Anda di halaman 1dari 37

PROPOSAL SKRIPSI

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA REMAJA DI

SMAN 9 PADANG TAHUN 2020

PENELITIAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

AGNESIA CHELSEA ADRIANI

1711312035

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS

2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan rahmatNya yang selalu

dicurahkan kepada seluruh makhlukNya. Salawat serta salam dikirimkan kepada Nabi

Muhammad SAW. Alhamdulillah dengan nikmat dan hidayahNya, penulis telah dapat

menyelesaikan proposal ini dengan judul HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN

KEJADIAN ANEMIA PADA REMAJA DI SMAN 9 PADANG.

Terima kasih yang sebesar-besarnya saya ucapkan kepada Dr. dr. Susmiati, M.

Biomed sebagai pembimbing saya, yang telah dengan telaten dan penuh kesabaran

membimbing saya dalam menyusun proposal ini. Selain itu saya juga mengucapkan terima

kasih pada:

1. Ibu Hema Malini, S.Kp, MN, PhD selaku Dekan Fakultas Keperawatan

Universitas Andalas

2. Dan pihak-pihak lain yang mendukung saya dalam menyelesaikan proposal ini

Terakhir, ucapan terima kasih tulus saya kepada kedua orang tua saya yang telah

memberikan hampir seluruh waktunya untuk suksesnya pendidikan saya.

Akhir harapan penulis semoga proposal ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Remaja

1. Definisi Remaja

Remaja atau adolescence berasal dari bahasa latin (adolescer) yang artinya

tumbuh. Pada masa ini terjadi proses kehidupan menuju kematangan fisik dan

perkembangan emosional antara anak-anak dan sebelum dewasa. (Briawan, 2014).

Masa remaja adalah saat terjadinya perubahan-perubahan cepat sehingga asupan

gizi remaja harus diperhatikan benar agar mereka dapat tumbuh optimal (Susilowati

& Kuspriyanto, 2016).Menurut pandangan ahli gizi, masa remaja adalah masa

pertumbuhan penting dan tercepat kedua setelah masa bayi.Perubahan fisik dan

organ reproduksi yang pesat berdampak pada meningkatnya kebutuhan zat gizi serta

makanan remaja.(Fikawati, Syafiq, & Veretamala, 2017).

Menurut psikologi, remaja adalah suatu periode transisi dari masa awal anak

anak hingga masa awal dewasa, yang dimasuki pada usia kira kira 10 hingga 12

tahun dan berakhir pada usia 18 tahun hingga 22 tahun. Masa remaja bermula pada

perubahan fisik yang cepat, pertambahan berat dan tinggi badan yang dramatis,

perubahan bentuk tubuh, dan perkembangan karakteristik seksual seperti

pembesaran buah dada, perkembangan pinggang dan kumis, dan dalamnya

suara.Pada perkembangan ini, pencapaian kemandirian dan identitas sangat


menonjol (pemikiran semakin logis, abstrak, dan idealistis) dan semakin banyak

menghabiskan waktu di luar keluarga.

2. Tahap Perkembangan Remaja

Semua aspek perkembangan dalam massa remaja secara global berlangsung

antara umur 10-20 tahun, dengan pembagian usia 10-40 tahun adalah massa remaja

awal, 15-17 tahun adalah massa remaja pertengahan, 17-20 tahun adalah massa

remaja akhir. Pada wanita mulai berfungsi sistem reproduksi ditandai dengan

datangnya haid pertama yang lazim disebut menarche. Menarche umumnya terjadi

pada usia 10-14 tahun (Adriani & Wijatmadi, 2012).

Masalah Gizi Pada Remaja Menurut (Adriani & Wirjatmadi, 2014) yang sering

muncul pada masa remaja adalah:

a. Obesitas (Kegemukan)

Obesitas diartikan sebagai peningkatan berat badan di atas 20% dari batas

normal.Penderita obesitas mempunyai status nutrisi yang melebihi kebutuhan

metabolism karena kelebihan masukan energi dan atau penurunan penggunaan

energi, artinya masukan energi tidak seimbang dengan penggunaannya yang

pada akhirnya berangsur-angsur berakumulasi meningkatkan berat badan.

b. Ganguan Makan
Terdapat dua macam gangguan makan yaitu anoreksia nervosa dan bulimia

nervosa.Anoreksia dan bulimia adalah gangguan pola makan yang tampak atau

sering terjadi pada remaja dan wanita dewasa, hanya sedikit laki-laki yang

menderita gangguan ini.Kedua gangguan ini biasanya terjadi akibat seseorang

terobsesi untuk menjadi langsing. Keduanya juga mempunyai tujuan yang sama

yaitu untuk membentuk tubuh ideal. Gangguan tersebut biasanya muncul ketika

seseorang memasuki usia puber.

c. Makan Tidak Teratur

Aktivitas yang tinggi, baik disekolah maupun di luar sekolah menyebabkan

makan menjadi tidak teratur.Biasanya remaja melewatkan waktu makan pagi

dan makan siang. Tidak jarang mereka makan diluar rumah dengan komposisi

zat gizi tidak seimbang.Remaja menyukai makanan ringan, kebanyakan

makanan mengandung nol kalori. Makanan dengan nol kalori ini biasanya

menghilangkan nafsu makan pada makanan bergizi lain.

d. Jerawat

Sekitar 50% remaja mempunyai masalah dengan jerawat.Jerawat pada remaja

merupakan hal yang normal akibat dari pengaruh hormonal.Sering makanan

dituduh sebagai penyebabnya. Jerawat sangat berhubungan dengan pemilihan

makanan (makanan yang di pilih). Makanan berlemak minuman CocaCola,

susu, kacang, gula dan cokelat adalah penyebab utamanya. Beberapa penelitian
menyimpulkan jika masukkan rendah zink dan konsumsi tinggi alkohol juga

merupakan penyebab. Penyebab lain jerawat adalah stress.

e. Alkohol dan Penyalahgunaan Obat

Kedua masalah ini dapat menyebabkan masalah kesehatan gizi

seseorang.Alkohol tembakau dan mariyuana adalah bahan paling sering disalah

gunakan oleh remaja. Kecanduan alkohol sering merupakan masalah utama

remaja dan bisa terjadi pada usia dini yaitu sekitar 12 tahun. Baik kebiasaan

minum alkohol maupun penyalahgunaan obat, dapat berpengaruh terhadap

prilaku remaja.

f. Anemia

Remaja memiliki banyak kegiatan, seperti sekolah dari pagi hingga siang,

diteruskan dengan kegiatan ekskul (ekstra kulikuler) sampai sore, belum lagi

kalau ada les atau kegiatan tambahan. Semua kegiatan ini membuat mereka tak

sempat makan, akibatnya para remaja sering merasa kecapekan, lemas, dan

tidak bertenaga. Namun kondisi cepat lelah tadi bisa juga disebabkan anemia

atau yang dalam bahasa sehari-hari disebut kurang darah.

B. Anemia

1. Definisi Anemia

Anemia didefinisikan sebagai konsentrasi hemoglobin (Hb) yang rendah dalam

darah. (WHO,2015). National Institute of Health (NIH) Amerika 2011 menyatakan


bahwa anemia terjadi ketika tubuh tidak memiliki jumlah sel darah merah yang

cukup (Fikawati, Syafiq, & Veretamala, 2017).

Anemia gizi adalah suatu keadaan dengan kadar hemoglobin darah yang lebih

rendah dari pada normal sebagai akibat ketidakmampuan jaringan pembentuk sel

darah merah dalam produksinya guna mempertahankan kadar hemoglobin pada

tingkat normal. Anemia gizi besi adalah anemia yang timbul karena kekurangan zat

besi sehingga pembentukan sel-sel darah merah dan fungsi lain dalam tubuh

terganggu (Adriani & Wijatmadi, 2012).

Secara definisi, anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh

kurangnya zat besi dalam tubuh sehingga kebutuhan besi untuk eritropoesis tidak

cukup ditandai dengan gambaran sel darah merah yang hipokrom mikrositik, kadar

besi serum dan saturasi (jenuh) transferrin menurun, mampu ikat besi total (TIBC)

meninggi dan cadangan besi dalam sumsum tulang dan tempat lain sangat kurang

atau tidak sama sekali (Gultom 2003).

2. Klasifikasi

Banyak jenis anemia yang dapat diobati secara mudah, tetapi beberapa pada

beberapa jenis lainnya kemungkinan berat, lama dan dapat mengancam jiwa jika

tidak terdiagnosa sejak awal dan tidak diobati segera (NACC, 2009).

1) Anemia Defisiensi Besi


Anemia Defisiensi Besi adalah anemia yang disebabkan karena kekurangan zat

besi dalam darah (Fatmah,2009). Konsentrasi hemoglobin dalam darah

berkurang karena pembentukkan sel darah merah terganggu, akibatnya ukuran

sel darah merah menjadi kecil (microcytic) , kandungan hemoglobin menjadi

rendah (hypochromic). Semakin berat kekurangan zat besi dalam darah, maka

semakin berat pula tingkat anemia yang diderita (Almatsier, 2009).

2) Anemia Defisiensi Asam Folat

Anema defisiensi asam folat disebut juga anemia megaloblastik atau

makrostatik. Dalam anemia defisensi asam folat, keadaan sel darah merah tidak

normal dengan cirri-ciri bentuknya lebih besar, jumlahnya sedikit dan belum

matang. Penyebabnya adalah asam folat dan atau vitamin B12 kurang di dalam

tubuh. Kedua zat tersebut diperlukan dalam pembentukkan nucleoprotein untuk

proses pematangan sel darah merah dalam sumsum tulang (Almatsier, 2009).

3) Anemia Defisiensi B12

Anemia defisiensi B12 disebut juga pernisiosa, keadaanya dan gejala seperti

anemia gizi asam folat. Anemia jenis ini disertai gangguan pada sistem alat

pencernaan bagian dalam. Ketika kronis dapat merusak sel-sel otak dan asam

lemak menjadi tidak normal serta posisi pada dinding sel jaringan saraf juga

berubah. Dikhawatirkan, akan mengalami gangguan kejiwaab (Almatsier,

2009).
4) Anemia defisiensi B6

Anemia defisiensi B6 disebut juga siderotic. Keadaannya mirip dengan anemia

gizi besi, tetapi jika darah diuji secara laboraturium, serum besinya normal.

Kekurangan vitamin B6 akan mengganggu sintesis (pembentukkan) hemoglobin

(Almatsier,2009).

