Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM

ILMU TEKNOLOGI PANGAN


“PENGOLAHAN AYAM DENGAN PROSES PENGASAPAN”

Dosen Pembimbing : Zulfiana Dewi, SKM., MP


Rahmani, STP., MP
Ir. Hj. Ermina Syainah, MP

Disusun Oleh :

Zahra Ayu Nabila


P07131218084

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN BANJARMASIN
PROGRAM DIPLOMA IV JURUSAN GIZI
TAHUN 2019/2020
Praktikum : Ilmu Teknologi Pangan

Pertemuan : 8 ( kedelapan)

Judul Praktikum : Pengolahan Ayam dan Dengan Proses Pengasapan

Hari/Tanggal : Rabu, 18 Maret 2020

Tempat : Lab ITP/IlmuPangan Dasar

Dosen Pembimbing : 1. Zulfiana Dewi, SKM.,MP

2. Rahmani, STP., MP.

3. Ir. Hj.Ermina Syainah, MP.

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN BANJARMASIN
PROGRAM DIPLOMA IV JURUSAN GIZI
2019/2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Peningkatan jumlah penduduk Indonesia dari tahun ke tahun berdampak pada
peningkatan konsumsi produk peternakan (daging, telur, susu). Meningkatnya
kesejahteraan dan tingkat kesadaran masyarakat akan pemenuhan gizi khususnya
protein hewani juga turut meningkatkan angka perminataan produk peternakan. Daging
banyak dimanfaatkan oleh masyarakat karena mempunyai rasa yang enak dan
kandungan zat gizi yang tinggi. Salah satu sumber daging yang paling banyak
dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia adalah ayam. Daging ayam yang sering
dikonsumsi oleh masyarakat diperoleh dari pemotongan ayam broiler, petelur afkir, dan
ayam kampung.
Ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk memperpanjang masa simpan daging
ayam broiller, seperti pengolahan dan pengawetan daging. Hal ini bertujuan selain
untuk memperpanjang masa simpan, juga untuk meningkatkan cita rasa yang sesuai
dengan selera konsumen, serta dapat mempertahankan nilai gizinya. Beberapa bentuk
hasil pengolahan daging diantaranya ialah sosis, kornet, dendeng, pindang, abon, bakso,
nugget dll, sedangkan beberapa cara pengawetan yang sering dilakukan ialah dengan
cara pembekuan, pelayuan, pengeringan, pengasinan, pengasapan dan pengalengan.
Daging asap (smoked meat) adalah daging atau produk daging yang telah
mengalami pengasapan atau penambahan cita rasa asap. Daging asap dihasilkan dari
proses pengasapan. Metode pengasapan ada 2 yaitu (a) pengasapan dingin (cold
smoking) yang dilakukan pada suhu 20-25 oC (tidak lebih dari 28oC), pada kelembaban
70-80%, selama beberapa jam sampai beberapa hari; (2) pengasapan panas (hot
smoking) yang dilakukan pada suhu awal 30-35 oC dan akhir 50-55oC bahkan dapat
mencapai 75-80oC. 
1.2. Tujuan Praktikum
1.2.1 Membuat ayam dan telur asin asap
1.2.2 Melihat organoleptik produk
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ayam Boiler


Ayam broiler merupakan hasil teknologi yaitu persilangan antara ayam Cornish
dengan Plymouth Rock. Karakteristik ekonomis, pertumbuhan yang cepat sebagai
penghasil daging, konversi pakan rendah, dipanen cepat karena pertumbuhannya yang
cepat, dan sebagai penghasil daging dengan serat lunak (Murtidjo, 1987). Menurut
Northe (1984) pertambahan berat badan yang ideal 400 gram per minggu untuk jantan
dan untuk betina 300 gram per minggu.
Menurut Suprijatna et al. (2005) Ayam broiler adalah ayam yang mempunyai sifat
tenang, bentuk tubuh besar, pertumbuhan cepat, bulu merapat ke tubuh, kulit putih dan
produksi telur rendah. Dijelaskan lebih lanjut bahwa ayam Broiler dalam klasifikasi
ekonomi memiliki sifat-sifat antara lain : ukuran badan besar, penuh daging yang
berlemak, temperamen tenang, pertumbuhan badan cepat serta efisiensi penggunaan
ransum tinggi.
Daging ayam broiler adalah bahan makanan yang mengandung gizi tinggi,
memiliki rasa dan aoroma yang enak, tekstur yang lunak dan harga yang relatif murah,
sehingga disukai hampir semua orang. Komposisi kimia daging ayam terdiri dari
protein 18,6%, lemak 15,06%, air 65,95% dan abu 0,79% (Stadelman et al., 1988).

Ciri-ciri daging ayam broiler yang baik menurut  SNI 2010, antara lain adalah
sebagai berikut :
 Warna putih-kekuningan cerah (tidak gelap, tidak pucat, tidak kebiruan, tidak
terlalu merah).
 Warna kulit ayam putih-kekuningan, cerah, mengkilat dan bersih.
 Bila disentuh, daging terasa lembab dan tidak lengket (tidak kering).
 Bau spesifik daging (tidak ada bau menyengat, tidak berbau amis, tidak berbau
busuk).
 Konsistensi otot dada dan paha kenyal, elastis (tidak lembek).
 Bagian dalam karkas dan serabut otot berwarna putih agak pucat.
 Pembuluh darah di leher dan sayap kosong (tidak ada sisa-sisa darah).
Menurut SNI 2010, Kandungan gizi yang terdapat dalam daging ayam broiler
Setiap 100 gram daging ayam, mengandung :
 Air 74 %
 Protein 22 %
 Kalsium (Ca) 13 miligram
 Fosfor (P) 190 miligram
 Zat besi (Fe) 1,5 miligram
 Vitamin A, C dan E.

2.2. Pengasapan
Pengasapan merupakan cara pengolahan atau pengawetan dengan memanfaatkan
kombinasi perlakuan pengeringan dan pemberian senyawa kimia alami dari hasil
pembakaran bahan bakar alami. Melalui pembakaran akan terbentuk senyawa asap
dalam bentuk uap dan butiran-butiran tar serta dihasilkan panas. Senyawa asap tersebut
menempel pada ikan dan terlarut dalam lapisan air 14 yang ada di permukaan tubuh
ikan, sehingga terbentuk aroma dan rasa yang khas pada produk dan warnanya menjadi
keemasan atau kecoklatan (Adawyah, 2007).
Panas yang dihasilkan dari pembakaran kayu menyebabkan terjadinya proses
pengeringan. Selain akibat panas, proses pengeringan terjadi karena adanya proses
penarikan air dari jaringan tubuh ikan oleh penyerapan berbagai senyawa kimia yang
berasal dari asap (Adawyah, 2007).
Pengasapan merupakan cara pengawetan dengan menggunakan asap yang berasal
dari pembakaran kayu atau bahan organic lainnya. Pengasapan dilakukan dengan
tujuan:
a. untuk mengawetkan bahan dengan memanfaatkan bahan-bahan alam
b. untuk memberi rasa dan aroma yang khas
Faktor yang mempengaruhi proses pengasapan diantaranya suhu pengasapan.
Agar penempelan dan pelarutan asap berjalan efektif, suhu awal pengasapan sebaiknya
rendah. Jika pengasapan langsung dilakukan pada suhu tinggi, maka lapisan air pada
permukaan tubuh ikan akan cepat menguap dan daging cepat matang sehingga akan
menghambat proses penempelan asap. Setelah warna dan aroma terbentuk dengan baik,
suhu pengasapan dapat dinaikkan untuk membantu proses pengeringan dan pematangan.
Faktor lain yang mempengaruhi pengasapan adalah kelembapan udara, jenis kayu,
jumlah asap, ketebalan asap, dan kecepatan aliran asap didalam alat pengasap. Faktor
tersebut akan mempengaruhi banyaknya asap yang kontak dan menempel pada ayam.
2.2.1 Komposisi Asap
Asap memiliki sifat sebagai pengawet. Fenol yang dikandungnya memiliki sifat
bakteriostatik yang tinggi sehingga menyebabkan bakteri tidak berkembang baik,
fungisidal sehingga jamur tidak tumbuh, dan antioksidan sehingga cukup berperan
mencegah oksidasi lemak pada ikan. Komponen-komponen asap yang merupakan
bahan pengawet adalah sebagai berikut:

Fungsi komponen asap adalah sebagai berikut:


1. Fenol berfungsi sebagai antioksidan, antimikroba, dan membentuk cita rasa.
2. Alkohol memiliki fungsi utama membentuk cita rasa, selain itu sebagai
antimikroba.
3. Asam-asam organik fungsi utamanya untuk mempermudah pengupasan
selongsong, di samping itu sebagai antimikroba.
4. Karbonil memiliki fungsi untuk membentuk warna dan citarasa spesifik
5. Senyawa hidrokarbon memiliki fungsi negatif karena bersifat karsinogenik
(Addaninggar, 2009).

2.2.2 Jenis-Jenis Pengasapan


Ada dua jenis pengasapan, yaitu pengasapan panas dan pengasapan dingin,
semuanya tergantung jumlah panas yang digunakan. Selain itu, berkembang pula 17
cara pengasapan yang tergolong baru berupa pengasapan elektrik dan pengasapan liquid
yang dikenal dengan asap cair.
a. Pengasapan Dingin
pengasapan dingin merupakan cara pengasapan pada suhu rendah, yaitu tidak
lebih tinggi dari suhu 33o C (sekitar 15-33o C). Waktu pengasapan dapat mencapai 4-6
minggu. Penggunaan suhu rendah dimaksudkan agar daging tidak menjadi masak atau
protein di dalamnya tidak terkoagulasi. Akibatnya, daging asap yang dihasilkan masih
tergolong setengah masak sehingga sebelum disantap masih perlu diolah kembali
(Adawyah, 2007).
b. Pengasapan Panas
Pengasapan panas dengan menggunakan suhu pengasapan yang cukup tinggi,
yaitu 80-90o C. Karena suhunya tinggi waktu pengasapan pun lebih pendek, yaitu 3-8
jam dan bahkan ada yang hanya 2 jam. Melalui suhu yang tinggi, daging ikan menjadi
masak dan tidak perlu diolah terlebih dahulu sebelum disantap (Adawyah, 2007).
Suhu pengasapan yang tinggi mengakibatkan enzim menjadi tidak aktif sehingga
dapat mencegah kebusukan. Proses pengawetan tersebut juga dikarenakan adanya asap.
Jika suhhu yang digunakan 30-50o C maka disebut pengasapan panas dengan suhu
rendah dan jika suhunya 50-90o C, maka disebut pengasapan panas pada suhu tinggi.
c. Pengasapan Cair
Asap liquid pada dasarnya merupakan asam cukanya (vinegar) kayu yang diperoleh dari
destilasi kering terhadap kayu. Pada destilasi kering tersebut, vinegar kayu dipisahkan
dari tar dan hasilnya diencerkan dengan air lalu ditambahkan garam dapur secukupnya,
kemudian daging direndam dalam larutan asap tersebut selama beberapa jam. Faktor
penting yang perlu diperhatikan pada pengasapan liquid adalah konsentrasi, suhu
larutan asap, serta waktu perendaman (Adawyah, 2007).
Kelebihan penggunaan asap cair dalam pengasapan adalah:
1. Beberapa aroma dapat dihasilkan dalam produk yang seragam dengan konsentrasi
yang lebih tinggi
2. Lebih intensif dalam pemberian aroma
3. Kontrol hilangnya aroma lebih mudah
4. Dapat diaplikasikan pada berbagai jenis bahan pangan
5. Dapat digunakan oleh konsumen pada level komersial
6. Lebih hemat dalam pemakaian kayu sebagai sumber asap
7. Polusi lingkungan dapat diperkecil
8. Dapat diaplikasikan ke dalam berbagai kehidupan seperti penyemprotan, pencelupan,
atau dicampur langsung ke dalam makanan.
2.2.3 Teknik Pengasapan
Pengasapan pada umumnya dilakukan diatas tungku pengasapan. Teknik
pengasapan sangat penting untuk diperhatikan. Beberapa teknik pengasapan yaitu:
a. Pengasapan dengan cara digantung
Teknik pengasapan dengan cara digantung banyak dilakukan baik pada ikan maupun
daging. Ikan digantung menggunakan kait atau kayu. Pengasapan ikan dengan cara
digantung lebih baik hasilnya daripada ikan yang disusun pada rak. Asap dan panas
akan menempel secara merata pada ikan yang digantung.
b. Pengasapan dengan cara disusun pada rak-rak
Teknik pengasapan dengan cara disusun pada rak, umum dilakukan pada ikan kecil.
Ikan disusun di atas rak dengan jarak tertentu. Kekurangan teknik ini, asap tidak akan
menyebar secara merata. Ikan akan lebih banyak menerima asap pada satu sisi saja.
Oleh karena itu, ikan harus dibolak-balikan agar asap yang menempel menjadi merata.
2.2.4 Bahan Bakar Pengasapan
Bahan bakar yang lazim digunakan dalam pengasapan adalah kayu, dapat berupa
serbuk gergaji, sabut kelapa, merang, ampas tebu, dan lain sebagainya. Komponen
bahan organic yang dibakar mengandung komponen seperti selulosa, hemi selulosa, dan
sebagainya. Jika pembakaran tidak sempurna maka asap yang mengandung bahan
organik akan bereaksi dengan ikan dan mengjasilkan aroma asap (Adawyah, 2007).
Jenis kayu yang baik untuk pengasapan adalah kayu yang lambat terbakar, banyak
mengandung senyawa-senyawa mudah terbakar, dan menghasilkan asam. Jenis dan
kondisi kayu juga menentukan jumlah asap yang dihasilkan.
Bahan organik yang akan digunakan dalam pembakaran, hendaknya dipilih dari
jenis kayu yang keras. Kayu yang mengandung dammar tidak baik untuk pengasapan
ikan karena menimbulkan bau dan rasa yang kurang enak. Kayu yang rusak, lapuk, atau
berjamur juga tidak baik karena membawa bau organism yang tumbuh di bahan
tersebut. Kayu yang baik adalah yang keras, murah, dan mudah didapat (Adawyah,
2007)
2.2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengasapan
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengasapan adalah sebagai berikut (Dwiari,
2008) :
a. Suhu pengasapan
Suhu awal pengasapan sebaiknya rendah agar penempelan dan pelarutan asap
berjalan efektif. Suhu tinggi akan menyebabkan air cepat menguap dan bahan
yang diasap cepat matang tetapi flavor asap yang diinginkan belum terbentuk
maksimal.
b. Kelembaban udara
Kelembaban udara harus diatur sedemikian rupa agar permukaan bahan yang
diasap tidak terlalu cepat mengering dan pengeringan berjalan tidak terlalu lama.
Jika kelembaban udara terlalu rendah maka permukaan bahan yang diasap akan
cepat mengering. Sebaliknya, jika kelembaban udara terlalu tinggi maka proses
pengeringan akan berjalan lambat. Sebagai contoh pada pengasapan ikan,
kelembaban udara yang idealsebesar 60 – 70% jika suhu sekitar 29 0 C. Jika
kelembaban udara kurang dai 60% maka permukaan ikan akan cepat mengering,
jika diatur lebih dari 70% maka proses pengeringan lambat.
c. Jenis kayu
Serutan kayu dan serbuk gergaji dari jenis kayu keras cocok untuk pengasapan
dingin. Batang atau potongan kayu dari kayu keras cocok untuk pengaapan
panas. Kayu yang mengandung resin atau damar harus dihindari karena akan
menimbulkan rasa pahit.
d. Jumlah, katebalan dan kecepatan aliran asap dalam alat pengasap
Ketiga faktor ini akan mempengaruhi hasil produk akhir. Jika jumlah asap
yang kontak dengan bahan sedikit, maka cita rasa asap yang dihasilkan pun
berkurang. Demikian pula dengan kedua faktor yang lainnya.
e. Mutu bahan yang diasap
Untuk memperoleh produk asap yang berkualitas baik, maka mutu bahan yang
akan diasap harus yang bermutu baik pula
f. Perlakuan sebelum pengasapan
Sebelum pengasapan, biasanya bahan pangan mengalami proses penggaraman
atau proses kuring. Bahan yang langsung diasap akan berbeda sifat
organoleptiknya dibandingkan bahan yang mengalami perlakuan pendahuluan.
Sewaktu pengasapan berlangsung, makanan harus dijaga agar seluruh bagian
makanan terkena asap. Waktu pengasapan bergantung ukuran potongan daging
dan jenis ikan. Api perlu dijaga agar tidak boleh terlalu besar. Bila suhu tempat
pengasapan terlalu panas, asap tidak dapat masuk ke dalam makanan. Sewaktu
pengasapan dimulai, api yang dipakai tidak boleh terlalu besar   Hariningsih,
(2008)
Produk-produk makanan yang diasap dapat awet karena panas dari
pembakaran kayu dapat menghambat mikroorganisme, asap mengandung
komponen antimikroba (bakterisida / bakteristatik), asap mengandung
antioksidan sehingga dapat terhindar dari ketengikan dan sebagian asap
membentuk kulit tipis sehingga dapat terhindar dari kontaminasi ulang (Dwiari,
2008).
2.3. Garam
Garam merupakan konstituen campuran bahan curing yang paling penting. Garam
pada konsentrasi yang cukup berfungsi sebagai pengawet atau penghambat
pertumbuhan mikroba dan penambah aroma dan cita rasa atau flavor.
Garam meningkatkan tekanan osmotic medium atau bahan makanan yang juga
sirefleksikan dengan rendahnya aktivitas air. Sejumlah bakteri terhambat
pertumbuhannya pada konsentrasi garam 2%. Bakteri lain dan ragi serta jamur dapat
tumbuh pada konsentrasi larutan garam yang berbeda (Soeparno, 2005).
Bakteri yang mampu tumbuh pada medium yang mengandung garam disebut
bakteri halofilik (bakteri yang menyukai garam). Contoh bakteri halofilik adalah
Micrococcus dan spesies Bacillus. Jadi penambahan garam pada curing mempunyai
pengaruh preservati yang terbatas.
Garam memberi sejumlah pengaruh bila ditambahkan pada jaringan tumbuh-
tumbuhan yang segar. Garam akan berperan sebagai penghambat selektif pada
mikroorganisme pencemar tertentu. Mikroorganisme pembusuk atau 22 proteolitik dan
pembentuk spora adalah yang paling mudah terpengaruh walau dengan kadar garam
yang rendah sekalipun (yaitu sampai 6%) (Anonim, 2012).
BAB III

METODE PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan


 Alat
Lemari asap (tungku, drum)
Pisau
baskom
 Bahan
Ayam ½ ekor
Garam 1 kg
Arang, potongan kayu, atau serbuk gergaji secukupnya

3.2 Prosedur Kerja


1. Siangi ayam, cuci, dan kelompokkan menurut ukuran;
2. Masukkan garam ke dalam ½ liter air dan didihkan, kemudian dinginkan.
3. Rendam ayam selama ±15-20 menit, tiriskan, dan angin-anginkan sampai
permukaan kering;
4. Ikat satu persatu kemudian :
a. gantungkan dalam ruang pengasapan, dengan jarak masing-masing ±1 cm
atau;
b. gantung dengan ekor ke bawah dan kepala menghadap ke atas dengan
menggunakan kaitan kawat, atau
c. susun satu persatu di atas anyaman bambu, kemudian disusun dalam
lemari pengasapan secara berlapis-lapis. Antara masing-masing lapisan
diberi jarak kira-kira sama dengan rata-rata panjang ayam. Agar
pengasapan merata ayam harus dibolak-balik.
5. Siapkan bahan bakar berupa arang dan potong-potong kayu di bawah
ruang pengasap, kemudian bakar;
6. Bubuhkan ampas tebu atau serbuk gergaji sedikit demi sedikit sampai timbul
asap :
a. Panas diatur pada suhu ±70˚~ 80˚C. selama 2-3 jam (harus dijaga agar
panas merata dan ayam tidak sampai hangus).
b. Panas diatur pada suhu ±30˚~ 40˚C selama 4 jam terus menerus.
Hasil pengasapan ditandai dengan bau harum yang khas dari ayam asap
7. Keluarkan ayam asap dari lemari pengasapan lalu bungkus atau kemas dalam
kantong plastik.

3.3 Diagram Alir

Siang ayam

Masukkan garam ke
½ liter air, didihkan

Rendam ayam
selama 15-20 menit

Gantungkan dalam
ruang pengasapan,
jarak  1 cm
Bakar bahan bakar

Atur suhu ±70˚~ 80˚C.


selama 2-3 jam

Ayam asap
DAFTAR PUSTAKA

Adawyah, Rabiatul. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Bumi


Aksara.  Jakarta.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2010. Ayam Broiller. (SNI 01-4258-2010).


Dewan Standardisasi Nasional, Jakarta.

Dwiari, S.R. 2008. Teknologi Pangan. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah


Kejuruan Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.

Hariningsih, Dwi., 2008. Teknologi hasil pangan, Departemen Pendidikan


Nasional, Jakarta.

Mountney, G.J. 1976. Poultry Product Technology 2 nd Ed. The Avi


Pub.Co.Inc. Westport Connecticut.p.36
Murtidjo, 1987. Cara Meningkatkan Budidaya Ayam Ras Pedaging
(broiler). Penerbit Pustaka Nusatama: Yogyakarta.

Ningsi, Rahma. 2014. Laporan Prkatikum Teknologi Hasil Ternak Daging Asap.
Fakultas Peternakan. Universitas Hasanuddin. Makassar.
http://rahmaningsi.blogspot.com/2014/04/laporan-praktikum-pembuatan-
chikken.html

Northe. 1984. Sukses Berternak Ayam Broiler. PT.Agromedia Pustaka:. Ciganjur.

Stadelman, W.J., V.M. Olson, G.A. Shmwell, S. Pasch. 1988. Egg and Poultry
Meat Processing. Ellis Haewood Ltd.

Soeparno. 2005. Ilmu dan teknologi daging cetakan keempat. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai