Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH “MASALAH GIZI DI INDONESIA”

Cut Off Point Dan Trigger Level

Mata Kuliah Penilaian Status Gizi

Disusun Oleh:

Nofrita Gracella Sampo

Nim P10120287

Kelas E

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS TADULAKO

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas hidayah-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini penulis
buat untuk melengkapi tugas kelompok mata kuliah Penilaian Status Gizi tentang
“Masalah Gizi Di Indonesia Cut Off Point Dan Trigger Level”.

Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, tentunya masih
banyak kekurangan, baik dari segi materi yang dipaparkan maupun dalam
kesempurnaan sistematika. Selanjutnya, dengan kerendahan hati penulis berharap
kepada para pembaca agar memberikan koreksi apabila terdapat kesalahan dalam
penulisa makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun
sangat penulis harapkan guna memperbaiki penulisan makalah dimasa yang akan
datang.

Kami ucapkan terimakasih banyak kepada pihak yang telah membantu penulis
dalam pembuatan makalah ini. Semoga kebaikan semua pihak akan dibalas oleh
TuhanYang Maha Esa.

Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan pembaca
serta selalu berada dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa.

Palu, 2 Oktober 2022


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..........................................................................................

DAFTAR ISI.........................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................

1.1 Latar Belakang............................................................................................

1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................

1.3 Tujuan.........................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................

2.1 Masalah Gizi Kurang..................................................................................

2.2 Masalah Gizi Lebih.....................................................................................

BAB III PENUTUP...............................................................................................

3.1 Kesimpulan..................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gizi merupakan suatu proses organisme menggunakan makanan yang


dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absobsi, transportasi, penyimpanan,
metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan
kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan
energi. Gizi buruk adalah keadaan kekurangan energi dan protein (KEP) tingkat berat
akibat kurang mengkonsumsi makanan yang bergizi dan atau menderita sakit dalam
waktu lama.Ditandai dengan status gizi sangat kurus. Keadaan gizi dan kesehatan
masyarakat tergantung pada tingkat konsumsi, Dewasa ini Indonesia menghadapi
masalah gizi ganda, yakni masalah gizi kurang dan masalah gizi lebih. Di satu pihak
masalah gizi kurang yang pada umumnya disebabkan oleh kemiskinan, kurangnya
persediaan pangan, kurang baiknya kualitas lingkungan, kurangnya pengetahuan
masyarakat tentang gizi. Indikator masalah gizi dari sudut pandang sosial-budaya
antara lain stabilitas keluarga dengan ukuran frekuensi nikah-cerai-rujuk, anak-anak
yang dilahirkan di lingkungan keluarga yang tidak stabil akan sangat rentan terhadap
penyakit gizi kurang. Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk
menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang
terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Kurangnya pemberdayaan
wanita dan keluarga serta kurangnya pemanfaatan sumber daya masyarakat terkait
dengan meningkatnya pengangguran, inflasi dan kemiskinan yang disebabkan oleh
krisis ekonomi, politik dan keresahan sosial yang menimpa Indonesia sejak tahun
1997.
Masalah gizi merupakan masalah yang ada di tiap-tiap negara, baik negara
miskin, negara berkembang dan negara maju. Negara miskin cenderung dengan
masalah gizi kurang, hubungan dengan penyakit infeksi dan negara maju cenderung
dengan masalah gizi lebih (Soekirman, 2000; Mohamad Agus Salim, 2012).

Saat ini di dalam era globalisasi dimana terjadi perubahan gaya hidup dan
pola makan, Indonesia menghadapi permasalahan gizi ganda. Di satu pihak masalah
gizi kurang yang pada umumnya disebabkan oleh kemiskinan, kurangnya persediaan
pangan, kurang baiknya kualitas lingkungan, kurangnya pengetahuan masyarakat
tentang gizi. Selain itu masalah gizi lebih yang disebabkan oleh kemajuan ekonomi
pada lapisan masyarakat tertentu disertai dengan kurangnya pengetahuan tentang gizi

1.2 Rumusan Masalah

 Seperti Apa Masalah Gizi Kurang Di Indonesia?

 Seperti Apa Masalah Gizi Lebih Di Indonesia?

1.3 Tujuan

 Untuk Mengetahui Seperti apa Kondisi Gizi Kurang

 Untuk Mengetahui Seperti Apa Kondisi Gizi Lebih


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Masalah Gizi Kurang

Salah satu contoh kejadian kekurangan gizi di Indonesia adalah balita pendek
atau biasa disebut dengan stunting. Data Prevalensi balita stunting yang dikumpulkan
World Health Organization (WHO) menunjukkan bahwa Indonesia termasuk ke
dalam negara ketiga dengan prevalensi tertinggi di regional Asia Tenggara/South-
East Asia Regional (SEAR). Rata-rata prevalensi balita stunting di Indonesia tahun
2005-2017 adalah 36,4% (Situasi Balita Pendek (Stunting) di Indonesia, 2018). Di
Indonesia, stunting merupakan masalah serius dan juga merupakan masalah gizi
utama yang sedang dihadapi (Situasi Balita Pendek (Stunting) di Indonesia, 2018).
Bila masalah ini bersifat kronis, maka akan memengaruhi fungsi kognitif yakni
tingkat kecerdasan yang rendah dan berdampak pada kualitas sumber daya manusia.
Masalah stunting memiliki dampak yang cukup serius; antara lain, jangka pendek
terkait dengan morbiditas dan mortalitas pada bayi/balita, jangka menengah terkait
dengan intelektualitas dan kemampuan kognitif yang rendah, dan jangka panjang
terkait dengan kualitas sumberdaya manusia dan masalah penyakit degeneratif di usia
dewasa. asil Riset Kesehatan Dasar menunjukan bahwa dari 34 provinsi yang ada di
Indonesia, lebih dari separuhnya memiliki angka prevalensi diatas rata-rata nasional.
Kesenjangan prevalens Stunting antar provinsi yang masih lebar antara DIY (22,5%)
dan NTT (58,4%) menunjukkan adanya ketimpangan dan pembangunan yang tidak
merata.Ditambah juga pengalaman dan bukti Internasional menunjukkan
bahwa stunting dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dan menurunkan
produktivitas pasar kerja, sehingga mengakibatkan hilangnya 11% GDP (Gross
Domestic Products) serta mengurangi pendapatan pekerja dewasa hingga 20%. Selain
itu, stunting juga dapat berkontribusi pada melebarnya kesenjangan/ inequality,
sehingga mengurangi 10% dari total pendapatan seumur hidup dan juga
menyebabkan kemiskinan antar-generasi (10 Kabupaten/Koota Prioritas untuk
Itervensi Anak Kerdil. Sebenarnya, telah banyak upaya yang dilakukan oleh
pemerintah untuk menurunkan angka stunting di Indonesia. Hal ini terlihat dari
turunnya prevalensi Balita stunting dari 37,2% pada tahun 2013 menjadi 30,8% pada
tahun 2018. Prevalensi Baduta stunting juga mengalami penurunan dari 32,8% pada
tahun 2013 menjadi 29,9% pada tahun 2018 (Satriawan, 2018). Namun meski
demikian, penurunan angka tersebut masih jauh dari yang ditargetkan. Penurunan
angka stunting hanya mencapai 4% antara tahun 1992 hingga 2013. ondisi bertambah
sulit karena pada level implementer program dan masyarakat,
persoalan stunting seolah masih terdengar asing. Masih terdapat banyak masyarakat
yang belum mengetahui perihal stunting, baik dari definisi, penyebab, dampak yang
ditimbulkan hingga penanggulangan yang dapat dilakukan. Hal ini terlihat kontras
sekali dengan kondisi di hulu, yang mana pemerintah telah banyak mengeluarkan
kebijakan dan menggelontorkan dana yang tidak sedikit untuk program
penanggulangan stunting atau gizi kurang yang tentu saja semestinya sampai dan
dirasakan oleh masyarakat.

o masalah gizi kurang dapat disebabkan oleh:


1) Penyebab langsung Makanan dan penyakit dapat secara langsung
menyebabkan gizi kurang. Timbulnya gizi kurang tidak hanya dikarenakan
asupan makanan yang kurang, tetapi juga penyakit. Anak yang mendapat
cukup makanan tetapi sering menderita sakit, pada akhirnya dapat menderita
gizi kurang. Demikian pula pada anak yang tidak memperoleh cukup makan,
maka daya tahan tubuhnya akan melemah dan akan mudah terserang penyakit.
2) Penyebab tidak langsung. Ada 3 penyebab tidak langsung yang menyebabkan
gizi kurang yaitu :
a. Ketahanan pangan keluarga yang kurang memadai. Setiap keluarga
diharapkan mampu untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh
anggota keluarganya dalam jumlah yang cukup baik jumlah maupun
mutu gizinya.
b. Pola pengasuhan anak kurang memadai. Setiap keluarga dan
mayarakat diharapkan dapat menyediakan waktu, perhatian, dan
dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh kembang dengan baik baik
fisik, mental dan sosial.
c. Pelayanan kesehatan dan lingkungan kurang memadai. Sistim
pelayanan kesehatan yang ada diharapkan dapat menjamin 16
penyediaan air bersih dan sarana pelayanan kesehatan dasar yang
terjangkau oleh setiap keluarga yang membutuhkan.
o Berikut merupakan upaya penanggulangan masalah gizi kurang:
1) Upaya pemenuhan persediaan pangan nasional terutama melalui peningkatan
produksi beraneka ragam pangan;
2) Peningkatan usaha perbaikan gizi keluarga (UPGK) yng diarahkan pada
pemberdayaan keluarga untuk meningkatkan ketahanan pangan tingkat rumah
tangga;
3) Peningkatan upaya pelayanan gizi terpadu dan sistem rujukan dimulai dari
tingkat Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu), hingga Puskesmas dan Rumah
Sakit;
4) Peningkatan upaya keamanan pangan dan gizi melalui Sistem Kewaspadaan
Pangan dan Gizi (SKPG);
5) Peningkatan komunikasi, informasi, dan edukasi di bidang pangan dan gizi
masyarakat;
6) Peningkatan teknologi pangan untuk mengembangkan berbagai produk
pangan yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat luas;
2.2 Masalah Gizi Lebih

Modernisasi dan kecenderungan pasar global yang telah dirasakan di sebagian


besar negara-negara berkembang telah memberikan kepada masyarakat beberapa
kemajuan dalam standar kehidupan dan pelayanan yang tersedia. Akan tetapi,
modernisasi juga telah membawa beberapa konsekuensi negatif yang secara langsung
dan tidak langsung telah mengarahkan terjadinya penyimpangan-penyimpangan pola
makan dan aktivitas fisik yang berperanan penting terhadap munculnya salah satu
contoh penyakit kelebihan gizi yaitu obesitas. aat ini terdapat bukti bahwa prevalensi
kelebihan berat badan (overweight) dan obesitas meningkat sangat tajam di seluruh
dunia yang mencapai tingkatan yang membahayakan. Kejadian obesitas di negara-
negara maju seperti di negara-negara Eropa, USA, dan Australia telah mencapai
tingkatan epidemi. Akan tetapi hal ini tidak hanya terjadi di negara-negara maju, di
beberapa negara berkembang seperti Indonesia obesitas juga telah menjadi masalah
kesehatan yang serius. Di Indonesia pada masa akhir Orde Baru saja tahun 1996/1997
di ibukota seluruh provinsi Indonesia menunjukkan bahwa 8,1% penduduk laki-laki
dewasa (>=18 tahun) mengalami overweight (BMI 25- 27) dan 6.8% mengalami
obesitas, 10,5% penduduk wanita dewasa .
mengalami overweight dan 13,5% mengalami obesitas. Pada kelompok umur 40-49
tahun overweight maupun obesitas mencapai puncaknya yaitu masing-masing 24,4%
dan 23% pada laki-laki dan 30,4% dan 43% pada wanita.
Beberapa survei yang dilakukan secara terpisah di beberapa kota besar menujukkan
bahwa prevalensi obesitas pada anak sekolah dan remaja cukup tinggi. Pada anak SD
prevalensi obesitas mencapai 9,7% di Yogyakarta (5) dan 15,8% di Denpasar (6).
Survei obesitas yang dilakukan pada anak remaja siswa/siswi SMP di Yogyakarta
juga menunjukkan bahwa 7,8% remaja di perkotaan dan 2% remaja di daerah
pedesaan mengalami obesitas. Angka prevalensi obesitas di atas sudah
merupakan warning bagi pemerintah dan masyarakat luas bahwa obesitas dan segala
implikasinya sudah merupakan ancaman yang serius bagi masyarakat Indonesia
khususnya di kota-kota besar.

o Berikut merupakan upaya penanggulangan masalah gizi lebih:

Dilakukan dengan cara menyeimbangkan masukan dan keluaran energi melalui


pengurangan makanan dan penambahan latihan fisik atau olahraga serta menghindari
tekanan hidup/stress. Penyeimbangan masukan energi dilakukan dengan membatasi
konsumsi karbohidrat dan lemak serta menghindari konsumsi alkohol.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Masalah gizi kurang bukan hanya dikarenakan makanan tetapi juga adanya suatu
penyait. Selain itu ada juga faktor penyerta seperti ketahanan pangan keluarga
yang kurang memadai, Pola pengasuhan anak kurang, Pelayanan kesehatan
dan lingkungan kurang kondusif dan kurang memadai.
2. Masalah gizi lebih yang sering tejadi pada umumnya yaitu terkait obesitas
atau overweight. Di Indonesia sendiri, masalah ini bisa dikatakan sangat serius
hampir disetiap provinsi pun mengakami masalah yang sama. Oleh karena itu
seperti yang telah dibahas bahwa untuk menanggulangi masalah ini tentunya
diperlukan kesadaran individu dalam mengendalikannya seperti
menyeimbangkan masukan dan keluaran energi melalui pengurangan
makanan dan penambahan latihan fisik atau olahraga serta menghindari
tekanan hidup/stress.
DAFTAR PUSTAKA

Mohamad Agus Salim (2012). Pengaruh Antraknosa (Colletotrichum Capsici Dan


Colletotrichum Acutatum) Terhadap Respons Ketahanan Delapan Belas
Genotipe Buah Cabai Merah (Capsicum Annuum L).JURNAJurnal Istek
(1-2)

https://chub.fisipol.ugm.ac.id/2019/11/08/masalah-gizi-di-indonesia/

Almatsier S. 2004. prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Rimbawan & Yayuk B. 2004. Masalah pangan dan gizi. Dalam Yayuk B et al.
(Eds.),Pengantar Pangan dan Gizi. Penebar Swadaya, Jakarta.

Salimar et al. 2009. Karakteristik masalah pendek (stunting) pada balita di


seluruh wilayah Indonesia. Jurnal Penelitian Gizi dan Makanan,
3(67),63-74.

Anda mungkin juga menyukai