Oleh :
No.BP: 1911212009
Dosen Pengampu :
UNIVERSITAS ANDALAS
2019
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kemudahan sehingga saya
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Shalawat beserta salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-
nantikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Saya mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-
Nya, sehingga saya mampu menyelesaikan pembuatan makalah ini dalam mata kuliah
Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat dengan judul “Permasalahan Gizi di Indonesia
dan Kaitannya dengan Program SDGs”.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, saya
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini agar dapat menjadi
lebih baik lagi.
Penulis
DAFTAR ISI
A. Latar Belakang
Tingginya angka kesakitan dan kematian ibu dan anak balita di Indonesia sangat
berkaitan dengan buruknya status gizi. Ironisnya, dibeberapa daerah lain atau pada
sekelompok masyarakat Indonesia yang lain terutama di kota-kota besar, masalah
kesehatan masyarakat utama justru dipicu dengan adanya kelebihan gizi; meledaknya
kejadian obesitas di beberapa daerah di Indonesia akan mendatangkan masalah baru yang
mempunyai konsekuensi-konsekuensi serius bagi pembangunan bangsa Indonesia
khususnya di bidang kesehatan. Jika ini dibiarkan terus menerus, makin banyak penduduk
yang mengalami penyakit bahkan meninggal akibat masalah gizi ini. Untuk itu, penulis
berusaha membahas mengenai isu-isu mengenai masalah gizi yang ada di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah ini adalah apa saja masalah-masalah terkait gizi
dalam masyarakat dan kaitannya dengan Sustainable Development Goals (SDGs).
C. Tujuan Penulisan
1. Mendeskripsikan definisi masalah gizi.
2. Menjelaskan masalah gizi di Indonesia.
3. Memberikan solusi bagaimana cara mengatasi masalah gizi pada masyarakat.
4. Menjelaskan kaitan antara permasalahan gizi di Indonesia dengan program SDGs
D. Manfaat Penulisan
1. Sebagai bahan tambahan kajian dan pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu
kesehatan masyarakat dan ilmu gizi
2. Sebagai bahan edukasi bagi masyarakat akan krusialnya masalah gizi terhadap
pembangunan bangsa.
3. Sebagai bahan evaluasi bagi pembuat kebijakan agar lebih menaruh perhatian pada
permasalahan gizi masyarakat.
4. Sebagai wadah untuk mengembangkan kemampuan penulis dalam menulis karya tulis
ilmiah serta daya analisa penulis.
BAB II
PEMBAHASAN
a) Primer
1) Susunan makanan yang salah
2) Penyedia makanan yang kurang baik
3) Kemiskinan
4) Ketidaktahuan tentang nutrisi dan kebiasan makan yang salah
b) Penyebab Sekunder :
1) Gangguan pencernaan (seperti malabsorbsi, gizi tidak baik, kelainan struktur
saluran).
2) Gangguan psikologis.
Kekurangan energi protein merupakan masalah gizi utama di Indonesia.
Keadaan ini banyak diderita oleh balita. Anak balita dengan KEP tingkat berat akan
menunjukan tanda klinis kwashiorkor dan marasmus. Masalah KEP sebenarnya hampir
selalu berhubungan dengan masalah pangan. Berdasarkan data Susenas, dari 5 juta
anak (27%), 3,6 juta anak (19,2 %) mengalami KEP. KEP disebabkan oleh banyak
faktor yang saling terkait, baik secara klinis maupun lingkungannya. Pencegahan
hendaknya meliputi faktor secara konsisten.
Tindakan yang diperlukan untuk mengatasi KEP :
a. Mengendalikan penyakit-penyakit infeksi
b. Memperkecil dampak penyakit infeksi terutama diare diwilayah yang sanitasi
lingkungannya belum baik.
c. Deteksi dini dan menejemen awal / ringan
d. Memelihara status gizi
5. Obesitas
Obesitas adalah kelebihan berat badan sebagai akibat dari penimbunan lemak
tubuh yang berlebihan.Setiap orang memerlukan sejumlah lemak tubuh untuk
menyimpan energi, sebagai penyekat panas, penyerap guncangan dan fungsi lainnya.
Perbandingan yang normal antara lemak tubuh dengan berat badan adalah sekitar 25-
30% pada wanita dan 18-23% pada pria. Wanita dengan lemak tubuh lebih dari 30%
dan pria dengan lemak tubuh lebih dari 25% dianggap mengalami obesitas.
Secara ilmiah, obesitas terjadi akibat mengonsumsi kalori lebih banyak dari
yang diperlukan oleh tubuh. Obesitas meningkatkan risiko terjadinya sejumlah penyakit
menahun seperti diabetes tipe 2 (timbul pada masa dewasa), tekanan darah
tinggi (hipertensi), stroke, serangan jantung (infark miokardium), gagal jantung,
kanker kanker tertentu, misalnya kanker prostat dan kanker usus besar, batu kandung
empedu dan batu kandung kemih, gout dan artritis gout, serta osteoartritis.lebih tinggi
dari nilai tengah kisaran berat badannya yang normal dianggap mengalami obesitas.
Obesitas digolongkan menjadi 3 kelompok:
a. Obesitas ringan : kelebihan berat badan 20-40%
b. Obesitas sedang : kelebihan berat badan 41-100%
c. Obesitas berat : kelebihan berat badan >100% (Obesitas berat ditemukan sebanyak
5% dari antara orang-orang yang gemuk).
Anak-anak yang mengalami obesitas dapat berisiko lebih besar mengidap
penyakit jantung, diabetes dan gangguan akibat kelebihan berat badan lainnya dari yang
terpikirkan. Fakta ini diketahui berdasarkan studi baru tentang dampak obesitas selama
masa kanak-kanak dan perkembangan kesehatan di masa dewasa.Dibanding anak-anak
dan remaja yang berbobot ideal, anak dengan obesitas lebih berisiko menderita
gangguan kesehatan yang memicu penyakit jantung dan diabetes. Seperti, tekanan
darah tinggi, kadar kolesterol tinggi, dan gula darah tinggi.
Di Indonesia terdapat 19,1 persen kasus obesitas pada penduduk berusia di atas
15 tahun. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia pada 2010,
menunjukkan 27,7 juta jiwa penduduk Indonesia berusia di atas 18 tahun, mengalami
obesitas. Jumlah ini sama dengan 11,7 persen dari keseluruhan penduduk Indonesia.
6. Stunting
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1995/MENKES/SK/XII/2010
tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak, pengertian pendek dan
sangat pendek adalah status gizi yang didasarkan pada indeks panjang badan menurut
umur (PB/U) atau tinggi badan menurut umur (TB/U) yang merupakan padanan istilah
stunted (pendek) dan severely stunted (sangat pendek). Balita pendek (stunting) dapat
diketahui bila seorang balita sudah diukur panjang atau tinggi badannya, lalu
dibandingkan dengan standar, dan hasilnya berada di bawah normal. Balita pendek
adalah balita dengan status gizi yang berdasarkan panjang atau tinggi badan menurut
umurnya bila dibandingkan dengan standar baku WHO-MGRS (Multicentre Growth
Reference Study) tahun 2005, nilai z-scorenya kurang dari -2SD dan dikategorikan
sangat pendek jika nilai z-scorenya kurang dari -3SD. Anak dengan stunting memiliki
kelemahan dan berkorelasi terhadap IQ yang rendah, tinggi badan dan berat badan tidak
sesuai grafik perkembangan, serta rentan terhadap penyakit.
Prevalensi balita pendek di Indonesia cenderung statis. Hasil Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan prevalensi balita pendek di Indonesia
sebesar 36,8%. Pada tahun 2010, terjadi sedikit penurunan menjadi 35,6%. Namun
prevalensi balita pendek kembali meningkat pada tahun 2013 yaitu menjadi 37,2%.
Prevalensi balita pendek selanjutnya akan diperoleh dari hasil Riskesdas tahun 2018
yang juga menjadi ukuran keberhasilan program yang sudah diupayakan oleh
pemerintah.
Upaya peningkatan status gizi masyarakat termasuk penurunan prevalensi
balita pendek menjadi salah satu prioritas pembangunan nasional yang tercantum di
dalam sasaran pokok Rencana Pembangunan jangka Menengah Tahun 2015 – 2019.
Target penurunan prevalensi stunting (pendek dan sangat pendek) pada anak baduta
(dibawah 2 tahun) adalah menjadi 28% (RPJMN, 2015 – 2019).
Ada beberapa faktor utama penyebab stunting (UNICEF, 2007), yaitu :
a. Asupan makan tidak seimbang (berkaitan dengan kandungan zat gizi dalam makanan
yaitu karbohidrat, protein, lemak, mineral, vitamin, dan air).
b. Asupan ASI ekslusif kurang.
c. Riwayat berat badan lahir rendah (BBLR).
d. Riwayat penyakit (UNICEF, 2007).
Masalah balita pendek menggambarkan adanya masalah gizi kronis, dipengaruhi
dari kondisi ibu/calon ibu, masa janin, dan masa bayi/balita, termasuk penyakit yang
diderita selama masa balita. Seperti masalah gizi lainnya, tidak hanya terkait masalah
kesehatan, namun juga dipengaruhi berbagai kondisi lain yang secara tidak langsung
mempengaruhi kesehatan.
Upaya intervensi gizi spesifik untuk balita pendek difokuskan pada kelompok 1.000
Hari Pertama Kehidupan (HPK), yaitu Ibu Hamil, Ibu Menyusui, dan Anak 0-23 bulan,
karena penanggulangan balita pendek yang paling efektif dilakukan pada 1.000 HPK.
Periode 1.000 HPK meliputi yang 270 hari selama kehamilan dan 730 hari pertama
setelah bayi yang dilahirkan telah dibuktikan secara ilmiah merupakan periode yang
menentukan kualitas kehidupan. Oleh karena itu periode ini ada yang menyebutnya
sebagai "periode emas", "periode kritis", dan Bank Dunia (2006) menyebutnya sebagai
"window of opportunity". Dampak buruk yang dapat ditimbulkan oleh masalah gizi
pada periode tersebut, dalam jangka pendek adalah terganggunya perkembangan otak,
kecerdasan, gangguan pertumbuhan fisik, dan gangguan metabolisme dalam tubuh.
Sedangkan dalam jangka panjang akibat buruk yang dapat ditimbulkan adalah
menurunnya kemampuan kognitif dan prestasi belajar, menurunnya kekebalan tubuh
sehingga mudah sakit, dan risiko tinggi untuk munculnya penyakit diabetes,
kegemukan, penyakit jantung dan pembuluh darah, kanker, stroke, dan disabilitas pada
usia tua, serta kualitas kerja yang tidak kompetitif yang berakibat pada rendahnya
produktivitas ekonomi.
Upaya intervensi tersebut meliputi:
1. Pada Ibu hamil
Memperbaiki gizi dan kesehatan Ibu hamil merupakan cara terbaik dalam mengatasi
stunting. Ibu hamil perlu mendapat makanan yang baik, sehingga apabila ibu hamil
dalam keadaan sangat kurus atau telah mengalami Kurang Energi Kronis (KEK),
maka perlu diberikan makanan tambahan kepada ibu hamil tersebut. Setiap ibu hamil
perlu mendapat tablet tambah darah, minimal 90 tablet selama kehamilan. Kesehatan
ibu harus tetap dijaga agar ibu tidak mengalami sakit.
2. Pada saat bayi lahir
Persalinan ditolong oleh bidan atau dokter terlatih dan begitu bayi lahir melakukan
Inisiasi Menyusu Dini (IMD). Bayi sampai dengan usia 6 bulan diberi Air Susu Ibu
(ASI) saja (ASI Eksklusif).
3. Bayi berusia 6 bulan sampai dengan 2 tahun
Mulai usia 6 bulan, selain ASI bayi diberi Makanan Pendamping ASI (MP-ASI).
Pemberian ASI terus dilakukan sampai bayi berumur 2 tahun atau lebih. Bayi dan
anak memperoleh kapsul vitamin A, imunisasi dasar lengkap.
4. Memantau pertumbuhan Balita di posyandu merupakan upaya yang sangat strategis
untuk mendeteksi dini terjadinya gangguan pertumbuhan Walaupun remaja putri
secara eksplisit tidak disebutkan dalam 1.000 HPK, namun status gizi remaja putri
atau pra nikah memiliki kontribusi besar pada kesehatan dan keselamatan kehamilan
dan kelahiran, apabila remaja putri menjadi ibu.
5. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) harus diupayakan oleh setiap rumah tangga
termasuk meningkatkan akses terhadap air bersih dan fasilitas sanitasi, serta menjaga
kebersihan lingkungan. PHBS menurunkan kejadian sakit terutama penyakit infeksi
yang dapat membuat energi untuk pertumbuhan teralihkan kepada perlawanan tubuh
menghadapi infeksi, gizi sulit diserap oleh tubuh dan terhambatnya pertumbuhan.
C. Masalah Gizi di Indonesia dan Kaitannya dengan SDGs
Secara nasional, prevalensi gizi buruk dan kurang pada anak balita sebesar 19,6%,
yang berarti 212 masalah gizi berat dan kurang di Indonesia masih menjadi masalah
kesehatan masyarakat dan mendekati prevalensi tinggi, sedangkan sasaran Sustainable
Development Goals (SDGs) tahun 2019 yaitu 17%. Oleh karena itu, prevalensi gizi buruk
dan kurang secara nasional harus diturunkan sebesar 2,6% dalam periode 2015 sampai
2019.
1. Kategori I (Masalah yang telah dapat dikendalikan) yang terdiri dari kekurangan Vit. A,
gangguan akibat kurang yodium, anemia gizi pada anak 2-5 tahun;
2. Kategori II (Masalah yang belum selesai/ un-finished) yang terdiri dari stunting dan gizi
kurang;
3. Kategori III (Masalah baru yang mengancam kesehatan masyarakat (emerging) yaitu
gizi lebih.
Permasalahan gizi di Indonesia dan upaya mengatasi demi tercapainya SDGs
yaitu:
Pengembangan sumberdaya manusia sangat potensial sebagai langkah perbaikan gizi baik
dengan pendidikan dan training, termasuk untuk menigkatkan kesadaran gizi (kadarzi).
4. Cost effectiveness.
Efektivitas biaya program dalam pengembangan target juga merupakan hal yang paling
mendasar terutama dalam pelaksanaan program dan pengembangan kelompok.
Perannya sangat krusial dalam program monitoring dan pengambilan keputusan pada tiap
level. Misalnya fungsi survailens, SKPG yang dilakukan oleh instansi terkait.
Penyampaian informasi melalui media (koran, radio, televisi, dll) sangat membantu untuk
menjangkau sasaran/ target (masyarakat).
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
http://eprints.ums.ac.id/18601/2/BAB_I.pdf
http://eprints.uny.ac.id/52591/7/6.%20BAB%20I.pdf
https://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-indonesia/Data-
dan-Informasi_Profil-Kesehatan-Indonesia-2018.pdf
https://www.depkes.go.id/article/view/19013100001/status-gizi-indonesia-alami-
perbaikan.html
https://www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/buletin/Buletin-Stunting-
2018.pdf
https://www.academia.edu/36712494/TUGAS_1-Makalah_Ilmu_Gizi
https://www.academia.edu/34470816/MASALAH_GIZI_DI_INDONESIA_LAPORAN_ILMU_GIZI
_DASAR
https://www.academia.edu/38563149/Permasalahan_Gizi_Solusinya_Demi_Tercapainya_SDG
s
https://www.infid.org/wp-content/uploads/2018/07/Buku-Panduan-SDGs-untuk-Pemda.pdf
https://www.uclg.org/sites/default/files/tujuan-sdgs.pdf