(kolesistitis akalkulus) paling sering terjadi pada orang dewasa yang lebih tua dan pada
pasien yang mengalami trauma, luka bakar yang luas, atau operasi terbaru. Acalculous
cholelystitis juga dapat terjadi sebagai akibat dari imobilitas dan puasa yang
berkepanjangan, nutrisi parenteral yang berkepanjangan, dan diabetes melitus. Bakteri
yang mencapai kantong empedu melalui rute vaskular atau limfatik, atau iritasi kimia
dalam empedu, juga dapat menghasilkan yang terlibat. streptococi dan salmonella juga
merupakan bakteri penyebab umum. Faktor etiologi lainnya termasuk perlengketan,
neoplasma, anestesi, dan narkotika.

Peradangan adalah kondisi patofisiologis utama dan kantong empedu. selama


serangan akut kolesistitis kandung empedu adalah edema dan hiperemis. Ini
memungkinkan buncit dengan empedu atau nanah. Saluran kistik juga terlibat dan
dapat tersumbat. Dinding kantong empedu menjadi parut setelah serangan akut.
Penurunan fungsi terjadi jika sejumlah besar jaringan berserat

Kolelitiasis. Penyebab batu empedu tidak diketahui. Kolelitiasis berkembang


ketika keseimbangan yang menjaga kolesterol, garam empedu, dan kalsium dalam
larutan diubah sehingga pengendapan zat ini terjadi. Kondisi yang mengganggu
keseimbangan ini termasuk infeksi dan gangguan dalam metabolisme kolesterol.
Diketahui bahwa pada pasien dengan kolelitiasis, empedu yang dikeluarkan oleh hati
jenuh dengan kolesterol (empedu lithogenik). Empedu di kantong empedu juga
menjadi superkolesterol. Ketika empedu jenuh dengan kolesterol, akan terjadi
pengendapan kolesterol.

Komponen lain dari empedu yang mengendap menjadi batu adalah garam
empedu, bilirubin, kalsium, dan protein. Batu kolesterol campuran, yang sebagian
besar adalah kolesterol, adalah batu empedu yang paling umum.

Perubahan dalam komposisi empedu mungkin signifikan dalam pembentukan


batu empedu. Stasis empedu menyebabkan progresi jenuh dan perubahan pada
komposisi kimia empedu. Immobilitas, kehamilan dan inflamasi atau lesi obstruktif
dari sistem empedu menurunkan aliran empedu. Faktor hormonal selama kehamilan

14
dapat menyebabkan pengosongan empedu yang tertunda, yang menyebabkan stasis
empedu.

TABEL 44-22 MANIFESTASI KLINIS YANG DISEBABKAN OLEH


ALIRAN EMPEDU TERHAMBAT
Manifestasi klinis Etiologi
Ikterus obstruktif Tidak ada aliran empedu ke dalam
duodenum
Urin kuning sawo pekat, yang mana Bilirubin larut dalam urin
berbusa ketika terguncang
Tidak ada urobilinogen dalam urin Tidak ada bilirubin yang mencapai
usus kecil untuk dikonversi ke
urobilinogen
Tinja berwarna tanah liat Sama seperti di atas
Gatal Pengendapan garam empedu pada
jaringan kulit
Intoleransi untuk makanan berlemak Tidak ada empedu di usus kecil untuk
(mual, sensasi kepenuhan, anorexia) pencernaan lemak
Kecenderungan pendarahan Kurang atau penurunan penyerapan
Vitamin K, mengakibatkan penurunan
produksi protrombin
Steatorrhea Tidak ada garam empedu dalam
duodenum, mencegah emulsi lemak
dan pencernaan

Batu dapat tetap berada di kantong empedu atau bermigrasi ke saluran kistik
atau ke saluran empedu yang umum. Menyebabkan rasa sakit ketika mereka melewati
saluran, dan mereka dapat tinggal di saluran dan menghasilkan obstruksi. Batu-batu
kecil lebih cenderung bergerak ke dalam saluran dan menyebabkan obstruksi. Tabel
44-22 menggambarkan perubahan dan manifestasi yang terjadi ketika batu

15
menghalangi saluran empedu. jika penyumbatan terjadi pada saluran kistik, empedu
dapat terus mengalir ke duodenum langsung dari hati. Namun, ketika empedu di
kantong empedu tidak dapat keluar, status empedu ini dapat menyebabkan kolesititis

2.2.3 Manifestasi Klinis

Manifestasi kolesistitis bervariasi dari gangguan pencernaan hingga sedang, sakit


parah, demam, dan penyakit kuning. Gejala awal kolesistitis akut termasuk gangguan
pencernaan dan rasa sakit dan nyeri pada kuadran kanan atas, yang dapat dirujuk ke
bahu kanan dan skapula. Rasa sakitnya bisa akut dan disertai mual dan muntah, gelisah,
dan diaforesis. Manifestasi inflamasi termasuk leukositosis dan demam. Temuan fisik
meliputi kelembutan kuadran kanan atas dan kekakuan perut. manifestasi kolesistitis
kronis meliputi riwayat intoleransi lemak, dispepsia, mulas, dan perut kembung.

