Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

“ANALISIS BERITA MENGENAI KERACUNAN


MAKANAN”
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keamanan Pangan
Dosen Pengampu: Nissa Noor Annashr, SKM., MKM

Disusun Oleh :

Indah Nur Awaliah CMR0160073


Nur Alfiah Maulida M CMR0160080
Nurtriana Wardani CMR0160081
Robbillah Mahfud CMR0160086
Sulastri Widia Ningsih CMR0160088

KESMAS REGULAR C

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN
KAB. KUNINGAN
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjat kan kehadirat Allah SWT, karena atas izin dan
ridha-Nya, akhirnya makalah ini dapat diselesaikan dengan baik, makalah ini
berjudul “Analisis Berita Mengenai Keracunan Makanan”. Makalah ini disusun
sebagai bentuk pertanggung jawaban atas adanya tugas dari mata kuliah program
studi S1 Kesehatan Masyarakat di STIKes Kuningan.
Makalah ini di susun dengan beberapa bantuan dari berbagai pihak untuk
membantu menyelesaikan tantangan dan hambatan selama mengerjakan makalah
ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah tidak akan terwujud tanpa bantuan dari
berbagai pihak. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terimakasih kepada:
1. Ibu Nissa Noor Annashr SKM.,MKM selaku dosen mata kuliah Keamanan
Pangan di STIKes Kuningan.
2. Teman-teman saya di STIKes Kuningan umumnya dan kelas Reguler C Prodi
S1 Kesehatan Masyarakat khususnya atas segala bantuannya.
Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun
penulis harapkan demi perbaikan dimasa yang akan datang. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.

Kuningan, 17April 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 2
1.3 Tujuan ......................................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Definisi ....................................................................................................... 3
A. Keamanan Pangan ...................................................................................... 3
B. Keracunan Pangan ...................................................................................... 3
2.2 Penyebab Ketidakamanan Pangan .............................................................. 7
2.3 Bakteri Pencemar Makanan ........................................................................ 8

BAB III ANALISIS


3.1 Waktu dan Tempat ...................................................................................... 9
3.2 Jenis Makanan ............................................................................................. 9
3.3 Bahan dan Proses Pengolahan Makanan ..................................................... 9
3.4 Kronologis Kasus ........................................................................................ 9
3.5 Gejala .......................................................................................................... 10
3.6 Penyebab (Agent) ........................................................................................ 11
3.7 Upaya .......................................................................................................... 13

BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan .................................................................................................. 14
4.2 Saran ........................................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Secara global penyakit yang disebabkan oleh pangan dilaporkan meningkat
secara signifikan setiap tahunnya (Mutalib, 2014). Menurut WHO lebih dari 50%
kasus diare yang terjadi disebabkan oleh pangan yang terkontaminasi dan
menyebabkan 550 juta kesakitan dan 230.000 kematian (Mutalib, 2014; Sifferlin,
2015; WHO, 2015). Adapun negara berkembang memiliki risiko 4 kali lebih tinggi
untuk mengalami keracunan pangan dibandingkan negara maju (Ahmed, 2015).
Risiko tersebut disebabkan oleh higienitas masyarakat yang rendah seperti
penyiapan air yang tidak aman, kondisi penyimpanan pangan yang tidak adekuat,
rendahnya tingkat pengetahuan masyarakat serta peraturan tentang keamanan
pangan yang tidak mendukung (WHO, 2015).
Menurut Sentra Informasi Keracunan (Siker) Nasional Badan Pengawasan
Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM–RI), keracunan pangandi Indonesia
berdasarkan laporan kasus sejak tahun 2014 cenderung berfluktuasi. Pada tahun
2014 insiden keracunan panganberjumlah 974 kasus dan cenderung menurun
menjadi 697 kasus pada tahun berikutnya. Sedangkan pada tahun 2016 keracunan
pangan tersebut meningkat kembali menjadi 791 kasus (BPOM, 2017). Pada tahun
2016, angka kesakitan akibat keracunan pangan merupakan kasus tertinggi setelah
keracunan akibat binatang yaitu 2.123 kasus (BPOM, 2016). Data Kasus Keracunan
di Indonesia diketahui bahwa penyebab keracunan terbesar di Indonesia tahun 2017
berasal dari binatang, minuman dan kimia. Mayoritas kasus terjadi pada kelompok
umur 15-34 tahun dan didominasi oleh perempuan.
Data Direktorat Kesehatan Lingkungan dan Public Health Emergency
Operation Center (PHEOC) Kementrian Kesehatan terdapat 163 kasus KLB
keracunan pangan selama kurun waktu itu. Sementara itu jumlah kasus keracunan
pangan yang dilaporkan tercatat sebesar 7,132 kasus dan tingkat kematian akibat
keracunan pangan tercatat 0,1%. Keracunan pangan masih banyak terjadi di Pulau
Jawa khususnya Jawa Barat dengan 25 kejadian keracunan pangan yang merupakan

1
kasus tertinggi tahun 2017. Kasus KLB keracunan pangan masih menjadi masalah
kesehatan masyarakat yang harus di prioritaskan penanganannya karena karacunan
tersebut sebagian besar masih bersumber dari pangan siap saji.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu definisi keamanan pangan dan keracunan pangan?
2. Apa saja penyebab ketidakamanan pangan?
3. Apa saja bakteri pencemar makanan?
4. Bagaimana menganalisis pada kasus keracunan?
5. Bagaimana upaya dalam menangani kasus keracunan?

1.3 Tujuan
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah diatas maka tujuan
dibuatnya makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui dan memahami macam-macam zat racun yang biasa terdapat
dalam makanan di masyarakat.
2. Mampu memutuskan apa yang harus di lakukan pada penderita keracunan
akut.
3. Dapat membicarakan dan membuat saran-saran tentang cara – cara untuk
mencegah keracunan umum beserta sarana yang di perlukan.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definsi
A. Keamanan Pangan
Menurut Undang-undang Nomor 7/1996 Tentang pangan, bahwa keamanan
pangan adalah kondisi dan upaya untuk mencegah pangan dari kemungkinan
cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang mengganggu, merugikan dan
membahayakan kesehatan manusia.
Pangan yang tidak aman dapat menyebabkan penyakit yang disebut dengan
foodborne disease, yaitu gejala penyakit yang timbul akibat mengkonsumsi
pangan yang mengandung bahan/senyawa beracun atau organisme patogen.
B. Keracunan Pangan
Keracunan pangan atau foodborne disease (penyakit bawaan makanan) yang
disebabkan oleh bakteri patogen (Salmonella, E. Coli, Clostridium perfringens,
dan Listeria monocytogenes) masih menjadi masalah yang serius di berbagai
negara termasuk Indonesia. Menurut BPOM RI (2007), bakteri dapat
menyebabkan keracunan pangan melalui dua mekanisme yaitu intoksikasi dan
infeksi.
1. Intoksikasi
Intoksikasi merupakan keracunan pangan yang disebabkan oleh produk
toksik bakteri patogen. Bakteri akan tumbuh pada pangan dan memproduksi
toksin jika pangan ditelan, sehingga toksin tersebut yang menyebabkan gejala
penyakit bukan bakterinya. Beberapa bakteri patogen yang dapat mengakibatkan
keracunan pangan sebagai berikut:
a. Bacillus cereus
Bacillus cereus merupakan bakteri yang berbentuk batang, tergolong bakteri
Gram-positif, bersifat aerobik, dan dapat membentuk endospora. Keracunan akan
timbul jika seseorang mengkonsumsi pangan yang telah mengandung toksin atau
seseorang menelan bakteri kemudian bakteri tersebut bereproduksi dan
menghasilkan toksin di dalam usus. Ada dua tipe toksin yang dihasilkan oleh

3
Bacillus cereus yaitu toksin yang menyebabkan diare dan toksin yang
menyebabkan muntah (emesis). Gejala keracunan bila seseorang mengalami
keracunan yang disebabkan oleh toksin penyebab diare, maka gejala yang timbul
berhubungan dengan saluran pencernaan bagian bawah seperti kram, diare berair,
mual, dan nyeri perut yang terjadi 8-16 jam setelah mengkonsumsi pangan.
b. Clostridium botulinum
Clostridium botulinum merupakan bakteri Gram-positif yang dapat
membentuk spora tahan panas, bersifat anaerobik, dan tidak tahan asam tinggi.
Toksin yang dihasilkan disebut botulinum, bersifat meracuni saraf (neurotoksik)
yang dapat menyebabkan paralisis. Toksin botulinum bersifat termolabil. Toksin
dapat rusak dengan pemanasan pangan sampai suhu 800ºC selama 30 menit.
Sedangkan spora bersifat resisten terhadap suhu pemanasan normal dan dapat
bertahan hidup dalam pengeringan dan pembekuan. Gejala keracunan yaitu
berupa mual, muntah, sakit kepala, pandangan berganda, letih, lemah otot,
tenggorokan dan hidung terasa kering, nyeri perut, paralisis, dan pada beberapa
kasus dapat menimbulkan kematian. Kebanyakan keracunan dapat terjadi akibat
cara pengawetan pangan yang salah, tindakan pengendalian dapat dilakukan
dengan cara simpan pangan dalam lemari pendingin terutama untuk pangan yang
dikemas hampa udara dan pangan segar atau yang diasap. Hindari pula
mengkonsumsi pangan kaleng yang kemasannnya telah menggembung.
c. Staphylococcus aureus
Staphilococcus aureus merupakan bakteri berbentuk kokus atau bulat,
tergolong dalam bakteri Gram-positif, bersifat aerobik fakultatif, dan tidak
membentuk spora. Toksin yang dihasilkan bakteri ini bersifat tahan panas
sehingga tidak mudah rusak pada suhu normal. Bakteri dapat mati tetapi toksin
akan tetap tertinggal. Pangan yang dapat tercemar bakteri ini adalah produk
pangan yang kaya protein (daging, ikan, susu, dan daging unggas), produk pangan
matang yang ditujukan dikonsumsi dalam keadaan dingin seperti salad, puding,
dan sandwich, produk pangan yang terpapar pada suhu hangat selama beberapa
jam, pangan yang disimpan pada lemari pendingin yang suhunya kurang rendah,
serta pangan yang tidak habis dikonsumsi dan disimpan pada suhu ruang. Gejala

4
keracunan dapat terjadi dalam jangka waktu 4-6 jam berupa mual, muntah (lebih
dari 24 jam), diare, kram perut hebat, distensi abdominal, hilangnya nafsu makan,
dan demam ringan.
d. Pseudomonas cocovenenans
Bakteri Pseudomonas cocovenenans sering menyebabkan keracunan karena
mengkonsumsi tempe bongkrek. Tempe bongkrek adalah makanan tradisional
Indonesia yang terbuat dari kelapa dan difermentasi dengan jamur tempe
(Rhizopus sp). Bakteri ini dapat menghasilkan 2 macam racun yaitu toksovlafin
dan asam bongkrek (Fathonah, 2005).
2. Infeksi
Infeksi merupakan bakteri patogen dapat menginfeksi korbannya melalui
pangan yang dikonsumsi. Penyebab sakit atau infeksi akibat masuknya bakteri
patogen ke dalam tubuh melalui konsumsi pangan yang telah tercemar. Beberapa
bakteri patogen yang dapat menginfeksi tubuh melalui pangan sehingga dapat
menimbulkan sakit sebagai berikut:
a. Salmonella sp.
Salmonella sp merupakan bakteri Gram-negatif yang bersifat anaerob
fakultatif, motil, dan tidak menghasilkan spora. Salmonella bisa terdapat pada
bahan pangan mentah seperti telur dan daging ayam mentah serta akan
bereproduksi bila proses pamasakan tidak sempurna. Sakit yang diakibatkan oleh
bakteri Salmonella dinamakan salmonellosis. Penularan dapat terjadi jika menelan
pangan yang berasal dari pangan hewani yang terinfeksi bakteri tersebut. Pangan
juga dapat terkontaminasi oleh penjaja yang terinfeksi, binatang peliharaan dan
hama, atau melalui kontaminasi silang akibat higiene yang buruk. Selama infeksi
penularan dari satu orang ke orang lain juga dapat terjadi.
b. Clostridium perfringens
Clostridium perfringens merupakan jenis bakteri Gram-positif yang dapat
membentuk endospora serta bersifat anaerobik. Keberadaan Clostridium
perfringens terdapat di tanah, usus manusia, usus hewan, daging mentah, unggas,
dan bahan pangan kering. Clostridium perfringens dapat menghasilkan

