Anda di halaman 1dari 23

Laporan Pratikum Hari : Senin

MK. Penilaian Status Gizi Tanggal : 14 November 2022

PENILAIAN STATUS GIZI SECARA BIOKIMIA

Disusun oleh : Kelompok 1

DIII Gizi Tk. 2B

Afri Annisa Zuhdi P032113411044 Raida Afifah P032113411072


Deba Aisha Putri P032113411051 Revina Putri P032113411073
Eeng Aprilian P032113411054 Siti Khairunnisa P032113411079
Ega Sabila Mulani P032113411055 Suci Zilfana P032113411081
Florensia Septiana P032113411059 Tasya Nabila Putri P032113411082

Dosen Pengampu :

Irma Susan Paramita, S.Gz, M.Kes

Fitri, SP, MKM

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES RIAU

JURUSAN GIZI

2022/2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah Subhanahu wa ta’ala yang


telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Penilaian
Status Gizi dengan judul “Penilaian Status Gizi Secara Biokimia” dengan tepat
waktu. Kami mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada Ibu Irma Susan
Paramita, S.Gz, M.Kes dan Ibu Fitri, SP, MKM selaku dosen pengajar mata
kuliah.

Kami menyampaikan banyak terima kasih kepada sumber yang telah


membantu penyelesaian makalah ini. Dan dalam penulisan makalah ini kami
menyadari sepenuhnya bahwa penulisan masih belum sempurna baik dari segi
susunan kalimat maupun tata bahasanya, seperti yang ibu harapkan.

Meskipun dengan segala kekurangannya semoga makalah ini dapat


memberikan manfaat maupun inspirasi bagi kita semua. Dan kami menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu dengan senang
hati kami menerima segala saran dan kritik yang membangun dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki makalah ini.

Pekanbaru, 14 November 2022

Kelompok 1

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii


DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................. 1
1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 3
2.1 Pengertian Penilaian Status Gizi ....................................................................... 3
2.2 Pengertian Penilaian Status Gizi Secara Biokimia............................................ 3
2.3 Pembagian Tes Biokimia ................................................................................ ..4
2.4 Status Besi ......................................................................................................... 4
2.5 Status Protein .................................................................................................... 6
2.6 Profil Lipid ...................................................................................................... 10
2.7 Status Vitamin ................................................................................................. 14
2.8 Status Mineral ................................................................................................. 15
2.9 Kelebihan dan Kekurangan Tes Biokimia ...................................................... 18
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 19
3.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 19
3.2 Saran................................................................................................................ 19
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 20

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia makan pada dasarnya untuk memenuhi 3 fungsi makanan itu
sendiri, yaitu untuk tenaga, pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh. Kurang
konsumsi makanan maka akan diambil dari cadangan tubuh dan jika makan
berlebih akan disimpan dalam bentuk cadangan tubuh. Makanan berperan
penting untuk pertumbuhan. Sehingga pada hakekatnya menilai status gizi
adalah mengevaluasi keseimbangan pemenuhan kebutuhan berupa
penampakan/performa tubuh. Metode penilaian status gizi untuk menilai
status energi protein adalah metode antropometri.Metode penilaian status gizi
dapat dikelompokkan atas metode langsung dan metode tidak langsung.
Penilaian secara langsung terdiri dari metode biokimia, penilaian klinis,
penilaian biofisik, dan penilaian antropometri. Penilaian status gizi secara
biokimia disebut juga dengan metode pemeriksaan laboratorium, adalah
mengukur kadar zat gizi di dalam tubuh dan atau ekskresi tubuh kemudian
dibandingan dengan suatu nilai normatif yang sudah ditetapkan. Misalnya
menilai status zat besi (Fe) dengan mengukur kadar hemoglobin. Bila kadar
hemoglobin < 11 mg% maka disebut anemia. Untuk penilaian biokimia
disebut juga pemeriksaan laboratorium, spesimen yang biasa digunakan adalah
darah, faces, kelenjar tubuh, urin dan biopsi jaringan tubuh.
Maka perlu nya mempelajari penilaian status gizi dengan berbagai
metode, termasuk metode penilaian status gizi secara biokimia. Sebagai ahli
gizi, hal ini dipelajari untuk menentukan penyakit pasien serta jenis diet yang
akan diterapkan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari penilaian status gizi secara biokimia?
2. Bagaimana pembagian tes biokimia?
3. Bagaimana status besi dan protein pada pemeriksaan biokimia?
4. Bagaimana status vitamin dan mineral pada pemeriksaan biokimia?
5. Apa saja kelebihan serta kekurangan melakukan penilaian status gizi
secara biokimia?

1
1.3 Tujuan Penulisan
1 Menjelaskan Apa pengertian dari penilaian status gizi secara biokimia.
2 Menjelaskan Bagaimana pembagian tes biokimia.
3 Menjelaskan Bagaimana status besi dan protein pada pemeriksaan
biokimia.
4 Menjelaskan Bagaimana status vitamin dan mineral pada pemeriksaan
biokimia.
5 Menjelaskan Apa saja kelebihan serta kekurangan melakukan penilaian
status gizi secara biokimia.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Penilaian Status Gizi
Status gizi adalah ukuran keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi untuk
anak yang di indikasikan oleh berat badan dan tinggi badan anak. Status gizi
juga didefinisikan sebagai status kesehatan yang dihasilkan oleh
keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutrien.
Penilaian status gizi merupakan penjelasan yang berasal dari data yang
diperoleh dengan menggunakan berbagai macam cara untuk menemukan suatu
populasi atau individu yang memiliki risiko status gizi kurang maupun gizi
lebih.Sedangkan status gizi adalah keadaan keseimbangan dalam bentuk
variabel tertentu atau perwujudan dari nutriture (keadaan gizi) dalam bentuk
variabel tertentu (Hartini 2018)
2.2 Pengertian Penilaian Status Gizi Secara Biokimia
Biokimia merupakan ilmu yang mempelajari struktur dan fungsi
komponen selular, seperti protein, karbohidrat, lipid, asam nukleat, dan
biomolekul lainnya. Saat ini biokimia lebih terfokus secara khusus pada kimia
reaksi termediasi enzim dan sifat-sifat protein. Penilaian biokimia adalah
pemeriksaan yang sifatnya langsung untuk menentukan status gizi seseorang.
Pemeriksaan biokimia dalam penilaian status gizi memberikan hasil yang
lebih tepat dan objektif daripada menilai konsumsi pangan dan pemeriksaan
lain. Pemeriksaan yang sering digunakan adalah teknik pengukuran
kandungan berbagai gizi dan substansi kimia lain dalam darah dan urine.
Dibandingkan dengan penilaian status gizi lain,penilaian biokimia
merupakan cara yang paling obyektif dan bersifat kuantitatif. Selain itu
penilaian secara biokima dapat mendeteksi kelainan status gizi jauh sebelum
terjadi perubahan dalam nilai antropometri serta gejala dan tanda-tanda
kelainan klinik.Penilaian status gizi secara biokimia dilakukan dengan
melakukan pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang
dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh, seperti darah, urine, tinja,
jaringan otot, hati(Syarfaini 2014).
2.3 Pembagian Tes Biokimia

3
Penilaian biokimia dibagi dalam dua kategori yaitu tes statis (Static test)
dan tes Fungsional (functional test); ada juga yang menggunakan istilah tes
langsung dan tidak langsung.
1. Tes statis didasarkan pada penentuan zat gizi atau hasil
metabolismenya di dalam darah, urin atau jaringan tubuh, misalnya
pengukuran vitamin A, albumin atau kalsium di dalam serum.
Meskipun hasilnya langsung didapat, namun kelemahannya adalah
walaupun hasil tes menunjukkan nilai zat gizi di dalam jaringan atau
cairan yang diambil sebagai sampel, tetapi hal ini tidak selalu
mencerminkan status gizi seseorang secara keseluruhan, apakah tubuh
secara keseluruhan menunjukan gizi kurang, normal atau lebih.
Misalnya status seng dalam darah/serum, dapat dengan mudah
ditentukan, tetapi pengukuran statis yang dilakukan satu kali tersebut
tidak merupakan indikator yang spesifik untuk menentukan status seng
tubuh secara keseluruhan.
2. Tes fungsional dilakukan untuk menetapkan status gizi berdasarkan
pertimbangan bahwa hasil akhir dari kekurangan zat gizi dan
kepentingan biologiknya tidak semat-mata ditentukan oleh kadarnya di
dalam darah dan jaringan, tetapi oleh kegagalan dari satu atau lebih
proses fisiologik yang tergantung pada zat gizi tersebut untuk
menunjukkan penampilan yang optimal. Beberapa contoh tes
fungsional adalah tes adaptasi gelap untuk menilai status vitamin A,
dan gangguan status imun/kekebalan yang merupakan akibat dari
kurang energi protein dan kekurangan zat gizi lain
2.4 Status Besi

Ada beberapa indikator laboratorium untuk menentukan status besi, yaitu :

1. Hemoglobin

Hemoglobin adalah parameter yang digunakan secara luas untuk


menetapkan prevalensi anemia. Pengukuran Hemoglobin adalah cara paling
umum digunakan untuk melihat anemia karena kekurangan besi, namun karena
orang yang tidak anemia dan orang yang kekurangan besi saling beririsan pada

4
nilai hemoglobin, maka penggunaan konsentrasi hemoglobin tidak digunakan
sebagai satu satunya pengukuran status besi individu.lainnya. Nilai normal yang
paling sering dinyatakan adalah 14-18 gr/ 100 ml untuk pria, dan untuk wanita 12-
16 gr/ 100 ml.

Metode yang paling sering digunakan di laboratorium dan paling


sederhana adalah metode Sahli dan yang lebih canggih adalah metode
cyantmethemoglobin. Untuk daerah yang alat pemeriksaannya belum memadai
dan atau pada pemeriksaan di lapangan, metode Sahli ini masih memadai dan
apabila tenaga pemeriksaannya telah terlatih, maka hasilnya dapat diandalkan
(Suparasiasa, I Dewa Nyoman; Bakri, Bachyar, Fajar, Ibnu, 2014).