Kolelitiasis dapat menghasilkan gejala yang parah atau tidak sama sekali,
banyak pasien memiliki "batu diam". Keparahan gejala tergantung pada apakah batu
itu diam atau bergerak dan apakah ada penghalang. Ketika sebuah batu bersarang di
saluran atau ketika batu bergerak melalui saluran, spasme dapat terjadi. Kejang
kandung empedu terjadi sebagai respons terhadap batu. Kadang-kadang ini
menghasilkan rasa sakit yang hebat, yang merupakan kolik disebut empedu walaupun
rasa sakitnya sangat kolik, itu lebih sering stabil. Rasa sakitnya dapat meringankan dan
disertai oleh takikardia, diaforesis, dan sujud. Rasa sakit yang parah bisa bertahan
hingga satu jam, dan ketika reda, ada nyeri tekan residual di kuadran kanan atas.
Serangan rasa sakit sering terjadi 3 sampai 6 jam setelah makan makanan tinggi lemak
atau ketika pasien berbaring. Ketika penghalang total terjadi, gejala yang berhubungan
dengan penyumbatan empedu dimanifestasikan.

16
2.2.4 Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik

Ultrasonografi umumnya digunakan untuk mendiagnosis batu empedu. Ini


sangat berguna untuk pasien dengan penyakit kuning (karena tidak tergantung pada
fungsi hati) dan untuk pasien yang alergi terhadap media kontras. ERCP
memungkinkan visualisasi kantong empedu, saluran kistik, saluran hati umum, dan
saluran empedu umum. Empedu yang diambil selama ERCP dikirim ke kultur untuk
mengidentifikasi kemungkinan organisme yang menginfeksi.

Kolangiografi transhepatik perkutan adalah penyisipan jarum langsung ke


saluran kandung empedu diikuti dengan injeksi bahan kontras. Biasanya dilakukan
setelah ultrasonografi menunjukkan penyumbatan saluran empedu. Tes laboratorium
mengungkapkan peningkatan jumlah WBC sebagai akibat dari peradangan. Baik
tingkat bilirubin langsung dan tidak langsung meningkat, seperti tingkat bilirubin urin
jika ada proses obstruktif. Jika saluran empedu yang umum terhambat, bilirubin tidak
akan mencapai usus kecil untuk dikonversi menjadi urobilinogen. Enzim serum, seperti
alkaline phosphatase, ALT, dan AST, dapat meningkat. Amilase serum meningkat jika
ada keterlibatan pankreas.

2.2.5 Penatalaksaan Medis dan Keperawatan

Perawatan Konservatif

Terapi Konservatif.

Kolesistitis. Selama episode akut kolesistitis, fokus pengobatan adalah pada


kontrol nyeri, kontrol kemungkinan infeksi dengan antibiotik, dan pemeliharaan cairan
dan keseimbangan elektrolit (Tabel 44-23). Pengobatan utamanya bersifat suportif dan
simtomatik. Jika mual dan muntah parah, insersi tabung NG dan dekompresi lambung
dapat digunakan untuk mencegah stimulasi kandung empedu lebih lanjut. Sebuah
kolesistostomi dapat digunakan untuk mengalirkan bahan purulen dari kantong empedu

17
yang tersumbat. NSAID (mis., Ketorolac [Toradol]) diberikan untuk manajemen nyeri.
Antikolinergik untuk mengurangi sekresi dan menetralkan kejang otot halus dapat
diberikan.

Kolelitiasis, Pengobatan batu empedu tergantung pada stadium penyakit. Asam


empedu (pelarut kolesterol) seperti asam ursode-oksiokolat (ursodiol [Actigal]) dan
asam chenodeoxycholic (chenodiol) digunakan untuk melarutkan batu. Namun, batu
empedu dapat kambuh. Batu empedu biasanya tidak diobati dengan obat-obatan,
karena penggunaan yang tinggi dan keberhasilan kolesistektomi laparoskopi.

Endoskopi retrograde kolangiopancreatography (ERCP) dengan


sphincterotomy (papillotomy) dapat digunakan untuk renovasi batu. ERCP
memungkinkan untuk visualisasi sistem bilier, serta penempatan stent dan
sphincterotomy (papillotomy) jika diperlukan. ERCP sangat efektif dalam
menghilangkan batu saluran empedu yang umum. Endoskop dilewatkan duadenum.
Dengan pisau electrodiathermy yang melekat pada endoskop, sphincter Oddi
diperlebar dengan sayatan otot sphincter (sphincterotomy). Sebuah keranjang dapat
digunakan untuk mengambil batu, tetapi lebih sering dibiarkan di duodenun dan akan
dilewatkan secara alami di bangku.

Extracorporeal shock-wave lithotripsy (ESWL) dapat digunakan untuk


mengobati kolelthiasis. dalam prosedur ini lithotriptor menggunakan gelombang kejut
energi tinggi untuk menghancurkan batu empedu. USG pertama kali dilakukan untuk
menemukan batu dan menentukan di mana mengarahkan gelombang kejut. Gelombang
kejut diarahkan melalui perut sebagai bantal berisi air ditekan ke daerah tersebut.
Biasanya diperlukan 1 hingga 2 jam untuk menghancurkan batu. Setelah mereka
dipecah, fragmen melewati saluran empedu dan ke usus kecil. Biasanya ESWL dan
terapi disolusi oral digunakan bersama-sama.

18
TABEL 44-23 PERAWATAN KOLABORATIF

Cholelithiasis dan Cholecystitis Akut


Diagnostik
Riwayat dan pemeriksaan fisik.
Ultrasonografi.
ERCP.
Kolangiografi transhepatik perkutan.
Fungsi hati mempelajari jumlah WBC.
Bilirubin serum.