3. Etiologi

Beberapa jenis anemia dapat diakibatkan oleh defisiensi zat besi, infeksi atau

ganguan genetik.Yang paling sering terjadi adalah anemia yang disebabkan oleh

kekurangan asupan zat besi.Kehilangan darah yang cukup banyak, seperti saat

menstruasi, kecelakaan dan donor darah berlebihan jugadapat menghilangkan zat

besi dalam tubuh.Wanita yang mengalami menstruasi setiap bulan berisiko

menderita anemia. Kehilangan darah secara perlahan-lahan di dalam tubuh, seperti

ulserasi polip kolon dan kanker kolon juga dapat menyebabkan anemia.(Briawan,

2014).

Selain zat besi, masih ada dua jenis lagi anemia yang sering timbul pada anak-

anak dan remaja.Aplastic anemia terjadi bila sel yang memproduksi butiran darah

merah tidak dapat menjalankan tugasnya.Hal ini dapat terjadi karena infeksi virus,

radiasi, kemoterapi atau obat tertentu.Adapun jenis berikutnya adalah haemolityc


anemia, yang terjadi karena sel darah merah hancur secara dini, lebih cepat dari

kemampuan tubuh untuk memperbaharuinya. Penyebab anemia jenis ini bermacam-

macam, bisa bawaan seperti talasemia atau sickle cell anemia(Adriani &

Wirjatmadi, 2014).

Menurut Dr. Sandra Fikawati, Ahmad Syafiq, Ph.D, Arinda Veretamala (2017)

dalam bukunya yang berjudul Gizi Anak Dan Remaja penyebab anemia antara lain:

a. Meningkatnya Kebutuhan Zat Besi Peningkatan kebutuhan zat besi pada massa

remaja memuncak pada usia antara14-15 tahun untuk perempuan dan satu

sampai dua tahun kemudian pada laki-laki. Setelah kematangan seksual, terjadi

penurunan kebutuhan zat besi, sehingga terdapat peluang untuk memperbaiki

kekurangan zat besi terutama pada remaja laki-laki. Sedangkan pada remaja

perempuan, menstruasi mulai terjadi satu tahun setelah puncak pertumbuhan dan

menyebabkan kebutuhan zat besi akan tetap tinggi sampai usia reproduktif

untuk mengganti kehilangan zat besi yang terjadi saat menstruasi.Itulah

sebabnya kelompok remaja putri lebih rentan mengalami anemia dibanding

remaja putra.

b. Kurangnya Asupan Zat Besi Penyebab lain dari anemia gizi besi adalah

rendahnya asupan dan buruknya bioavailabilitas dari zat besi yang dikonsumsi,

yang berlawanan dengan tingginya kebutuhan zat besi pada masa remaja.
c. Kehamilan pada Usia Remaja Masih adanya praktik tradisional pernikahan dini

di negara-negara di Asia Tenggara juga berkontribusi terhadap kejadian anemia

gizi besi. Pernikahan dini umunya berhubungan dengan kehamilan dini, dimana

kehamilan meningkatkan kebutuhan zat besi dan berpengaruh terhadap semakin

parahnya kekurangan zat besi dan anemia gizi besi yang dialami remaja

perempuan.

d. Penyakit Infeksi dan Infeksi Parasit Sering terjadinya penyakit infeksi dan

infeksi parasit di negara berkembang juga dapat meningkatkan kebutuhan zat

besi dan memperbesar peluang terjadinya status gizi negatif dan anemia gizi

besi.

e. Sosial-Ekonomi Tempat tinggal juga dapat berhubungan dengan kejadian

anemia, remaja yang tinggal di wilayah perkotaan lebih banyak memiliki pilihan

dalam menentukan makanan karena ketersediaannya yang lebih luas di

bandingkan pedesaan. Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 juga

menunjukan bahwa masyarakat pedesaan (22,8%) lebih banyak mengalami

anemia di bandingkan dengan masyarakat yang tinggal di perkotaan (20,6%) .

f. Status Gizi Juga ditemukan hubungan antara status gizi dengan kejadian anemia.

Remaja dengan status gizi kurus mempunyai risiko mengalami anemia 1,5 kali

dibandingkan remaja dengan status gizi normal. Hal tersebut juga di dukung
oleh studi yang di lakukan oleh Briawan dan Hardinsyah (2010) bahwa status

gizi normal dan lebih merupakan faktor protektif anemia.

g. Pengetahuan Pengetahuan seseorang biasanya diperoleh dari pengalaman yang

berasal dari berbagai macam sumber, misalnya media massa, media elektronik,

buku petunjuk, petugas kesehatan, media poster, kerabat dekat dan sebagainya.

Pengetahuan ini dapat membantu keyakinan tertentu sehingga seseorang

berprilaku sesuai keyakinan tersebut. Pada beberpa penelitian terkait anemia

ditemukan pula pada mereka yang memiliki pengetahuan yang rendah terkait

anemia.

4. Manifestasi Klinis

Menurut Natalia Erlina Yuni (2015) dalam bukunya yang berjudul kelainan

darah menyebutkan gejala anemia sebagai berikut:

a) Kulit pucat

b) Detak jantung meningkat

c) sulit bernafas

d) kurang tenaga atau cepat lelah

e) pusing terutama saat berdiri

f) sakit kepala

g) siklus menstruasi tidak menentu

h) lidah yang bengkak dan nyeri

i) kulit mata dan mulut berwarna kuning


j) limpa atau hati membesar

k) penyembuhan luka atau jaringan yang terganggu.

5. Patofisiologi

Dalam keadaan normal tubuh orang dewasa mengandung rata-rata 3 – 5 gr

besi, hampir dua pertiga besi terdapat dalam hemoglobin dilepas pada proses

penuaan serta kematian sel dan diangkat melalui transferin plasma ke sumsum

tulang untuk eritropoiesis. Pada peredaran zat besi berkurang, maka besi dari

diet tersebut diserap oleh lebih banyak. Besi yang dimakan diubah menjadi besi

keto dalam lambung dan duodenum, penyerapan besi terjadi pada duodenum

dan jejenum proksimal, kemudian besi diangkat oleh tranferin plasma ke

sumsum tulang, untuk sintesis hemoglobin atau ke tempat penyimpanan di

jaringan.

Pembentukan Hb terjadi pada sumsum tulang melalui semua stadium

pematangan besi merupakan susunan atau sebuah molekul dan hemoglobin, jika

zat besi rendah dalam tubuh maka pembentukan eritrosit atau eritropoetin akan

mengganggu sehingga produksi sel darah merah berkurang, sel darah merah

yang berkurang atau menurun mengakibatkan hemoglobin menurun sehingga

transportasi oksigen dan nutrisi ke jaringan menjadi berkurang, hal ini

mengakibatkan metabolisme tubuh menurun (Price, 1995).

6. Dampak
Anemia dapat menyebabkan berbagai dampak buruk pada remaja putri dan

WUS, menurut Kemenkes RI (2018) diantaranya :

a. Menurunkan daya tahan tubuh sehingga penderita anemia mudah terkena

penyakit infeksi

b. Menurunnya kebugaran dan ketangkasan berpikir karena kurangnya oksigen

ke sel otot dan sel otak

c. Menurunnya prestasi belajar dan produktivitas kerja/kinerja

Dampak anemia pada remaja putri dan WUS akan terbawa hingga dia menjadi

remaja putri anemia yang dapat mengakibatkan :

a. Meningkatkan risiko Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT), premature,

BBLR,, dan gangguan tumbuh kembang anak diantaranya stunting dan

gangguan neurokognitif

b. Perdarahan sebelum dan saat melahirkan yang dapat mengancam

keselamatan ibu dan bayinya

c. Bayi lahir dengan cadangan zat besi (Fe) yang rendah akan berlanjut

menderita anemia pada bayi dan usia dini d. Meningkatnya risiko kesakitan

kematian neonatal dan bayi

7. Pencegahan

Upaya pencegahan dan penanggulangan anemia dilakukan dengan memberikan

asupan zat besi yang cukup ke dalam tubuh untuk meningkatkan pembentukan

hemoglobin. Upaya yang dapat dilakukan adalah :


a. Meningkatkan asupan makanan sumber zat besi Meningkatkan asupan makanan

sumber zat besi dengan pola makan bergizi seimbang, yang terdiri dari aneka

ragam makanan, terutama sumber pangan hewani yang kaya zat besi (besi

heme) dalam jumlah yang cukup sesuai AKG.

Selain itu juga perlu meningkatkan sumber pangan nabati yang kaya zat besi

(besi non-heme) walaupun penyerapannya lebih rendah dibanding hewani.

Makanan yang kaya sumber zat besi dari hewani contohnya hati ikan daging dan

unggas, sedangakn dari nabati yaitu sayuran berwarna hijau tua dan

kacangkacangan. Untuk meningkatkan penyerapan zat besi dari sumber nabati

perlu mengonsumsi buah-buahan yang mengandung vitamin C seperti jeruk,

jambu. Penyerapan zat besi dapat dihambat oleh zat lain, seperti tannin, fosfor,

serat, kalsium, dan fitat (Sayogo, 2006).

b. Fortifikasi bahan makanan dengan zat besi Fortifikasi bahan makanan yaitu

menambahkan satu atau lebih zat gizi kedalam pangan untuk meningkatkan nilai

gizi pada pangan tersebut. Penambahan zat gizi dilakukan pada industry pangan,

untuk itu disarankan membaca label kemasan untuk mengetahui apakah bahan

makanan tersebut sudah difortifikasi dengan zat besi. Makanan yang sudah

tepung terigu, beras, minyak goreng, mentega, dan beberapa snack. Zat besi dan

vitamin mineral lain juga dapat ditambahkan dalam makanan yang disajikan

dirumah tangga dengan bubuk tabor gizi atau dikenal dengan Multiple

Micronutrient Powder (Briawan, 2014)


Suplementasi zat besi Pada keadaan dimana zat besi dari makanan tidak

mencukupi kebutuhan terhadap zat besi, perlu didapat dari suplementasi zat

besi. Pemberian suplementasi zat besi secara rutin selama jangka waktu tertentu

bertujuan untuk meningkatkan kadar hemoglobin secara cepat, dan perlu

dilanjutkan untuk meningkatkan simpanan zat besi di dalam tubuh (Kemenkes

RI, 2018)

Anemia dapat dicegah dengan cara:

a. Meningkatkan konsumsi makanan bergizi.

b. Makan makanan yang banyak mengandung zat besi dari bahan makanan

hewani (daging, ikan, ayam, hati, telur) dan bahan makanan nabati (sayuran

berwarna hijau tua, kacang-kacangan, tempe).

c. Makan sayur-sayuran dan buah-buahan yang banyak mengandung vitamin c

(daun katuk, daun singkong, bayam, jambu, tomat, jeruk dan nenas) sangat

bermanfaat untuk meningkatkan penyerapan zat besi dalam usus.

d. Menambah pemasukan zat besi kedalam tubuh dengan minum Tablet

Tambah Darah (TTD). Mengobati penyakit yang menyebabkan atau

memperberat anemia seperti: kecacingan, malaria, dan penyakit TBC.

8. Penatalaksanaa

Penatalaksanaan Medis Menurut Engram, (1999). penatalaksanaan pada pasien

dengan anemia yaitu :

1. Memperbaiki penyebab dasar.


2. Suplemen nutrisi (vitamin B12, asam folat, besi)

3. Transfusi darah.

C. Status Gizi

1. Pengertian Status Gizi

Status gizi adalah keadaan yang diakibatkan oleh status keseimbangan

antara jumlah asupan (intake) zat gizi dan jumlah yang dibutuhkan

(requirement) oleh tubuh untuk berbagai fungsi biologis (pertumbuhan fisik,

perkembangan, aktivitas, pemeliharaan kesehatan, dan lainnya) (Suyanto,

2009).Status gizi dapat pula diartikan sebagai gambaran kondisi fisik seseorang

sebagai refleksi dari keseimbangan energy yang masuk dan yang dikeluarkan

oleh tubuh (Marmi, 2013).

Status gizi adalah kedaan tubuh sebagai akibat dari konsumsi makanan dan

penggunaan zat-zat gizi. Status gizi diklarifikasi menjadi empat yaitu status gizi

lebih, baik, kurang dan buruk (Almatsier, 2009).

Menurut Suprasiasa et al (2012), berdasarkan baku Harvard status gizi dapat

dibagi menjadi empat yaitu :

a. Gizi lebih untuk over weight, termasuk kegemukkan dan obesitas

b. Gizi baik untuk well nourished


c. Gizi kurang untuk under weight yang mencakup mild dan moderate PCM

(Protein Calori Malnutrition)

d. Gizi buruk untuk severe PCM, termasuk marasmus, marasmik kwarsiorkor

dan kwarsiorkor

2. Penilaian Status Gizi

Menurut Supariasa (2012), penilaian status gizi dapat dilakukan secara

langsung. Pengukuran langsung dapat dilakukan dengan cara antropometri,

biokinia, klinis dan biofisik. Sedangkan pengukuran secara tidak langsung dapat

dilakukan dengan cara survey konsumsi, statistic vital dan faktor ekologi.

Pengukuran status gizi dengan antroprometri lebih umum digunakan

a. Pengertian Antropometri

Antropometri merupakan metode penilaian status gizi yang paling sering

digunakan. Pada umumnya indeks antropometri yang digunakan yaitu berat

badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U) dan berat

badan menurut tinggi badan (BB/TB). Indeks BB/U merupakan indikator yang

paling umum digunakan sejak tahun 1972 dan dianjurkan juga menggunakan

indeks TB/U dan BB/TB untuk membedakan apakah kekurangan gizi terjadi

kronis atau akut. (Supariasa dkk, 2012).

b. Indeks Antropometri
Antropometri merupakan salah satu metode yang dapat digunakan

untuk menilai status gizi. Secara umum antropometri diartikan sebagai

ukuran tubuh, ditinjau dari sudut gizi maka antropometri ditinjau dari

berbagai tingkat umut dan tingkat gizi. Antropometri sangat umum

digunakan untuk mengukur status gizi untuk berbagai ketidak seimbangan

antara asupan energy dan protein (Gibson, 2005).

Salah satu contoh cara sederhana yang umum digunakan adalah

Indeks Massa Tubuh (IMT). Menurut Riyadi (2001), IMT merupakan indeks

berat badan seseorag dalam hubungannya dengan tinggi badan, yang

ditentukan dengan membagi berat badan dalam satuan kilogram dengan

kuadrat tinggi dalam satuan meter kuadrat.

Rumus Penentuan IMT :

IMT = Berat Badan (Kg)

Tinggi Badan (m2)

Menurut Depkes (2008), adapun penilaian IMT berbeda-beda untuk setiap kelompok umur:

- Status gizi usia 10-14 tahun

Status gizi penduduk umur 10-14 tahun dapat dinilai berdasarkan IMT

yang dibedakan menurut umur dan jenis kelamin. Rujukan untuk

menentukan kurus, apabila nilai IMT kurang dari 2 Standar Deviasi (SD)
dari nilai rerata, dan berrat badan (BB) lebih jika nilai IMT lebih dari 2

SD nilai rerata standar WHO 2007.

- Status Gizi usia >15 tahun

Pengukuran paling reliable untuk ras spesifik dan populasi untuk

menentukan status gizi adalah Indeks Massa Tubuh (IMT) (Riyadi,

2003)

Untuk mengetahui status gizi seseorang maka ada kategori ambang

batas IMT yang digunakan, seperti yang terlihat pada table 2.1 yang

merupakan ambang batas IMT untuk Indonesia ( Kemenkes, 2010)

Kategori IMT
Berat badan kurang <18,5
Berat badan normal 18,5- 22,9
Kelebihan berat badan 23,0
Berisiko menjadi obesitas 23,0-24,9
Obesitas I 25,0-29,9
Obesitas II >30,0
Tabel 2.1 Ambang batas IMT untuk Indonesia (Kemenkes, 2010)

3. Hubungan status gizi dengan konsentrasi Hb yang berkaitan dengan kejadian

anemia pada remaja putri


Total kebutuhan energi dan zat gizi remaja lebih tinggi dibandingkan dengan

rentang usia sebelum dan sesudahnya. Apalagi masa remaja merupakan masa

transisi penting pertumbuhan dari anak-anak menuju dewasa. Perhatian khusus

perlu diberikan kepada remaja terutama remaja putri (Dedeh et al, 2010).

Menurut sakti (2003) remaja putri sangat rentan menderita anemia. Salah satu

faktor penyebabnya adalah siklus menstruasi.

Status gizi mempunyai korelasi positif dengan konsentrai Hb, artinya

semakin buruk status gizi seseorang maka semakin rendah konsentrasi Hbnya

(Thompson, 2007). Selain itu, berdasarkan penelitian Permaisih (2005),

ditemukan hubungan yang bermakna antara IMT dan anemia, yang mana remaja

putrid dengan IMT tergolong kurus memiliki risiko 1,4 kali menderita anemia

dibandingkan remaja putrid dengan IMT normal. Berdasarkan hasil uji statistic

penelitian Gunatmaningsih (2007) menunjukkan ada hubungan antara status gizi

dengan kejadian anemia pada remaja putrid di SMA Negeri 1 Kecamatan

Jatibarang, Kabupaten Brebes (p= 0,002). Hal ini menunjukkan bahwa remaja

putrid dnegan status gizi tidak normal mempunyai risiko 2,175 kali lebih besar

untuk mengalami kejadian anemia.

BAB III
KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Teori

Anemia didefinisikan sebagai konsentrasi hemoglobin (Hb) yang rendah dalam

darah. (WHO,2015). National Institute of Health (NIH) Amerika 2011 menyatakan

bahwa anemia terjadi ketika tubuh tidak memiliki jumlah sel darah merah yang

cukup (Fikawati, Syafiq, & Veretamala, 2017).

Anemia gizi adalah suatu keadaan dengan kadar hemoglobin darah yang lebih

rendah dari pada normal sebagai akibat ketidakmampuan jaringan pembentuk sel

darah merah dalam produksinya guna mempertahankan kadar hemoglobin pada

tingkat normal. Anemia gizi besi adalah anemia yang timbul karena kekurangan zat

besi sehingga pembentukan sel-sel darah merah dan fungsi lain dalam tubuh

terganggu (Adriani & Wijatmadi, 2012).

Dampak buruk anemia pada remaja berupa terjadinya penurunan imunitas,

tingkat konsentrasi, prestasi belajar, kebugaran remaja dan produktifitas. Anemia di

kalangan remaja putri lebih tinggi dibanding remaja putra, selain berkurangnya

produktifitas yang dijalaninya, secara khusus anemia yang dialami remaja putri

akan berdampak lebih serius, mengingat mereka adalah para calon ibu yang akan

hamil dan melahirkan seorang bayi, sehingga memperbesar risiko kematian ibu
melahirkan, bayi lahir prematur dan berat bayi lahir rendah atau BBLR (Depkes,

2018).

Remaja membutuhkan asupan gizi yang optimal untuk pertumbuhan dan

perkembangannya. Gizi merupakan suatu proses organisme menggunakan makanan

yang dikonsumsi secara normal melalui digesti, absorpsi, transportasi penyimpanan,

metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan

kehidupan pertumbuhan dan menghasilkan energi (Supriasa, dkk, 2012). Kurangnya

asupan gizi pada remaja putri umumnya kekurangan zat gizi makro seperti

karbohidrat, protein, lemak dan kekurangan zat gizi mikro seperti vitamin dan

mineral. Kurangnya zat gizi makro dan mikro dapat menyebabkan tubuh menjadi

kurus dan berat badan turun drastis, pendek, sakit terus menerus dan anemia.

Remaja sangat membutuhkan asupan zat besi untuk membentuk sel darah merah.

Zat besi diperlukan dalam pembentukan darah untuk sintesa hemoglobin. Hal ini

terjadi karena remaja setiap bulannya mengalami menstruasi yang berdampak

kekurangan zat besi dalam darah. Pada dasarnya asupan zat gizi pada tubuh harus

tercukupi khususnya pada remaja (Muchtadi, 2009).

Status gizi adalah keadaan yang diakibatkan oleh status keseimbangan antara

jumlah asupan (intake) zat gizi dan jumlah yang dibutuhkan (requirement) oleh

tubuh untuk berbagai fungsi biologis (pertumbuhan fisik, perkembangan, aktivitas,

pemeliharaan kesehatan, dan lainnya) (Suyanto, 2009).Status gizi dapat pula


diartikan sebagai gambaran kondisi fisik seseorang sebagai refleksi dari

keseimbangan energy yang masuk dan yang dikeluarkan oleh tubuh (Marmi, 2013).

Berdasarkan teori yang telah diuraikan diatas, maka dapat disimpulkan kerangka

teori hubungan status gizi dengan kejadian anemia pada remaja sebagai berikut :

Tingkat
Pengetahuan

Konsumsi
Makanan

Status Gizi

Klinis Antropometri
Biokimia
Biofisik
IMT

Berat Badan
Tinggi Badan
Diet ketat
mengganggu
absorbsi
Karbohidrat Protein
Lemak Mineral
Vitamin

Globin
Globin + Fe

Hb

Anemia pada Remaja

Variabel yang diteliti=

Variabel yang diteliti=

B. Kerangka Konsep

Kerangka konsep merupakan bagian dari kerangka teori yang akan diteliti untuk

mendiskripsikan secara jelas variabel yang di pengaruhi (variable Dependen) dan

Variabel Pengaruh (Variabel Independen). Pada penelitian ini, kerangka konsep

tentang hubungan status gizi dengan kejadian anemia pada remaja putri.

Variabel Independen Variabel Dependen

Status Gizi Anemia


C. Hipotesis

Hipotesa adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau pertanyaan

penelitian yang kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian

H1 : Adanya hubungan antara Status Gizi dengan Kejadian Anemia Pada

Remaja Putri di SMA Negeri 9 Padang.


BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian observasional dengan rancangan cross

sectional melalui pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan untuk

mengetahui status gizi, angka kejadian anemia, dan hubungan status gizi dengan

kejadian anemia.

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah wilayan generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti

untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyonto,2017).

Populasi penelitian adalah siswa remaja putrid kelas I dan II SMAN 9 Padang

yang terdiri dari 3 lokal kelas I dan 3 lokal kelas II dengan total 174 orang.

2. Sampel

Untuk menentukan besar sampel pada penelitian ini digunakan rumus


n= N

1+ N (d2)

n= 174

1+174 (0,052)

n= 174 = 121,25 = 122

1,435

Keterangan :

N= Jumlah Populasi

n= Jumlah Sampel

d= Tingkat signifikan ( p= 0,05)

Berdasarkan rumus diatas diperoleh sampel sebanyak 122 orang. Jika

terdapat beberapa sampel yang tidak memenuhi kriteria maka digunakan

tambahan sampel cadangan. Pengambilan sampel dilakukan dengan

menggunakan teknik simple random sampling yang sudah memenuhi kriteria

inklusi dan eksklusi. Pemilihan subjek dilakukan secara acak dengan

menggunakan table angka random.

a. Kriteria Inklusi
1. Remaja putrid yang bersedia menjadi responden dengan

menandatangani informed consent.

b. Kriteria Eksklusi

1. Remaja putri yang memiliki riwayat haid abnormal

2. Remaja putri yang pindah sekolah

3. Remaja putri dengan riwayat penyakit kronis

C. Tempat dan waktu penelitian

Penelitian ini akan dilakukan pada Remaja Putri di SMAN 9 Padang dan waktu

penelitian akan dilakukan selama 6 bulan.

D. Variabel dan Definisi Operasional

Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Skala

Operasional Ukur
1. Variable Kadar Diukur Dinilai 1. Anemia Ordinal

Dependen Hemoglobin dengan dengan (Hb <12

Anemia yang lebih menggunak membandin gr/dl

rendah dari an gkan kadar 2. Tidak

normal hemoglobin Hb Anemia


meter digital responden (Hb >12

dengan nilai gr/dl)

normalnya (WHO,201

3)
2. Variabel Asupan yang Timbangan Antropomet 1. IMT : Ordinal

Independ didapat oleh dan meteran ri <18,5 :

en seseorang Penilaian berat

Status yang status gizi badan

Gizi mencukupi kurang

gizi

seimbang 2. 18,5-

sehingga 24,9 :

diperoleh berat

kesehatan badan

yang ideal

maksimal

3. 25-29,9

: berat

badan

lebih

4. 30-39,9
:

gemuk

5. >40 :

sangat

gemuk

E. Alat/ instrument untuk penelitian

1. Untuk identitas dan karakteristik responden menggunakan kusioner yang diisi

langsung oleh responden. Pertanyaan mencakup : nama (inisial), tanggal lahir,

dan umur (tahun/bulan).

2. Anemia diketahui dengan menggunakan hemoglobin meter digital.

3. Status gizi diketahui dengan perhitungan IMT (indeks massa tubuh) dengan

pengukuran berat badan dalam (kg) dibagi tinggi badan dalam (m). skala yang

digunakan adalah ordinal. Klasifikasi status gizi yang digunakan sesuai IMT

menurut kemnkes 2010.

F. Etika penelitian
Penelitian ini telah mendapatkan persetujuan dari pihak SMAN 9 Padang. Setelah

mendapatkan izin maka peneliti memulai melakukan penelitian dengan

memperlihatkan hal-hal sebagai berikut :

1. Inform Consent

Lembar persetujuan diberikan kepada subjek penelitian setelah peneliti

menjelaskan maksud dan tujuan yang akan dilakukan pada subjek . jika subjek

penelitian bersedia untuk diteliti maka dilanjutkan dengan menandatangani lembar

persetujuan, namun jika subjek penelitian menolak untuk diteliti maka peneliti tidak

memaksa dan tetap menghormati subjek.

2. Anonymity

Untuk menjaga kerahasiaan subjek penelitian, peneliti tidak mencantumkan

nama tetapi mencantumkan inisial pada lembar pengumpulan data.

3. Confidentiality

Semua informasi yang diperoleh dari subjek penelitian dijamin

kerahasiaannya oleh peneliti.

G. Metode Pengumpulan data

1. Pengumpulan data

a. Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan

data sekunder. Data primer didapatkan dengan melakukan wawancara

kepada siswi dan menggunakan kuesioner yang membuat beberapa

pertanyaan untuk memperoleh data secara langsung. Sedangkan data

sekunder didapatkan dari pihak SMAN 9 Padang.

b. Langkang-langkah Pengumpulan Data

Adapun langkah-langkah pengumpulan data dengan kuesioner dilakukan

sebagai berikut:

1) Penelitian ini akan dibantu oleh 3orag asisten peneliti yang sudah

disamakan persepsinya.

2) Peneliti mengumpulkan responden sesuai kriteria inklusi .

3) Sebelum pengisian kuesioner, responden diberi penjelasan mengenai

tujuan penelitian dan petunjuk pengisian kuesioner.

4) Sampel murid perempuan SMAN 9 Padang yang memenuhi kriteria

akan ditetapkan sebagai responden setelah menyetujui lembar

persetujuan (informed consent) yang diajukan oleh peneliti.

5) Memberikan kesempatan kepada responden untuk mengisi kuesioner.

6) Responden diberi kesempatan untuk bertanya.

H. Analisa Data

1. Analisa univariat
Analisa univariat dimulai dengan mengumpulkan data awal yang masih acak

dan abstrak yang kemudian data diolah menjadi informasi yang informatif.

Analisa data dilakukan terhadap semua variabel penelitian yang selanjutnya

dihasilkan dalam bentuk persentase dalam masing-masing variabel.

2. Analisa Bivariat

Analisa bivariat adalah analisa data yang menganalisa dua variabel yang

digunakan untuk menganalisa hubungan dan pengaruh pada satu variabel

dengan variabel lainnya. Analisa bivariat dalam penelitian ini menggunakanuji

Chi Square dengan derajat kepercayaan 0,05 jika nilai p < 0,05 dalam masing-

masing variabel yang diteliti maka secara statistik ada hubungan antara status

gizi dengan kejadian anemia pada remaja.


DAFTAR PUSTAKA

Adriani dan Wirjatmadi. 2012. Peranan gizi dalam siklus kehidupan. Jakarta : Kencana

Adriani, M., & Wirjatmadi, B. (2014). Gizi dan kesehatan balita peranan micro zinc pada

pertumbuhan balita. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group.

Almatsier, S. 2009. Prinsip ilmu gizi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

Briawan, D. 2014. Anemia masalah gizi pada remaja wanita. Jakarta : EGC.

Briawan, D., & Hardinsyah. (2010). Faktor Risiko Non-Makanan Terhadap Kejadian

Anemia pada Perempuan Usia Subur (15-45 Tahun) di Indonesia. dalam S. Fikawati, A.

Syafiq, & A. Veratamala, Gizi Anak dan Remaja. PGM: 33 (2).

Dedeh dkk. (2010). Sehat dan bugar berkat gizi seimbang. Jakarta: PT Penerbit Sarana

Bobo.

Departemen Kesehatan RI. 2008. Profil kesehatan Indonesia 2007. Jakarta : Depkes RI

Jakarta

Fatmah. (2009). Anemia dalam Gizi dan Kesehatan Masyarakat Edisi Revisi. Jakarta:

Rajawali Pers.

Fikawati, S., Syafiq, A., & Veratamala, A. (2017). Gizi Anak dan Remaja. Depok: PT.

RajaGrafindo Persada
Gibson, R. S. 2005. Principles of Nutritional Assessment. Second Edition. New York:

Oxford University Press Inc,

Gultom, L., 2003. Hubungan Beberapa Parameter Anemia dengan Derajad Keparahan

Sirosis Hati. Tesis . Medan: Universitas Sumatra Utara.

Kemenkes RI. 2010. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2010. Jakarta : Kemenkes RI

Kementrian Kesehatan RI. 2018. Profil Kesehatan Indonesia 2017. Jakarta: Kemenkes RI.

diakses pada tanggal 31 Januari 2019. www.depkes.go.id

Marmi. 2013. Gizi Dalam Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Riyadi H. 2003. Penilaian Gizi Secara Antopometri. Bogor: Departemen Gizi dan

Masyarakat. Salemba Medika

Sayogo, S. 2006. Gizi Remaja Putri. Jakarta : EGC.

Supariasa, I. D. N, Bakri. B dan Fajar, I. 2012. Penilaian Statug Gizi. Jakarta : EGC.

Susilowati dan Kuspriyanto. 2016. Gizi dalam Daur Kehidupan. Bandung: Refika Aditama.

Suyanto, 2009. Gizi Untuk Kesehatan Ibu dan Anak. Yogyakarta:Graha Ilmu

WHO. (2015). The Global Prevalence of Anaemia in 2011. Geneva: World Health

Organization

Yuni, Natalia Erlina.(2015). Kelainan Darah. Yogyakarta: Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai