Anda di halaman 1dari 18

PERMASALAHAN GIZI DI INDONESIA DAN KAITANNYA

DENGAN PROGRAM SDGs

Oleh :

Nama : Adji Fauzan Rifky

No.BP: 1911212009

Dosen Pengampu :

Dr. Helmizar, S.K.M, M. Biomed.

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS ANDALAS

2019
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kemudahan sehingga saya
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Shalawat beserta salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-
nantikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Saya mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-
Nya, sehingga saya mampu menyelesaikan pembuatan makalah ini dalam mata kuliah
Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat dengan judul “Permasalahan Gizi di Indonesia
dan Kaitannya dengan Program SDGs”.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, saya
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini agar dapat menjadi
lebih baik lagi.

Padang, 4 November 2019

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i


DAFTAR ISI.................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1 Latar belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan masalah .................................................................................... 1
1.3 Tujuan penulisan ...................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................... 3


2.1 Definisi Masalah Gizi .............................................................................. 3
2.2 Masalah Gizi dalam Masyarakat ............................................................. 3
2.3 Masalah Gizi di Indonesia dan Kaitannya dengan SDGs ...................... 11
BAB III PENUTUP ..................................................................................... 14
3.1 Kesimpulan ............................................................................................ 14
3.2 Saran......................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 15
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagai negara yang sedang berkembang dan sedang membangun, bangsa


Indonesia masih memiliki beberapa ketertinggalan dan kekurangan jika dibandingkan
negara lain yang sudah lebih maju. Di bidang kesehatan, bangsa Indonesia masih harus
berjuang memerangi berbagai macam penyakit infeksi dan kurang gizi yang saling
berinteraksi satu sama lain menjadikan tingkat kesehatan masyarakat Indonesia tidak
kunjung meningkat secara signifikan.

Tingginya angka kesakitan dan kematian ibu dan anak balita di Indonesia sangat
berkaitan dengan buruknya status gizi. Ironisnya, dibeberapa daerah lain atau pada
sekelompok masyarakat Indonesia yang lain terutama di kota-kota besar, masalah
kesehatan masyarakat utama justru dipicu dengan adanya kelebihan gizi; meledaknya
kejadian obesitas di beberapa daerah di Indonesia akan mendatangkan masalah baru yang
mempunyai konsekuensi-konsekuensi serius bagi pembangunan bangsa Indonesia
khususnya di bidang kesehatan. Jika ini dibiarkan terus menerus, makin banyak penduduk
yang mengalami penyakit bahkan meninggal akibat masalah gizi ini. Untuk itu, penulis
berusaha membahas mengenai isu-isu mengenai masalah gizi yang ada di Indonesia.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah ini adalah apa saja masalah-masalah terkait gizi
dalam masyarakat dan kaitannya dengan Sustainable Development Goals (SDGs).

C. Tujuan Penulisan
1. Mendeskripsikan definisi masalah gizi.
2. Menjelaskan masalah gizi di Indonesia.
3. Memberikan solusi bagaimana cara mengatasi masalah gizi pada masyarakat.
4. Menjelaskan kaitan antara permasalahan gizi di Indonesia dengan program SDGs
D. Manfaat Penulisan

1. Sebagai bahan tambahan kajian dan pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu
kesehatan masyarakat dan ilmu gizi

2. Sebagai bahan edukasi bagi masyarakat akan krusialnya masalah gizi terhadap
pembangunan bangsa.

3. Sebagai bahan evaluasi bagi pembuat kebijakan agar lebih menaruh perhatian pada
permasalahan gizi masyarakat.

4. Sebagai wadah untuk mengembangkan kemampuan penulis dalam menulis karya tulis
ilmiah serta daya analisa penulis.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Masalah Gizi


Masalah gizi adalah gangguan kesehatan dan kesejahteraan seseorang, kelompok
orang atau masyarakat sebagai akibat adanya ketidakseimbangan antara asupan dengan
kebutuhan tubuh akan makanan dan pengaruh interaksi penyakit (infeksi).
Ketidakseimbangan ini bisa mengakibatkan gizi kurang maupun gizi lebih.
Saat ini, kondisi gizi dunia menunjukan dua kondisi yang ekstrim. Mulai dari
kelaparan sampai pola makan yang mengikuti gaya hidup yaitu rendah serat dan tinggi
kalori, serta kondisi kurus dan pendek sampai pada kegemukan. Hal yang sama juga
terjadi di Indonesia. Saat sebagian besar bangsa Indonesia masih menderita kekurangan
gizi terutama pada ibu, bayi dan anak secara bersamaan timbul masalah gizi lain yaitu gizi
lebih yang berdampak pada obesitas. Hal ini akan mengahmbat laju pembangunan, karena
status gizi suatu masyarakat berpern penting terhadap kualitas sumber daya manusia, dan
daya saing bangsa. Kemiskinan menjadi faktor utama penyebab kekuarangan gizi.
Konsumsi makanan yang beragam, bergizi seimbang dan aman dapat memenuhi
kecukupan gizi individu-individu untuk tumbuh dan berkembang. Gizi pada ibu hamil
sangat berpengaruh pada perkembangan otak janin, sejak dari menggu ke empat
pembuahan sampai lahir dan anak berusia 3 tahun (golden age).

B. Masalah Gizi pada Masyarakat

1. Kurang Energi Protein (KEP)

Kekurangan energi protein adalah keadan kurang gizi yang disebabkan


rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari sehingga tidak
memenuhi angaka kecukupan gizi. faktor-faktor penyebab kurang energi protein dibagi
menjadi dua, yaitu :

a) Primer
1) Susunan makanan yang salah
2) Penyedia makanan yang kurang baik
3) Kemiskinan
4) Ketidaktahuan tentang nutrisi dan kebiasan makan yang salah
b) Penyebab Sekunder :
1) Gangguan pencernaan (seperti malabsorbsi, gizi tidak baik, kelainan struktur
saluran).
2) Gangguan psikologis.
Kekurangan energi protein merupakan masalah gizi utama di Indonesia.
Keadaan ini banyak diderita oleh balita. Anak balita dengan KEP tingkat berat akan
menunjukan tanda klinis kwashiorkor dan marasmus. Masalah KEP sebenarnya hampir
selalu berhubungan dengan masalah pangan. Berdasarkan data Susenas, dari 5 juta
anak (27%), 3,6 juta anak (19,2 %) mengalami KEP. KEP disebabkan oleh banyak
faktor yang saling terkait, baik secara klinis maupun lingkungannya. Pencegahan
hendaknya meliputi faktor secara konsisten.
Tindakan yang diperlukan untuk mengatasi KEP :
a. Mengendalikan penyakit-penyakit infeksi
b. Memperkecil dampak penyakit infeksi terutama diare diwilayah yang sanitasi
lingkungannya belum baik.
c. Deteksi dini dan menejemen awal / ringan
d. Memelihara status gizi

2. GAKY (Gangguan Akibat Kekurangan Yodium)


Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) merupakan salah satu masalah
kesehatan masyarakat yang perlu ditanggulangi secara sungguh-sungguh. Penduduk
yang tinggal di daerah kekurangan iodium akan mengalami GAKY kronis yang
menyebabkan pertumbuhan fisik terganggu dan keterbelakangan mental yang tidak
dapat disembuhkan sehingga menjadi beban masyarakat. GAKY mengakibatkan
penurunan kecerdasan dan produktivitas penduduk sehingga menghambat
pengembangan sumber daya manusia. Gangguan akibat kekurangan yodium (Iodine
Deficiency Disorder) adalah gangguan tubuh yang disebabkan oleh kekurangan iodium
sehingga tubuh tidak dapat menghasilkan hormon tiroid. Definisi lain, GAKY
merupakan suatu masalah gizi yang disebabkan karena kekurangan yodium, akibat
kekurangan yodium ini dapat menimbulkan penyakit salah satu yang sering kita kenal
dan ditemui di masyarakat adalah gondok. Dimana akibat defisiensi iodium ini
merupakan suatu spektrum yang luas dan mengenai semua segmen usia, dari fetus
hingga dewasa. Dengan demikian jelaslah bahwa gondok tidak identik dengan GAKY.
Penyebab tingginya kasus GAKY adalah disebabkan karena beberapa hal
diantaranya:
a. Masih rendahnya kesadaran masyarakat untuk menggunkan garam beryodium
b. Masih rendahnya pengetahuan masyarakat akan mamfaat garam beryodium
c. Garam non yodium masih banyak beredar di tengah masyarakat.
d. Adanya perbedaan harga yang relatif besar antara garam yang beryodium
dengan garam non yodium.
e.Pengawasan mutu garam yodium belum dilaksanakan secara menyeluruh dan
terus menerus serta belum adanya sanksi tegas bagi produksi garam nonyodium.
f.Pendistribusian garam beryodium masih belum merata terutama untuk daerah-
daerah terpencil.

3. Anemia Gizi Besi (AGB)


Anemia gizi besi ini timbul akibat kosongnya cadangan zat besi tubuh
sehingga cadangan zat besi untuk eritropoesis berkurang yang menyebabkan kadar
Hemoglobin (Hb) dalam darah kurang dari normal. Prevalensi anemia gizi besi di
Indonesia cukup tinggi. Menurut data yang dikeluarkan Depkes RI, pada kelompok usia
balita prevalensi anemia gizi besi pada tahun 2001 adalah 47,0%, kelompok wanita
usia subur 26,4%, sedangkan pada ibu hamil 40,1%.
Mengingat, 1 dari 2 orang di Indonesia beresiko anemia. Lebih
memprihatinkan lagi, prevalensi anemia terjadi bukan hanya pada orang dewasa,
namun juga sudah menyerang anak-anak.Penyebab anemia atau yang biasa disebut
kalangan awam dengan penyakit kurang darah, selain kekurangan gizi juga adanya
penyakit yang merusak sel darah merah. Selain itu, Prevalensi ibu hamil yang terkena
anemia sekitar 40-50 persen, hal ini berarti 5 dari 10 ibu hamil mengalami anemia.
Anemia gizi besi biasanya ditandai dengan menurunnya kadar Hb total di
bawah nilai normal (hipokromia) dan ukuran sel darah merah lebih kecil dari normal
(mikrositosis). Tanda-tanda ini biasanya akan menggangu metabolisme energi yang
dapat menurunkan produktivitas. Penyebab anemia gizi besi bisa disebabkan oleh
beberapa hal, seperti kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung zat besi,
menderita penyakit ganguan pencernaan sehingga menggangu penyerapan zat besi.
Adapun dampak dari Anemia Gizi Besi (AGB) adalah :
a. Pada Anak-anak berdampak:
1. Menurunkan kemampuan dan konsentrasi belajar.
2. Menghambat pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan otak.
3. Meningkatkan risiko menderita penyakit infeksi karena daya tahan tubuh
menurun.
b. Dampak pada Wanita :
1. Anemia akan menurunkan daya tahan tubuh sehingga mudah sakit.
2. Menurunkan produktivitas kerja.
3. Menurunkan kebugaran.
c. Dampak pada Ibu hamil :
1. Menimbulkan perdarahan sebelum atau saat persalinan.
2. Meningkatkan risiko melahirkan Bayi dengan Berat Lahir Rendah atau
BBLR (<2,5 kg).
3. Pada anemia berat, bahkan dapat menyebabkan kematian ibu dan/atau
bayinya.
AGB bisa diderita siapa saja, namun ada masa rentan AGB. Ibu hamil rentan
terhadap AGB disebabkan kandungan zat besi yang tersimpan tidak sebanding dengan
peningkatan volume darah yang terjadi saat hamil, ditambah dengan penambahan
volume darah yang berasal dari janin. Wanita secara kodrat harus kehilangan darah
setiap bulan akibat menstruasi, karenanya wanita lebih tinggi risikonya terkena AGB
dibandingkan pria. Anak-anak dan remaja juga usia rawan AGB karena kebutuhan zat
besi cukup tinggi diperlukan semasa pertumbuhan. Jika asupan zat besinya kurang
maka risiko AGB menjadi sangat besar.