Terapi Kolaboratif
Terapi Konservatif
Cairan IV.
NPO adalah tabung NG, kemudian berkembang menjadi diet rendah lemak.
Antiemetik.
Analgesik.
Vitamin yang larut dalam lemak (A, D, E dan K).
Antibiotik (untuk infeksi sekunder).
ERCP dengan sphincterotomy (papillotomy).
Lithotripsy gelombang kejut ekstracorporeal.

Terapi Pembubaran
ursodeoxycholic acid (ursodiol [Actigall])
chenodeoxycholic acid (chenodiol),

Terapi Bedah
Kolesistektomi laparoskopi,
Kolesistektomi insisional (terbuka)

19
Sumber: Clinical Companion to Medical-Surgical Nursing (Lewis, Clinical Companion to Medical-
Surgical Nursing: Assessment and Management of C) 8th Edition, Kindle Edition

TABEL 44-24 PROSEDUR BEDAH KANDUNG EMEPEDU


NAMA DESKRIPSI
Cholecystectomy Pengangkatan kandung empedu (laparoskopi atau
terbuka).
Cholecystostomy (biasanya Sayatan ke dalam kantong empedu (biasanya untuk
darurat) menghilangkan batu).

Choledocholithotomy Sayatan ke saluran empedu untuk menghilangkan


batu.

Cholecystogastrostomy Anastomosis antara lambung dan kantong empedu.

Anastomosis antara kandung empedu dan duodenum

Cholecystoduodenostomy untuk meredakan obstruksi di ujung distal saluran


empedu

20
Terapi Bedah. Kolesistektomi laparoskopi adalah pengobatan pilihan untuk
kolelitiasis simptomatik. (Intervensi bedah untuk koliasisasis tercantum pada Tabel 44-
24). Sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopi. Pada prosedur ini
kandung empedu diangkat melalui satu atau empat tusukan kecil di perut. Laparoskop,
yang memiliki kamera terpasang, dimasukkan ke dalam perut. (Situs sayatan dapat
bervariasi.) Tusukan ini digunakan untuk memasukkan laparoskop dan tang penjepit.
Menggunakan monitor sirkuit tertutup untuk melihat rongga perut, ahli bedah menarik
dan membedah kantong empedu dan mengangkatnya dengan penjepit tang. Ini
prosedur yang aman dengan morbiditas minimal.

Sebagian besar pasien memiliki rasa sakit pasca operasi minimal dan
dipulangkan pada hari operasi atau lusa. Mereka biasanya dapat melanjutkan aktivitas
normal dan kembali bekerja dalam 1 minggu. Komplikasi utama adalah cedera pada
saluran empedu. Beberapa kontraindikasi untuk kolesistektomi laparoskopi termasuk
perionitis, kolangitis, gangren atau perforasi gallbladder, hipertensi portal, dan
gangguan perdarahan serius.

Pada pasien tertentu, kolesistektomi insisional (terbuka) dapat dilakukan. Ini


melibatkan pengangkatan kantong empedu melalui sayatan subkostal kanan. Sebuah
tabung T dapat dimasukkan ke dalam saluran empedu selama operasi ketika eksplorasi
saluran empedu yang umum adalah bagian dari prosedur bedah (Gambar 44-19). Hal
ini memastikan patensi dari saluran sampai edema yang dihasilkan oleh trauma
mengeksplorasi dan memeriksa saluran telah mereda. Ini juga memungkinkan
kelebihan empedu untuk mengalir sementara usus kecil menyesuaikan untuk menerima
aliran empedu yang terus menerus.

Kateter Empedu Transhepatik. Kateter bilier transhepatik dapat digunakan


sebelum operasi dalam obstruksi bilier dan disfungsi hati sekunder akibat ikterus
obstruktif. Ini juga dapat dimasukkan ketika karsinoma hati, pankreas, atau saluran
empedu yang tidak dapat dioperasi menghambat rendahnya empedu. Kateter
digunakan ketika drainase endoskopi tidak berhasil. Kateter dimasukkan secara

21
perkutan dan memungkinkan dekompresi saluran empedu ekstrahepatik yang
terhambat sehingga empedu dapat mengalir dengan bebas. Setelah dimasukkan, kateter
dihubungkan ke kantong drainase. Kerabat di sekitar lokasi pemasangan kateter harus
dibersihkan setiap hari dengan antiseptik. Penting untuk mengamati kebocoran empedu
di situs penyisipan. Bergantung pada alasan kateter dimasukkan, pasien dapat
dipulangkan dengan kateter.

Sumber: Clinical Companion to Medical-Surgical Nursing (Lewis, Clinical Companion to Medical-


Surgical Nursing: Assessment and Management of C) 8th Edition, Kindle Edition

Terapi obat. Obat yang paling umum digunakan dalam pengobatan penyakit
kandung empedu adalah analgesik, antikolinergik (antispasmodik). vitamin yang larut
dalam lemak, dan garam empedu. Morphine maye awalnya digunakan untuk
manajemen nyeri. nsaids (e. g., ketorolac) juga telah terbukti membantu dalam
manajemen paun. Anti kolinergik seperti atropin dan antispasmodik lainnya dapat
digunakan untuk mengendurkan otot polos dan mengurangi tonus duktus.

Jika pasien memiliki penyakit kandung empedu kronis atau obstruksi saluran
empedu, vitamin yang larut dalam lemak (A, D, E, dan K) mungkin akan diberikan,
garam empedu dapat diberikan untuk memfasilitasi pencernaan dan penyerapan
vitamin. Untuk pengobatan pruritus, cholestyramine dapat memberikan bantuan. Ini
adalah resin yang mengikat garam empedu di usus, meningkatkan ekskresi mereka
dalam tinja. Cholestyramine diberikan dalam bentuk bubuk dan harus dicampur dengan

22
susu atau jus. Efek samping termasuk mual, muntah, diare atau konstipasi, dan reaksi
kulit.

Terapi Gizi. Banyak pasien memiliki masalah demam jika mereka makan
makanan kecil, lebih sering dengan sedikit lemak pada setiap makan untuk
mempromosikan pengosongan kandung empedu. Jika obesitas merupakan masalah diet
rendah kalori diindikasikan. Diet harus rendah lemak jenuh (mis. Mentega, mentega,
lemak babi) dan tinggi serat dan kalsium. Penurunan berat badan yang cepat harus
dihindari karena dapat mempromosikan pertanian batu empedu.

Setelah kolesistektomi laparoskopi diinstruksikan pasien memiliki cairan untuk


sisa hari dan makan makanan ringan selama beberapa hari. Jika kolesistektomi
insisional dilakukan, pasien akan beralih dari cairan ke diet teratur setelah bunyi usus
kembali. Jumlah lemak dalam diet pasca operasi tergantung pada toleransi pasien
terhadap lemak. Diet rendah lemak mungkin bermanfaat jika aliran empedu berkurang
(biasanya hanya pada periode awal pasca operasi) atau jika pasien kelebihan berat
badan. Kadang-kadang pasien diperintahkan untuk membatasi lemak selama 4 hingga
6 minggu. Kalau tidak, tidak ada instruksi diet khusus yang diperlukan selain makan
makanan bergizi dan menghindari asupan lemak berlebihan.

2.2.6 Komplikasi

Komplikasi dari kolesistitis termasuk kolesistitis gangren, abses subphrenic,


pankreatitis, kolangitis (radang saluran empedu), sirosis bilier, fistula dan pecahnya
kandung empedu, yang dapat menghasilkan peritonitis empedu. Pada pasien yang lebih
tua dan mereka yang menderita diabetes, gangren kolesistitis dan peritonitis empedu
adalah komplikasi kolesistitis yang paling umum.

Banyak dari komplikasi yang sama dapat terjadi dari kolelitiasis, termasuk
kolangitis, sirosis bilier, karsinoma, dan peritonitis. Choledocholithiasis (batu di
saluran empedu) dapat terjadi, menghasilkan gejala obstruksi.

23
2.2.7 Web Of Causation (WOC) Kolelitiasis

Bilirubin tak Etiologi Adanya


terkonjugasi penyakit hati

Penurunan fungsi hati


Tidak adanya enzim
tranferase
Penurunan sintesis asam
empedu

Prespitasi/pengen
dapan Peningkatan sintesis kolesterol

Supersaturasi getah empedu oleh


kolesterol

Peradangan

Kolesterol keluar dari getah


empedu

Pengendapan kolesterol

Batu empedu

Aliran empedu Obstruksi saluran empedu

Distensi kandung empedu


Intervensi bedah Alir balik cairan empedu
ke hepar
24
Proses peradangan di hepatobilier
Merangsang ujung-ujung
saraf bradikinin dan Pengeluaran enzim SGOT+SGPT
Respon psikologis
preoperatif
pada
aserotonin
perawatan dan
Peningkatan SGOT+SGPT
penatalaksanaan pengobatan
Saraf aferen simpatis

Kecemasan Iritasi di saluran cerna


thalamus pemenuhan informasi

Merangsangan nervus vagus


Kurangnya pengetahuan
Saraf eferen
Menekan rangsangan system
saraf parasimpatis
Gangguan rasa nyeri

Menurunya peristaltic usus


dilambung

Makanan tertahan dilambung

Penigkatan rasa mual

Pengaktifan pusat muntah

Pengaktifan saraf cranial ke wajah,krongkongan serta


neuron-neuron motorik spinalis ke otot-otot abdomen

muntah

Intake nutrisi dan cairan tidak adekuat


25
Gangguan pemenuhan nutrisi

Penurunan cairan tubuh


2.3 Landasan Teoritis Asuhan Keperawatan

2.3.1 Pengkajian Keperawatan

Identitas Pasien
 Nama
 Jenis kelamin
 Usia
 Agama
 Suku/bangsa
 Pendidikan
 Pekerjaan
 Alamat

Data subyektif dan obyektif yang harus diperoleh dari seseorang dengan
penyakit kandung empedu disajikan pada Tabel 44-25.
TABLE 44-25 PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Kolesistitis atau Kolelitiasis

Data Subjektif
Informasi Penting Kesehatan
Riwayat kesehatan masa lalu: Obesitas, multiparitas, infeksi, kanker, ekstensif
puasa, kehamilan
Obat: Penggunaan kontrasepsi estrogen atau oral
Pembedahan atau perawatan lainnya: Sebelumnya bedah perut
Pola kesehatan fungsional
Kesehatan persepsi-kesehatan manajemen: Riwayat keluarga yang positif; gaya
hidup menetap

26
Nutrisi-metabolik: Berat badan, anorexia, gangguan pencernaan, intoleransi lemak,
mual dan muntah, dispepsin; menggigil.
Penghapusan: Tinja berwarna tanah liat, steatorrhea, perut kembung, urin gelap
Persepsi kognitif: Sedang mengalami nyeri yang hebat di kuadran kanan atas yang
mungkin memancar ke punggung atau scapula; gatal
Data Objektif
Umum
Demam, kegelisahan
Integumen
Ikterus, sklera ikterik; diaforesis
Pernapasan
Takipnea, belat saat bernafas
Kardiovaskular
Takikardia
Saluran pencernaan
Kantong empedu teraba, pelindung perut dan distensi
Kemungkinan temuan diagnostik
1 enzim hati serum, alkali fosfatase, dan bilirubin: tidak adanya urobilinogen dalam
urin, saya bilirubin kemih, leukositosis, ultrasonografi kandung empedu abnormal

2.3.2 Perumusan Diagnosa (NANDA)

1. Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi kandung empedu,


obstruksi/spasme duktus, iskemia jaringan/nekrosis
2. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan distensi dan hipermotilitas
gaster, gangguan proses pembekuan darah
3. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
gangguan pencernaan lemak, intake yang tidak adekuat.

27
Diagnosis keperawatan untuk pasien dengan penyakit kandung empedu yang dirawat
dengan pembedahan meliputi, tetapi tidak terbatas pada, yang berikut:

1. Nyeri akut terkait dengan prosedur bedah


2. Ketidakefektifan manajemen kesehatan berhubungan dengan kurangnya
pengetahuan tentang diet dan manajemen pasca operasi

2.3.3 Penentuan Kriteria Hasil (NOC)

Diagnosa : Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi kandung empedu,


obstruksi/spasme duktus, iskemia jaringan/nekrosis
NOC: Kontrol Nyeri (1605)
Tujuan : Nyeri teratasi
Kriteria hasil : Pasien akan:
1. Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol
2. Menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas hiburan.

Diagnosa : Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan distensi dan


hipermotilitas gaster, gangguan proses pembekuan darah
NOC: Hidrasi (0602)
Tujuan : Keseimbangan cairan adekuat
Kriteria hasil : Dibuktikan oleh tanda-tanda vital stabil, membran mukosa
lembab, turgor kulit baik, pengisapan kapiler baik. Mengeluarkan urine normal

Diagnosa : Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan gangguan pencernaan lemak, intake yang tidak adekuat.
NOC: Nafsu Makan (2101)
Tujuan : Pemenuhan kebutuhan nutrisi adekuat
Kriteria hasil : Pasien akan :
- Melaporkan mual/muntah hilang.

28
- Menunjukan kemajuan mencapai berat badan individu yang tepat.
- Makan habis 1 porsi.

NOC untuk pasien dengan penyakit kandung empedu yang dirawat dengan
pembedahan

Diagnosa : Nyeri akut terkait dengan prosedur bedah


NOC : Kontrol Nyeri (1605)
Tujuan : Nyeri teratasi
Kriteria hasil : Pasien akan :
- Melaporkan nyeri yang terkontrol
- Menggunakan tindakan pengurangan nyeri tanpa analgesik
- Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
- Dapat beristirahat/tidur
- Dapat melakukan pergerakan yang berarti sesuai toleransi

Diagnosa : Ketidakefektifan manajemen kesehatan berhubungan dengan kurangnya


pengetahuan tentang diet dan manajemen pasca operasi
NOC : Pengetahuan: Promosi Kesehatan (1823)
Tujuan : Mendapatkan dan mempertahankan kesehatan yang optimal
Kriteria hasil : Pasien akan:
- Menunjukkan perliku yang meningkatkan kesehatan
- Pencegahan dan pengendalian infeksi
- Mengetahui hubungan antara diet, olahraga, dan berat badan

29
2.3.4 Perumusan Intervensi Keperawatan (NIC)

Diagnosa : Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi kandung empedu,


obstruksi/spasme duktus, iskemia jaringan/nekrosis
Tujuan : Nyeri teratasi
Kriteria hasil : Pasien akan:
1. Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol
2. Menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas hiburan.
NIC : Manajemen nyeri (1400)
Manajemen lingkungan: kenyamanan (6482)
Pemberian obat (2300)
Intervensi tambahan : Imajinasi terbimbing (6000)

Aktivitas :
1. Observasi dan catat lokasi, beratnya (skala 0-10) dan karakter nyeri (menetap,
hilang timbul, kolik)
2. Catat renspons terhadap obat, dan laporkan pada dokter bila nyeri tidak hilang.
3. Tingkatkan tirah baring, biarkan pasien melakukan posisi yang nyaman.
4. Gunakan sprei halus atau katun; cairan kelamin; minyak mandi (Alphakeri)
5. Kontrol suhu lingkungan
6. Dorong menggunakan teknik relaksasi, contoh bimbingan imajinasi,
visualisasi, latihan nafas dalam, berikan aktivitas senggang
7. Sediakan waktu untuk mendengar atau mempertahankan kontak dengan pasien
8. Pertahankan status puasa, masukkan atau pertahankan penghisan NG sesuai
indikasi
9. Berikan obat: antikolinergik, contoh: atropin, propantelin(pro-ban-thine),
sesuai indikasi
10. Berikan terapi sedatif contoh: fenobardital
11. Berikan obat narkotik contoh: meperedin hidoklrorida (demerol): morfin
sulfat.

30
12. Berikan terapi rileksan otot halus, contoh: papa verin (pavabid): nitrokliserin,
amil nitrat
13. Berikan terapi asam senodeoksikolik (chenix): asam ursodeoksikolik
(USCDA, actigall)
14. Berikan terapi antibiotik sesuai indikasi
15. Siapkan klien untuk shock gelombang exracorporeal litrotipsi (extracoporal
shock wafe lithotripsyi (ESWL))
16. Siapkan klien untuk endoskopi spingterotomi.
17. Siapkan klien untuk intervensi bedah kolesistekstomi

Diagnosa : Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan distensi dan


hipermotilitas gaster, gangguan proses pembekuan darah
Tujuan : Keseimbangan cairan adekuat
Kriteria hasil : Dibuktikan oleh tanda-tanda vital stabil, membran mukosa
lembab, turgor kulit baik, pengisapan kapiler baik. Mengeluarkan urine normal
NIC: Manajemen cairan (4120)
Manajemen hipovolemi (4180)
Manejemen muntah (1570)
Pengurangan perdarahan (4020)

Aktivitas :
1. Monitor masukkan dan pengeluaran cairan, perhatikan pengeluaran kurang
dari masukkan, peningkatan berat jenis urine. kaji membran mukosa atau kulit,
nadi perifer, dan pengisian kapiler < 3 menit.
2. Awasi peningkatan atau berlanjutnya mual atau muntah, kram abdomen,
kelemahan, kejang ringan, kecepatan jantung tidak teratur, parestesia, hipoaktif
atau tak adanya bising usus, depresi pernafasan.
3. Hindarkan dari lingkungan yang berbau.
4. Lakukan kebersihan oral dengan pencuci mulut.

31
5. Gunakan jarum kecil untuk injeksi dan melakukan tekanan pada bekas suntikan
lebih lama dari biasanya.
6. Kaji pendarahan yang tidak biasanya, contoh pendarahan terus menerus pada
sisi injeksi, mimisan, pendarahan, gusi, ekimosis, petekie, hematemesis/melena.
7. Pertahankan pasien puasa sesuai keperluan.
8. Masukkan slang NG, hubungkan ke penghisap dan pertahankan patensi sesuai
indikasi.
9. Berikan antiemetik, contoh proklorperazin (compazine).
10. Kaji ulang pemeriksaan laboratorium, contoh Ht/Hb; elektrolit; GDA (Ph);
waktu pembekuan.
11. Berikan cairan IV, elektrolit, dan vitamin K.

Diagnosa : Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan gangguan pencernaan lemak, intake yang tidak adekuat.
Tujuan : Pemenuhan kebutuhan nutrisi adekuat
Kriteria hasil : Pasien akan :
- Melaporkan mual/muntah hilang.
- Menunjukan kemajuan mencapai berat badan individu yang tepat.
- Makan habis 1 porsi.
NIC : Monitor nutrisi (1160)
Bantuan perawatan diri: pemberian makan (1803)

Aktivitas :
1. Kaji distensi abdomen, sering bertahak, berhati-hati, menolak bergerak.
2. Timbang BB setiap hari.
3. Diskusikan dengan pasien makanan kesukaan/ketidaksukaan, dan jadwal
makan yang disukai.
4. Berikan suasana menyenangkan pada saat makan, hilangkan rangsangan
berbau.

32
5. Jaga kebersihan oral sebelum makan.
6. Tawarkan minum saat makan, bila toleran
7. Ambulasi dan tingkatkan aktivitas sesuai toleransi.
8. Konsul dengan ahli diet/tim pendukung nutrisi sesuai indikasi.
9. Mulai diet cair rendah lemak setelah slang NG dilepas.
10. Berikan diet sesuai toleransi, biasanya rendah lemak, tinggi serat, batasi
makanan penghasil gas (contoh bawang, kol, jagung) dan makanan / minuman
tinggi lemak (contoh mentega, kacang).

Pasca operasi

Diagnosa : Nyeri akut terkait dengan prosedur bedah


Tujuan : Nyeri teratasi
Kriteria hasil : Pasien akan :
- Melaporkan nyeri yang terkontrol
- Menggunakan tindakan pengurangan nyeri tanpa analgesik
- Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
- Dapat beristirahat/tidur
- Dapat melakukan pergerakan yang berarti sesuai toleransi
NIC : Manajemen Nyeri (1400)
Manajemen lingkungan: kenyamanan (6482)
Pemberian obat (2300)
Intervensi tambahan : Imajinasi terbimbing (6000)

Aktivitas :
1. Observasi dan catat lokasi, beratnya (skala 0-10) dan karakter nyeri (menetap,
hilang timbul, kolik)
2. Catat renspons terhadap obat, dan laporkan pada dokter bila nyeri tidak hilang.
3. Tingkatkan tirah baring, biarkan pasien melakukan posisi yang nyaman.

33
4. Gunakan sprei halus atau katun; cairan kelamin; minyak mandi (Alphakeri)
5. Kontrol suhu lingkungan
6. Dorong menggunakan teknik relaksasi, contoh bimbingan imajinasi, visualisasi,
latihan nafas dalam, berikan aktivitas senggang
7. Berikan obat: antikolinergik, contoh: atropin, propantelin(pro-ban-thine), sesuai
indikasi
8. Berikan terapi sedatif contoh: fenobardital
9. Berikan obat narkotik contoh: meperedin hidoklrorida (demerol): morfin sulfat.
10. Dukung istirahat/tidur yang adekuat untuk membantu penurunan nyeri
11. Beri tahu dokter untuk jika tidak berhasil atau jika keluhan pasien ini berubah
signifikan dari pengalaman nyeri sebelumnya

Diagnosa : Ketidakefektifan manajemen kesehatan berhubungan dengan kurangnya


pengetahuan tentang diet dan manajemen pasca operasi
Tujuan : Mendapatkan dan mempertahankan kesehatan yang optimal
Kriteria hasil : Pasien akan:
- Menunjukkan perliku yang meningkatkan kesehatan
- Pencegahan dan pengendalian infeksi
- Mengetahui hubungan antara diet, olahraga, dan berat badan
NIC : Pengajaran Perioperatif (5610)
Peningkatan Koping (5230)
Aktivitas :
1. Menjelaskan peralatan dan perawatan pasca operasi
2. Instruksikan pasien bagaimana teknik mobilisasi pasca operasi
3. Evaluasi kemampuan pasien dalam melakukan perawatan pada pre operasi dan
nafas dalam

34
4. Informasikan pada pasien mengenai bagaimana caranya terlibat aktif dalam proses
penyembuhan
5. Arahkan pasien jika ada harapan yang tidak realistis
6. Arahkan pasien untuk menggunakan teknik koping yang positif dlam menghadapi
masalahnya (misalnya, guided imagery/imajinasi terbimbing, atau relaksasi)
7. Dokumentasikan Pendidikan kesehatan dan respon pasien terkait Pendidikan
kesehatan tersebut
8. Dukung informasi yang diberikan tenaga kesehatan lain, jika diperlukan.

2.3.5 Implementasi Keperawatan

Promosi Kesehatan. Anda harus memikul tanggung jawab untuk pengenalan faktor
predisposisi penyakit kandung empedu dalam skrining kesehatan secara umum.
Kelompok etnis di mana penyakit ini lebih umum, seperti penduduk asli Amerika,
harus diajarkan manifestasi awal terjadi dan diperintahkan untuk melihat penyedia
layanan kesehatan mereka jika manifestasi ini terjadi. Pasien dengan kolesistitis kronis
tidak memiliki gejala akut dan mungkin tidak mencari bantuan sampai terjadi ikterus
dan obstruksi bilier. Deteksi dini pada pasien ini bermanfaat sehingga mereka dapat
dikelola dengan diet rendah lemak dan dipantau lebih dekat

Intervensi Akut. Tujuan keperawatan untuk pasien yang menjalani terapi


konservatif termasuk mengobati rasa sakit, menghilangkan mual dan muntah,
memberikan kenyamanan dan dukungan emosional, menjaga keseimbangan cairan dan
elektrolit dan nutrisi, membuat penilaian yang akurat untuk efektivitas pengobatan, dan
mengamati adanya komplikasi.

Pasien dengan kolesistitis akut atau kolelitiasis sering mengalami rasa sakit
yang parah. Obat-obatan yang diperintahkan untuk menghilangkan rasa sakit harus
diberikan sesuai kebutuhan oleh pasien dan sebelum rasa sakit menjadi lebih parah.
Kaji obat apa yang menghilangkan rasa sakit dan berapa banyak obat yang diperlukan.

35
untuk efek samping dari obat sebagai bagian dari penilaian lanjutan. Memelihara posisi
yang nyaman, dan perawatan mulut, adalah tepat.

Beberapa pasien memiliki mual dan muntah yang lebih parah daripada yang
lain. Untuk pasien ini mungkin diperlukan untuk memasukkan tabung NG dan
menggunakan dekompresi lambung. Penghapusan asupan makanan dan cairan juga
mencegah stimulasi lebih lanjut dari kandung empedu. Kebersihan mulut, perawatan
ini pasien. Untuk pasien dengan mual dan muntah yang kurang parah, antiemetik
biasanya memadai. Ketika pasien muntah, berikan langkah-langkah kenyamanan
seperti sering berkumur. Segera keluarkan setiap muntah segera dari pandangan pasien.

Jika pruritus terjadi dengan ikterus. Diperlukan tindakan untuk meredakan rasa
gatal. Langkah-langkah untuk meredakan pruritus dibahas sebelumnya dalam bab ini.

Sebagian besar dari rencana asuhan keperawatan untuk pasien ini berpusat pada
penilaian akurat dari perkembangan gejala dan perkembangan komplikasi. Perhatikan
tanda-tanda obstruksi duktus dengan batu. Termasuk penyakit kuning; tinja berwarna
tanah liat; gelap, urin berbusa: steartorrhea; demam; dan peningkatan jumlah WBC.

Ketika gejala obstruksi hadir (lihat tabel 44-22), perdarahan dapat terjadi akibat
penurunan produksi protrombin. Tempat umum untuk terobosan untuk perdarahan
adalah selaput lendir mulut, hidung, gingivae, dan tempat suntikan. Jika injeksi sudah
diberikan, use a small-gauge needle and apply gentle pressure after the injection.
Mengetahui waktu protrombin pasien dan menggunakannya sebagai panduan dalam
proses penilaian.

Pengkajian untuk infeksi meliputi pemantauan tanda-tanda vital. Peningkatan


suhu dengan menggigil dan ikterus dapat mengindikasikan choledocholithiasis.

Asuhan keperawatan pasien setelah ERCP dengan papilotomi meliputi


penilaian untuk mendeteksi komplikasi sush seperti pankreatitis, perforasi, infeksi, dan
perdarahan. Memantau tanda-tanda vital pasien. Nyeri perut dan demam dapat

36
mengindikasikan pankreatitis. Pasien harus diistirahatkan selama beberapa jam dan
harus berupa NPO hingga refleks muntah kembali.

Perawatan Pasca Operasi. Asuhan keperawatan pasca operasi setelah


kolesistektomi laparosopik meliputi pemantauan untuk komplikasi seperti perdarahan,
membuat pasien nyaman, dan mempersiapkan pasien untuk dipulangkan. Masalah
umum pasca operasi disebut nyeri pada bahu karena karbon diosida (Co2) yang tidak
dilepaskan atau diserap oleh tubuh. Co2 dapat mengiritasi saraf frenikus dan diafragma,
menyebabkan beberapa kesulitan bernafas. Menempatkan pasien dalam posisi sim (sisi
kiri dengan lutut kanan tertekuk) membantu memindahkan kantung gas menjauh dari
diafragma. Mendorong pernapasan dalam bersama dengan gerakan dan ambulasi.
Kasus nyeri biasanya dapat dihilangkan dengan NSAIDS atau kodein. Pasien
diperbolehkan bersihkan cairan dan dapat berjalan ke kamar mandi untuk
mengosongkan. Banyak pasien pulang pada hari yang sama, tetapi beberapa akan
menginap.

Asuhan keperawatan pasca operasi untuk kolesistektomi insisinal berfokus pada


ventilasi yang memadai dan pencegahan komplikasi pernapasan. Asuhan keperawatan
lainnya sama dengan asuhan keperawatan umum pasca operasi.

TABEL 44-66 MEMBIMBING PASIEN DAN CAREGIVER


Kolesistektomi laparoskopi pasca operasi

Anda harus menyertakan petunjuk berikut dalam rencana pengajaran pascaoperasi


pasien.
1. Lepaskan perban pada bagian tusukan sehari setelah operasi dan Anda dapat
mandi
2. Beritahu dokter bedah Anda jika salah satu tanda dan gejala berikut terjadi
 Kemerahan, pembengkakan, drainase berwarna empedu atau nanah dari
setiap sayatan
 Sakit perut yang parah, mual, muntah, demam, menggigil

37
3. Anda dapat secara bertahap melanjutkan aktivitas normal
4. Kembali bekerja dalam 1 minggu setelah operasi
5. Anda dapat melanjutkan diet biasa Anda, tapi diet rendah lemak biasanya lebih
baik ditoleransi selama beberapa minggu setelah operasi.

Jika pasien memiliki tabung T (lihat gbr.44-19), bagian dari rencana asuhan
keperawatan terkait dengan mempertahankan drainase empedu dan pengamatan tabung
T terhubung ke sistem drainase gravitasi tertutup. Jika drainase penrose atau jackson
pratt atau tabung T menguras jumlah besar, akan sangat membantu jika menggunakan
sistem kantung steril untuk melindungi kulit.

Perawatan Ambulasi dan Perawatan di Rumah. Ketika pasien memiliki


terapi konservatif, manajemen keperawatan tergantung pada gejala dan pada intervensi
bedah mana yang sedang direncanakan. Pengajaran rutin biasanya diperlukan. Diet
biasanya rendah lemak, dan kadang-kadang diet penurunan berat badan juga dianjurkan
untuk mengambil suplemen vitamin yang larut dalam lemak. Sediakan instruksi terkait
pengamatan bahwa pasien harus menunjukkan indikasi obstruksi (misalnya, perubahan
feses dan urin, ikterus, pruritus). Jelaskan pentingnya perawatan kesehatan yang
berkelanjutan.

Pasien yang menjalani kolesistektomi laparascopik dikeluarkan segera setelah


operasi, sehingga perawatan di rumah penting. Pengajaran sangat penting (tabel 44-
26).

Setelah kolesistektomi insisional, pasien biasanya dipulangkan dalam 2 hingga


3 hari, menginstruksikan pasien untuk menghindari beban berat selama 4 hingga 6
minggu. Kegiatan seksual yang biasa, termasuk hubungan seksual, dapat dilanjutkan
segera setelah pasien merasa siap kecuali diberikan instruksi lain oleh penyedia layanan
kesehatan.

38
Kadang-kadang pasien diharuskan untuk tetap pada diet rendah lemak selama
4 sampai 6 minggu. Jika demikian, rencana pengajaran diet individual diperlukan.
Program pengurangan berat badan dapat membantu jika pasien kelebihan berat badan.
Sebagian besar pasien mentoleransi diet teratur tanpa kesulitan tetapi harus
menghindari lemak berlebihan.

2.3.6 Evaluasi Keperawatan

Hasil yang diharapkan secara keseluruhan adalah bahwa pasien dengan penyakit
kandung empedu akan

 Muncul nyaman dan verbalisasi penghilang rasa sakit


 Verbalisasi pengetahuan tingkat aktivitas dan pembatasan diet

39
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kolelitiasis adalah terdapatnya batu dalam kandungan empedu atau saluran


empedu. Kolesistitis adalah inflamasi akut atau kronis dari kandung empedu, biasanya
berhubungan dengan batu kandung empedu yang tersangkut pada duktus kistik dan
menyebabkan distensi kandung empedu. Batu empedu merupakan salah satu kelainan
yang banyak terjadi dikalangan masyarakat. Di amerika prevelensi batu kandung
empedu sekitar 10-15 %. Sebagian besar pasien batu empedi tidak menimbulkan gejala,
pada mereka ini kemungkinan untuk mengalami kolik adalah 1 % setiap tahunnya.

3.2 Saran

Makalah ini dibuat agar pembaca bisa mengetahui apa itu kolelitiasis atau batu
empedu. Bisa berubah menjadi lebih baik dalam menjaga kesehatan. Lebih mengatur
pola hidup untuk mengurangi penyakit batu empedu karena merupakan salah satu
penyakit pencernaan yang sangat berbahaya.

40
DAFTAR PUSTAKA

Ganong, F. William. 2005. Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC

Suratun dan Lusianah. 2010. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem


Gastrointestinal. Jakarta: TIM

Lewis, S. D., S. R, H. M., &Bucher, L. (2011). Medical Surgical Nursing : Assessment


and Management of Clinical Problems (8th ed). USA : Elsevier Mosby.

41

Anda mungkin juga menyukai