Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH EKOLOGI PANGAN DAN GIZI

Dosen Pembimbing :
Dian Agnesia, S. Gz., MPH

Disusun Oleh :
Arin Widi Kustantri (201601003)

PROGRAM STUDI SARJANA GIZI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DELIMA PERSADA
GRESIK
2018
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ekologi adalah ilmu yang mempelajari interaksi antara organisme dengan
lingkungannya dan yang lainnya. Berasal dari kata Yunani oikos ("habitat") dan logos
("ilmu"). Ekologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari baik interaksi antar makhluk
hidup maupun interaksi antara makhluk hidup dan lingkungannya. Istilah ekologi
pertama kali dikemukakan oleh Ernst Haeckel (1834 - 1914). Dalam ekologi, makhluk
hidup dipelajari sebagai kesatuan atau sistem dengan lingkungannya.

Sedangkan pendekatan ekologi dikembangkan oleh para ilmuan social dan


diadaptasi oleh priset serta praktisi di bidang promosi kesehatan untuk membantu
memahami dan mempengaruhi perilaku kesehatan. Dalam pendekatan ekologis diyakini
bahwa perilaku kesehatan ditentukan oleh banyak tingkat pengaruh yang meliputi faktor-
faktor lingkungan. Factor-faktor lingkungan ini, meliputi ketersediaan berbagai jenis
makanan dan tuntutan lingkungan social serta fisik mereka terhadap aktifitas fisik yang
harus dikerjakan oleh seseorang. Dalam pendekatan ekologis diyakini pula bahwa
perilaku kesehatan ditentukan oleh banyak tingkatan pengaruh yang meliputi factor-
faktor intrapersonal dan lingkungan.

Ekologi pangan adalah ilmu yang mempelajari berbagai aspek lingkungan yang
terkait dengan pangan dan gizi untuk kesehatan masyarakat.

Tujuan dari ekologi pangan dan gizi adalah agar dapat mengetahui berbagai
hubungan dan masalah antar variabel yang berkaitan dengan penyediaan pangan, sosio
ekonomi dan budaya pangan, konsumsi gizi, penggunaan zat gizi dalam tubuh, status gizi
dan status kesehatan masyarakat, serta upaya peningkatan gizi masyarakat.

Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi yaitu :

1. Faktor External: perndapatan, pendidikan, pekerjaan, budaya.

2. Faktor Internal: usia, kondisi fisik, infeksi

Dampak ketersediaan pangan terhadap gizi meliputi :


1. Ketersediaan pangan merupakan kondisi penyediaan pangan yang mencakup
makanan dan minuman yang berasal dari tanaman, tanah, ikan, serta
turunannya bagi penduduk suatu wilayah dalam suatu kurun waktu tertentu.
Ketersediaan pangan merupakan suatu sistem yang berjenjang mulai dari
Nasional, provinsi, kabupaten/kota, rumah tangga.
2. Komponen ketersediaan pangan meliputi kemampuan produksi, cadangan,
maupun impor pangan setelah dikoreksi dengan ekspor dan berbagai
penggunaan seperti untuk bibit, pakan industri makanan/non pangan yang
tercecer. Komponen produksi pangan dapat dipenuhi dari produksi pertanian
dan atau industri pangan.

Ketersediaan pangan tersebut bergantung pada:

1. Cukupnya lahan untuk menanam tanaman pangan.


2. Penduduk untuk menyediakan tenaga.
3. Uang untuk menyediakan modal pertanian yang dibutuhkan.
4. Tenaga ahli yang trampil untuk membantu meningkatkan hasil produksi
maupun pertanian, distribusi merata..

Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi pangan secara umum:

1. Jenis dan banyaknya pangan yang diperlukan dan tersedia.

2. Tingkat pendapatan masyarakat.

3. Pengetahuan gizi.

Contoh kasus :

Krisis moneter yang terjadi sejak tahun 1997 membawa dampak yang sangat
besar bagi kehidupan rakyat Indonesia, terutama bagi kalangan menengah kebawah.
Akibat krisis moneter, harga berbagai kebutuhan pokok terus melonjak. Hal tersebut
menyebabkan jumlah penduduk miskin di Indonesia meningkat tajam. Dampak beruntun
dari krisis moneter, meningkatnya harga kebutuhan pokok serta kemiskinan yang kian
merajalela berimbas pada perubahan pola konsumsi masyarakat (dalam hal ini mengarah
pada penurunan). Sehingga tidak berlebihan jika dikatakan ketahanan pangan masyarakat
anjlok.

Ketahanan pangan merupakan persoalan hidup mati suatu bangsa. Seseorang


atau sekelompok masyarakat bila tidak makan dalam jangka waktu tertentu akan
menemui ajal. Bila makan, tetapi dengan asupan yang tidak memenuhi standar gizi pun
hanya menghasilkan generasi yang lemah, kurang sehat, tidak cerdas dan malas.

Dengan ini, harga sembako seperti beras, kedelai dan minyak goreng semakin
hari semakin tidak terjangkau oleh daya beli rakyat Indonesia. Akibatnya, rakyat
kekurangan pangan dan gizi buruk merebak di berbagai daerah. Berita tentang adanya
sejumlah rakyat yang kelaparan, makan nasi aking, lumpuh layu dan bunuh diri lantaran
tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok menghiasi media massa hampir setiap hari.
Penderita gizi buruk semakin bertambah. Jika pada tahun 2005 anak balita yang
menderita gizi buruk sebanyak 1,8 juta jiwa, pada tahun 2007 menjadi 5 juta jiwa
(prakarsa-rakyat.org).

Sumber lain memaparkan hal yang lebih memprihatinkan lagi, tercatat 2 sampai 4
dari 10 anak balita di 72 kabupaten terkena busung lapar, sekitar 11 juta dari 13 juta anak
usia sekolah di seluruh Indonesia kini mengalami anemia gizi (republika.co.id).
Fenomena tersebut sungguh ironi yang memilukan, karena terjadi di negara agraris dan
maritim terbesar di dunia, memiliki kekayaan alam yang luar biasa banyaknya. Indonesia
dikenal sebagai negara agraris dan maritim terbesar, namun pada kenyataanya masih
sangat banyak rakyatnya yang kelaparan dan terkena gizi buruk.

Fenomena gizi buruk sebagian besar terjadi akibat kemiskinan, diperparah


dengan perilaku para komprador pemburu keuntungan yang selama ini kecanduan
mangimpor secara besar-besaran aneka bahan pangan, mulai dari beras, kedelai, gula,
daging sampai buah-buahan. Impor bahan pangan yang berlebihan dapat menyengsarakan
para petani, meningkatkan pengangguran, menghamburkan devisa dan membunuh sektor
pertanian yang mestinya menjadi keunggulan kompetitif bangsa. Dewasa ini Indonesia
mengimpor sekitar 2,5 juta ton beras/tahun (terbesar di dunia); 2 juta ton gula/tahun
(terbesar ke dua); 1,2 juta ton kedelai/tahun; 1,3 juta ton jagung/tahun; 5 juta ton
gandum/tahun dan 550.000 ekor/tahun. Sungguh angka yang mencenganngkan bagi
sebuah negara yang memiliki kondisi agroekologis nusantara cocok untuk budi daya
semua bahan pangan tersebut. Buktinya Indonesia pernah mengukir prestasi menumental
yang diakui dunia (FAO), yaitu swasembada beras pada tahun 1984. indonesia juga
pernah mencapai swasembada gula, jagung dan kedelai (prakarsa-rakyat.org).

Tragedi kerawanan pangan dan gizi memang sungguh ironis terjadi di Negara
sesubur Indonesia. Padahal pemerintah terus berupaya meningkatkan dari APBN untuk
bantuan bagi rakyat miskin diantaranya melalui asuransi lesehatan rakyat miskin
(Askeskin). Jika pada tahun 2005 a ggaran yang disiapkan untuk rakyat miskin
(Askeskin) adalah sebesar 2,3 triliun, tahun 2006 sebesar 3,6 triliun, tahun 2007, 2,2
triliun dan untuk 2008 dianggarkan 4,6 triliun (lampungnews.com).

B. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini, adalah untuk dapat mengetahui :
 Kebijakan pemerintah dalam bidang pangan dan gizi
 Gizi seimbang dan sistem ketahanan pangan
 Penerapan sistem dalam bidang pangan dan gizi
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar
Sistem adalah : rangkaian komponen yang saling terkait menuju suatu tujuan yang
sama.
Contoh :
Tubuh manusia merupakan suatu system dengan komponen jaringan, organ, syaraf,
pembuluh darah dan sebagainya dengan tujuan menjaga keseimbangan fungsi tubuh.

Sistem Pangan Dan Gizi


Mempunyai tujuan meningkatkan dan mempertahankan status gizi masyarakat dalam
keadaan optimal.
Dalam sistem pangan dan gizi ada 4 komponen yaitu :
1. Penyediaan pangan
2. Distribusi pangan
3. Konsumsi makanan
4. Utilisasi makanan

Beberapa Pengertian / Istilah Dalam Gizi


1. Ilmu Gizi (Nutrience Science) adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang
makanan dalam hubungannya dengan kesehatan optimal/ tubuh.
2. Zat Gizi (Nutrients) adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan
fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan serta
mengatur proses-proses kehidupan.
3. Gizi (Nutrition) adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi
secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme
dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan, untuk mempertahankan kehidupan,
pertumbuhan dan fungsi normal dri organ-organ, serta menghasilkan energi.
4. Pangan adalah istilah umum untuk semua bahan yang dapat dijadikan makanan.
5. Makanan adalah bahan selain obat yang mengandung zat-zat gizi dan atau unsur-unsur/
ikatan kimia yang dapat diubah menjadi zat gizi oleh tubuh, yang berguna bila
dimasukkan ke dalam tubuh.
6. Bahan makanan adalah makanan dalam keadaan mentah.
7. Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-
zat gizi.
Kata “gizi” berasal dari bahasa Arab ghidza, yg berarti “makanan”. Ilmu gizi bisa
berkaitan dengan makanan dan tubuh manusia. Dalam bahasa inggris, food menyatakan
makan, pangan dan bahan makanan.
Pengertian gizi terbagi secara klasik dan masa sekarang yaitu :
1. Secara klasik : gizi hanya dihubungkan dengan kesehatan tubuh (menyediakan energi,
membangun, memelihara jaringan tubuh, mengatur proses-proses kehidupan dalan
tubuh).
2. Sekarang : selain untuk kesehatan, juga dikaitkan dengan potensi ekonomi seseorang
karena gizi berkaitan dengan perkembangan otak, kemampuan belajar, produktivitas
kerja.

Sejarah Perkembangan Ilmu Gizi


Berdiri tahun 1926, oleh Mary Swartz Rose saat dikukuhkan sebagai profesor ilmu
gizi di Universitas Columbia, New York, AS. Pada zaman purba, makanan penting untuk
kelangsungan hidup. Sedangkan pada zaman Yunani, tahun 400 SM ada teori Hipocrates
yang menyatakan bahwa makanan sebagai panas yang dibutuhkan manusia, artinya
manusia butuh makan.
Beberapa penelitian yang menegaskan bahwa ilmu gizi sudah ada sejak dulu, antara
lain:
1. Penelitian tentang Pernafasan dan Kalorimetri – Pertama dipelajari oleh Antoine
Lavoisier (1743-1794). Mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan penggunaan
energi makanan yang meliputi proses pernafasan, oksidasi dan kalorimetri. Kemudian
berkembang hingga awal abad 20, adanya penelitian tentang pertukaran energi dan
sifat-sifat bahan makanan pokok.
2. Penemuan Mineral – Sejak lama mineral telah diketahui dalam tulang dan gigi. Pada
tahun 1808 ditemukan kalsium. Tahun 1808, Boussingault menemukan zat besi
sebagai zat esensial. Ringer (1885) dan Locke (1990), menemukan cairan tubuh perlu
konsentrasi elektrolit tertentu. Awal abad 20, penelitian Loeb tentang pengaruh
konsentrasi garam natrium, kalium dan kalsium klorida terhadap jaringan hidup.
3. Penemuan Vitamin – Awal abad 20, vitamin sudah dikenal. Sejak tahun 1887-1905
muncul penelitian-penelitian dengan makanan yang dimurnikan dan makanan utuh.
Dengan hasil: ditemukan suatu zat aktif dalam makanan yang tidak tergolong zat gizi
utama dan berperan dalam pencegahan penyakit (Scurvy dan Rickets). Pada tahun
1912, Funk mengusulkan memberi nama vitamine untuk zat tersebut. Tahun 1920,
vitamin diganti menjadi vitamine dan diakui sebagai zat esensial.
4. Penelitian Tingkat Molekular dan Selular – Penelitian ini dimulai tahun 1955, dan
diperoleh pengertian tentang struktur sel yang rumit serta peranan kompleks dan vital
zat gizi dalam pertumbuhan dan pemeliharaan sel-sel. Setelah tahun 1960, penelitian
bergeser dari zat-zat gizi esensial ke inter relationship antara zat-zat gizi, peranan
biologik spesifik, penetapan kebutuhan zat gizi manusia dan pengolahan makanan
thdp kandungan zat gizi.
5. Keadaan Sekarang – Muncul konsep-konsep baru antara lain: pengaruh keturunan
terhadap kebutuhan gizi; pengaruh gizi terhadap perkembangan otak dan perilaku,
kemampuan bekerja dan produktivitas serta daya tahan terhadap penyakit infeksi.
Pada bidang teknologi pangan ditemukan : cara mengolah makanan bergizi,
fortifikasi bahan pangan dengan zat-zat gizi esensial, pemanfaatan sifat struktural
bahan pangan, dsb. FAO dan WHO mengeluarkan Codex Alimentaris (peraturan food
labeling dan batas keracunan).

Ruang Lingkup Ilmu Gizi


Ruang lingkup cukup luas, dimulai dari cara produksi pangan, perubahan pascapanen
(penyediaan pangan, distribusi dan pengolahan pangan, konsumsi makanan serta cara
pemanfaatan makanan oleh tubuh yang sehat dan sakit).
Ilmu gizi berkaitan dengan ilmu agronomi, peternakan, ilmu pangan, mikrobiologi,
biokimia, faal, biologi molekular dan kedokteran.
Informasi gizi yang diberikan pada masyarakat, yang meliputi gizi individu, keluarga
dan masyarakat; gizi institusi dan gizi olahraga.
Perkembangan gizi klinis :
 Anamnesis dan pengkajian status nutrisi pasien.
 Pemeriksaan fisik yang berkaitan dengan defisiensi zat besi.
 Pemeriksaan antropometris dan tindak lanjut terahdap gangguannya.
 Pemeriksaan radiologi dan tes laboratorium dengan status nutrisi pasien.
 Suplementasi oral, enteral dan parenteral.
 Interaksi timbal balik antara nutrien dan obat-obatan.
 Bahan tambahan makanan (pewarna, penyedap dan sejenis serta bahan-bahan
kontaminan).

Pengelompokan Zat Gizi Menurut Kebutuhan


Terbagi dalam dua golongan besar yaitu makronutrien dan mikronutrien.
Makronutrien :
Komponen terbesar dari susunan diet, berfungsi untuk menyuplai energi dan zat-zat
esensial (pertumbuhan sel/ jaringan), pemeliharaan aktivitas tubuh. Karbohodrat (hidrat
arang), lemak, protein, makromineral dan air.
Mikronutrien
Golongan mikronutrien terdiri dari :
1. Karbohidrat – Glukosa; serat.
2. Lemak/ lipida – Asam linoleat (omega-6); asam linolenat (omega-3).
3. Protein – Asam-asam amino; leusin; isoleusin; lisin; metionin; fenilalanin; treonin;
valin; histidin; nitrogen nonesensial.
4. Mineral – Kalsium; fosfor; natrium; kalium; sulfur; klor; magnesium; zat besi;
selenium; seng; mangan; tembaga; kobalt; iodium; krom fluor; timah; nikel; silikon,
arsen, boron; vanadium, molibden.
5. Vitamin – Vitamin A (retinol); vitamin D (kolekalsiferol); vitamin E (tokoferol);
vitamin K; tiamin; riboflavin; niaclin; biotin; folasin/folat; vitamin B6; vitamin B12;
asam pantotenat; vitamin C.
6. Air

Fungsi Zat Gizi


1. Memberi energi (zat pembakar) – Karbohidrat, lemak dan protein, merupakan ikatan
organik yang mengandung karbon yang dapat dibakar dan dibutuhkan tubuh untuk
melakukan kegiatan/aktivitas.
2. Pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan tubuh (zat pembangun) – Protein, mineral
dan air, diperlukan untuk membentuk sel-sel baru, memelihara, dan menganti sel
yang rusak.
3. Mengatur proses tubuh (zat pengatur) – Protein, mineral, air dan vitamin. Protein
bertujuan mengatur keseimbangan air di dalam sel,bertindak sebagai buffer dalam
upaya memelihara netralitas tubuh dan membentuk antibodi sebagai penangkal
organisme yang bersifat infektil dan bahan-bahan asing yang dapat masuk ke dalam
tubuh. Mineral dan vitamin sebagai pengatur dalam proses-proses oksidasi, fungsi
normal sarafdan otot serta banyak proses lain yang terjadi dalam tubuh, seperti dalam
darah, cairan pencernaan, jaringan, mengatur suhu tubuh, peredaran darah,
pembuangan sisa-sisa/ ekskresi dan lain-lain proses tubuh.
B. Elemen Dan Sub Elemen Pangan
Sistem dan Ketahanan Pangan
Ketahanan pangan merupakan suatu sistem yang terdiri atas subsistem ketersediaan,
distribusi dan konsumsi. Kinerja dari masing-masing subsistem tersebut tercermin dalam
hal stabilitas pasokan pangan, akses masyarakat terhadap pangan, serta pemanfaatan
pangan (food utilization) termasuk pengaturan menu dan distribusi pangan dalam
keluarga.
Kinerja dari ketiga subsistem ketahanan pangan akan terlihat pada status gizi
masyarakat, yang dapat dideteksi antara lain dari status gizi anak balita (usia di bawah
lima tahun). Apabila salah satu atau lebih, dari ke tiga subsistem tersebut tidak berfungsi
dengan baik, maka akan terjadi masalah kerawanan pangan yang akan berdampak
peningkatan kasus gizi kurang dan/atau gizi buruk. Dalam kondisi demikian, negara atau
daerah dapat dikatakan belum mampu mewujudkan ketahanan pangan.

a. Sub sistem Ketersediaan


Subsistem ketersediaan pangan berfungsi menjamin pasokan pangan untuk
memenuhi kebutuhan seluruh penduduk, dari segi kuantitas, kualitas, keragaman dan
keamanannya. Terdapat acuan kuantitatif untuk ketersediaan, yaitu Angka Kecukupan
Gizi (AKG) rekomendasi Widya Karya Pangan dan Gizi VIII tahun 2004, dalam
satuan rata-rata perkapita perhari untuk energi sebesar 2.200 Kilo kalori dan protein
57 gram. Angka tersebut merupakan standar kebutuhan energi bagi setiap individu
agar mampu menjalankan aktivitas sehari-hari. Di samping itu juga terdapat acuan
untuk menilai tingkat keragaman ketersediaan pangan, yaitu Pola Pangan Harapan
(PPH) dengan skor 100 sebagai PPH yang ideal. Kinerja keragaman ketersediaan
pangan pada suatu waktu dapat dinilai dengan metoda PPH (suaramerdeka.com).
Ketersediaan pangan dapat dipenuhi dari tiga sumber yaitu : (1) produksi dalam
negeri, (2) impor pangan dan (3) pengelolaan cadangan pangan. Dengan jumlah
penduduk cukup besar dan kemampuan ekonomi relatif lemah, maka kemauan untuk
menjadi bangsa yang mandiri di bidang pangan harus terus diupayakan. Karena itu,
bangsa Indonesia mempunyai komitmen tinggi untuk memenuhi kebutuhan
pangannya dari produksi dalam negeri. Impor pangan merupakan pilihan akhir,
apabila terjadi kelangkaan produksi pangan dalam negeri. Hal ini sangat penting
untuk menghindari ketergantungan pangan terhadap negara lain, yang dapat
berdampak pada kerentanan oleh campur tangan asing baik secara ekonomi maupun
politik. Hal yang perlu disadari adalah, bahwa kemampuan memenuhi kebutuhan
pangan dari produksi sendiri, khususnya bahan pangan pokok, juga menyangkut
harkat martabat dan kelanjutan eksistensi bangsa.
Impor pangan sebagai alternatif terakhir untuk mengisi kesenjangan antara
produksi dan kebutuhan pangan dalam negeri, diatur sedemikian rupa agar tidak
merugikan kepentingan para produsen pangan di dalam negeri, yang mayoritas petani
skala kecil, juga kepentingan konsumen khususnya kelompok miskin. Kedua
kelompok produsen dan konsumen tersebut rentan terhadap gejolak perubahan harga
yang tinggi.
Cadangan pangan merupakan salah satu sumber pasokan untuk mengisi
kesenjangan antara produksi dan kebutuhan dalam negeri atau daerah. Stabilitas
pasokan pangan dapat dijaga dengan pengelolaan cadangan yang tepat. Cadangan
pangan terdiri atas cadangan pangan pemerintah dan cadangan pangan masyarakat.
Cadangan pangan masyarakat meliputi rumah tangga, pedagang dan industri
pengolahan. Cadangan pangan pemerintah (pemerintah pusat, propinsi dan
kabupaten/kota) hanya mencakup pangan tertentu yang bersifat pokok.
Untuk menjaga dan meningkatkan kemampuan produksi pangan domestik
diperlukan kebijakan yang kondusif, meliputi insentif untuk berproduksi secara
efisien dengan pendapatan yang memadai, serta kebijakan perlindungan dari
persaingan usaha yang merugikan petani. Seperti dibahas di muka, kebijakan
perdagangan perlu diterapkan dengan tepat untuk melindungi kepentingan produsen
maupun konsumen.
b. Subsistem Distribusi
Subsistem distribusi berfungsi mewujudkan sistem distribusi yang efektif dan
efisien, sebagai prasyarat untuk menjamin agar seluruh rumah tangga dapat
memperoleh pangan dalam jumlah dan kualitas yang cukup sepanjang waktu, dengan
harga yang terjangkau. Bervariasinya kemampuan produksi pangan antar wilayah dan
antar musim menuntut kecermatan dalam mengelola sistem distribusi, sehingga
pangan tersedia sepanjang waktu di seluruh wilayah. Kinerja subsistem distribusi
dipengaruhi oleh kondisi prasarana dan sarana, kelembagaan dan peraturan
perundangan.
Sebagai negara kepulauan, selain memerlukan prasarana dan sarana distribusi
darat dan antar pulau yang memadai untuk mendistribusikan pangan, juga input
produksi pangan ke seluruh pelosok wilayah yang membutuhkan. Untuk itu
penyediaan prasarana dan sarana distribusi pangan merupakan bagian dari fungsi
fasilitasi pemerintah, yang pelaksanaannya harus mempertimbangkan aspek
efektivitas distribusi pangan sekaligus aspek efisiensi secara ekonomi. Biaya
distribusi yang paling efisien harus menjadi acuan utama, agar tidak membebani
produsen maupun konsumen secara berlebihan.
Lembaga pemasaran berperan menjaga kestabilan distribusi dan harga pangan.
Lembaga ini menggerakkan aliran produk pangan dari sentra-sentra produksi ke
sentra-sentra konsumsi, sehingga tercapai keseimbangan antara pasokan dan
kebutuhan. Apabila lembaga pemasaran bekerja dengan baik, maka tidak akan terjadi
fluktuasi harga terlalu besar pada musim panen maupun paceklik, pada saat banjir
maupun sungai (sebagai jalur distribusi) mengering, ketika ombak normal maupun
ombak ganas, saat normal maupun saat bencana.
Peraturan-peraturan pemerintah daerah, seperti biaya retribusi dan pungutan
lainnya dapat mengakibatkan biaya tinggi yang mengurangi efisiensi kinerja
subsistem distribusi. Di samping itu, keamanan di sepanjang jalur distribusi, di lokasi
pemasaran maupun pada proses transaksi sangat mempengaruhi besarnya biaya
distribusi. Untuk itu, iklim perdagangan yang adil, khususnya dalam penentuan harga
dan cara pembayaran perlu diwujudkan, sehingga tidak terjadi eksploitasi oleh salah
satu pihak terhadap pihak lain (pihak yang kuat terhadap yang lemah). Dalam hal ini,
penjagaan keamanan, pengaturan perdagangan yang kondusif dan penegakan hukum
menjadi kunci keberhasilan kinerja subsistem distribusi.
Stabilitas pasokan dan harga merupakan indikator penting yang menunjukkan
kinerja subsistem distribusi. Harga yang terlalu berfluktuasi dapat merugikan petani
produsen, pengolah, pedagang hingga konsumen, sehingga berpotensi menimbulkan
keresahan sosial. Oleh sebab itu hampir semua negara melakukan intervensi
kebijakan untuk menjaga stabilitas harga pangan pokok yang mempengaruhi
kehidupan sebagian besar masyarakat. Dalam kaitan ini Pemerintah telah menerapkan
kebijakan stabilitasi harga pangan, melalui pembelian maupun penyaluran bahan
pangan (beras) oleh Perum Bulog.
Sistem perdagangan pangan global yang semakin terbuka dapat menjadi kendala
dalam upaya stabilitasi harga pangan. Kebijakan-kebijakan subsidi domestik, subsidi
ekspor dan kredit ekspor yang diterapkan oleh negara-negara eksportir telah
menyebabkan harga pangan global terdistorsi dan tidak merefleksikan biaya produksi
yang sebenarnya. Untuk melindungi produsen dalam negeri dari persaingan yang
tidak adil, diperlukan kebijakan proteksi secara selektif dengan perhitungan yang
cermat.

c. Subsistem Konsumsi
Subsistem konsumsi berfungsi mengarahkan agar pola pemanfaatan pangan
secara nasional memenuhi kaidah mutu, keragaman, kandungan gizi, keamanan dan
kehalalan, Di samping juga efisiensi untuk mencegah pemborosan.
Subsistem konsumsi juga mengarahkan agar pemanfaatan pangan dalam tubuh
(food utility) dapat optimal, dengan peningkatan kesadaran atas pentingnya pola
konsumsi beragam dengan gizi seimbang mencakup energi, protein, vitamin dan
mineral, pemeliharaan sanitasi dan higiene serta pencegahan penyakit infeksi dalam
lingkungan rumah tangga. Hal ini dilakukan melalui pendidikan dan penyadaran
masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan, kesadaran, dan kemauan menerapkan
kaidah –kaidah tersebut dalam pengelolaan konsumsi.
Kinerja subsistem konsumsi tercermin dalam pola konsumsi masyarakat di
tingkat rumah tangga. Pola konsumsi dalam rumah tangga dipengaruhi oleh berbagai
faktor antara lain kondisi ekonomi, sosial dan budaya setempat. Untuk itu,
penanaman kesadaran pola konsumsi yang sehat perlu dilakukan sejak dini melalui
pendidikan formal dan non-formal. Dengan kesadaran gizi yang baik, masyarakat
dapat menentukan pilihan pangan sesuai kemampuannya dengan tetap
memperhatikan kuantitas, kualitas, keragaman dan keseimbangan gizi. Dengan
kesadaran gizi yang baik, masyarakat dapat meninggalkan kebiasaan serta budaya
konsumsi yang kurang sesuai dengan kaidah gizi dan kesehatan. Kesadaran yang baik
ini lebih menjamin terpenuhinya kebutuhan gizi masing-masing anggota keluarga
sesuai dengan tingkatan usia dan aktivitasnya.
Acuan kuantitatif untuk konsumsi pangan adalah Angka Kecukupan Gizi (AKG)
rekomendasi Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) ke-VIII tahun 2004,
dalam satuan rata-rata per kapita perhari, untuk energi 2.000 Kilo kalori dan protein
52 gram. Acuan untuk menilai tingkat keragaman konsusi pangan adalah Pola Pangan
Harapan (PPH) dengan skor 100 sebagai pola yang ideal. Kinerja keragaman
konsumsi pangan pada suatu waktu untuk komunitas tertentu dapat dinilai dengan
metoda PPH (suaramerdeka.com).
Dalam kondisi kegagalan berfungsinya salah satu subsistem di atas, maka
pemerintah perlu melakukan tindakan intervensi. Berbagai macam intervensi yang
dapat dilakukan adalah: (a) pada subsistem ketersediaan berupa bantuan/subsidi
saprodi, kebijakan harga pangan, kebijakan impor/ekspor, kebijakan cadangan pangan
pemerintah; (b) pada subsistem distribusi berupa penyaluran pangan bersubsidi,
penyaluran pangan untuk keadaan darurat dan operasi pasar untuk pengendalian harga
pangan; dan (c) pada subsistem konsumsi dapat dilakukan pemberian makanan
tambahan untuk kelompok rawan pangan/gizi buruk, pemberian bantuan tunai untuk
meningkatkan kemampuan mengakses pangan.

C. Elemen Dan Sub Elemen Gizi


Kriteria gizi seimbang yaitu :
1. Makanan beraneka ragam dapat memberikan manfaat yang besar terhadap kesehatan.
Sebab zat gizi tertentu yang tidak terkandung dalam satu jenis bahan makanan akan
dapat dilengkapi oleh gizi serupa dari bahan makanan yang lain. Demikian juga
bahan makanan dalam susunan aneka ragam menu seimbang akan saling melengkapi.
2. Bahan makanan sumber zat tenaga adalah beras, jagung, gandum, ubi kayu, ubi jalar,
kentang, sagu, roti, dan mi yang mengandung karbohidrat, serta minyak, margarine,
dan santan yang mengandung lemak.
3. Bahan makanan sumber zat pembangun yang berasal dari bahan makanan nabati
adalah kacang-kacangan, tempe, tahu. Sedangkan dari hewani adalah telur, ikan,
ayam, daging, susu serta hasil olahan seperti keju.
4. Zat pembangun berperanan sangat penting untuk perkembangan kualitas tingkat
kecerdasan seseorang.
5. Bahan makanan sumber zat pengatur adalah semua sayur-sayuran dan buah-buahan.
Bahan makanan ini mengandung berbagai vitamin dan mineral, yang berperan untuk
melancarkan bekerjanya fungsi-fungsi organ tubuh.
6. Setiap orang dianjurkan makan cukup hidangan mengandung zat tenaga atau energi,
agar dapat hidup dan melaksanakan kegiatan sehari-hari, seperti bekerja, belajar,
berolah raga, berekreasi, kegiatan sosial, dan kegiatan yang lain. Kebutuhan energi
dapat dipenuhi dengan mengkonsumsi bahan makanan sumber karbohidrat, protein,
lemak. Kecukupan energi seseorang ditandai dengan berat badannya yang normal.
Untuk mengetahui berat badan normal, seseorang dapat menggunakan digunakan
indeks massa tubuh (IMT). Kekurangan energi yang berlangsung lama akan
mengakibatkan menurunnya berat badan.
7. Makanlah makanan sumber karbohidrat, setengah dari kebutuhan energi, terdapat dua
kelompok karbohidrat yaitu:
8. Karbohidrat kompleks: Bahan makanan sumber karbohidrat kompleks adalah padi-
padian (beras, jagung, gandum), umbi-umbian (singkong, ubi jalar, kentang) dan
bahan makanan lain yang mengandung banyak karbohidrat (sagu, pisang).
9. Karbohidrat sederhana: Golongan karbohidrat sederhana yang tidak mengandung zat
gizi lain, yang sifatnya hanya mengenyangkan dan cenderung dikonsumsi berlebihan.
Konsumsi gula dapat menyebabkan kegemukan, karies gigi atau keropos. Oleh karena
itu konsumsi gula sebaiknya dibatasi sampai 5% dari jumlah kecukupan energi.
Seyogyanya sekitar 50-60% kebutuhan energi diperlukan oleh karbohidrat kompleks,
atau setara dengan 3-4 piring nasi.
10. Batasi konsumsi lemak dan minyak sampai seperempat dari kecukupan energi Lemak
dan minyak yang terdapat di dalam makanan berguna untuk meningkatkan jumlah
energi, membantu penyerapan vitamin-vitamin A, D, E, dan K, serta menambah
lezatnya hidangan. Konsumsi lemak dan minyak paling sedikit 10% dari kebutuhan
energi. Seyogyanya menggunakan lemak dan minyak nabati, misalnya minyak
kelapa, minyak jagung, minyak kacang atau nabati yang lain.
11. Gunakan garam beryodium Garam beryodium yang dikonsumsi setiap hari
bermanfaat untuk mencegah timbulnya Gangguan Akibat Kekurangan Yodium
(GAKY). GAKY dapat menghambat perkembangan tingkat kecerdasan pada balita,
penyakit gondok, endemik dan kretin.
12. Makanlah makan sumber zat besi Kekurangan zat besi dalam makanan sehari-hari
secara berkelanjutan dapat menimbulkan penyakit anemia gizi.
13. Berikan ASI saja kepada bayi sampai berumur 6 bulan Air Susu Ibu (ASI) mampu
memenuhi kebutuhan gizi bayi untuk tumbuh kembang dan menjadi sehat sampai ia
berumur 6 bulan. Setelah bayi berumur 6 bulan ASI saja tidak mampu untuk
memenuhi kebutuhan gizi bayi, oleh karena itu setelah 6 bulan bayi mendapatkan
Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) diberikan kepada bayi secara bertahap
sesuai dengan pertambahan umur, pertumbuhan berat badan dan perkembangan
kecerdasannya.
14. Biasakan makan pagi Makanan pagi atau sarapan sangat bermanfaat bagi setiap
orang. Bagi orang dewasa makan pagi dapat memelihara ketahanan fisik,
mempertahankan daya tahan saat bekerja dan meningkatkan produktivitas kerjanya.
Bagi anak sekolah makan pagi dapat memudahkan konsentrasi belajar, menyerap
pelajaran, sehingga prestasi belajarnya pun menjadi lebih baik. Kebiasaan makan pagi
membantu seseorang untuk mencukupi kebutuhan gizinya sehari-hari. Jenis hidangan
untuk makan pagi dapat dipilih dan disusun sesuai dengan keadaan, dan akan lebih
baik bila terdiri dari makanan sumber zat tenaga sumber zat pembangun dan zat
pengatur.
15. Minumlah air bersih, aman dan cukup jumlahnya Air minum harus bersih and bebas
kuman. Oleh karena itu, air minum harus terlebih dahulu dididihkan. Sedangkan air
minum dalam kemasan yang banyak beredar di pasaran, juga harus terlebih dulu
diproses oleh pabrik sesuai dengan ketentuan pemerintah dan memenuhi syaratsyarat
kesehatan. Cairan yang dikonsumsi seseorang terutama air minum,
sekurangkurangnya dua liter atau setara dengan delapan gelas setiap harinya, agar
proses faali dalam tubuh berlangsung dengan lancar dan seimbang. Dengan
mengkonsumsi cukup cairan, seseorang dapat terhindar dari menderita dehidrasi atau
kekurangan cairan tubuh, serta dapat menurunkan risiko menderita penyakit batu
ginjal.
16. Lakukan kegiatan fisik dan olah raga secara teratur Kegiatan fisik dan olah secara
teratur dan cukup takarannya, dapat membantu mempertahankan derajat kesehatan
yang optimal bagi yang bersangkutan.
17. Hindari minuman beralkohol. Minum-minuman beralkohol dapat menyebabkan
ketagihan, mabuk dan tidak mampu mengendalikan diri. Kehilangan kendali diri
sering menjadi pencetus tindak kriminal. Selain itu minum-minuman beralkohol
secara berlebihan dapat menyebabkan penyakit gawat, misalnya penyakit hati.
18. Makanlah makanan yang aman bagi kesehatan. Makanan yang aman adalah makanan
yang tidak tercemar, tidak mengandung mikroorganisme atau bakteri, tidak
mengandung bahan kimia yang berbahaya, telah diolah dengan cara yang benar
sehingga fisik dan zat gizinya tidak rusak, serta tidak bertentangan dengan keyakinan
masyarakat. Makan makanan tidak aman dapat menyebabkan gangguan kesehatan,
antara lain menderita keracunan makanan yang dapat menyebabkan kematian.
19. Bacalah label pada makanan yang dikemas. Peraturan perundangan-undangan, bahwa
setiap produk makanan yang dikemas harus mencantumkan keterangan pada labelnya
mengenai bahan-bahan yang digunakan, susunan (komposisi) zat gizinya, tanggal
kadaluwarsa, dan keterangan penting lainnya. Semua keterangan yang rinci pada label
makanan kemas sangat membantu konsumen pada saat memilih dan menggunkannya.
Keterangan mengenai susunan zat gizi pada label diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan gizi sesuai dengan keadaan kesehatan konsumen. Keterangan mengenai
kadaluwarsa pada label menunjukkan kelayakan makanan tersebut untuk bisa
dimakan atau tidak. Sedangkan keterangan mengenai bahan-bahan, yang terkandung
dalam makanan kemas tersebut memberikan informasi kepada konsumen untuk
menilai halal atau tidaknya bahan makanan tersebut.

D. Penerapan Sub Elemen Dalam Membentuk Sistem Pangan


Berbagai kebijakan pertanian dan pangan selama ini tengah dikembangkan dan
diimplementasikan melalui aneka program. Meski demikian berita tentang rawan pangan
pada suatu komunitas tidak juga hilang begitu saja. Sedemikian banyaknya proyek-
proyek tentang ketahanan pangan, namun masih saja tidak mampu menjangkau semua
kelompok masyarakat. Hal ini bisa disebabkan oleh tingginya tingkat kerentanan
masyarakat di suatu wilayah, seperti di pulau-pulau kecil atau dampak dari bencana alam.
Fenomena rawan pangan yang terus terjadi ditengah maraknya aneka program
pemerintah, mestinya menjadi salah satu momentum untuk mawas diri. Menjamin
ketahanan pangan masyarakat yang tersebar di Nusantara dengan aneka kondisinya, tidak
bisa dilakukan melalui sebuah paket program yang masif. Kebijakan terkait ketahanan
pangan, meskipun terbuka untuk dimodifikasi dengan mengakomodasi keragaman,
namun perangkat pelaksanaannya masih serupa.
Sebagai misal, Kredit Ketahanan Pangan hingga Desa Mandiri Pangan atau Lembaga
Distribusi Pangan Masyarakat, dikembangkan atas semangat mengakomodasi keragaman
dan memberikan peluang partisipasi. Sayangnya, perangkat implementasinya justru
membuat pelaksana di tingkat operasional menjadi mekanistis. Persyaratan administratif
gabungan kelompok (gapoktan) atau ketersediaan lahan untuk membangun lumbung
LDPM, justru membuat peluang untuk mengakomodasi keragaman menjadi hilang.
Kondisi-kondisi tersebut kian menambah keyakinan KRKP bahwa untuk
mewujudkan kedaulatan bangsa atas pangan ataupun ketahanan pangan di tingkat
nasional, mestinya dilakukan dengan membangun sistem pangan komunitas. Bangsa
Indonesia dibangun oleh kesatuan keragaman atas suku suku bangsa yang berjumlah
ribuan. Keragaman kondisi sosial maupun ekologi ibarat mozaik yang menyusun sebuah
gambar besar. Demikian pula sistem pangan komunitas adalah mozaik-mozaik kecil yang
cukup banyak dan tersebar, sehingga terwujud sebuah gambaran ideal dari ketahanan
pangan tersebut.
Sistem Pangan Komunitas adalah pilihan rasional untuk mewujudkan kedaulatan
pangan baik ditingkat kabupaten maupun wilayah yang lebih luas. Sistem Pangan ini
tidak saja mendorong produksi pangan, akan tetapi juga mempertimbangkan aspek
distribusi dan konsumsi, bahkan lebih lengkap lagi karena memasukkan unsuk cadangan
pangan. Subsistem cadangan pangan ini merupakan hal yang seringkali dilupakan,
sehingga masyarakat menjadi rentan terhadap goncangan (shock).
Dengan pertimbangan-pertimbangan tersebut, maka sistem pangan komunitas tidak
hanya menjadi milik wilayah yang secara ekologi tersedia lahan untuk budidaya tanaman
pangan. Sistem pangan komunitas mestinya merasuk hingga ke wilayah-wilayah dimana
masyarakat tidak mampu memproduksi pangan sendiri. Dengan demikian diperlukan
sebuah kelembagaan pangan yang tidak hanya mengurus soal-soal sarana produksi tetapi
juga memperhitungkan berapa jumlah pangan yang harus disediakan oleh masyarakat dan
darimana didapatkan, jika tidak mampu memproduksi sendiri.

Terdapat lima konsep dasar dari Sistem Pangan Komunitas:


1. Memenuhi kebutuhan pangan dari masyarakat berpengahsilan rendah melalui
pelatihan, pengembangan kemampuan bisnis, penghijauan di perkotaan, pelestarian
lahan pertanian, dan revitalisasi komuniti.
2. Fokus pada menghidupkan sumber daya pangan masyarakat untuk memenuhi
kebutuhann sendiri.
3. Mengembangkan kemampuan dan kemandirian melalui peningkatan kemampuan
anggota masyarakat dalam penyediaan kebutuhan pangan mereka.
4. Melindungi pertanian lokal dengan membangun hubungan yang lebih baik antara
petani dan konsumen.
5. Meletakkan pendekatan sistem pangan dalam kerangka hubungan multi pihak,
kelompok dan rumah tangga dan keterpautan seluruh aspek dari sistem pangan.
Sistem pangan lokal mempertimbangkan beberapa prinsip dan pendekatan seperti:
 Berpusat pada masyarakat: SPK seyogyanya focus dalam memenuhi kebutuhan
semua masyarakat baik menyangkut budaya, fisik, social, ekonomi dan lingkungan.
 Keterkaitan: SPK mestinya didasarkan pada hubungan pihak-pihak yang
memproduksi pangan, prosesing dan konsumen.
 Kewilayahan: Unit SPK merupakan satu unit komunitas yang menempati wilayah
tertentu. Pangan adalah yang diproduksi pada lahan dihadapan kita atau dimana
lahannya bias kita kunjungi. Dengan kata lain : pangan di tanam, dipanen, diproses,
dijual dan dikonsumsi sebisa mungkin dekat mungkin dengan rumah.
 Partisipatif: sistem pangan komunitas melibatkan anggota masyarakat mulai dari yang
termiskin hingga paling kaya, mulai dari termuda hingga tertua dalam memutuskan
apa yang akan dikonsumsi dan yang harus ditanam. Dimana, bagaimana dan oleh
siapa pangan ditanam dan bagaimana didistribusikan.
 Sehat: SPK menjamin bahwa produksi dan konsumsi pangan sehat bagi masyarakat,
lahan dan ekosistem.
 Solidaritas: produksi dan konsumsi pangan terkait dengan semua masyarakat, semua
anggota komunitas mempunyai akses terhadap pangan ketika membutuhkan.
 Lokal ekonomi: SPK adalah bagian dari ekonomi masyarakat. produksi, proses dan
konsumsi pangan memberikan keuntungan bagi semua anggota masyaarakat.
Untuk menggerakkan kelembagaan pangan, diperlukan kepedulian yang dalam
tentang hak atas pangan bagi seluruh lapisan masyarakatnya. Kelembagaan pangan
dapat berkelanjutan melebihi umur proyek yang selama ini dikembangkan oleh
pemerintah. Artinya, kelembagaan pangan dibentuk atas kesadaran masyarakat untuk
menjamin ketersediaan pangan dalam kualias dan kuantitas
yang memadai, sehingga selama masyarakat perlu pangan, kelembagaan pangan akan
tetap hidup.
Mendorong keberlanjutan kelembagaan pangan, dapat dimulai dari berbagai sisi
atau berbagai aktor. Tahapan yang lebih penting adalah pasca inisiasi program, siapa
dan darimana aktor-aktor penggerak sistem pangan, sehingga mampu menjaga
dinamika dan irama sistem pangan komunitas tetap hidup. Kelembagaan pangan
sebisa mungkin berasal dari dalam masyarakat sendiri, dan digerakkan oleh aktor atau
kader-kader penggerak dari kalangan masyarakat sendiri.

E. Penerapan Sub Elemen Dalam Membentuk Sistem Gizi


Banyak hal yang menjadi pertimbangan bagi konsumen untuk memilih, membeli,
dan mengonsumsi makanan, baik untuk dirinya sendiri, anggota keluarganya, maupun
orang lain yang menjadi tanggung jawabnya. Cita rasa jelas menjadi faktor utama,
selanjutnya pertimbangan harga, kepraktisan penyajian, kemudahan mendapatkan, dan
manfaat bagi kesehatan bisa berubah urutannya tergantung kondisi konsumen.
Masyarakat dewasa ini semakin meyakini bahwa melalui konsumsi makanan mereka
bisa memelihara kesehatan dan menghindarkan diri dari risiko menderita sakit. Mereka
yang berusaha mengendalikan kadar kolesterol darah berusaha menghindari lemak
hewani. Yang ingin menjaga struktur tulang yang kokoh akan mengutamakan, misalnya,
mengonsumsi susu sebagai sumber kalsium. Yang ingin mencegah risiko kanker usus
besar (kolon) akan mengonsumsi makanan berserat. Yang ingin mengendalikan berat
badan akan memperhatikan nilai kalori makanannya.
Pemahaman masyarakat tersebut muncul karena advokasi atau rekomendasi dari para
ahli berbagai asosiasi profesi yang berkaitan dengan makanan dan kesehatan hampir di
seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Rekomendasi tersebut disebarluaskan sebagai
upaya untuk meningkatkan kesehatan masyarakat melalui konsumsi makanan. Namun,
masyarakat juga sering bingung ketika dihadapkan dengan kenyataan bahwa jenis
makanan yang sama dikonsumsi oleh individu yang berbeda menimbulkan efek yang
berbeda pula.
Hal yang kurang disadari adalah walaupun secara genetik memiliki kesamaan hingga
99,9 persen, semua manusia masih menyisakan 0,1 persen perbedaan yang justru menjadi
pembeda antarindividu. Dengan kata lain, bisa dipahami bahwa tidak ada dua individu
yang semuanya sama persis sekalipun mereka saudara kembar. Dalam perjalanan usia
tidak ada dua individu yang memiliki "sejarah" makan dan kegiatan yang sama persis.
Demikian pula kondisi psikologis dan fisiologis tubuh manusia tidaklah stabil selama 24
jam.
Hal-hal inilah yang ditengarai sebagai penyebab kenapa penelitian menggunakan
hewan coba ataupun manusia hasil- hasilnya sering saling kontradiksi. Lebih parah lagi
kalau perbedaan hasil penelitian ini diatasi dengan saling menyalahkan antarpeneliti.
Hubungan antara konsumsi makanan dan beragamnnya respons pada berbagai individu
dengan latar belakang genetik yang berbeda sudah lama diketahui, misalnya pada kasus
galaktosemia dan phenylketonuria (PKU). Galaktosemia, pertama kali ditemukan tahun
1917 oleh F Goppart, adalah varian genetik di mana individu sejak lahir tidak memiliki
kemampuan memetabolisme galaktosa (tidak memiliki aktivitas enzim galaktosa-1-
phosphat uridyltranferase).
Sebagai akibatnya pada individu ini jika mengonsumi makanan yang mengandung
galaktosa akan terjadi akumulasi galaktosa dalam darahnya yang berimplikasi munculya
berbagai gangguan kesehatan, termasuk gangguan pertumbuhan mental. PKU, ditemukan
tahun 1934 oleh Asbjorn Folling, adalah varian genetik pada individu yang menyebabkan
tidak adanya aktivitas enzim phenilalanin hidroksilase.
Sebagai akibatnya pada individu ini jika mengonsumsi makanan yang mengandung
phenilalanin akan terjadi akumulasi phenilalanin dalam darahnya yang bisa berakibat
terjadinya kerusakan neurologis. Namun, adanya kedua varian tersebut sudah bisa
diketahui sejak dini setelah lahir dan ditangani dengan mengelola makanannya agar
rendah galaktosa atau rendah phenilalanin.
Dengan semakin majunya perkembangan ilmu gizi, biologi molekuler, genetika
molekuler, patologi, toksikologi, fisiologi, dan bioinformatika telah membawa kemajuan
pengetahuan manusia menuju dunia ilmu yang baru yang disebut Nutrigenomik.
Nutrigenomik mempelajari interaksi antara komponen bioaktif dari makanan dan
pengaruhnya pada pola- pola ekspresi gen.
Dalam hal ini termasuk juga interaksi antara komponen bioaktif dari makanan dengan
sitesis protein, degradasi protein, dan modifikasi protein yang
keseluruhannya bermuara pada metabolisme sel. Munculnya ilmu baru ini dilandasi oleh
beberapa fakta yang telah diketahui hingga saat terakhir ini.
Pertama, zat-zat kimia pada makanan berpengaruh pada gen-gen manusia, baik secara
langsung maupun tidak langsung, yang bisa mengganggu ekspresi gen.
Kedua, dalam kondisi tertentu atau pada individu tertentu, zat-zat bioaktif makanan bisa
menjadi pemicu yang menyebabkan sakit. Ketiga, sejauh mana zat makanan berpengaruh
menyehatkan atau menyebabkan sakit bagi individu tergantung pada kondisi genetik
masing-masing. Keempat, konsumsi makanan tertentu yang didasarkan pada pengetahuan
kebutuhan gizi, status gizi, dan genotipe individu bisa diarahkan untuk mencegah,
mengendalikan, atau bahkan menyembuhkan penyakit kronis.
Di atas sudah dijelaskan bahwa masing-masing kita sebagai individu memiliki
perbedaan genetik dan pola tanggap terhadap zat-zat makanan. Sekarang dari sisi
makanan itu sendiri ternyata juga sangat kompleks dan beragam kandungan zat-zat
bioaktifnya. Pada berbagai penelitian secara klinis yang ditujukan untuk mengetahui
pengaruh keberadaan zat makanan tertentu (misalnya: lemak rendah vs tinggi, atau lemak
jenuh vs tidak jenuh) sering menghasilkan efek yang berbeda-beda. Hal ini juga bisa
disebabkan oleh komposisi makanan yang terdiri dari berbagai komponen minor
(kadarnya rendah) yang macamnya sangat banyak.
Untuk mempengaruhi terjadinya perubahan pada tahap ekspresi gen ataupun status
metabolisme sel, mungkin komponen minor inilah yang secara efektif berperan. Misalnya
untuk menu yang disiapkan atau diolah dengan menambahkan minyak jagung, maka
bukan hanya asam lemak tidak jenuh (85 persen) yang ada pada minyak jagung tersebut,
namun terdapat juga asam lemak jenuh (13 persen).
Bukan hanya itu, di dalam minyak jagung tersebut juga masih ditemukan berpuluh-
puluh macam senyawa lain, misalnya kelompok sterol, sterol asam lemak, tokoferol.
Pada tokoferol sendiri bisa terdiri dari alfa, beta, gama, dan delta tokoferol. Demikian
pula pada minyak nabati yang lain yang telah dimurnikan sekalipun masih mengandung
senyawa- senyawa tersebut dalam jumlah yang sangat kecil (ppm).
Hasil penelitian dari banyak studi ada yang secara konsisten menunjukkan hubungan
antara konsumsi makanan tertentu dengan munculnya penyakit kronis dan tingkat
keparahannya. Meskipun demikian, secara jelas mekanisme hubungan keduanya belum
bisa disimpulkan secara meyakinkan sebagai sebab-akibat. Hal tersebut antara lain
disebabkan oleh adanya zat-zat bioaktif lain yang macamnya dan kadarnya tidak bisa
dijaga agar 100 persen selalu sama.
Zat bioaktif pada makanan bisa mempengaruhi ekspresi gen baik secara langsung
maupun tidak langsung. Pada tingkat sel, zat bioaktif ada makanan bisa (1) berperan
sebagai ligan (penyambung) reseptor faktor transkripsi, (2) dimetabolisme melalui jalur
metabolik primer atau sekunder, dan (3) mempengaruhi jalur pemrosesan sinyal untuk
"komunikasi" di dalam atau di luar sel.
Bertambahnya pengetahuan baru di lingkup nutrigenomik selanjutnya akan
berdampak pada makin tipisnya batasan antara makanan dan obat. Perbedaan definisi
obat dan makanan yang sekarang ada akan mendapat tantangan baru dengan makin
majunya nutrigenomik pada dekade mendatang. Pada waktu lampau para ahli pangan dan
gizi hanya bisa menduga bahwa komponen bioaktif pada makanan memiliki pengaruh
terhadap proses-proses yang berlangsung di dalam sel. Sekarang mulai muncul bukti-
bukti yang mengarah ke situ dan makin banyak terkumpul dari waktu ke waktu. Ini bukan
berarti bahwa makanan di masa datang harus diregulasi seperti obat. Hanya saja, harus
mulai disadari bahwa peranan komponen bioaktif pada makanan kesehatan dan
kebugaran konsumen makin nyata.
Lalu, bagaimanakah dampak munculnya nutrigenomik terhadap industri pangan ?
Seperti halnya pemasaran produk-produk makanan fungsional yang mulai banyak beredar
dan dikonsumsi masyarakat segmen tertentu, maka nutrigenomik akan menjadi dasar
untuk membuka era baru industri makanan kesehatan di masa depan. Hanya segmen
tertentu dari konsumen yang akan memiliki peluang untuk mencoba menggunakan
produk-produk yang didasari oleh pengetahuan nutrigenomik. Pada tahap awalnya yang
diperlukan konsumen adalah adanya layanan bagi mereka untuk mengetahui pola- pola
genetik yang berbeda secara spesifik antarindividu.
Selanjutnya berkembang menuju tersedianya metode monitoring terhadap penanda
biologis untuk mengetahui sejauh mana latar belakang genetik memberikan respons
terhadap makanan. Pada saat yang bersamaan, industri makanan akan mulai
mengembangkan, memproduksi, dan menghadirkan produk-produk baru dengan muatan
nutrigenomik yang makin kuat.
Akhirnya masyarakat konsumen memerlukan layanan konsultasi atau konseling
untuk memahami arti hasil uji latar belakang genetik dan hubungannya dengan pilihan
makanan yang memenuhi kebutuhan dan keinginannya. Bagi industri pengolah produk
pangan jelas bahwa munculnya nutrigenomik tidak bisa lagi dihadapi dengan cara
produksi dengan pola lama.
Mengingat demikian banyaknya komponen keahlian yang terlibat, industri perlu
membangun atau memperkuat kemitraannya dengan berbagai partner bisnis, termasuk
institusi penelitian yang relevan. Sekalipun nutrigenomik diawali di negara-negara maju,
bagi Indonesia memiliki peluang yang tidak kalah besar untuk memajukan bidang ini.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa :
1. Banyak kebijakan yang telah di buat pemerintah terkait pemenuhan kebutuhan gizi
masyarakat, diantaranya yang paling banyak diperbincangkan adalah UUd Republik
Indonesia 10945 sebagai sumber dari segala sumber hukum. Atau secara umum UU
tersebut mengamanatkan bahwa pemerintah bersama masyarakat wajib mewujudkan
ketahanan pangan.
2. Aplikasi kebijakan pemerintah terkait masalah pemenuhan kebutuhan gizi masih
belum sesuai harapan, masih banyak warna Negara yang kekurangan bahan pangan
yang belum tersentuh aparat pemerintah.

B. Saran
 hendaknya pemerintah lebih serius lagi dalam menangani kasus kurang gizi yang
terjadi di masyarakat karena masalah kurang gizi ini adalah permasalahan yang paling
mendasar bagi keberlangsungan suatu bangsa.
 hendaknya masyarakat senantiasa menambah pengetahuannya mengenai pentingnya
gizi cukup serta merubah pandangan bahwa yang bergizi adalah yang mahal dan
menghilangkan budaya Mc Donaldisasi dan menumbuh kembangkan budaya kerja
keras demi peningkatan kesejahteraan hidup bersama.
 hendaknya mahasiswa senantiasa meningkatkan kepekaannya terhadap masalah-
masalah yang berkembang dimasyarakat dan senantiasa berupaya menemukan solusi
untuk menyelesaikan masalah tersebut.

Anda mungkin juga menyukai