4. KVA ( Kurang Vitamin A)

Vitamin A merupakan nutriention essensial, yang hanya dapat dipenuhi dari


luar tubuh, dimana jika asupannya berlebihan bisa menyebabkan keracunan karena
tidak larut dalam air. Kekurangan asupan vitamin A bisa menyebabkan diare yang bisa
berujung pada kematian dan pneumonia.
Prevalensi tertinggi terjadi pada balita. Hal ini disebabkan oleh asupan makanan
yang mengandung vitamin A kurang atau rendah, rendahnya konsumsi vitamin A dan
pro vitamin A pada ibu hamil sampai melahirkan sehingga mempengaruhi kadar
vitamin A yang terkandung dalam ASI. Selain itu dapat disebabkan oleh MP-ASI yang
kurang kandungan vitamin A, gangguan absorbsi vitamin A dan pro vitamin A (
penyakit pankreas, diare kronik, KEP ), gangguan konversi pro vitamin A menjadi
vitamin A.
Akibat kekurangan vitamin A :
a. Menurunnya daya tahan tubuh sehingga mudah terserang infeksi ( misalnya sakit
batuk, diare dan campak ).
b. Rabun senja ( anak dapat melihat suatu benda , jika ia tiba-tiba berjalan dari tempat
yang terang ke tempat yang gelap ). Rabun senja dapat berakhir pada kebutaan.
Cara mencegah dan mengatasi kekurangan vitamin A :
a. Setiap hari anak diberi makanan yang mengandung vitamin A, seperti hati ayam.
b. Setiap hari anak dianjurkan makan sayuran hijau dan buah-buahan berwarna.
c. Kapsul vitamin A dosis tinggi diberikan pada anak setiap 6 bulan di Posyandu
d. Kapsul vitamin A dosis tinggi diberikan pada ibu segera setelah melahirkan.

5. Obesitas

Obesitas adalah kelebihan berat badan sebagai akibat dari penimbunan lemak
tubuh yang berlebihan.Setiap orang memerlukan sejumlah lemak tubuh untuk
menyimpan energi, sebagai penyekat panas, penyerap guncangan dan fungsi lainnya.
Perbandingan yang normal antara lemak tubuh dengan berat badan adalah sekitar 25-
30% pada wanita dan 18-23% pada pria. Wanita dengan lemak tubuh lebih dari 30%
dan pria dengan lemak tubuh lebih dari 25% dianggap mengalami obesitas.
Secara ilmiah, obesitas terjadi akibat mengonsumsi kalori lebih banyak dari
yang diperlukan oleh tubuh. Obesitas meningkatkan risiko terjadinya sejumlah penyakit
menahun seperti diabetes tipe 2 (timbul pada masa dewasa), tekanan darah
tinggi (hipertensi), stroke, serangan jantung (infark miokardium), gagal jantung,
kanker kanker tertentu, misalnya kanker prostat dan kanker usus besar, batu kandung
empedu dan batu kandung kemih, gout dan artritis gout, serta osteoartritis.lebih tinggi
dari nilai tengah kisaran berat badannya yang normal dianggap mengalami obesitas.
Obesitas digolongkan menjadi 3 kelompok:
a. Obesitas ringan : kelebihan berat badan 20-40%
b. Obesitas sedang : kelebihan berat badan 41-100%
c. Obesitas berat : kelebihan berat badan >100% (Obesitas berat ditemukan sebanyak
5% dari antara orang-orang yang gemuk).
Anak-anak yang mengalami obesitas dapat berisiko lebih besar mengidap
penyakit jantung, diabetes dan gangguan akibat kelebihan berat badan lainnya dari yang
terpikirkan. Fakta ini diketahui berdasarkan studi baru tentang dampak obesitas selama
masa kanak-kanak dan perkembangan kesehatan di masa dewasa.Dibanding anak-anak
dan remaja yang berbobot ideal, anak dengan obesitas lebih berisiko menderita
gangguan kesehatan yang memicu penyakit jantung dan diabetes. Seperti, tekanan
darah tinggi, kadar kolesterol tinggi, dan gula darah tinggi.
Di Indonesia terdapat 19,1 persen kasus obesitas pada penduduk berusia di atas
15 tahun. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia pada 2010,
menunjukkan 27,7 juta jiwa penduduk Indonesia berusia di atas 18 tahun, mengalami
obesitas. Jumlah ini sama dengan 11,7 persen dari keseluruhan penduduk Indonesia.
6. Stunting
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1995/MENKES/SK/XII/2010
tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak, pengertian pendek dan
sangat pendek adalah status gizi yang didasarkan pada indeks panjang badan menurut
umur (PB/U) atau tinggi badan menurut umur (TB/U) yang merupakan padanan istilah
stunted (pendek) dan severely stunted (sangat pendek). Balita pendek (stunting) dapat
diketahui bila seorang balita sudah diukur panjang atau tinggi badannya, lalu
dibandingkan dengan standar, dan hasilnya berada di bawah normal. Balita pendek
adalah balita dengan status gizi yang berdasarkan panjang atau tinggi badan menurut
umurnya bila dibandingkan dengan standar baku WHO-MGRS (Multicentre Growth
Reference Study) tahun 2005, nilai z-scorenya kurang dari -2SD dan dikategorikan
sangat pendek jika nilai z-scorenya kurang dari -3SD. Anak dengan stunting memiliki
kelemahan dan berkorelasi terhadap IQ yang rendah, tinggi badan dan berat badan tidak
sesuai grafik perkembangan, serta rentan terhadap penyakit.
Prevalensi balita pendek di Indonesia cenderung statis. Hasil Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan prevalensi balita pendek di Indonesia
sebesar 36,8%. Pada tahun 2010, terjadi sedikit penurunan menjadi 35,6%. Namun
prevalensi balita pendek kembali meningkat pada tahun 2013 yaitu menjadi 37,2%.
Prevalensi balita pendek selanjutnya akan diperoleh dari hasil Riskesdas tahun 2018
yang juga menjadi ukuran keberhasilan program yang sudah diupayakan oleh
pemerintah.
Upaya peningkatan status gizi masyarakat termasuk penurunan prevalensi
balita pendek menjadi salah satu prioritas pembangunan nasional yang tercantum di
dalam sasaran pokok Rencana Pembangunan jangka Menengah Tahun 2015 – 2019.
Target penurunan prevalensi stunting (pendek dan sangat pendek) pada anak baduta
(dibawah 2 tahun) adalah menjadi 28% (RPJMN, 2015 – 2019).
Ada beberapa faktor utama penyebab stunting (UNICEF, 2007), yaitu :
a. Asupan makan tidak seimbang (berkaitan dengan kandungan zat gizi dalam makanan
yaitu karbohidrat, protein, lemak, mineral, vitamin, dan air).
b. Asupan ASI ekslusif kurang.
c. Riwayat berat badan lahir rendah (BBLR).
d. Riwayat penyakit (UNICEF, 2007).
Masalah balita pendek menggambarkan adanya masalah gizi kronis, dipengaruhi
dari kondisi ibu/calon ibu, masa janin, dan masa bayi/balita, termasuk penyakit yang
diderita selama masa balita. Seperti masalah gizi lainnya, tidak hanya terkait masalah
kesehatan, namun juga dipengaruhi berbagai kondisi lain yang secara tidak langsung
mempengaruhi kesehatan.
Upaya intervensi gizi spesifik untuk balita pendek difokuskan pada kelompok 1.000
Hari Pertama Kehidupan (HPK), yaitu Ibu Hamil, Ibu Menyusui, dan Anak 0-23 bulan,
karena penanggulangan balita pendek yang paling efektif dilakukan pada 1.000 HPK.
Periode 1.000 HPK meliputi yang 270 hari selama kehamilan dan 730 hari pertama
setelah bayi yang dilahirkan telah dibuktikan secara ilmiah merupakan periode yang
menentukan kualitas kehidupan. Oleh karena itu periode ini ada yang menyebutnya
sebagai "periode emas", "periode kritis", dan Bank Dunia (2006) menyebutnya sebagai
"window of opportunity". Dampak buruk yang dapat ditimbulkan oleh masalah gizi
pada periode tersebut, dalam jangka pendek adalah terganggunya perkembangan otak,
kecerdasan, gangguan pertumbuhan fisik, dan gangguan metabolisme dalam tubuh.
Sedangkan dalam jangka panjang akibat buruk yang dapat ditimbulkan adalah
menurunnya kemampuan kognitif dan prestasi belajar, menurunnya kekebalan tubuh
sehingga mudah sakit, dan risiko tinggi untuk munculnya penyakit diabetes,
kegemukan, penyakit jantung dan pembuluh darah, kanker, stroke, dan disabilitas pada
usia tua, serta kualitas kerja yang tidak kompetitif yang berakibat pada rendahnya
produktivitas ekonomi.
Upaya intervensi tersebut meliputi:
1. Pada Ibu hamil
Memperbaiki gizi dan kesehatan Ibu hamil merupakan cara terbaik dalam mengatasi
stunting. Ibu hamil perlu mendapat makanan yang baik, sehingga apabila ibu hamil
dalam keadaan sangat kurus atau telah mengalami Kurang Energi Kronis (KEK),
maka perlu diberikan makanan tambahan kepada ibu hamil tersebut. Setiap ibu hamil
perlu mendapat tablet tambah darah, minimal 90 tablet selama kehamilan. Kesehatan
ibu harus tetap dijaga agar ibu tidak mengalami sakit.
2. Pada saat bayi lahir
Persalinan ditolong oleh bidan atau dokter terlatih dan begitu bayi lahir melakukan
Inisiasi Menyusu Dini (IMD). Bayi sampai dengan usia 6 bulan diberi Air Susu Ibu
(ASI) saja (ASI Eksklusif).
3. Bayi berusia 6 bulan sampai dengan 2 tahun
Mulai usia 6 bulan, selain ASI bayi diberi Makanan Pendamping ASI (MP-ASI).
Pemberian ASI terus dilakukan sampai bayi berumur 2 tahun atau lebih. Bayi dan
anak memperoleh kapsul vitamin A, imunisasi dasar lengkap.
4. Memantau pertumbuhan Balita di posyandu merupakan upaya yang sangat strategis
untuk mendeteksi dini terjadinya gangguan pertumbuhan Walaupun remaja putri
secara eksplisit tidak disebutkan dalam 1.000 HPK, namun status gizi remaja putri
atau pra nikah memiliki kontribusi besar pada kesehatan dan keselamatan kehamilan
dan kelahiran, apabila remaja putri menjadi ibu.
5. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) harus diupayakan oleh setiap rumah tangga
termasuk meningkatkan akses terhadap air bersih dan fasilitas sanitasi, serta menjaga
kebersihan lingkungan. PHBS menurunkan kejadian sakit terutama penyakit infeksi
yang dapat membuat energi untuk pertumbuhan teralihkan kepada perlawanan tubuh
menghadapi infeksi, gizi sulit diserap oleh tubuh dan terhambatnya pertumbuhan.
C. Masalah Gizi di Indonesia dan Kaitannya dengan SDGs

Sustainable Development Goals (SDGs) merupakan sebuah program yang


memiliki 17 tujuan dan 169 capaian yang terukur dan memiliki tenggat waktu yang telah
ditentukan dalam forum PBB untuk mecapai kemaslahatan dunia. Program ini
menggantikan Millenium Development Goals (MDGs) yang telah berakhir pada tahun
2015. Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2013), prevalensi gizi buruk
di Indonesia tahun 2007 (5,4%), tahun 2010 (4,9%), dan tahun 2013 (5,7%), sedangkan
target Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2014 sebesar 3,6%. Jadi, prevalensi
gizi buruk di Indonesia masih di bawah target.

Berdasarkan hasil Riskesdas 2018 menunjukkan bahwa adanya perbaikan status


gizi pada balita di Indonesia. Proporsi status gizi sangat pendek dan pendek turun dari
37,2% (Riskesdas 2013) menjadi 30,8%. Demikian juga proporsi status gizi buruk dan gizi
kurang turun dari 19,6% (Riskesdas 2013) menjadi 17,7%. Namun yang perlu menjadi
perhatian adalah adanya tren peningkatan proporsi obesitas pada orang dewasa sejak tahun
2007 sebagai berikut 10,5% (Riskesdas 2007), 14,8% (Riskesdas 2013) dan 21,8% (2017).

Secara nasional, prevalensi gizi buruk dan kurang pada anak balita sebesar 19,6%,
yang berarti 212 masalah gizi berat dan kurang di Indonesia masih menjadi masalah
kesehatan masyarakat dan mendekati prevalensi tinggi, sedangkan sasaran Sustainable
Development Goals (SDGs) tahun 2019 yaitu 17%. Oleh karena itu, prevalensi gizi buruk
dan kurang secara nasional harus diturunkan sebesar 2,6% dalam periode 2015 sampai
2019.

Kategori permasalahan gizi yang dihadapi oleh Indonesia berdasarkan hasil


Riskesdas 2018 diklasifikasikan dalam:

1. Kategori I (Masalah yang telah dapat dikendalikan) yang terdiri dari kekurangan Vit. A,
gangguan akibat kurang yodium, anemia gizi pada anak 2-5 tahun;

2. Kategori II (Masalah yang belum selesai/ un-finished) yang terdiri dari stunting dan gizi
kurang;

3. Kategori III (Masalah baru yang mengancam kesehatan masyarakat (emerging) yaitu
gizi lebih.
Permasalahan gizi di Indonesia dan upaya mengatasi demi tercapainya SDGs
yaitu:

1. Konsistensi dan komitmen politik.

Dukungan Pemerintah sangat diperlukan untuk mendukung secara finansial dan


pelaksanaan. Peningkatan anggaran untuk kesehatan dan gizi dari tingkat pusat dan
daerah. Komitmen politik termasuk untuk mendatangkan advokasi dari lembaga
internasional dan nasional seperti UNICEF, FAO/WFP, WHO, LSM, Perguruan Tinggi
dan sebagainya.

2. Efektivitas mobilisasi masyarakat.

Memobilisasi masyarakat secara mendasar dalam pengembangan setiap tahap; identifikasi,


kebutuhan, perencanaan program, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Desentralisasi
dalam pengambilan keputusan pada level yang paling rendah sangat memungkinkan untuk
pemberdayaan masyarakat dan mengatasi masalah mereka sendiri.

3. Pengembangan sumber daya manusia (SDM).

Pengembangan sumberdaya manusia sangat potensial sebagai langkah perbaikan gizi baik
dengan pendidikan dan training, termasuk untuk menigkatkan kesadaran gizi (kadarzi).

4. Cost effectiveness.

Efektivitas biaya program dalam pengembangan target juga merupakan hal yang paling
mendasar terutama dalam pelaksanaan program dan pengembangan kelompok.

5. Fungsi manajemen sistem informasi.

Perannya sangat krusial dalam program monitoring dan pengambilan keputusan pada tiap
level. Misalnya fungsi survailens, SKPG yang dilakukan oleh instansi terkait.
Penyampaian informasi melalui media (koran, radio, televisi, dll) sangat membantu untuk
menjangkau sasaran/ target (masyarakat).

