Anda di halaman 1dari 56

LAPORAN PRAKTIKUM

PENILAIAN STATUS GIZI SECARA ANTROPOMETRI

FATIN SALSABILA PUTRI YUKI


K011201178
KESMAS B
KELOMPOK II

LABORATORIUM KIMIA BIOFISIK


PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2022
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan yang
Maha Esa karena telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya berupa
kesempatan dan pengetahuan sehingga laporan praktikum ini dapat selesai
tepat pada waktunya.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
Asisten laboratorium praktikum dasar gizi kesehatan masyarakat karena
telah memandu penyusunan laporan ini. Laporan ini dibuat dalam rangka
memenuhi tugas laporan praktikum penilaian status gizi secara
antropometri.
Semoga laporan praktikum ini dapat bermanfaat dan menambah ilmu
pengetahuan bagi para pembaca, serta membawa dampak positif bagi
lingkungan sekitar. Penulis sadar laporan praktikum ini masih jauh dari kata
sempurna dan demi laporan praktikum yang lebih baik kedepannya, besar
harapan penulis agar pembaca memberi masukan berupa kritik dan saran
yang membangun.

Makassar, Mei 2022

Fatin Salsabila Putri Yuki

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................ii


DAFTAR ISI .............................................................................................iii
DAFTAR TABEL .......................................................................................v
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................1
A. Latar Belakang .................................................................................1
B. Rumusan Masalah ...........................................................................3
C. Tujuan Praktikum .............................................................................4
D. Manfaat Praktikum ...........................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................6
A. Tinjauan Umum tentang Status Gizi .................................................6
B. Tinjauan Umum tentang Antropometri ..............................................7
C. Tinjauan Umum tentang Indeks Massa Tubuh (IMT) ........................8
D. Tinjauan Umum tentang Prediksi Tinggi Badan Tinggi Lutut ..........10
E. Tinjauan Umum tentang Lingkar Lengan Atas ...............................11
F. Tinjauan Umum tentang Lingkar Perut ...........................................13
G. Tinjauan Umum tentang Waist to Hip Ratio (WHR) ........................15
H. Tinjauan Umum tentang Persent Body Fat (%BF)..........................17
I. Tinjauan Umum tentang Arm Span ................................................19
BAB III METODE PRAKTIKUM ..............................................................21
A. Peserta Praktikum..........................................................................21
B. Tempat dan Waktu Praktikum ........................................................21
C. Alat ................................................................................................21
D. Prosedur Kerja ...............................................................................23
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................29
A. Hasil Praktikum ..............................................................................29
B. Pembahasan ..................................................................................33
BAB V PENUTUP ...................................................................................38
A. Kesimpulan ....................................................................................38

iii
B. Saran .............................................................................................39
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................40
LAMPIRAN

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Klasifikasi IMT ...........................................................................8


Tabel 2.2. Klasifikasi Lingkar Lengan Atas (LILA) ....................................13
Tabel 2.3. Nilai Ambang Batas Lingkar Perut ...........................................14
Tabel 2.4. Interpretasi Hasil Pengukuran Lingkar Pinggang dan Panggul ...
................................................................................................16
Tabel 2.5. Rumus Perhitungan Persen Body Fat .....................................18
Tabel 2.6. Kalsifikasi Persen Body Fat berdasarkan Umur dan Jenis
Kelamin ................................................................................... 18
Tabel 4.1. Hasil Pengukuran IMT .............................................................29
Tabel 4.2. Hasil Pengukuran Tinggi Lutut ................................................30
Tabel 4.3. Hasil Pengukuran WHR ..........................................................30
Tabel 4.4. Hasil Pengukuran Lingkar Perut ..............................................31
Tabel 4.5. Hasil Pengukuran LiLA ............................................................31
Tabel 4.6. Hasil Pengukuran Percent Body Fat .......................................32
Tabel 4.7. Hasil Pengukuran Arm Span ...................................................33

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1. Timbangan Berat Badan .....................................................21


Gambar 3.2. Microtoice ...........................................................................21
Gambar 3.3. Pita LiLA .............................................................................22
Gambar 3.4. Meteran ...............................................................................22
Gambar 3.5. Penggaris Siku-siku ............................................................22
Gambar 3.6. Skin Fold Caliper .................................................................22
Gambar 3.7. Penggaris Kayu ...................................................................23
Gambar 3.8. Waist Ruler .........................................................................23

vi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Cita-cita bangsa Indonesia yang sekaligus menjadi tujuan nasional
Bangsa Indonesia tercantum di dalam pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945. Salah satu tujuannya yaitu untuk mewujudkan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Salah satu
unsur pokok yang menentukan mutu kehidupan dalam kesejahteraan
masyarakat di suatu bangsa adalah unsur kesehatan, sedangkan di sisi
lain kesehatan merupakan salah satu modal dasar agar kegiatan dalam
mencapai sasaran pembangunan dapat terlaksana. Untuk mewujudkan
derajat kesehatan yang lebih baik, salah satu upaya kesehatan yang
sangat penting untuk dilakukan adalah peningkatan perbaikan gizi.
Status gizi merupakan salah satu faktor penting untuk menentukan
produktivitas dan mutu hidup tenaga kerja. Masalah gizi seperti berbagai
penyakit akibat kekurangan gizi hingga saat ini masih menjadi masalah
kesehatan utama di negara Indonesia (Ismed, 2020).
Masalah gizi yang terjadi di Indonesia adalah masalah kekurangan
gizi dan kelebihan gizi. Masalah kekurangan gizi yang menjadi perhatian
belakangan ini adalah masalah kurang gizi kronis seperti anak pendek
atau “Stunting” dan kurang gizi akut seperti anak kurus atau “Wasting”.
Masalah kegemukan berkaitan dengan berbagai Penyakit Tidak Menular
(PTM) seperti hipertensi, diabetes, kanker paru-paru, jantung dan stroke.
Akibat kedua masalah gizi yang terjadi, Indonesia saat ini mempunyai
masalah beban ganda (Djauhari, 2017).
Stunting merupakan dampak dari asupan gizi yang kurang, baik dari
segi kuantitas maupun kualitas, tingginya kesakitan, atau kombinasi dari
keduanya. Kejadian Kurang Energi Kronis (KEK) pada Wanita Usia
Subur (WUS) dengan kategori usia 15-49 tahun baik dalam kondisi
sedang hamil maupun tidak hamil memiliki faktor yang erat kaitannya
dengan kejadian pendek. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2013,

1
prevalensi stunting nasional meningkat dari tahun 2010 sebanyak 35,6%
menjadi 37,2%. Indonesia berada di posisi tertinggi kelima dunia untuk
jumlah anak dengan kondisi stunting (Sutarto, 2018).
Wasting merupakan salah satu masalah gizi yang ditandai dengan
berat badan balita menurun secara drastis atau berada dibawah normal,
dimana berat badan tidak sesuai dengan tinggi badan. Prevalensi
wasting di Indonesia masih dikategorikan tinggi sehingga wasting masih
menjadi masalah kesehatan masyarakat. Salah satu target Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 adalah
prevalensi wasting kurang dari 5%. Namun berdasarkan laporan
pemantauan status gizi, masih terdapat 3,1% balita sangat kurus dan
8,0% balita yang kurus. Masalah gizi yang diderita oleh anak usia dini
akan berdampak pada gangguan pertumbuhan fisik, gangguan
perkembangan kecerdasan, bahkan dapat berujung pada kematian (Sari
& Putri, 2020).
Obesitas berbahaya karena secara langsung dapat meningkatkan
risiko terjadinya penyakit menahun seperti serangan jantung, gagal
jantung, kanker prostat, kanker usus besar, batu kandung empedu, batu
kandung kemih, hipertensi, diabetes tipe 2 yang dapat menyerang
penderita ketika memasuki usia dewasa, dan beberapa penyakit lainnya.
Berdasarkan Riskesdas tahun 2018, prevalensi penduduk dewasa
dengan berat badan lebih (BMI ≥25) adalah 8,9% dengan proporsi
terbesar pada kelompok umur 40-44 tahun (29,6%). Terlihat perbedaan
prevalensi obesitas abdominal yang cukup tinggi antara perempuan dan
laki-laki yaitu 29,8% dan 14,7% secara berturut (Supriatiningrum, 2021).
Tujuan penataan gizi pada ibu hamil adalah untuk mempersiapkan
kebutuhan zat gizi ibu, janin, serta plasenta seperti kebutuhan protein,
kalori, vitamin, dan mineral. Selain itu, makanan padat kalori dapat
membentuk lebih banyak jaringan tubuh dan mempersiapkan
pertambahan berat baku selama hamil. Perencanaan perawatan gizi
membantu ibu hamil untuk memperoleh dan mempertahankan status gizi

2
optimal sehingga dapat menjalani kehamilan dengan aman dan berhasil,
melahirkan bayi dengan kondisi fisik dan mental yang baik, dan
memperoleh cukup energi untuk menyusui serta merawat bayi
dikemudian hari (Rahayu dkk, 2018).
Pentingnya peran gizi pada masa kehamilan menjadikan status gizi
ibu hamil mendapat perhatian yang besar. Kekurangan Energi Kronis
(KEK) pada masa sebelum hamil kelak dapat mempengaruhi
pertumbuhan janin dan menjadi pertimbangan capaian peningkatan
berat selama masa kehamilan. Di Indonesia, Lingkar Lengan Atas (LiLA)
digunakan sebagai indikator risiko KEK pada ibu hamil karena umumnya
berat badan pra-hamil tidak diketahui. Salah satu dampak jangka
panjang masalah KEK pada WUS dan ibu hamil adalah berisiko
melahirkan bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Ibu yang
mengalami KEK berisiko melahirkan bayi BBLR 4,8 kali lebih besar
daripada ibu yang tidak mengalami KEK (Ariyani, 2012).
Berdasarkan beberapa penjelasan diatas, pengukuran status gizi
penting untuk dilakukan guna mengetahui kondisi gizi pribadi dan
masyarakat khususnya wanita usia subur, ibu hamil, dan anak-anak
sehingga ketika status gizi menunjukkan risiko kekurangan gizi, dapat
dilakukan perencanaan untuk meningkatkan status gizi dan ketika status
gizi menunjukkan kelebihan (obesitas) maka dapat dilakukan
perencanaan untuk menormalkan status gizi.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari praktikum ini adalah:
1. Apa yang dimaksud dengan status gizi?
2. Apa yang dimaksud dengan antropometri?
3. Bagaimana cara menentukan dan mengetahui status gizi seseorang
dengan perhitungan Indeks Massa Tubuh (IMT)?
4. Bagaimana cara memprediksi Tinggi Badan (TB) berdasarkan Tinggi
Lutut (TL) ?

3
5. Bagaimana cara menentukan dan mengetahui status gizi seseorang
dengan perhitungan Waist to Hip Ratio (WHR)?
6. Bagaimana cara menentukan dan mengetahui status gizi seseorang
dengan pengukuran Lingkar Perut?
7. Bagaimana cara menentukan dan mengetahui status gizi seseorang
dengan pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILA)?
8. Bagaimana cara menentukan dan mengetahui status gizi seseorang
dengan perhitungan Presentase Body Fat (%BF)?
9. Bagaimana cara menentukan dan mengetahui status gizi seseorang
dengan pengukuran Arm Span?

C. Tujuan Praktikum
Tujuan praktikum terdiri atas tujuan umum dan tujuan khusus
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari praktikum ini adalah untuk mengetahui status gizi
perseorangan secara antropometri.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan status gizi.
b. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan antropometri.
c. Untuk menentukan dan mengetahui status gizi perseorangan
dengan perhitungan Indeks Massa Tubuh (IMT).
d. Untuk menentukan dan mengetahui status gizi perseorangan
dengan memprediksi Tinggi Badan (TB) berdasarkan Tinggi Lutut
(TL).
e. Untuk menentukan dan mengetahui status gizi perseorangan
dengan perhitungan Waist to Hip Ratio (WHR).
f. Untuk menentukan dan mengetahui status gizi perseorangan
dengan pengukuran Lingkar Perut.
g. Untuk menentukan dan mengetahui status gizi perseorangan
dengan pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILA).

4
h. Untuk menentukan dan mengetahui status gizi perseorangan
dengan perhitungan Presentase Body Fat (%BF).
i. Untuk menentukan dan mengetahui status gizi perseorangan
dengan pengukuran Arm Span.

D. Manfaat Praktikum
Adapun manfaat dari praktikum ini adalah:
1. Praktikum dapat menggambarkan apa yang dimaksud dengan status
gizi.
2. Praktikum dapat menggambarkan apa yang dimaksud dengan
antropometri.
3. Praktikum dapat menentukan dan mengetahui status gizi
perseorangan dengan perhitungan Indeks Massa Tubuh (IMT).
4. Praktikum dapat menentukan dan mengetahui status gizi
perseorangan dengan memprediksi Tinggi Badan (TB) berdasarkan
Tinggi Lutut (TL).
5. Praktikum dapat menentukan dan mengetahui status gizi
perseorangan dengan perhitungan Waist to Hip Ratio (WHR).
6. Praktikum dapat menentukan dan mengetahui status gizi
perseorangan dengan pengukuran Lingkar Perut.
7. Praktikum dapat menentukan dan mengetahui status gizi
perseorangan dengan pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILA).
8. Praktikum dapat menentukan dan mengetahui status gizi
perseorangan dengan perhitungan Presentase Body Fat (%BF).
9. Praktikum dapat menentukan dan mengetahui status gizi
perseorangan dengan pengukuran Arm Span.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum tentang Status Gizi
Status gizi seseorang tergantung dari asupan gizi dan
kebutuhannya. Jika antara asupan gizi dengan kebutuhan tubuhnya
seimbang, maka akan menghasilkan status gizi baik. Kebutuhan asupan
gizi setiap individu berbeda, hal ini tergantung pada usia, jenis kelamin,
aktivitas, berat badan, dan tinggi badan. Kebutuhan protein antara anak
balita tidak sama dengan kebutuhan remaja, kebutuhan energi
mahasiswa yang menjadi atlet akan jauh lebih besar daripada
mahasiswa yang bukan atlet. Kebutuhan zat besi diperlukan untuk
pembentukan darah merah (hemoglobin), karena pada wanita terjadi
pengeluaran darah melalui menstruasi secara periodik setiap bulan
(Thamaria, 2017).
Kegunaan penilaian status gizi sesungguhnya sangat luas. Di bidang
gizi, status gizi mencerminkan tingkat keseimbangan asupan protein dan
energi. Ketidakseimbangan ini akan tercermin pada pola pertumbuhan
fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot, dan presentase air
dalam tubuh, sehingga dapat diinterpretasikan sebagai kekurangan berat
badan atau kelebihan berat badan. Selain itu, hasil penilaian status gizi
dapat pula dimanfaatkan untuk menilai risiko seseorang terhadap
mordibitas penyakit metabolik. Penilaian terhadap risiko morbiditas
penyakit metabolik bermanfaat dalam upaya pencegahan penyakit tidak
menular. Hasil penilaian status gizi juga dapat digunakan untuk evaluasi
hasil intervensi gizi (Widagdo dkk, 2018).
Masalah gizi di Indonesia tidak terlepas dari pangan yang berkaitan
dengan penggunaan segala bahan makanan yang dapat digunakan
sebagai makanan. Makanan merupakan bahan yang memiliki komponen
dengan kandungan zat-zat gizi atau unsur-unsur ikatan kimia yang dapat
direaksikan oleh tubuh menjadi zat gizi diperlukan oleh tubuh untuk
menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan, serta

6
mengatur proses-proses kehidupan. Hasil dari akibat mengkonsumsi
makanan dan zat-zat gizi digolongkan menjadi 3 kelompok yaitu gizi
buruk, baik, dan lebih atau dikenal sebagai status gizi perorangan (Maizs
dkk, 2020).

B. Tinjauan Umum tentang Antropometri


Antropometri berasal dari bahasa Yunani (Greek), yaitu anthropos
yang berarti manusia (man, human) dan metrein (to measure) yang
berarti ukuran (Fitra dkk, 2020). Sehingga, antropometri dapat diartikan
sebagai pengukuran fisik atau bagian tubuh manusia. Cara menilai
status gizi dengan metode antropometri adalah dengan menjadikan
ukuran tubuh manusia sebagai metode untuk menentukan status gizi
(Candra, 2020).
Menurut Nurrizky & Nurhayati (2018), Antropometri memiliki
kelebihan dan kekurangan. Kelebihan antropometri mencakup prosedur
pengukuran yang tergolong sederhana, aman dan dapat dilakukan pada
sampel yang besar, relatif tidak membutuhkan tenaga ahli, alatnya
murah, mudah dibawa dan tahan lama, serta dapat mengidentifikasi
status gizi sedang, kurang, dan gizi buruk, karena sudah ada ambang
batas yang jelas. Adapun kelemahan dari antropometri adalah kurang
sensitif karena tidak dapat mendeteksi status gizi dalam waktu singkat,
tidak dapat membedakan kekurangan zat gizi tertentu, faktor seperti
penyakit, genetik, dan penurunan penggunaan energi bisa menurunkan
sensitivitas pengukuran antropometri, serta kesalahan yang terjadi saat
melakukan pengukuran dapat mempengaruhi presisi, akurasi, dan
validitas pengukuran antropometri gizi.
Pada umumnya indeks antropometri yang digunakan yaitu Tinggi
Badan menurut Umur (TB/U), Berat Badan menurut Umur (BB/U) dan
Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB). Untuk membedakan
apakah kekurangan gizi terjadi kronis atau akut, digunakan indeks BB/U.

7
Namun selain hanya mengggunakan indeks BB/U, lebih dianjurkan
menggunakan indeks TB/U dan BB/TB juga (Fitri, 2017).

C. Tinjauan Umum tentang Indeks Massa Tubuh (IMT)


Indeks massa tubuh (IMT) adalah parameter yang penting dalam
ilmu kesehatan karena berbagai masalah penyakit dan kondisi kejiwaan
pada manusia banyak dihubungkan dengan nilai IMT tersebut. IMT
ditentukan dengan cara mengukur berat dan tinggi badan secara
terpisah kemudian nilai berat dan tinggi tersebut dibagikan untuk
mendapatkan nilai IMT dalam satuan kg/m2 (Situmorang, 2015). Berat
Badan (BB) adalah ukuran tubuh dalam sisi berat yang ditimbang dalam
keadaan berpakaian minimal tanpa perlengkapan apapun, sedangkan
Tinggi Badan (TB) adalah tinggi dari lantai tanpa alas kaki hingga vertek
(ubun-ubun) yang diukur pada sikap tubuh bersiap (Kusumah dkk, 2015).
Tabel 2.1 Klasifikasi IMT Departemen Kesehatan Republik
Indonesia 2013
Indeks Massa Tubuh (IMT)
Klasifikasi
(kg/m2)
Kurus IMT < 18,5
Normal IMT ≥ 18,5 - < 25,9
Berat Badan Lebih IMT ≥ 25,0 - < 27
Obesitas IMT ≥ 27
Sumber: Departemen Kesehatan, 2013
IMT memiliki beberapa kelebihan, seperti pengukurannya
sederhana atau mudah untuk dilakukan serta dapat digunakan untuk
menentukan berat badan ideal seseorang. Namun, penilaian IMT ini juga
memiliki beberapa kelemahan, seperti hanya dapat digunakan untuk
menentukan status gizi bagi seseorang yang telah berusia 18 tahun ke
atas, tidak dapat digunakan pada bayi, remaja, ibu hamil dan
olahragawan, serta tidak dapat digunakan untuk menentukan status gizi

8
seseorang yang sedang menderita penyakit edema, asites dan
hepatomegali (Sudibjo dkk, 2018).
Berat badan kurang dapat meningkatkan resiko terhadap penyakit
infeksi, sedangkan berat badan lebih akan meningkatkan resiko terhadap
penyakit degeneratif. Masalah kekurangan dan kelebihan gizi pada
orang dewasa (≥18 tahun) merupakan masalah penting, karena selain
mempunyai resiko penyakit-penyakit tertentu, juga dapat mempengaruhi
produktifitas kerjanya. Oleh karena itu pemantauan keadaan tersebut
perlu dilakukan oleh setiap orang secara berkesinambungan (Lusi dkk,
2018).
Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi IMT diantaranya
adalah:
1. Usia
Usia dapat mempengaruhi IMT karena semakin bertambahnya
usia maka seseorang cenderung jarang melakukan olahraga. Ketika
seseorang jarang melakukan olahraga, maka berat badan cenderung
meningkat (Amir & Azi, 2021).
2. Jenis Kelamin
Lebih banyak laki-laki yang termasuk dalam kategori kelebihan
berat badan (overweight) dibandingkan wanita. Distribusi lemak tubuh
antara pria dan wanita juga berbeda. Pria cenderung mengalami
obesitas viseral (abdominal) dibandingkan wanita. Proses-proses
fisiologis juga berkontribusi terhadap meningkatnya simpanan lemak
pada perempuan (Ernawati & Hapipah, 2019).
3. Aktifitas Fisik
Kurangnya aktivitas fisik dalam kegiatan sehari-hari menjadi salah
satu faktor risiko peningkatan IMT. Aktivitas fisik menghasilkan gerak
tubuh yang disebabkan oleh kontraksi otot yang menghasilkan energi
ekspenditur. Kurang melakukan aktivitas fisik menyebabkan tubuh
kurang menggunakan energi yang tersimpan. Oleh karena itu, asupan
energi berlebihan tanpa diimbangi dengan aktivitas fisik secara terus

9
menerus dapat mengakibatkan obesitas atau peningkatan IMT (Habut
dkk, 2016).
4. Kebiasaan Merokok
Merokok dapat menyebabkan indeks massa tubuh menurun. Hal
ini dipengaruhi oleh kandungan nikotin yang terdapat di dalam rokok
dapat mengganggu perilaku makan. Kondisi ini terkadang membuat
beberapa orang tidak mau berhenti merokok, karena akan
menimbulkan peningkatan berat badan. Padahal mencegah obesitas
dengan merokok hanya akan memberi efek yang sangat kecil dan
akan memberikan banyak kerugian seperti timbulnya penyakit kanker,
penyakit jantung, timbulnya bercak-bercak di paru-paru, serta penyakit
ginjal. Asap rokok juga dapat melumpuhkan peralatan pembersih
pada saluran napas yang menyebabkan napas sesak (Ilfandari &
Ervina, 2015).

D. Tinjauan Umum tentang Prediksi Tinggi Badan Tinggi Lutut


Idealnya, tinggi badan diukur dengan cara berdiri tegak
menggunakan alat seperti microtoise. Namun, ada beberapa kondisi
yang menyebabkan pengukuran tinggi badan dengan cara tersebut tidak
dapat dilakukan. Pengukuran tinggi badan dengan cara berdiri tegak sulit
dilakukan pada lansia disebabkan adanya nyeri, lemah dan deformitas
tulang belakang, seperti kifosis dan osteoporosis sehingga lansia tidak
dapat berdiri dengan tegak dan stabil untuk dilakukannya pengukuran
tinggi badan. Alternatif pengukuran tinggi badan yang paling banyak
dilakukan salah satunya adalah mengukur tinggi lutut, yang kemudian
dikonversi menjadi tinggi badan dengan menggunakan formula tertentu,
seperti chumlea (Kusuma & Rosidi, 2018)
Pengukuran antropometri pada lansia pada dasarnya sama dengan
usia lainnya, tetapi terkadang memerlukan cara yang berbeda untuk
memberikan hasil yang lebih tepat karena terjadi perubahan fisiologi.
WHO merekomendasikan tinggi lutut untuk digunakan sebagai prediktor

10
tinggi badan pada seseorang yang berusia lebih dari 60 tahun. Tinggi
lutut merupakan salah satu pengukuran yang dapat memprediksi tinggi
badan dengan diuji metode regresi statistik yang menghasilkan nilai
relasi yang tinggi dan juga menunjukkan korelasi yang sangat kuat
dengan tinggi badan dengan tingkat eror yang sedikit (Azkiyah dkk,
2016).
World Health Organization Expert Committee on Physical Status
menekankan pentingnya model referensi untuk setiap negara dalam
memprediksi tinggi badan lansia berdasarkan gender dan usia. Sebagai
contoh, bila estimasi persamaan yang di kembangkan untuk ras
Kaukasoid digunakan untuk mengestimasi tinggi badan pada keturunan
Jepang-Amerika maka akan terjadi sistematik eror (Azkiyah dkk, 2016).
Adapun rumus untuk menentukan tinggi lutut adalah sebagai berikut
(Sirajuddin dkk, 2019):
Lak-laki : 64,19 – (0,04 x umur) + (2,02 x Tinggi Lutut).
Perempuan : 84,88 – (0,24 x umur) + (1,83 x Tinggi Lutut) –
75−𝑢𝑚𝑢𝑟
( ) x 1,2.
5

Beberapa penelitian internasional menunjukkan bahwa untuk


memprediksi tinggi lansia yang berusia 60 tahun keatas lebih mudah
untuk menggunakan pengukuran tinggi lutut. Pengukuran tersebut bisa
dilakukan dengan rumus Chumlea. Tinggi lutut diukur pada kaki kiri pada
sudut 90° dengan lutut dan pergelangan kaki dan lansia dalam posisi
duduk atau berbaring. Digunakan antropometer dengan penggaris yang
tetap dengan sensitivitas 0,1 cm, terdiri dari bagian tetap yang telah
ditempatkan di permukaan plantar kaki (tumit) dan bagian bergerak yang
diposisikan di atas patella. Ukurannya diambil dalam cm yang tepat
diperkirakan dari ketinggian lutut (Fogal et. al, 2015).

E. Tinjauan Umum tentang Lingkar Lengan Atas


Lingkar Lengan Atas (LiLA) merupakan gambaran keadaan jaringan
otot dan lapisan lemak bawah kulit. Ukuran LiLA digunakan untuk

11
skrining kekurangan energi kronis yang digunakan untuk mendeteksi ibu
hamil dengan risiko melahirkan Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR).
Pengukuran LiLA ditujukan untuk mengetahui apakah ibu hamil atau
Wanita Usia Subur (WUS) menderita Kurang Energi Kronis (KEK).
Ambang batas LiLA WUS dengan risiko KEK adalah 23,5 cm. Apabila
hasil pengukuran <23,5 cm artinya wanita tersebut mempunyai risiko
KEK dan diperkirakan akan melahirkan BBLR (Thamaria, 2017).
Pengukuran status gizi pada WUS dapat dilakukan dengan
menggunakan LiLA, tetapi LiLA bukan cara pengukuran status gizi yang
ideal sebab perubahan LiLA memerlukan waktu lama, serta LiLA tidak
dapat digunakan untuk memantau perubahan status gizi jangka pendek
sehingga pengukuran LiLA tidak dapat dijadikan alat pemantau status
gizi. Pada ibu hamil, LiLA yang digunakan pada pengukuran KEK dengan
metode IMT tidak dapat dilakukan. LiLA terutama bermanfaat untuk
mengetahui risiko KEK pada awal kehamilan karena berat badan
prahamil tidak diketahui. Di Indonesia, para ibu tidak biasa menimbang
berat badan sebelum hamil sehingga penggunaan LiLA sebagai indikator
risiko KEK menjadi sangat penting. Penentuan ambang batas 23,5 cm
lebih ditujukan pada risiko dan mortalitas bayi, bukan ibu (Ariyani dkk,
2012).
Pada bayi dengan BBLR akan ada banyak risiko yang terjadi
permasalahan pada sistem tubuh, oleh karena kondisi tubuh yang tidak
stabil. Di Indonesia batas LiLA dengan risiko KEK adalah 23,5 cm hal ini
berarti ibu hamil dengan risiko KEK diperkirakan akan melahirkan bayi
BBLR. Bila bayi lahir dengan BBLR akan mempunyai risiko kematian, gizi
kurang, gangguan pertumbuhan, dan gangguan perkembangan anak.
Untuk mencegah risiko KEK pada ibu hamil sebelum kehamilan wanita
usia subur sudah harus mempunyai gizi yang baik, misalnya dengan LiLA
tidak <23,5 cm. Apabila LiLA sebelum hamil kurang dari angka tersebut,
sebaiknya kehamilan ditunda sehingga tidak berisiko melahirkan BBLR
(Kusparlina, 2016).

12
Tabel 2.2 Klasifikasi Lingkar Lengan Atas (LiLA)
Klasifikasi Batas Ukur
Wanita Usia Subur
KEK < 23,5 cm
Normal ≥ 23,5 cm
Bayi Usia 0-30 Hari
KEP < 9,5 cm
Normal ≥ 9,5 cm
Balita
KEK < 12,5 cm
Normal ≥ 12,5 cm
Sumber: Sirajuddin dkk, 2019.

F. Tinjauan Umum tentang Lingkar Perut


Lingkar perut atau waist circumference merupakan prediktor terbaik
untuk individu risiko tinggi diabetes mellitus tipe 2. Pengukuran waist
circumference harus digunakan lebih sering pada praktek sehari-hari
dalam pelayanan kesehatan primer untuk mengidentifikasi individu yang
berisiko dan pada saat perencanaan intervensi dan penyuluhan
kesehatan (Septyaningrum & Martini, 2014). Lingkar perut yang berlebih
berhubungan dengan berlebihnya lemak tubuh dan obesitas. Obesitas
dikaitkan dengan keterbatasan fungsional dalam kinerja otot termasuk
keterbatasan mobilitas, kekuatan dan postural sehingga pada seseorang
dengan lingkar perut berlebih, secara teori dapat mempengaruhi
penurunan kekuatan otot punggung (Mighra & Jaali, 2021).
Lemak tubuh merupakan salah satu komponen tubuh yang menjadi
perhatian karena berhubungan dengan kesehatan dan penurunan
fungsional otot apabila berlebih, terutama pada seseorang dengan
obesitas (Tomlinson et al, 2016). Komposisi lemak tubuh dipakai sebagai
salah satu komponen yang berhubungan dengan kebugaran jasmani
yang berhubungan dengan kesehatan. Seseorang yang memiliki lemak
tubuh lebih banyak dikatakan memiliki kebugaran atau kemampuan yang
lebih kecil dalam menghasilkan energi, karena jaringan yang tidak aktif
juga lebih banyak (Mighra & Jaali, 2021).

13
Obesitas merupakan suatu kondisi dimana tubuh seseorang
memiliki kadar lemak yang terlalu tinggi (Masi & Oroh, 2018). Terdapat
dua jenis obesitas, yakni obesitas umum dan obesitas abdominal/sentral.
Obesitas umum dapat diukur dengan menggunakan Indeks Massa
Tubuh (IMT), sedangkan obesitas sentral dapat diukur dengan ukuran
Lingkar Perut (LP). Nilai IMT diperoleh dengan cara membagi berat
badan (dalam satuan kg) dengan kuadrat dari tinggi badan (dalam meter)
atau BB/TB2, sedangkan nilai LP diperoleh dari hasil pengukuran LP
(dalam satuan cm) (Indriaty, 2010). LP lebih banyak digunakan secara
klinis untuk menilai obesitas abdominal, dengan mengukur lemak yang
terpusat di perut. Beberapa hasil penelitian menunjukkan, LP merupakan
prediktor terbaik untuk risiko penyakit degeneratif (Triwinarto, 2012).
Tabel 2.3 Nilai Ambang Batas Lingkar Perut Menurut Berbagai
Negara

Negara Laki-laki (cm) Perempuan (cm)

USA (ATP III) 102 (90) 88 (85)


Europeans 94 80
Middle Easters, Eastern
94 80
European, North African
Sub – Saharan Africans 94 80
Asian (Including Chinese,
90 80
South Asia and Japanese)
Ethnic South and Central
90 80
Americans
Indonesia 90 80
Sumber : Sirajuddin dkk, 2019
Salah satu faktor risiko stroke adalah tingginya tekanan darah
sedangkan faktor risiko penyakit kardiovaskuler adalah kelainan kadar
lipid darah, serta ukuran total adiposa tubuh yang tinggi. Adiposa dapat
diukur dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) sehingga IMT dapat
digunakan untuk memprediksi risiko penyakit jantung. Namun demikian,
jika dibandingkan IMT, obesitas sentral yang diukur dengan lingkar perut
(LP), merupakan prediktor yang lebih kuat untuk memprediksi penyakit

14
jantung. Lingkar perut merupakan bagian dari pengukuran lemak viseral.
Asam lemak pada lemak viseral bersifat mobile sehingga mudah lepas
dan masuk ke dalam vena portal yang langsung menuju ke hati. Hal
tersebut yang kemungkinan menjadi penyebab meningkatnya kejadian
dislipidemia yang ditandai dengan kelainan profil lipid darah (Nazarina
dkk, 2014).

G. Tinjauan Umum tentang Waist to Hip Ratio (WHR)


Antropometri merupakan indikator yang telah lama dan sering
digunakan dalam penentuan status gizi. Indeks antropometri dapat
digunakan untuk mendeteksi obesitas sentral salah satunya adalah
pengukuran Rasio Lingkar Pinggang-Panggul (RLPP). Lingkar pinggang
merupakan besaran yang diukur pada daerah antara crista iliaca dan
costa XII yang memiliki keliling dinding perut terkecil dengan
menggunakan metline dan dinyatakan dalam cm, sedangkan
pengukuran lingkar panggul merupakan besaran yang diukur pada
bagian atas symphisis asis pubis dan bagian maksimum dari rego
gluteus dengan pita yang dililitkan (Rokhmah dkk, 2015). Rasio lingkar
pinggang-pinggul menjadi prediktor kuat dalam peningkatan lemak
viseral tubuh. Peningkatan ini dipengaruhi oleh jenis kelamin dan usia
manusia (Harahap & Mochtar, 2016).
Distribusi lemak tubuh, terutama di perut merupakan suatu faktor
risiko tersendiri terhadap kesehatan. Ukuran antropometri untuk
mengetahui distribusi lemak tubuh adalah rasio lingkar pinggang pinggul.
Pada wanita penumpukan jaringan lemak, biasanya berada di sekitar
pinggul, paha, lengan, pinggang dan perut kemudian meluas keseluruh
tubuh sampai ke wajah (Putri & Riyanto, 2015). Pada laki-laki
penumpukan lemak lebih dominan pada perut atau tubuh bagian atas.
Hal inilah yang menyebabkan umumnya pria memiliki bentuk tubuh yang
menyerupai apel (ukuran pinggang yang besar), sementara perempuan
menyerupai buah pir (ukuran pinggul yang besar) (Refialdinata, 2018).

15
Tabel 2.4 Interpretasi Hasil Pengukuran Lingkar Pinggang dan
Panggul
Resiko
Jenis Kelompok
Kelamin Umur Low Moderate High Very high

20-29 < 0,83 0,83-0,88 0,89-0,94 > 0,94


30-39 < 0,84 0,84-0,91 0,92-0,96 > 0,96
Pria 40-49 < 0,88 0,88-0,95 0,96-1,00 > 1,00
50-59 < 0,90 0,90-0,96 0,87-1,02 > 1,02
60-69 < 0,91 0,91-0,96 0,99-1,03 > 1,03
20-29 < 0,71 0,71-0,77 0,78-0,82 > 0,82
30-39 < 0,72 0,72-0,78 0,79-0,84 > 0.84
Wanita 40-49 < 0,73 0,73-0,79 0,80-0,87 > 0,87
50-59 < 0,74 0,74-0,81 0,82-0,88 > 0,88
60-69 < 0,76 0,76-0,83 0,84-0,90 > 0,90
Sumber: Sirajuddin dkk, 2019
RLPP merupakan indikator paling baik yang digunakan untuk
screening risiko penyakit kardiovaskular yang meliputi hipertensi,
hiperkolesterolemia, diabetes mellitus dan dislipidemia dibandingkan
dengan antropometri lainnya seperti IMT dan lingkar pinggang atau
lingkar perut saja. RLPP yang menunjukkan nilai melebihi batas normal
adalah penanda adanya obesitas sentral yang menetap selama periode
waktu tertentu. Kilokalori yang masuk melalui makanan lebih banyak
dapat menyebabkan terjadinya gangguan metabolik berupa
hiperkolesterolemia. Hiperkolesterolemia merupakan suatu keadaan
dimana kadar kolesterol tinggi dalam darah. Keadaan ini bukanlah suatu
penyakit tetapi gangguan metabolik yang bisa menyumbang terjadinya
berbagai penyakit terutama penyakit kardiovaskuler (Listiyana &
Prameswari, 2013).

16
H. Tinjauan Umum tentang Persent Body Fat (%BF)
Persen lemak tubuh atau Percent Body Fat (%BF) adalah jumlah
simpanan lemak tubuh yang diukur dengan cara membandingkan total
lemak tubuh dengan berat badan yang dinyatakan dalam persentase
(Amelia & Syauqy, 2014). %BF merupakan indikator yang baik untuk
menentukan status gizi lebih dibandingkan dengan IMT/U. Hal ini
disebabkan karena persen lemak tubuh lebih menggambarkan
komposisi lemak tubuh dibandingkan IMT/U yang berdasarkan pada
berat tubuh secara keseluruhan. Walaupun spesifisitas IMT/U terhadap
persen lemak tubuh tinggi, remaja dengan status gizi normal secara
IMT/U, harus tetap melakukan perhitungan persen lemak tubuh. Hal ini
bertujuan untuk memastikan bahwa lemak tubuh berada di batas normal
(Widyastuti & Rosidi, 2018).
Komposisi tubuh merupakan salah satu faktor kunci yang
mempengaruhi kesehatan individu. Perubahan jumlah seluruh
komponen tubuh mempengaruhi kesehatan manusia, namun lemak
tubuh merupakan komponen yang paling besar pengaruhnya terhadap
kesehatan pribadi dalam jangka pendek dan jangka panjang. Salah satu
masalah yang diakibatkan oleh peningkatan lemak tubuh adalah
obesitas (Teresa dkk, 2018).
Pengukuran persentase lemak tubuh yang akurat diperlukan untuk
pemantauan lemak tubuh, obesitas, dan perencanaan rencana gizi
dalam program kesehatan. Distribusi lemak tubuh terdiri dari lemak
subkutan (lemak bawah kulit) dan lemak visceral (lemak perut).
Persentase lemak tubuh dapat diukur dengan metode IMT, Dual Energy
X-ray Absorbtiometry (DXA Scan), Bioelectrical Impedance Analysis
(BIA), Skinfold caliper, USG, dan lain-lain (Wijayanti dkk, 2018).
Cara mudah dan murah untuk mengukur persentase lemak tubuh
adalah dengan menggunakan skinfold caliper. Mengukur ketebalan
lemak subkutan erat kaitannya dengan jumlah air yang menentukan
kepadatan tubuh. Pengukuran lemak subkutan mencakup dua kali

17
ketebalan zat lemak, menggunakan skinfold caliper yang dikembangkan
khusus untuk pengukuran lemak tubuh. Metode skinfold akurat karena
jumlah titik pengukuran meningkat. Prinsip pengukuran skinfold caliper
adalah ketebalan jaringan adiposa, dan lemak subkutan yang diukur saat
memperkirakan persentase lemak tubuh (Calara, 2014).
Lokasi pengukuran skinfold yaitu, triceps dan biceps (lengan atas),
forearm (lengan bawah), chest, midaxillary (di tengah garis ketiak),
subscapula (tulang belikat), abdominal (perut), pectoral (sisi dada),
medial calv (pertengahan tungkai bawah), suprapatellar (tempurung
lutut), dan paha (Sirajuddin dkk, 2019). Untuk mengetahui
ketidakseimbangan massa lemak tubuh pada seseorang yang dapat
menyebabkan berbagai penyakit, perlu dilakukan perhitungan massa
lemak tubuh yang ideal. IMT digunakan untuk membandingkan berat
badan dengan tinggi badan untuk menentukan kategori berat badan.
Seseorang dapat menggunakan IMT untuk melihat apakah status berat
badan berada dalam kategori kelebihan berat badan atau kekurangan
berat badan (Wijayanti dkk, 2018). Rumus yang digunakan untuk
menghitung persen lemak tubuh yaitu:
Tabel 2.5 Rumus Perhitungan Persen Body Fat
Laki-Laki (18 – 27 tahun)
Db = 1,0913 – 0,001116 (∑tricep + scapula)
% Body Fat = [4,97/Db) – 4,52] x 100
Wanita (18 – 27 tahun)
Db = 1,0897 – 0,001113 (∑tricep + scapula)
% Body Fat = [4,76/Db) – 4,28] x 100
Sumber: Sirajuddin dkk, 2019

Tabel 2.6 Klasifikasi Persen Body Fat berdasarkan Umur dan


Jenis Kelamin
Under Healthy
Sex Overweight Obesitas
Fat Range
Perempuan
20 – 40 < 21% 21 – 33% 33 – 39% > 39%
41 – 60 < 23% 23 – 35% 35 – 40% > 40%
61 – 79 < 24% 24 – 36% 36 – 42 % > 42 %
Laki-Laki
20 – 40 < 8% 8 – 9% 19 – 25% > 25%

18
41 – 60 < 11% 11 – 22% 22 – 27% > 27%
61 - 79 < 13% 13 – 25% 25 – 30% > 30%
Sumber: Sirajuddin dkk, 2019

Lemak tubuh yang berlebihan dapat menimbulkan berbagai


gangguan kardiovaskuler. Oleh karena itu, berbagai metode pengukuran
lemak tubuh tersebut diperlukan untuk menjaga status kebugaran
kardiorespirasi. Selain menyebabkan gangguan kardiovaskuler, bisa
juga menyebabkan penyakit Diabetes Melitus (DM). Telah banyak
penelitian yang mengkaji faktor penyebab kejadian DM dari berbagai
aspek namun salah satu hal yang penting adalah persen lemak tubuh
pada seseorang yang mengalami diabetes. Tingginya persen lemak
tubuh pada penderita diabetes berisiko meningkatkan glukosa darah dan
menyebabkan terjadinya komplikasi (Sitoayu dkk, 2020).

I. Tinjauan Umum tentang Arm Span


Panjang lengan merupakan salah satu anggota tubuh yang
tergolong dalam pengukuran Antropometrik yakni salah satu anggota
gerak tubuh bagian atas yang terdiri dari: lengan atas, lengan bawah,
tangan, dan jari-jari tangan. Dengan demikian panjang lengan meliputi
pengukuran anggota gerak tubuh bagian atas yang dimulai dari
persendian bahu atau persendian lengan atas sampai pada tangan atau
jari tangan yang terpanjang (Mustana dkk, 2022). Proses penuaan terjadi
secara alami dan terus menerus mengubah anatomi, fisiologi, dan
biokimia jaringan tubuh, yang pada akhirnya mempengaruhi fungsi dan
kinerja seluruh tubuh. Selain penyakit degeneratif seperti osteoporosis,
kekurangan gizi juga menjadi masalah kesehatan bagi lansia saat ini.
Status gizi lansia dapat dinilai dengan menggunakan Indeks Massa
Tubuh (IMT), yaitu perbandingan berat badan dengan tinggi badan
kuadrat (Astriana dkk, 2018).
Tinggi dan berat badan digunakan untuk mengukur IMT, yang diukur
dengan membandingkan berat badan (kilogram) dengan kuadrat tinggi

19
badan (meter). Namun, tinggi badan orang tua sering kali bias karena
kompresi sumsum tulang belakang. Metode yang digunakan untuk
memprediksi tinggi badan harus menyertakan nilai antropometri yang
sebenarnya sebagai bagian dari tinggi badan. Salah satu metode yang
dikenal untuk memprediksi tinggi badan adalah dengan menggunakan
panjang rentang lengan atau panjang depa (Dwiyanti dkk, 2017).
Pengukuran panjang depa dapat digunakan tidak hanya untuk
orang tua, tetapi juga dapat digunakan pada orang yang kesulitan berdiri
tegak. Panjang depa biasanya tidak berubah secara signifikan seiring
bertambahnya usia. Panjang depa direkomendasikan sebagai prediktor
tinggi badan, tetapi seluruh populasi tidak memiliki hubungan 1:1 antara
panjang depa dan tinggi badan. Pengukuran ini dilakukan dalam posisi
tegak dengan tumit rapat, bahu rileks, dan tulang belakang serta bokong
menempel ke dinding (Yoga, 2015).

20
BAB III
METODE PRAKTIKUM
A. Peserta Praktikum
Peserta Praktikum dalam percobaan ini adalah mahasiswa Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin angkatan 2020 kelas B
Kelompok 2 (Fatin Salsabila, Husnun Maisarah, Siti Ismi, Dinda Nur
Maharani, Evelyn Paterlim, Nurun Nisaa, Nurul Ariqah, Ayundhasari,
Azzahirah Nurulfatinah, dan Hafizhah Nurul Afifah).

B. Tempat dan Waktu Praktikum


Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Biofisik Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin pada tanggal 17 Mei
2022 pukul 13.00-17.00 WITA.

C. Alat
Gambar 3.1 Gambar 3.2
Timbangan Berat Badan Microtoice

21
Gambar 3.3 Gambar 3.4
Pita LiLA Meteran

Gambar 3.5 Gambar 3.6


Penggaris Siku-siku Skin Fold Caliper

22
Gambar 3.7 Gambar 3.8
Penggaris Kayu Waist Ruler

D. Prosedur Kerja
1. Indeks Massa Tubuh (IMT)
a. Berat Badan
1) Subjek mengenakan pakaian biasa (usahakan dengan pakaian
yang minimal). Subjek tidak menggunakan alas kaki.
2) Pastikan timbangan berada pada penunjukan skala dengan
angka 0,0.
3) Subjek berdiri diatas timbangan dengan berat yang tersebar
merata pada kedua kaki dan posisi kepala dengan pandangan
lurus ke depan. Usahakan tetap tenang.
4) Bacalah berat badan pada tampilan dengan skala 0,1 kg
terdekat.
b. Tinggi Badan
1) Subjek tidak mengenakan alas kaki. Posisikan subjek tepat
dibawah microtoice.
2) Kaki rapat, lutut lurus. Tumit, pantat, dan bahu menyentuh
dinding vertikal.

23
3) Subjek dengan pandang lurus kedepan, kepala tidak perlu
menyentuh dinding vertikal. Tangan lepas kesamping badan
dengan telapak tangan menghadap paha.
4) Mintalah subjek untuk menarik nafas panjang dan berdiri tegak
tanpa mengangkat tumit untuk membantu menegakkan tulang
belakang. Usahakan bahu tetap santai.
5) Tarik mictrotoice hingga menyentuh ujung kepala, pegang
secara horizontal. Pengukuran tinggi badan diambil pada saat
menarik nafas maksimum. Dengan mata pengukur sejajar
dengan alat penunjuk angka untuk menghindari kesalahan
penglihatan. Catat tinggi badan pada skala 0,1 cm terdekat.
2. Prediksi Tinggi Badan berdasarkan Tinggi Lutut
1) Praktikan duduk di kursi dengan kaki yang ditekuk hingga
membentuk sudut 900 .
2) Digunakan mistar siku-siku untuk melihat apakah kaki yang
ditekuk sudah membentuk sudut siku-siku.
3) Tinggi lutut diukur dari tumit hingga patella dengan
menggunakan alat ukur meteran.
4) Hasil pengukuran dibaca dengan sedikit menjongkok sehingga
mata pembaca tepat berada pada angka yang ditunjukkan oleh
alat ukur. Tinggi lutut dicatat pada skala 0,1 cm terdekat.
3. Pengukuran Lingkar Lengan Atas
a. Menentukan titik mid point pada lengan.
1) Subjek diminta untuk berdiri tegak.
2) Mintalah subjek untuk membuka lengan pakaian yang
menutup lengan kiri atas (bagi yang kidal gunakan lengan
kanan).
3) Tekukan membentuk 900, dengan telapak tangan menghadap
ke atas. Pengukur berdiri dibelakang subjek dan menentukan
titik tengah antara tulang atas pada bahu kiri dan siku.
4) Ditandailah titik tengah tersebut dengan pena.

24
b. Mengukur Lingkar Lengan Atas
1) Dengan tangan tergantung lepas dan siku lurus disamping
badan, telapak tangan menghadap ke bawah.
2) Ukurlah lingkar lengan atas pada posisi mid point dengan pita
LILA menempel pada kulit. Perhatikan jangan sampai pita
menekan kulit atau ada rongga antara kulit dan pita.
3) Lingkar lengan atas dicatat pada skala 0,1 cm terdekat.
4. Pengukuran Lingkar Perut
a. Subjek diminta dengan cara yang santun untuk membuka pakaian
bagian atas atau menyingkapkan pakaian bagian atas dan raba
tulang rusuk terakhir responden untuk menetapkan titik
pengukuran.
b. Tetapkan titik batas tepi tulan rusuk paling bawah.
c. Tetapkan titik tengah di antara titik tulang rusuk terakhir titik ujung
lengkung tulang pangkal paha/panggul dan tandai titik tengah
tersebut dengan alat tulis.
d. Minta subjek untuk berdiri tegak dan bernafas dengan normal
(ekspirasi normal).
e. Lakukan pengukuran lingkar perut dimulai/diambil dari titik tengah
kemudian secara sejajar horizontal melingkari pinggang dan perut
kembali menuju titik tengah diawal pengukuran.
f. Apabila subjek mempunyai perut yang gendut ke bawah,
pengukuran mengambil bagian yang paling buncit lalu berakhir
pada titik tengah tersebut lagi.
5. Waist to Hip Ratio (WHR)
a. Lingkar Pinggang (Lpi)
1) Subjek menggunakan pakaian yang longgar (tidak menekan)
sehingga alat ukur dapat diletakkan dengan sempurna.
Sebaiknya pita pengukur tidak berada di atas pakaian yang
digunakan.
2) Subjek berdiri tegak dengan perut dalam keadaan yang rileks.

25
3) Pengukur menghadap ke subjek dan meletakkan alat ukur
melingkar pinggang secara horizontal dimana merupakan
bagian paling kecil dari tubuh. Seorang pembantu diperlukan
untuk meletakkan alat ukur dengan tepat. Bagi mereka yang
gemuk, dimana sukar menenukan bagian paling kecil, daerah
yang harus diukur adalah antara tulang rusuk dan tonjolan
iliaca.
4) Pengukuran dilakukan di akhir dari ekspresi yang normal, dan
alat ukur tidak menekan kulit.
5) Bacalah dengan teliti hasil pengukuran pada pita hingga 0,1
cm terdekat.
b. Lingkar Panggul (Lpa)
1) Subjek mengenakan pakaian yang tidak terlalu menekan.
2) Subjek berdiri tegak dengan kedua lengan berada pada kedua
sisi tubuh dan kaki rapat.
3) Pengukur jongkok di samping subjek sehingga tingkat
maksimal dari panggul terlihat.
4) Alat pengukur dilingkarkan secara horizontal tanpa menekan
kulit. Seorang pembantu diperlukan untuk mengatur posisi alat
ukur pada sisi lainnya.
5) Bacalah dengan teliti hasil pengukuran pada pita hingga 0,1 cm
terdekat.
6. Pengukuran Percent Body Fat (%BF)
a. Menentukan Tebal Lipatan Kulit (TLK)
1) Ibu jari dan jari telunjuk dari tangan kiri digunakan untuk
mengangkat kedua sisi dari kulit dan lemak subkutan kurang
lebih 1 cm proximal dari daerah yang diukur.
2) Lipatan kulit diangkat pada jarak kurang lebih 1 cm yang
tegak lurus arah garis kulit.
3) Lipatan kulit tetap diangkat sampai pengukuran selesai.
4) Kaliper dipegang oleh tangan kanan.

26
5) Pengukuran dilakukan dalam 4 detik setelah penekanan kulit
oleh kaliper dilepas.
b. Mengukur TLK pada Tricep
1) Subjek berdiri dengan kedua lengan tergantung bebas pada
kedua sisi tubuh.
2) Pengukur dilakukan pada mid point (sama seperti LILA).
3) Pengukur berdiri dibelakang subjek dan meletakkan telapak
tangan dibuat dimana ibu jari dan jari telunjuk menghadap ke
bawah. Tricept Skinfold diambil dengan menarik pada 1 cm
dari proximal tanda titik tengah tadi.
4) Tricept Skinfold diukur dengan mendekati 0,1 mm.
c. Mengukur TLK pada Subscapular
1) Subjek berdiri tegak dengan kedua lengan tergantung bebas
pada kedua sisi tubuh.
2) Letakkan tangan kiri ke belakang.
3) Untuk mendapatkan tempat pengukuran, pemeriksa meraba
scapula dan mencarinya kea rah bawah lateral sepanjang
batas vertebrata sampai menentukan sudut bawah scapula.
4) Kaliper diletakkan 1 cm inferolateral dari ibu jari dan jari
telunjuk yang mengangkat kulit dan subkutan dan ketebalan
kulit diukur mendekati 0,1 mm.
7. Pengukuran Arm Span
a. Subjek berdiri tegak dengan kedua lengan dan bahu
direntangkan selurus membentuk horizontal dan tangan tidak
dikepal.
b. Pengukur berupa penggaris kayu sepanjang 2 meter diletakkan
menghadap ke subjek.
c. Subjek diukur dengan mensejajarkan alat ukur mulai dari ujung
jari tengah kiri kanan, lengan kiri kanan, dan bahu kiri kanan.
d. Pengukuran dilakukan sebanyak dua kali.
e. Hasil pengukuran dibaca dan dicatat hasil pengukuran.

27
f. Hasil pengukuran yang diambil merupakan rata-rata dari
pengukuran pertama dan kedua.

28
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Praktikum
1. Tabel Hasil Pengukuran IMT
Setelah melalukan pengukuran tinggi badan dan berat badan
kemudian dikalkulasi dalam IMT, diperoleh hasil pengukuran IMT
sebagai berikut:
Tabel 4.1
Hasil Pengukuran IMT di Laboratorium Kimia Biofisik Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin
No. Nama BB (kg) TB (m) IMT Keterangan
Fatin Salsabila
1. 54,5 1,55 22,71 Normal
Putri Yuki
Husnun
2. 42,0 1,43 20,59 Normal
Maisarah
Siti Ismi
3. Asyrawaty 37,0 1,47 17,13 Kurus
Yunus
Dinda Nur
4. 59,0 1,56 24,28 Normal
Maharani
5. Evelyn Paterlim 70,0 1,73 23,41 Normal
6. Nurun Nisaa 47,5 1,55 19,79 Normal
7. Nurul Ariqah 61,5 1,55 25,62 Normal
Berat
8. Ayundhasari 60,0 1,52 25,97 Badan
Lebih
Azzahirah
9. Nurulfatinah 49,0 1,60 19,14 Normal
Naurah Arifin
Hafizhah Nurul
10. 49,0 1,60 19,14 Normal
Afifah
Sumber: Data Primer, 2022
2. Tabel Hasil Pengukuran Tinggi Lutut
Setelah melalukan pengukuran, diperoleh hasil pengukuran
tinggi lutut sebagai berikut

29
Tabel 4.2
Hasil Pengukuran Tinggi Lutut di Laboratorium Kimia Biofisik
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin
TB menurut
No. Nama TL (cm)
TL (cm)
1. Fatin Salsabila Putri Yuki 46,5 151,98
2. Husnun Maisarah 44,5 148,32
3. Siti Ismi Asyrawaty Yunus 45,0 149,23
4. Dinda Nur Maharani 48,0 154,72
5. Evelyn Paterlim 54,0 165,70
6. Nurun Nisaa 49,0 156,55
7. Nurul Ariqah 48,0 154,72
8. Ayundhasari 46,0 151,06
Azzahirah Nurulfatinah Naurah
9. 48,1 154,90
Arifin
10. Hafizhah Nurul Afifah 50,0 158,38
Sumber: Data Primer, 2022
3. Tabel Hasil Pengukuran WHR
Setelah melalukan pengukuran lingkar pinggang dan lingkar
panggul, kemudian dihitung dengan membagi lingkar pinggang dan
lingkar panggul, diperoleh hasil pengukuran WHR sebagai berikut:
Tabel 4.3
Hasil Pengukuran WHR di Laboratorium Kimia Biofisik Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin
No. Nama LPi (cm) LPa (cm) WHR
1. Fatin Salsabila Putri Yuki 70,5 82,0 0,85
2. Husnun Maisarah 64,0 72,0 0,89
3. Siti Ismi Asyrawaty Yunus 63,0 72,0 0,88
4. Dinda Nur Maharani 81,0 94,0 0,86
5. Evelyn Paterlim 79,0 87,0 0,90
6. Nurun Nisaa 70,0 78,5 0,89
7. Nurul Ariqah 76,0 89,0 0,85
8. Ayundhasari 80,0 86,5 0,92
Azzahirah Nurulfatinah
9. 65,0 77,0 0,84
Naurah Arifin
10. Hafizhah Nurul Afifah 65,0 79,0 0,82
Sumber: Data Primer, 2022
4. Tabel Hasil Pengukuran Lingkar Perut
Setelah melalukan pengukuran, diperoleh hasil pengukuran
lingkar perut sebagai berikut:

30
Tabel 4.4
Hasil Pengukuran Lingkar Perut di Laboratorium Kimia Biofisik
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin
No. Nama Lingkar Perut (cm) Keterangan
Fatin Salsabila
1. 68,0 Normal
Putri Yuki
2. Husnun Maisarah 70,0 Normal
Siti Ismi Asyrawaty
3. 66,0 Normal
Yunus
Lebih dari
4. Dinda Nur Maharani 87,5
batas
5. Evelyn Paterlim 79,0 Normal
6. Nurun Nisaa 71,0 Normal
7. Nurul Ariqah 80,0 Normal
8. Ayundhasari 77,0 Normal
Azzahirah
9. Nurulfatinah Naurah 63,0 Normal
Arifin
Hafizhah Nurul
10. 72,0 Normal
Afifah
Sumber: Data Primer, 2022
5. Tabel Hasil Pengukuran Lingkaran Lengan Atas (LiLA)
Setelah melalukan pengukuran, diperoleh hasil pengukuran LiLA
sebagai berikut:
Tabel 4.5
Hasil Pengukuran LiLA di Laboratorium Kimia Biofisik Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin
No. Nama LILA (cm) Keterangan
1. Fatin Salsabila Putri Yuki 27,2 Normal
2. Husnun Maisarah 24,2 Normal
Berisiko
3. Siti Ismi Asyrawaty Yunus 20,5
KEK
4. Dinda Nur Maharani 27,4 Normal
5. Evelyn Paterlim 27,5 Normal
6. Nurun Nisaa 25,0 Normal
7. Nurul Ariqah 28,0 Normal
8. Ayundhasari 29,0 Normal
Azzahirah Nurulfatinah Berisiko
9. 23,0
Naurah Arifin KEK
10. Hafizhah Nurul Afifah 24,3 Normal
Sumber: Data Primer, 2022

31
6. Tabel Hasil Pengukuran Percent Body Fat (%BF)
Setelah melalukan pengukuran tebal lipatan kulit tricept dan tebal
lipatan kulit subscapular, diperoleh hasil pengukuran WHR sebagai
berikut:
Tabel 4.6
Hasil Pengukuran Percent Body Fat (%BF) di Laboratorium
Kimia Biofisik Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Hasanuddin
T. Trc T. Sds
No. Nama %BF Keterangan
(mm) (mm
Fatin Salsabila
1. 36,0 32,0 48,35 Obesitas
Putri Yuki
Husnun
2. 20,0 14,0 27,72 Sehat
Maisarah
Siti Ismi
3. Asyrawaty 20,0 12,0 26,57 Sehat
Yunus
Dinda Nur
4. 30,0 30,0 43,33 Obesitas
Maharani
5. Evelyn Paterlim 36,0 18,0 39,63 Obesitas
6. Nurun Nisaa 17,0 15,0 26,57 Sehat
7. Nurul Ariqah 34,0 30,0 45,82 Obesitas
8. Ayundhasari 30,0 21,5 38,11 Overweight
Azzahirah
9. Nurulfatinah 26,0 16,0 32,41 Sehat
Naurah Arifin
Hafizhah Nurul
10. 20,0 16,0 28,89 Sehat
Afifah
Sumber: Data Primer, 2022
7. Tabel Hasil Pengukuran Arm Span
Setelah melalukan pengukuran, diperoleh hasil pengukuran arm
span sebagai berikut:

32
Tabel 4.7
Hasil Pengukuran Arm Span di Laboratorium Kimia Biofisik
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin
Arm span TB menurut
No. Nama
(cm) Arm Span
1. Fatin Salsabila Putri Yuki 150,50 153,24
2. Husnun Maisarah 144,50 150,36
3. Siti Ismi Asyrawaty Yunus 154,75 155,28
4. Dinda Nur Maharani 159,75 157,68
5. Evelyn Paterlim 171,00 163,08
6. Nurun Nisaa 160,50 158,04
7. Nurul Ariqah 154,75 155,28
8. Ayundhasari 152,00 153,96
Azzahirah Nurulfatinah
9. 160,50 158,04
Naurah Arifin
10. Hafizhah Nurul Afifah 158,00 156,84
Sumber: Data Primer, 2022

B. Pembahasan
1. Pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT)
Pengukuran IMT yaitu pengukuran yang membandingkan antara
berat badan dan tinggi badan telah dilakukan oleh 10 orang praktikan.
Berdasarkan pengukuran tersebut, diperoleh hasil IMT dari yang
tertinggi hingga terendah yaitu (1) 25,97 oleh Ayundhasari, (2) 25,62
oleh Nurul Ariqah, (3) 24,8 oleh Dinda Nur, (4) 23,41 oleh Evelyn
Paterlim, (5) 22,71 oleh Fatin Salsabila, (6) 20,59 oleh Husnun
Maisarah, (7) 19,79 oleh Nurun Nisaa, (8 dan 9) 19,14 oleh Azzahirah
dan Hafizhah, serta (10) 17,13 oleh Siti Ismi. Berdasarkan
Kementerian Kesehatan RI, Indeks Massa Tubuh dikatakan normal
ketika IMT menunjukkan nilai 18,5-25,0. Hasil praktikum
menunjukkan terdapat 1 praktikan yang tergolong kurus (Siti Ismi), 8
praktikan yang memiliki IMT normal (Fatin, Husnun, Dinda,
Evelyn,Nisaa, Ariqah, Azzahirah, dan Hafizhah), serta 1 praktikan
yang tergolong berat badan lebih (Ayundhasari).
Penelitian yang dilakukan oleh Oktaviani dkk (2012),
menunjukkan bahwa terdapat keterkaitan antara pengetahuan, gaya

33
hidup, kebiasaan konsumsi fast food, total konsumsi energi,
karbohidrat, protein, dan lemak dengan IMT. Berat badan kurang
dapat meningkatkan resiko terhadap penyakit infeksi, sedangkan
berat badan lebih akan meningkatkan resiko terhadap penyakit
degeneratif. Kekurangan atau kelebihan gizi pada seseorang yang
telah berusia 18 tahun ke atas dapat mempengaruhi produktifitas
kerja (Lusi dkk, 2018).
2. Pengukuran Tinggi Lutut
Setelah melakukan pengukuran tinggi lutut dan kemudian
menghitung prediksi tinggi badan menggunakan rumus, diperoleh
nilai tinggi lutut dan tinggi badan menurut tinggi lutut dari semua
praktikan. Tinggi badan menurut tinggi lutut yang melebihi tinggi
badan sebenarnya terjadi pada hasil pengukuran Nurun Nisaa,
Husnun Maisarah, dan Siti Ismi. Sedangkan tinggi badan menurut
tinggi lutut yang kurang dari tinggi badan sebenarnya terjadi pada
hasil pengukuran Fatin Salsabila, Dinda Nur, Ayundhasari, Nurul
Ariqah, Evelyn Paterlim, Azzahirah, dan Hafizhah.
Jika dibandingkan dengan tinggi badan sebenarnya, terdapat
beberapa hasil pengukuran tinggi badan menurut tinggi lutut yang
melebihi tinggi badan sebenarnya dan terdapat pula beberapa hasil
pengukuran tinggi badan menurut tinggi lutut yang kurang dari tinggi
badan sebenarnya. Untuk menghindari bias dan error data maka hal
yang perlu diperhatikan adalah kualitas alat yang digunakan dan
ketelitian dalam melakukan pengukuran (Sulistyawati, 2019).
3. Pengukuran Waist to Hip Ratio (WHR)
Setelah melakukan pengukuran, diperoleh nilai WHR Fatin
Salsabila yaitu 0,85, nilai WHR Husnun Maisarah yaitu 0,89, nilai
WHR Siti Ismi yaitu 0,88, nilai WHR Dinda Nur yaitu 0,86, nilai WHR
Evelyn Paterlim yaitu 0,90, nilai WHR Nurun Nisaa yaitu 0,89, nilai
WHR Nurul Ariqah yaitu 0,85, nilai WHR Ayundhasari yaitu 0,92, nilai
WHR Azzahirah yaitu 0,84, dan nilai WHR Hafizhah yaitu 0,82.

34
Berdasarkan hasil praktikum, 9 orang praktikan tergolong memiliki
risiko terhadap kesehatan yang sangat tinggi (Fatin, Husnun, Ismi,
Dinda, Evelyn, Nisaa, Ariqah, Ayundhasari, Azzahirah) dan 1 orang
praktikan tergolong memiliki risiko terhadap kesehatan yang tinggi
(Hafizhah).
Rasio lingkar pinggang-pinggul termasuk dalam indikator
obesitas sentral yang menjadi faktor risiko penyakit degeneratif.
Risiko ini meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Hal ini dapat
disebabkan oleh akumulasi kerusakan atau penurunan fungsi-fungsi
tubuh yang mengarah pada penyimpangan biologis tubuh termasuk
terganggunya homeostasis dan fungsi metabolik. Pengukuran WHR
menggambarkan peningkatan jaringan adiposa visceral dan lemak
subkutan pada lingkar pinggang serta penurunan otot gluteofemoral
pada lingkar pinggul (Nurohmi dkk, 2020).
4. Pengukuran Lingkar Perut (LP)
Setelah semua praktikan melakukan pengukuran, didapatkan
hasil lingkar perut terkecil oleh Siti Ismi (66cm) dan lingkar perut
terbesar oleh Dinda Nur (87,5). Mengacu pada nilai ambang batas
lingkar perut negara Indonesia, 1 praktikan melebihi nilai ambang
batas (Dinda dengan lingkar pinggang 87,5cm) dan 9 praktikan
lainnya masih tergolong normal. Adapun rinciannya yaitu Fatin
(68cm), Husnun (70cm), Ismi (66cm), Evelyn (79cm), Nisaa (71cm),
Ariqah (80cm), Ayundhasari (77cm), Azzahirah (63cm), dan Hafizhah
(72cm).
LP lebih banyak digunakan secara klinis untuk menilai obesitas
abdominal, dengan mengukur lemak yang terpusat di perut
(Triwinarto, 2012). Obesitas merupakan suatu kondisi dimana tubuh
seseorang memiliki kadar lemak yang terlalu tinggi (Masi & Oroh,
2018). Obesitas sentral yang diukur dengan lingkar perut (LP),
merupakan prediktor yang lebih kuat untuk memprediksi penyakit
jantung dan kemungkinan dislipidemia.

35
5. Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LiLA)
Setelah semua praktikan melakukan pengukuran, diperoleh hasil
bahwa terdapat 2 praktikan yang berstatus berisiko mengalami KEK
yaitu Siti Ismi dengan ukuran LiLA 20,5cm dan Azzahirah dengan
ukuran LiLA 23cm, dan 8 praktikan lainnya memiliki nilai LiLA normal.
Adapun rinciannya adalah Fatin (27,2cm), Husnun (24,2cm), Dinda
(27,4cm), Evelyn (27,5cm), Nisa (25,0cm), Ariqah (28,0cm),
Ayundhasari (29,0cm), dan Hafizhah (24,3cm). Nilai lingkar lengan
atas pada Wanita Usia Subur (WUS) dikatakan normal ketika hasil
dari nilai pengukuran menunjukkan angka ≥ 23,5 cm (Sirajuddin dkk,
2019)
Wanita yang berisiko KEK diperkirakan akan melahirkan bayi
BBLR. Bila bayi lahir dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
maka bayi tersebut memiliki risiko gizi kurang, gangguan
pertumbuhan, dan gangguan perkembangan anak hingga kematian
untuk mencegah risiko KEK pada WUS (Kusparlina, 2016).
6. Pengukuran Percent Body Fat (%BF)
Setelah semua praktikan melakukan pengukuran, diperoleh hasil
pengukuran yang cukup bervariasi. Adapun rincian beserta klasifikasi
hasil pengukuran kelompok 2, yaitu Fatin (48,35), Ariqah (45,82),
Dinda (43,33) dan Evelyn (39,63) yang tergolong kategori obesitas,
Ayundhasari (38,11) yang tergolong overweight, Husnun (27,72), Ismi
(26,57), Nisaa (26,57), Azzahirah (32,41), dan Hafizhah (28,89) yang
tergolong pada kategori sehat.
Aktifitas fisik yang kurang bisa menjadi faktor terjadinya
penumpukan lemak tubuh. Kelebihan lemak tubuh dapat terjadi
akibat adanya ketidakseimbangan energi dalam tubuh. Lemak tubuh
yang berlebih dapat meningkatkan risiko penyakit kardiovaskuler,
diabetes mellitus tipe 2, dan beberapa jenis kanker
(Habibaturochman dkk, 2014).

36
7. Pengukuran Arm Span
Setelah melakukan pengukuran arm span atau panjang depa,
diperoleh nilai panjang depa dan Tinggi Badan (TB) menurut panjang
depa dari semua praktikan. Terdapat beberapa hasil pengukuran
tinggi badan menurut panjang depa yang mendekati tinggi badan
sebenarnya, melebihi tinggi badan sebenarnya dan terdapat pula
beberapa hasil pengukuran tinggi badan menurut panjang depa yang
kurang dari tinggi badan sebenarnya. Tinggi badan menurut panjang
depa yang mendekati tinggi badan sebenarnya terjadi pada hasil
pengukuran Nurul Ariqah. Tinggi badan menurut panjang depa yang
melebihi tinggi badan sebenarnya terjadi pada hasil pengukuran
Husnun Maisarah, Siti Ismi, Dinda Nur, Nurun Nisaa, dan
Ayundhasari. Tinggi badan menurut panjang depa yang kurang dari
badan sebenarnya terjadi pada hasil pengukuran Fatin Salsabila,
Evelyn Paterlim, Azzahirah, dan Hafizhah.
Hasil koefisien korelasi antara tinggi badan dan rentang lengan
yang berbeda pada setiap penelitian disebabkan karena hal ini
berhubungan dengan genetik, etnis, jenis kelamin, perbedaan gaya
hidup, status sosial ekonomi, dan faktor lingkungan sehingga
menyebabkan perbedaan karakteristik antropometri (Wati, 2018).
Selain itu, hal ini bisajadi disebabkan karena faktor alat ukur yang
dipakai merupakan 2 buah penggaris 100cm yang digabung sehingga
kelurusannya dapat mempengaruhi hasil pengukuran.

37
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum antropometri yang telah dilakukan oleh
kelompok 2 kelas B, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Pada kelompok 2, terdapat 1 praktikan yang memiliki IMT dibawah
nilai normal yaitu atas nama Siti Ismi, terdapat 2 praktikan yang
memiliki IMT diatas nilai normal yaitu atas nama Ayundhasari dan
Nurul Ariqah, dan praktikan lainnya (Dinda, Evelyn, Fatin, Husnun,
Nisaa, Azzahirah, dan Hafizhah) memiliki nilai IMT normal.
2. Tidak ditemukan tinggi badan menurut tinggi lutut yang mendekati
tinggi badan sebenarnya pada praktikan. Tinggi badan menurut
tinggi lutut yang melebihi tinggi badan sebenarnya terjadi pada hasil
pengukuran Nurun Nisaa, Husnun Maisarah, dan Siti Ismi.
Sedangkan tinggi badan menurut tinggi lutut yang kurang dari tinggi
badan sebenarnya terjadi pada hasil pengukuran Fatin Salsabila,
Dinda Nur, Ayundhasari, Nurul Ariqah, Evelyn Paterlim, Azzahirah,
dan Hafizhah.
3. Berdasarkan pengukuran WHR pada kelompok 2, ditemukan 9
praktikan memiliki risiko sangat tinggi dengan rincian nilai; Fatin
(0,85), Husnun (0,89), Ismi (0,88), Dinda (0,86), Evelyn (0,90), Nisaa
(0,89), (Ariqah (0,85), Ayundhasari (0,92), dan Azzahirah (0,84). 1
praktikan lainnya masuk dalam kategori risiko tinggi, yaitu Hafizhah
(0,82).
4. Hasil pengukuran lingkar perut kelompok 2 menunjukkan terdapat 1
praktikan yang melebihi nilai ambang batas (Dinda dengan lingkar
pinggang 87,5cm) dan 9 praktikan lainnya masih tergolong normal.
Adapun rinciannya yaitu Fatin (68cm), Husnun (70cm), Ismi (66cm),
Evelyn (79cm), Nisaa (71cm), Ariqah (80cm), Ayundhasari (77cm),
Azzahirah (63cm), dan Hafizhah (72cm)

38
5. Pada kelompok 2, terdapat 2 praktikan yang memiliki LiLA dibawah
nilai normal, yaitu Siti Ismi (20,5cm) dan Azzahirah (23cm).
Sedangkan 8 praktikan lainnya memiliki LiLA dengan nilai normal.
Adapun rinciannya yaitu Fatin (27,2), Husnun (24,2), Dinda (27,4),
Evelyn (27,5), Nisa (25,0), Ariqah (28,0), Ayundhasari (29,0), dan
Hafizhah (24,3).
6. Dipeoleh hasil pengukuran %BF Fatin (48,35), Ariqah (45,82), Dinda
(43,33) dan Evelyn (39,63) yang tergolong kategori obesitas,
Ayundhasari (38,11) yang tergolong overweight, Husnun (27,72),
Ismi (26,57), Nisaa (26,57), Azzahirah (32,41), dan Hafizhah (28,89)
yang tergolong pada kategori sehat.
7. Pada kelompok 2, diperoleh tinggi badan menurut panjang depa yang
mendekati tinggi badan sebenarnya terjadi pada hasil pengukuran
Ariqah, tinggi badan menurut panjang depa yang melebihi tinggi
badan sebenarnya terjadi pada hasil pengukuran Husnun, Ismi,
Dinda, Nisaa, dan Ayundhasari, serta tinggi badan menurut panjang
depa yang kurang dari tinggi badan sebenarnya terjadi pada hasil
pengukuran Fatin, Evelyn, Azzahirah, dan Hafizhah.

B. Saran
Penulis menyarankan kepada para pembaca agar selalu menjaga
kesehatan dengan memperhatikan asupan makan, aktifitas fisik, dan
gaya hidup sehingga para pembaca dapat terhindar dari maslaah gizi,
baik kekurangan gizi ataupun kelebihan gizi dan risiko penyakitnya.
Penulis juga menyarankan kepada kelompok Wanita Usia Subur (WUS)
dan ibu hamil agar lebih memperhatikan status gizi agar kelak
keturunannya dapat terhindar dari masalah gizi.

39
DAFTAR PUSTAKA

Amelia, I. N. & Syauqy, A., 2014. Hubungan antara Asupan Energi dan
Aktifitas Fisik dengan Persen Lemak Tubuh pada Wanita Peserta
Senam Aerobik. Journal of Nutrition College [Online], 3(1), p. 200-
205.
https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jnc/article/viewFile/4559/438
4 [Diakses pada 25 Mei 2022].
Amir, T. L. & Azi, Y. P. M., 2021. Pengaruh Indeks Massa Tubuh terhadap
Keseimbangan Postural Dinamis pada Mahasiswa Universitas Esa
Unggul. Jurnal Fisioterapi dan Rehabilitasi [Online], 5(2), p. 152-157.
Fhttps://digilib.esaunggul.ac.id/pengaruh-indeks-massa-tubuh-
terhadap-keseimbangan-postural-dinamis-pada-mahasiswa-
universitas-esa-unggul-21136.html [Diakses 19 Mei 2022]
Ariani, N. L. & Sutriningsih, A., 2017. Peran Konsumsi Teh Hijau (Camelia
Sinensis) Terhadap Penurunan Indeks Massa Tubuh (IMT)
Mahasiswa Keperawatan Universitas Tribhuwana Tunggadewi.
Jurnal Care, [Online] 5(2), p. 194-204.
https://jurnal.unitri.ac.id/index.php/care/article/view/539 [Diakses 18
Mei 2022]
Ariyani, D. E. dkk., 2012. Validitas Lingkar Lengan Atas Mendeteksi Risiko
Kekurangan Energi Kronis pada Wanita Indonesia. Jurnal Kesehatan
Masyarakat Nasional [Online], 7(2), p. 83-90.
https://media.neliti.com/media/publications/39839-ID-validitas-
lingkar-lengan-atas-mendeteksi-risiko-kekurangan-energi-kronis-
pada-wa.pdf [Diakses pada 20 Mei 2022].
Astriana, dkk., 2018. Hubungan rentang Lengan, Tinggi Lutut, Panjang Ulna
dengan Tinggi Badan Lansia Perempuan di Kecamatan Sewon.
Jurnal Ilmu Gizi Indonesia, 1(2), p. 87-92. [Online]
garuda.kemdikbud.go.id [Diakses pada 18 Mei 2022].
Azkiyah, S. N. dkk., 2016. Validitas Estimasi Tinggi Badan berdasarkan

40
Tinggi Lutut pada Lansia di Kota Malang. Indonesian Journal of
Human Nutrition [Online], 3(2), p. 93–104.
https://ijhn.ub.ac.id/index.php/ijhn/article/view/159 [Diakses 16 Mei
2022]
Calara, S., 2014. Perbandingan Pengukuran Persentase Lemak Tubuh
dengan Skinfold Caliper dan Biolectrical Impedance Analysis (BIA).
Jurnal Media Medika Muda, 1(1), p. 1-15. [Online] media.neliti.com
[Diakses pada 18 Mei 2022].
Candra, A., 2020. Pemeriksaan Status Gizi. [e-book]. Semarang: Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro.
http://eprints.undip.ac.id/80671/1/BUKU_PEMERIKSAAN_STATUS
_GIZI_KOMPLIT.pdf [Diakses pada 18 Mei 2022].
Djauhari, T., 2017. Gizi dan 1000 HPK. Saintika Medika [Online], 13(2).
https://ejournal.umm.ac.id/index.php/sainmed/article/view/5554
[Diakses pada 22 Mei 2022].
Dwiyanti, dkk., 2017. Analisis Status Gizi Lansia dengan Beberapa Teknik
Pengukuran Tinggi (Tinggi Lutut (Knee Height), Panjang Depa (Arm
Span), dan Tinggi Badan (Stature)) di Padang Tahun 2015. Jurnal
Sehat Mandiri, 12(2), p. 10-19. [Online] jurnal.poltekkespadang.ac.id
[Diakses pada 18 Mei 2022].
Ernawati, N. & Hapipah., 2020. Hubungan Indeks Masa Tubuh dengan
Kadar Gula Darah pada Pasien Diabetes Militus Tipe 11 di
Puskesmas Mpunda Kota Bima 2019. Cimahi: Vimahi Technopark 4-
5 Des, p. 44-46.
https://journal.unjani.ac.id/index.php/unex/article/view/29 [Diakses
19 Mei 2022]
Fitri, M. O., 2017. Aplikasi Monitoring Perkembangan Status Gizi Anak dan
Balita secara Digital dengan Metode Antropometri berbasis Android.
Jurnal Instek [Online], 2(2), p. 140-149. https://journal.uin-
alauddin.ac.id/index.php/instek/article/view/2613 [Diakses pada 18
Mei 2022].

41
Fogal, A. S. et al., 2015. Estimación de la estatura utilizando la medición
de la altura de la rodilla entre ancianos Brasileños. Nutricion
Hospitalaria [Online], 31(2), p. 829–834.
http://scielo.isciii.es/scielo.php?script=sci_arttext&pid=S0212-
16112015000200039 [Diakses 17 Mei 2022]
Habut, M. Y. dkk., 2016. Hubungan Indeks Massa Tubuh dan Aktivitas Fisik
terhadap Keseimbangan Dinamis pada Mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana. Majalah Ilmiah Fisioterapi
Indonesia [Online], 4(2), p. 45-51.
http://erepo.unud.ac.id/id/eprint/7165/1/f47dc5cbb8b25568a3ecd43
8b8587968.pdf [Diakses 19 Mei 2022]
Harahap, M. & Mochtar, Y., 2016. Gambaran Rasio Lingkar Pinggang
Pinggul, Riwayat Penyakit dan Usia Pada Pegawai Polres
Pekanbaru. Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas, [Online] 10(2),
p. 140-144.
http://jurnal.fkm.unand.ac.id/index.php/jkma/article/view/198/188
[Diakses 18 Mei 2022]
Ilfandari, A. & Ervina, A., 2015. Hubungan Perilaku Merokok dengan Indeks
Masa Tubuh Remaja Putra. E-Jurnal Obstretika [Online], 3(1), p. 1-
15.
https://ejurnal.latansamashiro.ac.id/index.php/Ejobs/article/view/138
[Diakses 19 Mei 2022]
Ismed, 2020. Tingkat Konsumsi Zat Gizi dan Status Gizi Anak Balita do
Desa Rajawali Kec. Lintau Buo Kab. Tanah Datar Provinsi Sumatera
Barat. Ensiklopedia of Journal [Online], 2(4), p. 156-163.
https://jurnal.ensiklopediaku.org/ojs-2.4.8-
3/index.php/ensiklopedia/article/view/529 [Diakses pada 20 Mei
2022]
Kusparlina, E. P., 2016. Hubungan Antara Umur Dan Status Gizi Ibu
Berdasarkan Ukuran Lingkar Lengan Atas Dengan Jenis BBLR.
Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes [Online], 7(1), p. 21–26.

42
https://forikes-ejournal.com/index.php/SF/article/view/8 [Diakses 15
Mei 2022]
Kusuma, T. U. & Rosidi, A., 2018. Reliabilitas Kaliper Tinggi Lutut dalam
Penentuan Tinggi Badan, JHeS (Journal of Health Studies) [Online],
2(1),p.96–102.
https://ejournal.unisayogya.ac.id/index.php/JHeS/article/view/437
[Diakses 15 Mei 2022]
Kusumah, H. dkk., 2015. Sistem Pengukur Tinggi dan Berat Badan untuk
Posyandu Menggunakan Mikrokontroler ATmega8535. Creative
Communication and Innovative Technology Journal [Online], 9(2), p.
168-178. https://core.ac.uk/download/pdf/285995892.pdf [Diakses
pada 25 Mei 2022].
Listiyana, A. D. dkk., 2013. Obesitas Sentral dan Kadar Kolesterol Darah
Total. Jurnal Kesehatan Masyarakat [Online], 9(1), p. 37-43.
https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/kemas/article/download/28
28/2883 [Diakses pada 25 Mei 2022].
Lusi dkk., 2018. Sistem Pengukuran Indeks Massa Tubuh menggunakan
Sensor Jarak Infra Merah dan Load Cell. Jurnal Fisika Sains dan
Aplikasinya [Online], 3(1), p. 43-48.
https://ejurnal.undana.ac.id/FISA/article/download/593/520 [Diakses
19 Mei 2022]
Maizs, D. L. dkk., 2020. Faktor risiko status gizi kurang pada balita di upt
puskesmas desa lalang. Jurnal Bidang Ilmu Kesehatan. [Online],
10(2). p. 217-228
http://ejournal.urindo.ac.id/index.php/kesehatan/article/view/1078/7
52 [Diakses pada 13 Mei 2022]
Masi, G. & Oroh, W., 2018. Hubungan Obesitas dengan Kejadian Diabetes
Melitus di Wilayah Kerja Puskesmas Ranomut Kota Manado. e-
journal Keperawatan (e-Kp), [Online], 6(1), p. 1-6.
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jkp/article/view/25183
[Diakses pada 18 Mei 2022]

43
Mighra, B. A. & Djaali, M., 2021. Hubungan antara Persentase Lemak
Tubuh, Lingkar Perut, Lingkar Pinggang dan Kekuatan Otot
Punggung pada Mahasiswa Olahraga, Jurnal Ilmiah Kesehatan,
[Online], 13(2), p. 224-228.
http://journal.thamrin.ac.id/index.php/jikmht/article/view/527/634
[Diakses pada 18 Mei 2022]
Mustana, I. W. dkk., 2022. Korelasi Tinggi Badan, Panjang Lengan dan
Kekuatan Otot Lengan dengan Hasil Belajar Keterampilan Bermain
Bolavoli Peserta Didik Kelas X IPA SMA Negeri 1 Kuta. Jurnal
Pendidikan Kesehatan Rekreasi [Online], 8(1), p. 94-100.
https://ojs.mahadewa.ac.id/index.php/jpkr/article/download/1373/12
42 [Diakses pada 25 Mei 2022].
Nazarina, dkk., 2014. Batasan indeks massa tubuh dan lingkar perut
diabetesi di Indonesia untuk prediksi abnormalitas kadar HDL-
kolesterol dan tekanan darah. Jurnal Gizi Klinik Indonesia (JGKI),
[Online] 11(2), p. 49-60.
https://jurnal.ugm.ac.id/jgki/article/view/18993/12272 [Diakses pada
18 Mei 2022]
Nurohmi, S. dkk., 2020. Rasio Lingkar Pinggang-Pinggul dan Kaitannya
dengan Kadar Kolesterol Total pada Wanita Dewasa. Jurnal Gizi,
Pangan dan Aplikasinya [Online], 4(1), p. 25-38.
https://journal.walisongo.ac.id/index.php/Nutri-
Sains/article/download/4706/pdf [Diakses pada 25 Mei 2022].
Nurrizky, A. & Nurhayati, F., 2018. Perbandingan Antropometri Gizi
Berdasarkan BB/U, TB/U, dan IMT/U Siswa SD Kelas Bawah antara
Dataran Tinggi dan Dataran Rendah di Kabupaten Probolinggo.
Jurnal Pendidikan Olahraga dan Kesehatan [Online], 6(1), p. 175-
181. https://ejournal.unesa.ac.id/index.php/jurnal-pendidikan-
jasmani/article/view/22920 [Diakses pada 18 Mei 2022].
Oktaviani, W. D. dkk., 2012. Hubungan kebiasaan konsumsi fast food,
aktivitas fisik, pola konsumsi, karakteristik remaja dan orang tua

44
dengan indeks massa tubuh (IMT) (studi kasus pada siswa sma
negeri 9 Semarang tahun 2012). Jurnal Kesehatan Masyarakat.
[Online], 1(2), p.542-553
https://media.neliti.com/media/publications/18843-ID-hubungan-
kebiasaan-konsumsi-fast-food-aktivitas-fisik-pola-konsumsi-
karakteristi.pdf [Diakses pada 13 Mei 2022]
Putri, P. M. & Riyanto, R., 2015. Pengaruh Indeks Massa Tubuh (Imt) dan
Rasio Lingkar Pinggang Pinggul Terhadap Kadar Gula Darah Puasa
di Kelurahan Ajibarang Kulon Banyumas. SAINTEKS, [Online] 12(2),
p. 19-28.
http://jurnalnasional.ump.ac.id/index.php/SAINTEKS/article/view/14
86/1320 [Diakses pada 18 Mei 2022]
Rahayu, A. dkk., 2018. Buku Ajar Gizi 1000 Hari Pertama Kehidupan [e-
book], Yogyakarta: CV Mine. http://kesmas.ulm.ac.id/id/wp-
content/uploads/2019/02/BUKU-AJAR-1000-HARI-PERTAMA-
KEHIDUPAN.pdf [Diakses pada 20 Mei 2022].
Refialdinata, J., 2018. Hubungan Obesitas Abdominal dengan Kadar Gula
Darah Puasa pada Laki-Laki Usia Dewasa. Jurnal Kesehatan
Lentera ‘Aisyiyah [Online], 1(1), p. 55-64.
https://jurnal.politasumbar.ac.id/index.php/jl/article/download/25/13
[Diakses pada 25 Mei 2022].
Sari, F. A. & Putri, D. S., 2020. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu Balita
tentang Pemberian Makanan Tambahan dengan Kejadian Balita
Resiko Wasting di Posyandu Desa Getasrabi. Jurnal Profesi
Keperawatan [Online], 8(1), p. 82-92.
http://jurnal.akperkridahusada.ac.id/index.php/jpk/article/view/95
[Diakses pada 22 Mei 2022].
Septyaningrum, N. & Martini, S., 2014. Lingkar Perut Mempunyai Hubungan
Paling Kuat dengan Kadar Gula Darah. Jurnal Berkala Epidemiologi
[Online], 2(1), p. 48-58.
https://media.neliti.com/media/publications/94971-ID-none.pdf

45
[Diakses pada 18 Mei 2022]
Sitoayu, dkk., 2020. Analisis Profil dan Persen Lemak Tubuh Diabetisi di
Wilayah Jakarta Barat. Jurnal Kesehatan, 13(2), p. 78-82. [Online],
ejournal.poltekkesternate.ac.id [Diakses pada 18 Mei 2022].
Situmorang, M., 2015. Penentuan Indeks Massa Tubuh (IMT) melalui
Pengukuran Berat dan Tinggi Badan berbasis MikrontrolerAT89S51
dan PC. Jurnal Teori dan Aplikasi Fisika [Online], 3(2), p. 102-110.
https://jurnal.fmipa.unila.ac.id/jtaf/article/view/1291 [diakses 19 Mei
2022]
Sudibjo, P. dkk., 2018. Program Aktivitas berbasis Aerobik pada Lansia
untuk Meningkatkan Kebugaran dan Kualitas Profil Antropometri.
Medikora [Online], 17(2), p. 145-156.
https://journal.uny.ac.id/index.php/medikora/article/view/29186
[Diakses pada 19 Mei 2022]
Supriatiningrum, D. N., 2021. Faktor Resiko Wanita Obesitas pada Status
Sosial Ekonomi Menengah ke Bawah. Ghidza Media Journal
[Online], 2(2), 163-168.
http://journal.umg.ac.id/index.php/ghidzamediajurnal/article/view/30
78 [Diakses pada 22 Mei 2022].
Sutarto dkk., 2018. Stunting, Fakor Risiko dan Pencegahannya. J
Agromedicine [Online], 5(1), p. 540-545.
https://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/agro/article/view/1999
[Diakses pada 22 Mei 2022].
Teresa, dkk., 2018. Hubungan Body Mass Index dan Persentase Lemak
Tubuh dengan Volume Oksigen Maksimal pada Dewasa muda.
Jurnal Kedokteran Diponegoro, 7(2), p. 840-853. [Online],
ejournal3.undip.ac.id [Diakses pada 18 Mei 2022].
Thamaria, N., 2017. Penilaian Status Gizi [e-book]. Jakarta: Pusat
Pendidikan Sumber Daya Manusia Kesehatan.
http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-
content/uploads/2017/11/PENILAIAN-STATUS-GIZI-FINAL-SC.pdf

46
[Diakses pada 19 Mei 2022]
Tomlinson, D. et al., 2016. The Impact of Obesity on Skeletal Muscle
Strength and Structure Through Adolescence to Old Age.
Biogerontology, [Online], 17(3), p. 467-483. https://e-
space.mmu.ac.uk/607283/2/DT_LitReview_Obesity%26Strength_S
UBMIT.pdf [Diakses pada 18 Mei 2022]
Triwinarto, A. dkk., 2012. Cut-Off Point Indeks Massa Tubuh (Imt) dan
Lingkar Perut Sebagai Indikator Risiko Diabetes dan Hipertensi Pada
Orang Dewasa di Indonesia. Penel Gizi Makan [Online], 35(2), p.
119-135. https://media.neliti.com/media/publications/223509-
none.pdf [Diakses pada 18 Mei 2022]
Wahyuni, N. & Murbawani, E. A., 2016. Hubungan Lingkar Pinggang dan
Rasio Lingkar Pinggang Panggul dengan Kadar Serum High
Sensitivity C-Reactive Protein (Hscrp) Pada Remaja Obesitas.
Jurnal of Nutrition College, [Online], 5(4), p. 388-392.
https://media.neliti.com/media/publications/97658-ID-hubungan-
lingkar-pinggang-dan-rasio-ling.pdf [Diakses pada 18 Mei 2022]
Wati, D. A., 2018. Hubungan Rentang Lengan dengan Tinggi Badan dalam
Menentukan Indeks Massa Tubuh Lansia. Journal of Holistic and
Health Sciences [Online], 2(1), p. 14-18.
https://media.neliti.com/media/publications/340450-hubungan-
rentang-lengan-dengan-tinggi-ba-67b9fabe.pdf [Diakses pada 25
Mei 2022].
Widardo, dkk., 2018. Buku Manual Keterampilan Klinik Topik Penilaian
Status Gizi [e-book]. Surakarta: Fakultas Kedokteran. Universitas
Negeri Sebelas Maret. https://docplayer.info/104633599-Buku-
manual-keterampilan-klinik-topik-penilaian-status-gizi.html [Diakses
pada 20 Mei 2022].
Widyastuti, R. A. & Rosidi, A., 2018. Indeks Massa Tubuh Menurut Umur
sebagai Indikator Persen Lemak Tubuh pada Remaja. Jurnal Gizi
[Online], 7(2), p. 32-39.

47
https://jurnal.unimus.ac.id/index.php/jgizi/article/viewFile/4348/4025
[Diakses pada 25 Mei 2022].
Wijayanti, dkk., 2018. Kesesuaian Metode Pengukuran Persentase Lemak
Tubuh Skinfold Caliper dengan Metode Bioelectrical Impedance
Analysis. Jurnal Kedokteran Diponegoro. 7(2), p. 1504-1510.
[Online], ejournal3.undip.ac.id [Diakses pada 18 Mei 2022].
Yoga, M., 2015. The Association Between Intake of Energy, Protein and
Physical Activity with Nutritional Status of Elderly people. Jurnal
Majority, 4(2), p. 52-59. [Online], juke.kedokteran.unila.ac.id
[Diakses pada 18 Mei 2022].

48
LAMPIRAN

Pengukuran Berat Badan Pengukuran Tinggi Badan

Pengukuran Tinggi Lutut Pengukuran LiLA

Penentuan Mid Point Lingkar Pengukuran Lingkar Perut


Perut
Pengukuran Lingkar Pinggang Pengukuran Lingkar Panggul

Pengukuran Tebal Lipatan Kulit Pengukuran Tebal Lipatan Kulit

Subscapular Trisep

Pengukuran Arm Span Hasil Pemeriksaan pada


saat Praktikum

Anda mungkin juga menyukai