Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

MATA KULIAH CURRENT ISSUE GIZI

“ LANGKAH-LANGKAH MONITORING DAN EVALUASI DARI


PERMASALAHAN GIZI”

DISUSUN OLEH :

HERLIANINGSIH MARADA
INAN MUZAINA

PROGRAM STUDI S2 KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2023

i
KATA PENGANTAR
Tiada kata dan kalimat yang indah dan baik serta patut penulis ungkapkan
selain rasa syukur atas nikmat dan keridaan Allah SWT, karena berkat rahmat dan
hidayah-Nyalah penulis dapat merampungkan karya ilmiah ini dengan judul
“Langkah-langkah MONEV dari Permasalahan Gizi” sebagai salah satu syarat
untuk menyelesaikan pedidikan di Program studi S2 Kesehatan Nmasyarakat,
Universitas Negeri Gorontalo.
Sholawat serta salam senantiasa tercurah kepada junjungan Nabi
Muhammah SAW yang telah memperkenakan Agama Islam sebagai Agama
Rahmatan Lil’aalamin. Dengan penuh kerendahan dan ketulusan hati penulis
mengakui bahwa karya ilmiah ini tidak lepas dari beberapa pemikiran, bantuan,
bimbingan dan nasehat serta do’a restu dari berbagai pihak. Penulis dapat
menyadari bahwa konstribusi mereka tidak dapat dinilai dengan materi apalagi
sekedar ucapan terima kasih belaka
Akhir kata penulis berharap adanya kritakan dan saran yang dapat
membangun karya Ilmiah ini.
Gorontalo, Mei 2023
Penulis

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................4
C. Tujuan...........................................................................................................4
D. Manfaat.........................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................5
A. Langkah-langkah pelaksanaan penanggulangan dari masalah Gizi di
level Kabupaten, Puskesmas dan Nagari.................................................5
1. Level Kabupaten........................................................................................5
2. Level Puskesmas.......................................................................................6
3. Level Nagari..............................................................................................8
B. Langkah-langkah pelaksanaan penanggulangan dari masalah gizi
Makro di level Kabupaten, Puskesmas dan Nagari................................9
1. Level Kabupaten........................................................................................9
2. Level Puskesmas.....................................................................................11
3. Level Nagari............................................................................................11
C. Langkah-langkah pelaksanaan penanggulangan dari gizi mikro di
level Kabupaten, Puskesmas, dam Nagari............................................12
1. Level Kabupaten......................................................................................12
2. Level Puskesmas.....................................................................................13
3. Level Nagari............................................................................................14
BAB III PENUTUP.............................................................................................16
A. Simpulan.....................................................................................................16
B. Saran............................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................17

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gizi baik merupakan fondasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang
berkualitas karena berkaitan erat dengan peningkatan kapasitas belajar,
kemampuan kognitif dan intelektualitas seseorang. Gizi baik juga merupakan
penanda keberhasilan pembangunan dan terpenuhinya hak azasi manusia
terhadap pangan dan kesehatan. Perbaikan gizi masyarakat merupakan sarana
untuk memutus rantai kemiskinan melalui meningkatkan pertumbuhan ekonomi
sehingga berdampak pada kesejahteraan di tingkat masyarakat, keluarga dan
individu.
Hasil riset nasional terakhir menunjukkan adanya perbaikan beberapa
indikator gizi, namun demikian Indonesia masih termasuk negara yang
mengalami masalah beban gizi ganda (double burden of malnutrition/DBM)
karena tingginya prevalensi kurang gizi dan kelebihan gizi pada saat yang
bersamaan. Beban ganda gizi berdampak pada seluruh aspek kehidupan. Dampak
yang paling buruk dan memiliki konsekuensi jangka panjang jika masalah gizi
tersebut terjadi pada 1000 hari pertama kehidupan (HPK), mulai dari masa
kehamilan sampai anak berusia 2 tahun dan masa remaja.
Hasil Riskesdas menunjukkan bahwa 30.8% balita Indonesia mengalami
stunting dan sekitar 10.2% balita mengalami gizi kurang (wasting). Anak-anak
yang mengalami masalah gizi tersebut memiliki risiko 11.6 kali lebih tinggi untuk
mengalami kematian dibanding anak-anak yang memiliki status gizi baik. Pun
jika anak-anak dengan masalah gizi tersbut mampu bertahan tetapi akan berisiko
untuk mengalami masalah pertumbuhan, perkembangan dan masalah kesehatan
lainnya di sepanjang tahap kehidupannya.

4
Selain itu, masalah kekurangan zat gizi mikro masih mendominasi
permasalah gizi di Indonesia yang ditunjukkan dengan semakin meningkatnya
prevalensi anemia pada ibu hamil dari 37.1% pada tahun 2013 menjadi 48.9%
pada tahun 2018. Ibu hamil yang mengalami anemia berisiko tinggi untuk
melahirkan bayi premature, bayi dengna berat lahir rendah juga mengalami
perdarahan pada saat melahirkan bahkan dapt mengakibatkan kematian.
Sementara disisi lain, masalah gizi lebih dan obesitas pada usia dewasa juga
meningkat secara signifikan dari 15% di tahun 2013 menjadi 22% di tahun 2018
(Riskesdas, 2018).
Remaja adalah adalah periode sensitif kedua untuk pertumbuhan fisik yang
cukup pesat. Pada fase ini juga terjadi perubahan psikososial dan emosional yang
cukup mendalam serta tercapainya kapasitas intektual dan kemampuan kognitif.
Kelompok usia remaja sangat rentan untuk mengalami masalah gizi kurang
maupun gizi lebih. Diperkirakan hampir sepertiga remaja puteri Indonesia akan
memasuki fase kehamilan dalam keadaan kurang gizi atau sebagai ibu hamil
berisiko tinggi karena kelebihan berat badan (oeverweight). Riskesdas 2018
melaporkan bahwa overweight pada kelompok umur 16 – 18 tahun meningkat
cukup tajam dari 1.4% tahun 2010 menjadi 7.3% tahun 2013.
Terdapat 3 faktor penyebab tidak langsung terjadinya masalah beban ganda
gizi di Indonesia (double burden of malnutrition):

5
Pertama, asupan/konsumsi makanan yang tidak adekuat. Hampir setengah
dari masyarakat Indonesia (45.7%) menkonsumsi energi kurang dari 70% dari
Angka Kecukupan Gizi (AKG)yang dianjurkan, dan sekitar 36.1% masyarakat
mengkonsumsi protein kurang dari 80% AKG. Riskesdas 2018 menemukan
bahwa 93.5% penduduk usia > 10 tahun mengkonsumsi sayur dan buah kurang
dari 5 porsi per hari. Pada saat yang sama, jumlah penduduk yang mengkonsumsi
makanan siap saji dan minuman berpemanis semakin meningkat dari waktu ke
waktu. Sehingga konsumsi masyarakat terhadap gula, garam dan lemak
meningkat sekitar 30% dari yang direkemendasikan oleh WHO. Rendahnya akses
dan ketersediaan makanan yang sehat adalah faktor utama dari kerawanan pangan
di tingkat rumah tangga. Sebaliknya, pengeluaran untuk makanan kemasan dan
minuman yang tinggi gula garam dan lemak, meningkat sekitar 4 kali lipat dalam
kurun waktu 2007 – 2017. Kondisi ini yang menyebabkan meningkatnya
prevalensi overweight dan obesitas sampai lima kali lipat lebih tinggi dari target
RPJMN 2015 – 2019. Obesitas pada kelompok wanita dua kali lebih tinggi dari
kelompok laki-laki, yaitu masing-masing sekitar 42% dan 24%. Prevalensi
obesitas paling tinggi terjadi di Sulawesi Utara dan paling rendah di Nusa
Tenggara Timur. Tidak ada perbedaan bermakna terkait prevalensi obesitas pada
kelompok sosial ekonomi tinggi maupun rendah.
Faktor penyebab tidak langsung yang kedua terkait dengan pola penyakit,
akses ke fasilitas pelayanan kesehatan, akses air bersih dan sanitasi. Prevalensi
penyakit menular masih cukup tinggi dan sangat terkait dengan masalah gizi,
terutama gizi kurang. Penyakit tidak menular meningkat sebagai akibat dari
naiknya prevalensi obesitas yang menambah beban sistem pelayanan kesehatan.
Ketiga, adalah tidak adekuatnya praktik Pemberian Makan pada Bayi dan
Anak (PMBA), kurangnya asupan makanan bergizi pada ibu hamil dan
menyusui, serta pola asuh yang kurang baik. Hampir setengah bayi di Indonesia
(48%) mendapatkan makanan lebih awal dari usia yang seharusnya (< 6 bulan)
dan makanan yang diberikan tersebut tidak tepat untuk pertumbuhan dan
perkembangannya. SDKI 2012 menunjukkan bahwa hanya 23% anak usia 6 – 8
bulan mengkonsumsi makanan yang bervariasi, terdiri dari 4 – 5 kelompok

6
pangan. Akar masalah beban gizi ganda adalah kemiskinan dan ketimpangan
social, kecenderungan demografi, urbanisasi, masalah social dan budaya serta
situasi darurat (bencana alam, konflik sosial, krisis kesehatan, dll).
Melihat permasalahan di atas maka penulis tertarik dalam Menyusun karya
ilmiah terkait “Langkah-langkah Monev dari Permasalahan Gizi” yang
membahas tentang Langkah-langkah pelaksanaan penggulangan dari masalah
gizi, makro dan mikro di level Kabupaten, Puskesmas, dan Nagari.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini sebagai berikut :
1. Bagaimana Langkah-langkah pelaksanaan penanggulangan dari masalah
gizi di level Kabupaten, Puskesmas dan Nagari?
2. Bagaiamana Bagaimana Langkah-langkah pelaksanaan penanggulangan
dari masalah gizi makro di level Kabupaten, Puskesmas dan Nagari?
3. Bagaimana Langkah-langkah pelaksanaan penanggulangan dari gizi
mikro di level Kabupaten, Puskesmas, dam Nagari?
C. Tujuan
1. Bagaimana Langkah-langkah pelaksanaan penanggulangan dari masalah
gizi di level Kabupaten, Puskesmas dan Nagari?
2. Bagaiamana Bagaimana Langkah-langkah pelaksanaan penanggulangan
dari masalah gizi makro di level Kabupaten, Puskesmas dan Nagari?
3. Bagaimana Langkah-langkah pelaksanaan penanggulangan dari gizi
mikro di level Kabupaten, Puskesmas, dam Nagari?
D. Manfaat
Dengan adanya makalah ini, maka penulis dapat menyampaikan informasi
terkait dengan Langkah-langkah monev dari permasalahan gizi yang tengah
dihadapi.

7
BAB II
PEMBAHASAN
A. Langkah-langkah pelaksanaan penanggulangan dari masalah Gizi di
level Kabupaten, Puskesmas dan Nagari
1. Level Kabupaten
Pada level kabupaten terdapat kegiatan pembinaan gizi terbagi dalam
pokok kegiatan yaitu sebagai berikut :
a. Norma, Standar, Pedoman dan Kriteria (NSPK) Pembinaan Gizi
Masyarakat
Kegiatan penyusunan Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK)
bertujuan untuk menyediakan aturan atau ketentuan yang dipakai sebagai
tatanan, acuan yang dipakai sebagai patokan; metode atau tata cara, serta
ukuran yang dipergunakan menjadi dasar dalam melaksanakan suatu
kegiatan.
b. Pelatihan dan Pendidikan
Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan
perilaku serta keterampilan praktis dalam pelaksanaan tugas dan fungsi
pengelola program dan petugas kesehatan, khususnya petugas gizi, pada
kegiatan pembinaan gizi masyarakat. Pelaksanaan kegiatan ini
diselenggarakan sesuai dengan kebijakan, pedoman atau modul yang
dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan.
Lingkup kegiatan sumber daya manusia kesehatan yang ditingkatkan
kapasitasnya meliputi sosialisasi, orientasi dan pelatihan.
c. Sarana Bidang Kesehatan
Kegiatan ini bertujuan untuk memenuhi sarana dan prasarana gizi
yang dibutuhkan oleh masyarakat.
d. Bantuan Masyarakat
Kegiatan ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat,
khususnya kelompok tertentu terhadap suplementasi gizi, seperti balita

8
kurus, ibu hamil KEK, anak sekolah dasar serta dalam kondisi darurat
bencana.
e. Fasilitasi dan Pembinaan Pemerintah Daerah
Kegiatan bimbingan teknis dan evaluasi bertujuan untuk memantau
dan mengevaluasi pelaksanaan NSPK gizi di daerah, sebagai dasar
penyempurnaan NSPK gizi. Selain itu pelaksanaan bimbingan teknis
adalah untuk menyelesaikan masalah yang terjadi dan dihadapi sehingga
penyelesaiannya dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Lokasi pelaksanaan kegiatan ini
meliputi tingkat puskesmas hingga posyandu.
f. Pemantauan Masyarakat dan Kelompok Masyarakat
Kegiatan surveilans gizi untuk memantau secara terus menerus
perkembangan masalah gizi dan pencapaian pelaksanaan kegiatan
pembinaan gizi. Kegiatannya meliputi: pengumpulan data, pengolahan
dan analisis data dan desiminasi informasi serta melakukan tindak lanjut
(respon).
g. Dukungan Layanan Manajemen
Dukungan layanan manajemen diperlukan untuk memfasilitasi dan
memperlancar proses, yang dimulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan,
monitoring dan evaluasi program pembinaan gizi masyarakat..
h. Koordinasi, advokasi dan sosialisasi yang mendukung percepatan
penurunan stunting dan peningkatan gizi masyarakat
Kegiatan advokasi, sosialisasi, koordinasi dan penguatan program gizi
bertujuan untuk penyebaran informasi, penyamaan persepsi,
memperolehkesepakatan bersama, serta memperoleh dukungan terhadap
upaya pemecahan masalah gizi demi kelancaran implementasi program
gizi yang dilaksanakan di tingkat pusat sampai tingkat masyarakat.
2. Level Puskesmas
Intervensi Puskesmas terhadap gizi spesifik berkontribusi terhadap
penanganan penyebab langsung dari masalah gizi.

9
Tujuan penanggulangan masalah gizi gizi masyarakat adalah
meningkatkan cakupan kualitas pelayanan kesehatan dan gizi terpadu untuk
mengatasi masalah kekurangan dan kelebihan gizi atau beban gizi ganda
(double burden of malnutrition). Pendekatan yang dilakukan Puskesmas
untuk melaksanakan kegiatan tersebut adalah pendekatan siklus hidup yang
mencakup ibu hamil, ibu menyusui, bayi, balita, remaja, orang dewasa dan
lansia. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut maka disusun sasaran strategis
sebagai berikut:
a. Meningkatkan status gizi wanita usia subur usia 15 – 49 tahun,
termasuk ibu hamil dan ibu menyusui
b. Meningkatkan status gizi bayi dan balita
c. Mengatasi permasalahan kekurangan zat gizi mikro
d. Meningkatkan akses terhadap pelayanan manajemen terpadu tata
laksana gizi buruk
e. Meningkatkan kapasitas fasyankes dan tenaga kesehatan untuk
pelayanan gizi yang berkualitas
f. Meningkatkan kesadaran gizi masyakarat melalui pendidikan gizi,
kampanye dan komunikasi perubahan perilaku

10
g. Meningkatkan respon cepat penanganan gizi pada situasi bencana
h. Meningkatkan sistem monitoring, evaluasi dan surveilans
i. Menguatkan penyusunan regulasi dan kebijakan gizi dengan
dukungan buktibukti ilmiah terkini (evidence-based decision making)
j. Meningkatkan advokasi, koordinasi dan kerja sama dengan lintas
program dan sektor terkait
3. Level Nagari
Komitmen pemerintah untuk upaya perbaikan gizi masyarakat sangat
tinggi yang tercermin dengan menetapkan stunting dan wasting sebagai
sasaran utama pembangunan kesehatan dalam RPJMN 2020 – 2024.
Kementerian Kesehatan melalui Rencana Strategis Kementerian tahun 2020 –
2024 berkomitmen untuk mendukung pencapaian target perbaikan gizi yang
tercantum daam RPJMN 2020 - 2024 yaitu menurunkan prevalensi stunting
dan wasting pada balita masing-masing menjadi 14% dan 7% pada tahun
2024.
Selain itu, untuk mendukung tercapainya percepatan perbaikan gizi
terutama penurunan stunting, pemerintah juga melanjutkan inisiatif
Konvergensi Percepatan Penurunan Stunting sebagai bagian dari kampanye
anti-kemiskinan yang lebih luas dari Pemerintah. Ini bertujuan untuk
memperkuat dukungan politik dan kepemimpinan untuk gizi di semua
tingkatan, dan untuk memperkuat koordinasi dan konvergensi lintas berbagai
sektor. Pada tahun 2020 , gerakan ini akan dilaksanakan di 260 kabupaten
prioritas dengan tingkat kemiskinan dan prevalensi stunting yang tinggi, dan
rencananya akan memperluas ke seluruh 514 kabupaten yang ada pada 2021.
Direktorat Gizi Masyarakat sebagai unit teknis di Kementerian Kesehatan
memiliki tanggung jawab untuk menyusun program gizi yang generik dan
teknis terkait intervensi gizi spesifik yang menyasar langsung kelompok
sasaran prioritas yaitu kelompok 1000 hari pertama kehidupan, mulai dari ibu
hamil, ibu menyusui, bayi dan baduta ditambah kelompok remaja terutama
remaja puteri. Program gizi yang telah dilakukan dalam kurun 5 (lima) tahun