6. Replicability and sustainability.

Merupakan kemampuan untuk mengembangkan program pada lokasi lain dan


keberlanjutan program serta kelompok, akan sangat menentukan cakupan sampai seluruh
daerah di Indonesia.
7. Menerapkan konsep terkait ketahanan pangan.

Berdasarkan Undang-Undang Pangan No.18 tahun 2012 serta dipertegas dengan UU No


39 tahun 2013, ketahanan pangan didefinisikan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi
negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup,
baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau, serta tidak
bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat,
aktif, dan produktif secara berkelanjutan. Berdasarkan definisi tersebut, pemerintah
memiliki tanggung jawab yang besar pada ketersediaan pangan yang cukup, terjangkau,
dan aman.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa masalah gizi merupakan


hal yang komplek di Indonesia. Sampai saat ini ada lima masalah gizi utama di
Indonesia, yaitu Kurang Energi Protein (KEP), Anemia Gizi Besi (AGB), Kurang
Vitamin A (KVA), Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), Obesitas, dan
Stunting. Energi dan protein merupakan zat gizi makro, sedangkan zat besi, vitamin A
dan Iodium merupakan zat gizi mikro. Banyak faktor yang mempengaruhi asupan gizi
masyarakat tersebut. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya kekurangan
pangan, penyakit infeksi seperti cacingan, lingkungan yang kurang bersih serta
penyebab tidak langsung lainnya seperti pola asuh orang tua. Masalah-masalah gizi ini
akan berakibat buruk bagi pembangunan bangsa kedepannya.

Karena permasalahan ini sangat krusial, penyelesaian masalah ini terdapat


dalam salah satu indikator capaian yang harus diraih dalam program SDGs yang
teerdapat pada poin kedua, yaitu No Hunger (mengentaskan kelaparan). Upaya-upaya
yang perlu dilakukan berupa konsistensi dan komitmen politik, menggerakkan
masyarakat secara efektif, pengenmbangan SDM, cost effectiveness, fungsi manajemen
sistem informasi, dan replicability and sustainability, dan menerapkan konsep-konsep
yang telah ditetapkan mengenai ketahanan pangan

B. Saran

Sebaiknya untuk mengurangi kasus masalah-masalah gizi di atas pemerintah


mengadakan program yang lebih efektif dan berkesinambungan seperti, meningkatkan
upaya kesehatan ibu untuk mengurangi bayi dengan berat lahir rendah dengan program
1000 HPK (Hari Pertama Kelahiran), meningkatkan program perbaikan zat gizi mikro,
meningkatkan program gizi berbasis masyarakat, dan memperbaiki sektor lain yang
treakit erat dengan gizi (pertanian, air dan sanitasi, perlindungan, pemberdayaan
masyarakat dan isu gender), sehingga sedikit demi sedikit angka-angka akibat masalah
gizi di atas dapat dikurangi. Dengan diterapkannya upaya-upaya di atas, maka
pembangunan bangsa dan pencapaian program SDGs bukanlah sebuah kemustahilan.
DAFTAR PUSTAKA

http://eprints.ums.ac.id/18601/2/BAB_I.pdf

http://eprints.uny.ac.id/52591/7/6.%20BAB%20I.pdf

https://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-indonesia/Data-
dan-Informasi_Profil-Kesehatan-Indonesia-2018.pdf

https://www.depkes.go.id/article/view/19013100001/status-gizi-indonesia-alami-
perbaikan.html

https://www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/buletin/Buletin-Stunting-
2018.pdf

https://www.academia.edu/36712494/TUGAS_1-Makalah_Ilmu_Gizi

https://www.academia.edu/34470816/MASALAH_GIZI_DI_INDONESIA_LAPORAN_ILMU_GIZI
_DASAR

https://www.academia.edu/38563149/Permasalahan_Gizi_Solusinya_Demi_Tercapainya_SDG
s

https://www.infid.org/wp-content/uploads/2018/07/Buku-Panduan-SDGs-untuk-Pemda.pdf

https://www.uclg.org/sites/default/files/tujuan-sdgs.pdf

Anda mungkin juga menyukai