2. Hematocrit

Hematokrit adalah volume eritrosit yang ada di dalam darah dan diambil
dalam volume eritrosit yang dipisahkan dari plasma dengan cara memutarnya di
dalam tabung khusus dengan waktu tertentu yang nilainya dinyatakan dalam
persen. Nilai hematocrit pada pria adalah 40-48% sedangkan untuk wanita adalah
37-43% Penentuan hematokrit harus dilakukan secara duplikat dengan
menggunakan darah kapiler atau darah Vena yang diantikoagulasikan dengan
EDTA. Pada saat melakukan proses dengan EDTA, akan digunakan tabung
kapiler blue banded yang berisi antikoagulan (Suparasiasa, I Dewa Nyoman;
Bakri, Bachyar, Fajar, Ibnu, 2014).

3. Feritin Serum (SF)

Untuk mengukur status besi dalam hati perlu dengan mengukur kadar
feritine. Banyaknya feritin yang dikeluarkan ke dalam darah secara proporsional
menggambarkan banyaknya simpanan zat besi di dalam hati. Untuk menentukan
kadar fertin dalam darah dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu dengan
cara immunoradiometric assay (IRMA), radio immuno assay (RIA), atau enzyme-
linked immuno assay (ELISA). Dalam keadaan normal rata rata SF untuk laki laki
dewasa adalah 90 μg/ dl dan wanita dewasa 30 μg/ dl (Suparasiasa, I Dewa
Nyoman; Bakri, Bachyar, Fajar, Ibnu, 2014).

5
4. Transferin Saturation (TS)

Pemeriksaan besi di dalam darah, total iron binding capacity (TIBC) dan
transferrin saturation atau kejenuhan transferin, sangat penting dilakukan untuk
memastikan bahwa anemia yang diderita itu bukan karena anemia infeksi kronik
inflamasi atau penyakit neoplastic kronik, melainkan karena kekurangan besi.
TIBC ini sangat erat kaitannya dengan konsentrasi tranferin yang mana TIBC
akan meningkat ketika cadangan besi dipecah dan masuk ke dalam darah,
sehingga penyerapan besi juga meningkat. Apabila TS > 16%, pembentukan sel-
sel darah merah dalam sumsum tulang berkurang, keadaan ini disebut defisiensi
besi untuk eritropoesis (Harjatmo, Par’i, and Wiyono 2017).

5. Free Erytrocytes Protophophyrin (FEP)

Apabila penyediaan zat besi tidak cukup banyak dalam pembentukan sel
darah merah di sumsum tulang belakang, sirkulasi FEP di darah dapat meningkat
walaupun belum nampak tanda anemia. Dengan menggunakan fluorometric assay,
penentuan FEP lebih cepat digunakan. Satuan pada FEP dinyatakan dengan μg/ dl.
Dalam keadaan normal, FEP berkisar 35-50 μg/ dl sel darah merah, akan tetapi
apabila FEP dalam darah lebih besar dari 100 μg/ dl menunjukkan individu
menderita kekurangan besi (Suparasiasa, I Dewa Nyoman; Bakri, Bachyar, Fajar,
Ibnu, 2014).

2.5 Status Protein

Penilaian status protein yaitu mengukur cadangan protein dalam tubuh,


kadar fibrinogen, transportasi zat gizi tertentu (ex. Fe), Ab, aliran darah. Albumin
adalah fraksi protein yang sering dinilai. Globulin diperiksa berkaitan dengan
status imun. Fibrinogen untuk pembekuan darah. Penurunan serum protein bisa
disebabkan sintesis protein dalam hepar yang menurun. Jenis protein yang
menggambarkan status gizi seseorang antara lain prealbumin, serum protein, dan
serum Albumin. Di dalam darah ada tiga fraksi protein tersebut mempunyai
batasan sebagai berikut yaitu:

a. Albumin : Kadar normal = 3,5 – 5 gram/100 ml

6
b. Globulin : Kadar normal = 1,5 – 3 gram/100 ml
c. Fibrinogen : Kadar normal = 0,2 – 0,6 gram/100 ml

Protein dalam darah mempunyai peranan fisiologis yang penting bagi tubuh antara
lain :

1. Untuk mengatur tekanan air, dengan adanya tekanan osmosis dari plasma
protein.
2. Sebagai cadangan protein tubuh.
3. Untuk mengontrol perdarahan (terutama dari fibrinogen).
4. Sebagai transport yang penting untuk zat-zat gizi tertentu.
5. Sebagai antibody dari berbagai penyakit terutama dari gamma globulin
6. Untuk mengatur aliran darah, dalam membantu kerja jantung.

Pemeriksaan biokimia terhadap status protein dibagi dalam 2 bagian


pokok, yaitu penilaian terhadap protein somatic dan visceral. Perbandingan
protein somatic dan visceral dalam tubuh antara 75% dan 25%. Protein somatic
terdapat pada otot rangka, sedangkan protein visceral terdapat di dalam organ /
visceral tubuh, yaitu hati, ginjal, pancreas, jantung, eritrosit, glanulosit, dan
limfosit (Holil M. Par’I, dkk. 2017).

Konsentrasi serum protein dapat digunakan untuk mengukur status


protein. Penggunaan pengukuran status protein ini didasarkan pada asumsi bahwa
penurunan serum protein disebabkan oleh penurunan produksi protein dalama
hati. Penetuan serum protein dalam tubuh meliputi albumin, transferrin,
prealbumin (yang dikenal juga dengan transthyretin dan thryroxin-binding
prealbumin), retinol binding protein (RBP), insulin-like growth factor-1, dan
fibronectin (Supariasa, Nyoman. 2014).

2.5.1. Prosedur penentuan serum protein

Ion kuprti (Cu2+) dalam reagen biuret bereaksi dengan peptide (–


CONH) dan menghasilkan senyawa peptide berwarna violet. Intensitas
warna secara langsung proposional dengan jumlah peptide pada

7
pengukuran dengan kisaran yang luas. Senyawa ini dibentuk hanya jika
paling sedikit ada dua gabungan peptide (–CONH).

Akibatnya protein bereaksi dengan reagen biuret, sedangkan asam


amino, ammonia, urea, dan senyawa lain berisi nitrogen sederhana tidak
bereaksi (Supariasa, Nyoman. 2014).

1. Berilah label label pada setiap tabung uji, yaitu standar, referensi,
pool, dan setiap subjek uji.
2. Tambahkan 3,0 ml reagen biuret pada setiap tabung.
3. Pada tabung standar, tambahkan 50 µl larutan standar; pada tabung
refernsi tambahkan 50 µl serum pool; pada masing-masing subjek
tambahkan dengan 50 µl serum uji.
4. Campurkan setiap tabung secara merata, dan biarkan berada di
dalam lemari gelap pada posisi berdiri minimal 20 menit.
5. Tempatkan spektrofotometer pada Panjang gelombang 55 mm.
aturlah pada titik nol dengan menggunakan cuvet reagen biuret
sebagai referensi kosong.
6. Pindahkan masing-masing isi tabung pada cuvet.
7. Baca dan catat penyerapan sampel standar, referensi, dan pool.

2.5.2. Prosedur penentuan serum albumin

Albumin merupakan komponen utama untuk protein serum total


dalam indinvu yang sehat. Serum albumin diuji dalam sebagai besar
laboratorium klinis melalui metode penguat penguat warna (dye-binding
method) yang menggunakan bromocesol green. Serum albumin berikatan
secara spesifik dengan brocresol green untuk membentuk senyawa BCG
albumin biru yang menyerap secara maksimal pada 600 nm (Supariasa,
Nyoman. 2014).

1. Berilah label pada setiap tabung uji, yaitu kosong, standar referensi,
pool, dan setiap subjek uji.
2. Tambahkan 5,0 ml reagen celup penyangga pada masing-masing
tabung.

8
3. Pada tabung kosong tambahkan 20 µl air destilasi terionisasi. Pada
tabung standar, tambahkan 20 µl larutan standa. Pada tabung
referensi tambhakan 20 µl serum referensi. Pada tabung pool,
tambahkan 20 µl serum pool. Untuk masing-masing subjek uji,
tambahkan 20 µl serum uji.
4. Campurkan masing-masing tabung secara merata, dan biarkan
merata, dan biarkan pada posisi berdiri selama 2 menit.
5. Pindahkan masing-masing isi tabung pada cuvet.
6. Tempatkan spektrofotometer pada Panjang gelombang 600 nm.
7. Aturlah pada titik nol dengan menggunakan reagen blank.
8. Baca dan catat penyerapan sampel standar, referensi, dan pool.

warna akhir yang berkembang menjadi stabil selama 1 jam. Sampel


yang mempunyai lebih lebih dari 6 g/dL albumin harus didilusikan dengan
salin isotonic (isotonic saline) dan diuji lagi. Hasilnya kemudian harus
dikoreksi pada dilusi ini (Supariasa, Nyoman. 2014).

2.5.3. Prosedur penetuan serum transthyretin

Perhatikan bahwa bak penampungan harus dijaga tidak meluap.


Pelat harus diletakkan pada posisi horizontal pada tingkat permukaan dan
suhu kamar meliputi seluruh prosedur uji ini (Supariasa, Nyoman. 2014).

1. Siapkan, seperti yang dijelaskan di bawah, tiga konsentrasi berbeda


serum standar (manusia) yang dikenal dengan konsentrasi TTR
(yaitu 25 mg/dL); ini digunakan untuk kurva standar.
a. Encerkan satu bagian serum standar tersebut dengan tiga bagian
0,9% NaCl yang membuat konsentrasi menjadi 6,53 mg/dL.
Campurkan dengan voretex mixer.
b. Encerkan satu bagian serum standar dengan satu bagian 0,9%
NaCl yang membuat konsentrasi menjadi 12,5 mg/dL. Campur
dengan oretex mixer.
c. Gunakan serum standar yang tidak diencerkan dengan
konsentrasi 25 mg/dL.

9
2. Isikan bak 1 ke 3 dengan masing-masing 5 µl dari tiga konsentrasi
serum standar dengan menggunakan Hamilton syringe atau
Eppendirf micropipet.
3. Isikan bak 4 dengan 5 µl serum referensi yang tidak diencerkan
4. Isikan bak 5 dengan 5 µl serum pool yang tidak diencerkan
5. Isikan bak tambahan masing-masing dengan 5 µl sampel serum uji
6. Setelah pengisian, biarkan pelat pada posisi terbuka berdiri selama
10-20 menit, lalu tutup pelat tersebut dengan tutup plastic agar
terlindungi dari pengeringan selama inkubasi.
7. Tinggalkan pelat ini tepta berdiri pada posisi horizontal di level
permukaan dan suhu kamar selama 48 jam. Periode inkubasi ini
menyebabkan disfusi untuk mencapai titik akhir (yaitu semua
antigen yang tersedia telah bergabung dengan antibody).
8. Setelah 48 jam, ukur diameter cincin presipitin (sampai ketelitian 0,1
mm) yang diiluminasikan dengan lampu sorot kecil terhadap lata
belakang gelap dengan menggunakan kaca pembesar.
9. Atau dengan cara lain menggunakan alat pengukur partigen. Saat
digunakan, alat pengukur partigen ditempatkan sehingga cincin
presipitin menyentuh kedua sisi kerucut pada diameternya yang
terbesar; ambil pengukuran pada titik kontak antara diameter cicin
presipitin dan penandaan dari alat pengukuran tersebut. Dua
pengukuran orthogonal pada masing-masing cincin prespitin harus
diambil untuk memperkecil kesalahan akibat bentuk cincin yang
tidak tepat terbentuk lingkaran.
2.6 Profil Lipid
Mari sekarang kita bahasa zat gizi yang lain yaitu Profil Lipida Darah.
Profil lipida darah merupakan hasil tes darah yang dipunyai seseorang
meliputi trigliserida, kolesterol total dan berbagai macam lipoprotein.
1. Trigliserida
Trigliserida merupakan bentuk esterifikasi dari gliserol dengan
asam lemak yang disimpan dalam tubuh dengan konsentrasi energi
yang tinggi. Trigliserida mencapai hampir 95% dalam diit lemak.

10
Strukturnya terdiri dari trihidroksi alkohol yang diketahui sebagai
gliserol yang terikat dengan 3 asam lemak. Hunt, 1995:119).
Trigliserida dalam tubuh mempunyai: 1) cadangan energi, 2)
mengisolasi suhu yang ekstrem, 3) melindungi organ tubuh dari
benturan, 4) membantu tubuh menggunakan karbohidrat dan protein
secara efisien.
2. Kolesterol Total
Bentuk kombinasi kolesterol dengan asam lemak adalah ester
kolesteroid. Kolesterol terdapat dalam lemak hewani tetapi tidak
dijumpai dalam bentuk nabati. Kolesterol merupakan komponen
penting dalam membran sel dan merupakan prekurson hormone steroid
dalam kelenjar adrenal dan precursor asam-asam empedu dalam hati.
Kolesterol juga membantu tubuh dalam mengabsorbsi vitamin D
dengan bantuan sinar ultraviolet. Kolesterol selalu terikat dengan
lemak. Lemak jenuh meningkatkan sirkulasi jumlah kolesterol dalam
darah sedangkan lemak tak jenuh ganda akan menurunkan kolesterol.
Sebagian kolesterol tubuh berasal dari sintesis (kira-kira 1 gr/hr)
sedang sekitar 0,3 gr/hr dilengkapi oleh makanan rata-rata. Kolesterol
dibuang melalui 2 jalan utama: konversi menjadi asam empedu dan
ekskresi sterol netral dalam feses. Kolesterol dalam makanan diserap
dari usus dan bersama dengan lipid lain termasuk kolesterol yang
disintesis dalam usus, diinkorporasikan ke dalam chyclomicron dan
VLDL. Dari kolesterol yang diserap 80-90% di dalam getah bening
diesterifikasi dengan asam lemak berantai panjang. Pada manusia
kolesterol plasma adalah sekitar 200 mg/dl meningkat dengan
bertambahnya umur walaupun terdapat variasi besar di antara individu
satu dengan lainnya.
Karena sifatnya yang tidak larut dalam air, agar lemak dapat
diangkut dalam plasma maka diikat oleh protein khususnya
lipoprotein. Lima golongan lipoprotein yang mempunyai peranan
utama dalam transport dan metabolisme lipid terdapat dalam plasma 1)
chylomicron yang berasal dari penyerapan triasilgliserol di usus, 2)

11
VLDL (pre-β lipoprotein) yang berasal dari hati untuk ekspor
triasilgliserol, 3) LDL (β- lipoprotein) yang menunjukkan stadium
akhir pada katabolisme VLDL dan chylomicron, 4) HDL (α-
lipoprotein) yang terlibat dalam metabolisme VLDL dan chylomicron
dan juga metabolism kolesterol, 5) asam lemak bebas (Free Fatty
Acid) yang umumnya tidak diklasifikasikan dengan lipoprotein plasma
lain karena strukturnya berbeda, terdiri atas asam-asam lemak rantai
panjang yang berkaitan dengan albumin serum.
3. Low Density Lipoprotein Cholesterol (LDC-C)
Meskipun istilah low density lipoprotein (LDL) dan high density
lipoprotein (HDL) digunakan secara tunggal, namun dalam publikasi
ilmiah telah cukup dikenal. Ada 6 (enam) kelompok besar partikel
lipoprotein, yaitu: chylomicrons, very low density lipoprotein
(VLDLs), intermediate density lipoprotein (IDLs), LDLs, HDLs dan
lipoprotein. Low density lipoprotein berfungsi untuk mengangkut
sebagian besar kolesterol dalam sirkulasi darah. Tingginya LDL
kolesterol sangat kuat dan positif berkaitan dengan peningkatan risiko
atherosclerosis. LDL merupakan hasil pemecahan lipoprotein
kepadatan sedang yang kehilangan sebagian besar kandungan
trigliserida dan Apo E-nya. Kolesterol di dalam tubuh berasal dari
makanan (kolestrol eksogen) dan dibuat oleh hati (kolesterol endogen)
berikatan dengan apoprotein B-100 dalam remnant VLDL membentuk
LDL. LDL merupakan pengangkut kolesterol utama dari hati ke
seluruh jaringan ekstra-hepatik sebagai bahan baku pembentukan
dinding sel dan sumber biosintesis hormone steroid melalui
mekanisme afinitas spesifik tinggi reseptor apo –B-100/E.
4. High Density Lipoprotein Cholesterol (HDL-C)
HDL-C merupakan jenis lipoprotein yang mengangkut kolesterol
kembali ke dalam liver dari sel peripheral; komposisinya yang
terbanyak berupa protein. Konsentrasi HDL-C mempunyai korelasi
negatif dengan perkembangan risiko penyakit jantung. Densitas HDL
berkisar 1063-1210 g/l mempunyai mobilitas alpha, dan 50% terdiri

12
dari protein. HDL dibentuk dalam liver dan usus halus dan
bertanggung jawab untuk membawa 20-30% dari kolesterol total.
HDL-C kaya akan partikel protein sebagai media mengembalikan
kolesterol dari jaringan ke liver. Apo A-I dan apo A-II adalah sebagian
besar protein. HDL dibentuk di hati dari trigliserida dan kolesterol
dengan apoprotein A, B, C dan E sebagai bahan utama. HDL
membawa sedikit lemak dan protein sebagai wahana pengangkutan
kolesterol dari sel-sel jaringan ke dalam sel hepar untuk dikatabolisme
dan dibuang sebagai asam empedu. HDL sangat penting di dalam
tubuh karena HDL berfungsi: 1) mengangkut kelebihan kolesterol dari
jaringan ekstra-hepatik ke hati untuk dikatabolisme, 2) merupakan
sumber apoprotein untuk metabolisme remnant VLDL dan
chylomicron, 3) dapat meningkatkan sintesa reseptor LDL, sehingga
proses aterogenik terhambat, 4) merupakan bahan baku sintesa
prostasiklin yang penting sebagai antitrombosis.
5. Klasifikasi Lipida Darah
Bagaimana menentukan profil lipida darah seseorang dalam batas
normal? Telah dibuat suatu petunjuk (guidelines) yang menyatakan
seseorang dalam keadaan dislipidemia. Di negara Amerika Serikat ada
3 (tiga) instansi yang telah mengeluarkan petunjuk yaitu Departemen
Kesehatan, Perkumpulan Penyakit Jantung dan Expert Panel dari
National Cholesterol Education Program (NCEP). Berikut ini batasan-
batasan lipida darah yang dikeluarkan oleh NCEP (Supariasa 2014).
Jenis Lipida Darah Kadar Klasifikasi
Kolesterol Total <200 mg/dl Diinginkan
200-239 mg/dl Batas Tinggi
>= 240 mg/dl Tinggi
Kolesterol HDL <130 mg/dl Diinginkan
130-159 mg/dl Batas Tinggi
>= 160 mg/dl Tinggi
Kolesterol LDL =<35 mg/dl Berisiko
Trigliserida <200 mg/dl Diinginkan

13
200-400 mg/dl Batas Tinggi
400-1000 mg/dl Tinggi
>1000 mg/dl Sangat Tinggi
Sumber: The Expert Panel, Summary of the second report of the National Cholesterol
Education Program (NCEP). Dalam: Whitney, Eleanor Noss & Corinne Blog Cataldo &
Sharon Rady Rolfes, 1998. Understanding Normal and Clinical Nutrition: Wadsworth
Publishing Company, New York. P. 884.

Pemeriksaan biokimia pada obesitas dapat dilakukan dengan


pemeriksaan profil lipid. Pemeriksaan profil lipid meliputi pemeriksaan
kolesterol total, kolesterol low density lipoprotein (LDL), kolesterol high
density lipoprotein (HDL), dan trigliserida. Pemeriksaan ini digunakan
untuk mengetahui adanya dislipidemia yang berhubungan dengan adanya
penyakit jantung koroner. Di samping pemeriksaan tersebut dikenal juga
pemeriksaan apo B yang merupakan apolipoprotein utama kolesterol LDL.
Pemeriksaan ini berguna untuk mengetahui risiko terhadap penyakit
jantung koroner. Rasio kolesterol LDL / Apo B < 1,2 menunjukkan adanya
small dense LDL (Titus Priyo Harjatmo, Par’i, and Sugeng Wiyono 2017)
2.7 Status Vitamin
Jenis vitamin A, D, E dan K merupakan vitamin yang sejenis larut dalam
lemak dengan struktur yang didasarkan pada unit isoprene. Vitamin A dan E
disimpan dam tubuh terutama hati dan jaringan adiposa. Sebaliknya dalam
jumlah kecil vitamin D disimpan tetapi sap dibentuk dengan bantuan sinar
matahari sebagai prekursor vitamin D dalam kulit. Secara umum Vitamin A, D
dan E terbentuk lebih lambat dibanding dengan vitamin yang larut dalam air.
Vitamin A secara fisiologi mempunyai peranan terhadap penglihatan,
pertumbuhan tulang, jaringan epitel, perkembangan, dan fungsi imun.
Sebagian besar sumber dari Vitamin A dan D antara lain hati dan minyak ikan;
prekursor vitamin A juga terdapat pada tumbuh-tumbuhan dan minyak sebagai
pro vitamin A. Sayuran dan minyak biji penting sebagai sumber Vitamin E.
Status vitamin A,D dan E secara umum dengan pengukuran vitamin dalam
serum darah. HPLC digunakan sebagai metode analisis. Eksresi urin tidak
digunakan karena konsentrasi tidak merefleksikan status vitamin yang larut

14
lemak. Beberapa Test fisiologi juga tersedia untuk menentukan status vitamin
A dan E, beberapa modifikasi digunakan untuk keperluan lapangan. Vitamin
K dan vitamin larut lemak yang lain tidak dibicarakan mengingat kekurangan
vitamin K sangat jarang (Becker et al. 2015).
2.8 Status Mineral
Mineral merupakan komponen inorganik yang terdapat dalam tubuh
manusia. Mineral merupakan unsur esensial bagi fungsi normal sebagian
enzim dan sangat penting dalam pengendalian komposisi cairan tubuh 65%
adalah air dalam bobot tubuh. Mineral adalah zat yang homogen mempunyai
komposisi kimia tertentu dan mempunyai sifat-sifat tetap, dibentuk di alam
dan bukan hasil suatu kehidupan. Mineral-mineral yang dibutuhkan tubuh
akan memiliki fungsi khasnya masing-masing seperti kalsium yang berperan
dalam pembentukan struktur tulang. dan gigi, natrium berfungsi dalam
menjaga keseimbangan cairan tubuh atau juga kalsium yang berfungsi untuk
memperlancar kontraksi otot. Mineral mempunyai fungsi sebagai berikut:
1. Menjaga keseimbangan asam basa tubuh,
2. Katalis reaksi-reaksi biologis.
3. Komponen dari bagian-bagian tubuh yang penting.
4. Menjaga keseimbangan air.
5. Transmisi impuls syaraf.
6. Mengatur kontraksi otot, dan membantu pertumbuhan jaringan tubuh.

Mineral terbagi dua, yaitu mineral makro dan mineral mikro. Mineral makro
adalah mineral yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah lebih dari 100 mg
sehari, sedangkan mineral mikro adalah mineral yang dibutuhkan dalam
jumlah kurang dari 100 mg sehari.

Mineral Makro

a) Natrium (Na)
Natrium merupakan kation utama dalam cairan ekstraseluler di mana
35-40 % terdapat dalam kerangka tubuh. Cairan saluran cerna, sama
seperti cairan empedu dan pancreas mengandung banyak natrium.
Sumber utama Natrium adalah garam dapur (NaCl). Sumber natrium

15
yang lain berupa monosodium glutamate (MSG), kecap dan makanan
yang diawetkan dengan garam dapur. Makanan yang belum diolah,
sayur dan buah mengandung sedikit natrium. Sumber lainnya seperti
susu, daging, telur, ikan, mentega, dan makanan laut lainnya.
b) Kalium (K)
Kalium merupakan ion yang bermuatan positif dan terdapat di dalam
sel dan cairan intraseluler. Berperan dalam pemeliharaan
keseimbangan cairan dan elektrolit serta keseimbangan asam dan basa
bersama natrium. Kalium berasal dari tumbuh-tumbuhan dan hewan.
Sumber utama adalah makanan segar/mentah, terutama buah, sayuran
dan kacang-kacangan.
c) Kalsium (Ca)
Jenis zat gizi ini merupakan mineral yang paling banyak dalam tubuh
yang berada dalam jaringan keras yaitu tulang dan gigi. Kalsium
mengatur kerja hormone dan faktor pertumbuhan. Sumber kalsium
terutama pada susu dan hasilnya, seperti keju. Ikan dimakan dengan
tulang, udang, kerang, kepiting, kacang-kacangan dan hasil
olahannya, daun singkong, serta daun Lamtoro.
d) Phospor (P)
Phospor merupakan mineral kedua terbanyak dalam tubuh, sekitar 1
% dari berat badan. Phospor terdapat pada tulang dan gigi serta dalam
sel yaitu otot dan cairan ekstraseluler Phospor terdapat pada semua sel
makhluk hidup, terutama makanan kaya protein, seperti daging, ayam,
ikan, telur, susu dan hasilnya, kacang-kacangan serta serealia.
e) Magnesium (Mg)
Magnesium mempunyai peran dalam berbagai proses metabolisme.
Magnesium terdapat dalam tulang dan gigi, otot, jaringan lunak, dan
cairan tubuh lainnya. Sumber utama magnesium adalah sayur hijau,
serealia tumbuk, biji-bijian dan kacang-kacangan. Daging, susu dan
hasilnya serta cokelat merupakan sumber magnesium yang baik.

Mineral Mikro

16
a) Besi (Fe)
Zat besi merupakan salah satu mineral yang dapat membuat tubuh
sehat Tubuh manusia mengandung lebih kurang 3,5 – 4,5 gram zat
besi, di mana dua per tiganya ditemukan di dalam darah, sementara
sisanya ditemukan di dalam hati, sumsum tulang, otot. Peranannya
dalam produksi sel darah merah sudah sangat terkenal, terutama untuk
kaum wanita. Sumber-sumber alami zat besi adalah: daging sapi,
daging ayam, telur, beberapa jenis buah, dan sayur-sayuran berwarna
hijau tua.
b) Zinc (Zn)
Seng/Zinc adalah salah satu mineral yang dibutuhkan oleh tubuh dan
dikelompokkan dalam golongan trace mineral. Berperan dalam
berbagai aspek metabolisme seperti reaksi yang berkaitan dengan
sintesis dan degradasi karbohidrat, protein, lipida, dan asam nukleat.
Seng dapat mudah ditemukan pada berbagai jenis makanan yang kaya
akan kandungan protein seperti daging, kacang-kacangan, dan polong
polongan.
c) Iodium (I)
Iodium tergolong sebagai mikro mineral yang sangat dibutuhkan oleh
tubuh. Di dalam tubuh, iodium sangat dibutuhkan oleh kelenjar tiroid
(kelenjar yang agak besar dan berada di leher depan bagian bawah).
Sumber iodium terbesar adalah seafood, seperti: kerang, udang,
rumput laut dan aneka ikan serta hasil olahannya.
d) Tembaga (Cu)
Tembaga dibutuhkan tubuh untuk membentuk jaringan tubuh,
termasuk jaringan otak dan fungsi sistem saraf. Tembaga berasal dari
sumber makanan utama adalah daging, tiram, kacang-kacangan,
tanaman polong yang dikeringkan, serta gandum.
e) Selenium(Se)
Selenium diperlukan tubuh untuk kesehatan dan metabolisme tiroid,
pembentukan DNA, serta mencegah kerusakan sel-sel tubuh akibat
infeksi. Ada banyak jenis makanan yang mengandung selenium.

17
Sumber selenium mencakup beragam jenis ikan, kacang-kacangan,
biji-bijian, hingga jamur seperti shiitake.

2.9 Kelebihan dan Kekurangan Tes Biokimia


Tes Biokimia adalah pemeriksaan yang digunakan untuk mendeteksi
adanya defisinesi zat gizi pada kasus yang lebih parah lagi, dimana dilakukan
pemeriksaan dalam satu bahan biopsi sehingga dapat diketahui kadar zat gizi
atau adanya simpanan jaringan yang paling sensitif terhadap deplesi.
(Rachman 2018)

Kelebihan Tes Biokimia :


1. Dapat mendeteksi defisiensi zat lebih dini
2. Hasil dari pemeriksaan biokimia lebih objektif, hal ini dikarenkan
menggunakan peralatan yang selalu ditera dan dilakukan oleh tenaga
ahli
3. Dapat menunjang hasil pemeriksaan metode lain dalam penilaian
status gizi
Kelemahan Tes Biokimia :
1. Hanya bisa dilakukan setelah timbulnya gangguan metabolisme
2. Membutuhkan biaya yang mahal
3. Diperlukan tenaga ahli dalam pemeriksaan
4. Kurang praktis dilapangan
5. Pada pemeriksaan tertentu spesimen sulit didapat
6. Membutuhkan peralatan dan bahan yang lebih banyak
7. Belum ada keseragaman dalam memilih reference (nilai normal)
8. Dalam beberapa hal memerlukan peralatan yang ada dilaboratorium
pusat

18
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Status gizi adalah ukuran keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi untuk
anak yang di indikasikan oleh berat badan dan tinggi badan anak. Status gizi
juga didefinisikan sebagai status kesehatan yang dihasilkan oleh
keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutrien.
Pemeriksaan biokimia dalam penilaian status gizi memberikan hasil yang
lebih tepat dan objektif daripada menilai konsumsi pangan dan pemeriksaan
lain. Pemeriksaan status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen
yang diuji secara laboratoris yang digunakan antara lain darah, urin, tinja dan
juga beberapa jaringan tubuh seperti otot dan hati.
Pemeriksaan secara biokimia meliputi penilaian status gizi zat besi,
protein, vitamin dan mineral.
3.2 Saran
Dalam melakukan penilaian statuz gizi secara biokimia hendaknya harus
dilakukan dengan teliti dan cermat agar didapatkan hasil yang tepat.

19
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia

Barasi, M. E, (2007), At A Glance Ilmu Gizi: Erlangga. Surabaya

Becker, Fernando Gertum. 2015. “Penilaian Status Gizi.” Syria Studies 7(1):37–
72.

Hartini. 2018. “Hubungan Tingkat Kecukupan Energi Dan Protein Makanan


Jajanan.” Journal of Chemical Information and Modeling 53(9):1689–99.

Holil M. Par’i ; Wiyono, Sugeng; Harjatmo, Titus Priyo. 2017. Penilaian Status
Gizi. Kementria kesehatan RI

Rachman, Tahar. 2018. “Cara Penilaiaan Status Gizi.” Repository.Poltekkes-


Denpasar.Ac.Id 5–19.

Supariasa, Nyoman. 2014. Penilaian Status Gizi, EGC. Jakarta.

Syarfaini. 2014. Berbagai Cara Menilai Status Gizi Masyarakat.

Titus Priyo Harjatmo, Holil M. Par’i, and Sugeng Wiyono. 2017. Bahan Ajar Gizi
Penilaian Status Gizi: Jakarta. Pusat Pendidikan Sumber Daya Manusia
Kesehatan.

20

Anda mungkin juga menyukai