11
terakhir meliputi kegiatan yang sudah terbukti efektif memiliki daya ungkit
terhadap perbaikan gizi masyarakat terutama pencegahan stunting, yaitu:
1) Pemberian Tablet Tambah Darah untuk Remaja Putri
2) Pemberian Tablet Tambah Darah untuk Ibu Hamil
3) Pemberian Makanan Tambahan untuk Ibu Hamil KEK
4) Promosi/Konseling Pemberian Makan Bayi dan Anak (IMD, ASI
EKkslusif, MPASI dan Menyusui sampai usia 2 tahun atau lebih)
5) Pemberian Vitamin A untuk bayi dan Balita
6) Pemantauan Pertumbuhan
7) Pemberian Makanan Tambahan untuk Balita Gizi Kurang
8) Manajement Terpadu Balita Gizi Buruk
Komitmen pemerintah untuk upaya pembinaan gizi masyarakat sangat
tinggi yang tercermin dengan menetapkan stunting dan wasting sebagai
sasaran utama pembangunan kesehatan dalam RPJMN 2020 – 2024. Hal
tersebut didukung dengan ditetapkannya arah pembinaan gizi masyarakat
untuk pencegahan dan penanggulangan permasalah beban gizi ganda yang
mencakup:
1) percepatan penurunan stunting dengan peningkatan efektivitas intervensi
spesifik, perluasan dan penajaman intervensi sensitif secara terintegrasi;
2) peningkatan intervensi yang bersifat life saving dengan didukung data
yang kuat (evidence based policy) termasuk fortifikasi dan pemberian
multiple micronutrient;
3) penguatan advokasi, komunikasi sosial dan perubahan perilaku hidup
sehat terutama mendorong pemenuhan gizi seimbang berbasis konsumsi
pangan (food based approach);
4) penguatan sistem surveilans gizi;
5) peningkatan komitmen dan pendampingan bagi daerah dalam intervensi
perbaikan gizi dengan strategi sesuai kondisi setempat; dan respon cepat
perbaikan gizi dalam kondisi darurat.
B. Langkah-langkah pelaksanaan penanggulangan dari masalah gizi Makro
di level Kabupaten, Puskesmas dan Nagari

12
1. Level Kabupaten
Pemerintah dapat melaksanakan berbagai upaya untuk menurunkan
penderita gizi kurang yaitu antara lain dengan cara menjamin setiap ibu
menyusui ASI eksklusif, menjamin setiap ibu memperoleh pendampingan dan
dukungan program gizi. Sesuai dengan skema berikut, upaya perbaikan gizi
tidak hanya melibatkan soal teknis kesehatan akan tetapi menyangkut aspek
sosial, politik, ekonomi, ideologi dan kebudayaan. Sehubungan dengan hal
tersebut, perlu dilakukan upaya terintegrasi lintas program maupun lintas
sektor terkait baik di tingkat pusat maupun tingkat propinsi dan kabupaten.
Pada Level Kabupaten berikut ini program penanggulangan Gizi Makro
yang diarahkan pada kelompok wanita usia subur, pria/wanita dewasa, bayi
dengan berat lahir rendah, ibu hamil, ibu menyusui, ibu yang mempunyai
balita, balita dan anak sekolah.
1. Menurunkan masalah gizi makro utamanya masalah kurang energi
protein terutama di daerah miskin baik di pedesaan maupun di
perkotaan.
2. Meningkatkan keadaan gizi keluarga dengan mewujudkan perilaku
keluarga yang sadar gizi
3. Meningkatkan partisipasi masyarakat dan pemerataan kegiatan
pelayanan gizi ke seluruh wilayah perdesaan dan perkotaan
4. Meningkatkan kualitas pelayanan gizi baik di puskesmas maupun di
posyandu untuk menurunkan prevalensi masalah gizi kurang dan gizi
lebih
5. Meningkatkan konsumsi energi dan protein pada balita yang gizi buruk
yang benar-benar membutuhkan.
Dari hasil program di atas maka dapat dievaluasi dengan mendapatkan
hasil sebagai berikut :
1. Sekurang-kurangnya 80% keluarga telah mandiri sadar gizi
2. Menurunnya prevalensi kurang energi kronis (KEK) ibu hamil menjadi
20 %

13
3. Menurunnya prevalensi gizi kurang pada anak balita dari 26,4 %
(1999) menjadi 20 % (2005) dan gizi buruk dari 8,1% (1999) menjadi
5% (2005)
4. Mencegah meningkatnya prevalensi gizi lebih pada anak balita dan
dewasa setinggi-tingginya berturut-turut 3 % dan 10%
5. Menurunnya prevalensi bayi berat lahir rendah (BBLR) menjadi
setinggi-tingginya 7%.
2. Level Puskesmas
Pada level puskesmas dalam perencanaan dan penanggulangan Masalah
Gizi Makro yaitu sebagai berikut :
1. Pemetaan keluarga mandiri sadar gizi oleh dasawisma dalam rangka
survey mawas diri masalah gizi keluarga.
a. Pelatihan Kadarzi bagi Kader dasawisma
b. Pengadaan bahan-bahan pemetaan
c. Pemetaan, analisa dan tindak lanjutnya
2. Asuhan dan konseling gizi bagi keluarga yang belum menerapkan
perilaku gizi yang baik dan benar.
a. Menyusun standar tata laksana asuhan dan konseling gizi
b. Melaksanakan kegiatan asuhan dan konseling gizi di setiap sarana
pelayanan Kesehatan
c. Melaksanakan kegiatan asuhan gizi melalui penyuluhan kelompok
mengenai makanan padat gizi dari bahan local
d. Melaksanakan kegiatan asuhan dan konseling gizi secara
profesional.
3. Kampanye keluarga mandiri sadar gizi
a. Pengadaan bahan-bahan KIE lokal
b. Pesan-pesan Kadarzi melalui kelompok kesenian tradisional
c. Pesan-pesan Kadarzi melalui media cetak dan elektronik
3. Level Nagari
Berikut ini penanggulangan Gizi Makro yang dpata dipahami yaitu
sebagai berikut :

14
1. Workshop tata laksana gizi buruk tingkat kabupaten, puskesmas dan RT
2. Workshop tata laksana penanggulangan WUS KEK tingkat kabupaten,
puskesmas dan RT
3. Capacity building tentang perencanaan daerah untuk menanggulangi
masalah gizi makro
4. meningkatkan keadaan gizi balita dan ibu hamil
5. Subsidi dalam diberikan dalam bentuk paket dana untuk pembelian
makanan tambahan dan penyuluhan kepada balita gizi buruk dan wanita
usia subur kurang energi kronis.
6. Identifikasi sasaran yang perlu disubsidi (target sasaran). Target sasaran
ditentukan berdasarkan hasil antropometri yang dilaksanakan langsung di
lapangan dengan beberapa tambahan kriteria antara lain : balita dan Ibu
hamil tergolong miskin, jumlah anggota keluarga lebih dari 3, kondisi
rumah dan sarana air bersih kurang memadai.
7. Distribusi dana subsidi secara langsung ke keluarga melalui bidan di desa.
Bidan di desa menjelaskan cara penggunaan dana dan mekanisme PMT
(sesuai Pedoman Tata laksana Gizi Buruk di Rumah Tangga)
C. Langkah-langkah pelaksanaan penanggulangan dari gizi mikro di level
Kabupaten, Puskesmas, dam Nagari
Masalah gizi adalah gangguan pada beberapa segi kesejahteraan perorangan
dan atau masyarakat yang disebabkan oleh tidak terpenuhinya kebutuhan akan zat
gizi yang diperoleh dari makanan. Pada hakekatnya masalah gizi adalah masalah
kesehatan masyarakat. Namun penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan
pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja. Penyebab timbulnya masalah
gizi adalah multifaktor. Oleh karena itu pendekatan penanggulangannya harus
melibatkan berbagai sektor yang terkait, mulai drai Level Kabupaten, Puskesmas
dan Nagari.
1. Level Kabupaten
Penanganan melalui intervensi utama pada kekurangan Zat gizi mikro
adalah:

15
a. suplementasi langsung pada masyarakat rentan atau kelompok
masyarakat tertentu dengan suplemen zat gizi mikro,
b. perbaikan makanan/ pangan, dan
c. fortifikasi pangan yang lazim dikonsumsi (com m on foods) dengan
zat gizi mikro.
d. Menyebarluaskan informasi dan promosi kepada masyarakat tentang
pentingnya Pelayanan Gizi spesifik dan sensitif untuk pencegahan
masalah gizi ganda.
e. Meningkatkan peran media massa dalam kampanye pencegahan
masalah gizi ganda sebagai salah satu upaya peningkatan kualitas
kesehatan masyarakat.
f. Meningkatkan komitmen dan kerja sama antara pemerintah baik
sektor kesehatan maupun non kesehatan di tingkat pusat, provinsi,
kabupaten/kota, serta swasta dalam kesehatan dan gizi.

2. Level Puskesmas
Adapun upaya penanggulangan Gizi Mikro yang perlu dilaksanakan oleh
Pihak Puskesmas yaitu sebagai berikut :
a. Upaya perbaikan gizi akan lebih efektif jika merupakan bagian dari
kebijakan penangulangan kemiskinan dan pembangunan SDM.
Membiarkan penduduk menderita masalah kurang gizi akan
menghambat pencapaian tujuan pembangunan dalam hal pengurangan
kemiskinan. Berbagai pihak terkait perlu memahami problem masalah
gizi dan dampak yang ditimbulkan begitu juga sebaliknya, bagaimana
pembangunan berbagai sektor memberi dampak kepada perbaikan
status gizi. Oleh karena itu tujuan pembangunan beserta target yang
ditetapkan di bidang perbaikan gizi memerlukan keterlibatan seluruh
sektor terkait.
b. Dibutuhkan adanya kebijakan khusus untuk mempercepat laju
percepatan peningkatan status gizi. Dengan peningkatan status gizi
masyarakat diharapkan kecerdasan, ketahanan fisik dan produktivitas

16
kerja meningkat, sehingga hambatan peningkatan ekonomi dapat
diminimalkan.
c. Pelaksanaan program gizi hendaknya berdasarkan kajian ‘best practice’
(efektif dan efisien) dan lokal spesifik. Intervensi yang dipilih dengan
mempertimbangkan beberapa aspek penting seperti: target yang
spesifik tetapi membawa manfaat yang besar, waktu yang tepat
misalnya pemberian Yodium pada wanita hamil di daerah endemis
berat GAKY dapat 19 mencegah cacat permanen baik pada fisik
maupun intelektual bagi bayi yang dilahirkan. Pada keluarga miskin
upaya pemenuhan gizi diupayakan melalui pembiayaan publik.
d. Pengambil keputusan di setiap tingkat menggunakan informasi yang
akurat dan evidence basedalam menentukan kebijakannya. Diperlukan
sistem informasi yang baik, tepat waktu dan akurat. Disamping
pelaksanaan monitoring dan evaluasi yang baik dan kajian-kajian
intervensi melalui kaidah-kaidah yang dapat dipertanggung jawabkan.
e. Mengembangkan kemampuan (capacity building) dalam upaya
penanggulangan masalah gizi, baik kemampuan teknis maupun
kemampuan manajemen. Gizi bukan satu-satunya faktor yang berperan
untuk pembangunan sumber daya manusia, oleh karena itu diperlukan
beberapa aspek yang saling mendukung sehingga terjadi integrasi yang
saling sinergi, misalnya kesehatan, pertanian, pendidikan
diintegrasikan dalam suatu kelompok masyarakat yang paling
membutuhkan.
f. Meningkatkan upaya penggalian dan mobilisasi sumber daya untuk
melaksanakan upaya perbaikan gizi yang lebih efektif melalui
kemitraan dengan swasta, LSM dan masyarakat
3. Level Nagari
Masa depan Indonesia sangat tergantung pada kualitas SDM, dan
fortifikasi pangan merupakan salah satu bentuk intervensi pemerintah untuk
memenuhi kebutuhan zat gizi mikro masyarakat sekaligus mendukung target
pembangunan tersebut. Dengan menambahkan zat gizi ke dalam bahan

17
pangan yang dikonsumsi terutama masyarakat tidak mampu, fortifikasi
pangan terbukti cost-effective dengan Return of Investment (RoI) yang
menjanjikan dan biaya relatif lebih rendah. Dengan mendukung fortifikasi
pangan, kita dapat menurunkan prevalensi stunting dan masalah gizi lainnya
sekaligus meningkatkan kualitas SDM Indonesia.
Berdasarkan Global Nutrition Report 2018, Indonesia merupakan salah
satu negara yang mengalami beban gizi ganda. Meskipun telah terjadi
penurunan prevalensi stunting dari 37,2 persen di 2013 menjadi 30,8 persen
di 2018, tetapi angka tersebut tergolong cukup tinggi. Demikian juga masalah
kekurangan gizi mikro seperti anemia pada ibu hamil yang mencapai 48,9
persen juga dalam kategori tinggi. Kekurangan gizi mikro seperti gangguan
akibat kekurangan zat besi, iodium, asam folat, zinc, dan vitamin A memiliki
keunikan karena tidak bermanifestasi dalam kondisi fisik seperti kurus atau
pendek, tetapi menimbulkan kelaparan tersembunyi atau disebut sebagai
fenomena hidden hunger.
Hidden hunger yang terjadi terutama pada ibu hamil dan anak balita dapat
mempengaruhi pertumbuhan janin, perkembangan kognitif pada anak, dan
daya tahan terhadap infeksi, yang akan mengancam kualitas SDM Indonesia
ke depan. Sebagai contoh, anemia pada ibu hamil memiliki hubungan yang
erat dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dan juga stunting pada anak
balita. Kekurangan iodium pada anak usia 6-12 tahun dan ibu hamil dapat
menurunkan nilai Intelligent Quotient (IQ) sebesar 10-15 poin. Untuk itu,
upaya untuk memenuhi kebutuhan zat gizi mikro masyarakat mutlak
dilakukan melalui:
a. Suplementasi
Pemberian tablet tambah darah, tablet vitamin A, dan suplemen zat
gizi mikro lainnya.
b. Upaya perubahan perilaku masyarakat
Agar mengkonsumsi sumber makanan yang beragam dan kaya
kandungan gizi termasuk zat gizi mikro serta serta sehat dan aman.
c. Fortifikasi Pangan

18
Fortifikasi atau pengayaan zat gizi mikro terhadap produk pangan
di Indonesia selama ini telah dilaksanakan produsen baik secara
wajib maupun sukarela. Misalnya dengan menambahkan zat besi
pada tepung terigu, iodium pada garam, ataupun vitamin A pada
minyak goreng sawit.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
1. Berdasarkan Langkah-langkah penanggulangan masalah gizi di level
Kabupaten, Puskesmas, dan Nagari lebih memfokuskan pada
pembangunan dan intervensi Gizi.
2. Berdasarkan Langkah-langkah penanggulangan masalah gizi di level
Kabupaten, Puskesmas, dan Nagari lebih memfokuskan Pada Edukasi,
Pelatihan maupuan penyuluhan Gizi Makro.
3. Berdasarkan Langkah-langkah penanggulangan masalah gizi di level
Kabupaten, Puskesmas, dan Nagari lebih memfokuskan Pada Edukasi,
Pelatihan maupuan penyuluhan Gizi Mikro.
B. Saran
Penanggulangan Masalah gizi masyarakat merupakan acuan bagi pelaksana
kegaitan pembinaan gizi di tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota agar dapat
memahami dan mampu melaksanakan proses perencanaan, pelaksanaan kegiatan,
monitoring dan evaluasi upaya pembinaan gizi masyarakat Diharapkan dengan
adanya makalah ini dapat mendorong upaya percepatan perbaikan gizi di semua
tingkatan administrasi secara sinergis dan berkesinambungan.

19
DAFTAR PUSTAKA
Ali PB. Evaluasi Program Percepatan Pencegahan stunting. Jakarta; 2020.
Anisa AF, dkk. Permasalahan Gizi Masyarakat Dan Upaya Perbaikannya.
agroteknologi, 2019.
Damayanti D, Pritasari, Lestari NT. Bahan Ajar Gizi: Gizi Dalam Daur
Kehidupan. Badan Pengembangan dan Pembberdayaan Sumber Daya
Manusia Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2017:9.
Kanah P. Hubungan Pengetahuan dan Pola Konsumsi dengan Status Gizi pada
Mahasiswa Kesehatan. Medical Technology and Public Health Journal 4.2
2020: 203-211.
Kementerian Kesehatan RI. Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Sejarah
Perkembangan Gizi di Indonesia (1951 – 2018). Jakarta: Kementerian
Kesehatan 2019.
Parisudha, A. Peningkatan Pengetahuan Mengenai 1.000 HPK untuk Mencegah
Risiko Stunting pada Kader Aisyiyah Banguntapan Utara. Jurnal
Kesehatan Global 3.2 2020: 62-68.
Sari MHN dkk. Gizi Dalam Kebidanan. Yayasan Kita Menulis. 2022. 9-12.
Solichatin dkk. Ilmu Gizi Dasar. Penerbit Pradina Pustaka. 2022.
Susantyo BT, Malonda NSH, Ratag BT. Gambaran Penerapan Pedoman Umum
Gizi Seimbang Pada Tenaga Pendidik dan Kependidikan Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Pada Masa Pandemi
COVID-19. KESMAS J Kesehatan Masyarakat. 2020.
Utami HN, Mubasyiroh R. Masalah Gizi Balita Dan Hubungannya Dengan
Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (Nutritional Problems
Among Underfive Children and It’S Relationship With Public Health
Development Index). J Penelit Gizi dan Makanan. 2019;10.

20

Anda mungkin juga menyukai