5
enterotoksin yang dihasilkan oleh bakteri di dalam usus namun tidak dihasilkan
pada makanan sebelum dikonsumsi.
c. Escherichia coli
Escherichia coli merupakan mikroflora normal pada usus kebanyakan hewan
berdarah panas. Bakteri ini tergolong bakteri Gram-negatif, berbentuk batang,
kebanyakan bersifat motil (dapat bergerak) menggunakan flagela, tidak
membentuk spora, dapat menghasilkan gas dari glukosa, dan dapat
memfermentasi laktosa. mengkonsumsi pangan yang tercemar akan
mengakibatkan E. Coli dapat masuk ke dalam tubuh manusia misalnya daging
mentah, daging yang dimasak setengah matang, susu mentah, serta cemaran fekal
pada air dan pangan.
Pada umumnya bakteri ini diketahui terdapat secara normal dalam alat
pencernaan manusia dan hewan. Keberadaannya di luar tubuh manusia menjadi
indikatorsanitasi makanan dan minuman apakah pernah tercemar oleh kotoran
manusia atau tidak. Keberadaan Eschericia coli dalam air atau makanan juga
dianggap memiliki korelasi tinggi dengan ditemukannya bibit penyakit (bakteri
patogen) pada pangan. Suatu tanda praktek sanitasi yang tidak baik dapat
ditunjukkan dengan keberadaan E. Coli karena bakteri ini bisa berpindah dari
berbagai kegiatan dari tangan ke mulut atau dengan perpindahan pasif lewat
makanan, air, susu dan produk-produk lainnya. E. coli yang terdapat pada
makanan atau minuman yang masuk kedalam tubuh manusia dapat menyebabkan
gejala seperti kolera, gastroenteritis, diare, disentri, dan berbagai penyakit saluran
pencernaan lainnya (Nurwanto, 2007).
d. Shigella sp
Bakteri Shigella sp bertanggungjawab terhadap timbulnya penyakit shigellosis
atau lebih dikenal sebagai disentri basiler. Kontaminasi Shigella sp pada makanan
biasanya berasal dari feses orang yang terinfeksi baik secara langsung maupun
dengan perantara air. Kontaminasi ini biasanya terdapat pada air dan pada
makanan misalnya telur. Adapun gejala penyakit tersebut antara lain sakit perut,
diare, demam sampai suhu tubuh mencapai 40ºC, terdapat darah dalam feses,

6
pusing, sakit kepala, dehidrasi, dan lemah. Pengendalian infeksi Shigella dapat
dilakukan dengan cara segera memasak atau mendinginkan makanan dengan baik,
melindungi makanan dari lalat, dan menerapkan hygiene perorangan yang terlibat
dalam pengolahan makanan (Purnawijayanti, 2001).
e. Vibrio parahaemolyticus
Penyakit yang ditimbulkan oleh Vibrio parahaemolyticus adalah
gastroenteritis (gangguan saluran pencernaan) yang timbul dalam 4-96 jam
biasanya setelah menelan makanan yang terkontaminasi bakteri tersebut. Gejala
penyakit yang timbul adalah sakit perut, mual, muntah, demam ringan, dingin,
sakit kepala, dan diare (tinja berair, mengandung darah). Penderita akan sembuh
setelah 2-5 hari. Makanan yang sering menyebabkan infeksi ini adalah hasil laut
seperti ikan laut, kerang, kepiting dan udang (Fathonah, 2005).

2.2 Penyebab Ketidakamanan Pangan


Adapun penyebab ketidakamanan pangan yaitu:
a. Segi gizi, jika kandungan gizinya berlebihan yang dapat menyebabkan
berbagai penyakit degenartive seperti jantung, kanker dan diabetes.
b. Segi kontaminan, jika pangan terkontaminasi oleh mikroorganisme atau
bahan-bahan kimia.
Menurut azwar penyebab makanan tersebut berbahaya karena makanan
tersebut dicemari oleh zat-zat yang membahayakan kehidupan dan juga karena
didalam makanan itu sendiri telah terdapat zat-zat yang membahayakan kesehatan.
Untuk memperbaiki atau meningkatan fungsional pangan digunakan baha kimia
yang disebut bahan tambahan makanan (BTM). Sering sekali bahan tambahan
makanan yang digunakan adalah bahan tambahan makanan yang dilarang, seperti
Boraks, Rhodamin B, Methanil Yellow. Contoh penggunaan Boraks adalah pada
pembuatan tahun, Rhodamin B dan Methanil Yelloow pada pempek Palembang dan
berbagai jajanan pasar seperti cendol, kelepon atau kue bugis.

7
2.3 Bakteri Pencemar Makanan
A. Bakteria
Selain bakteri pencemaran makanan juga disebabkan oleh virus, parasite,
cacing, zat kimia dan bahan pencemar alamai. Namun demikian, yang paling
banyak menimbulkan masalah sampai sekarang adalah bakteria. Karena itu kita
perlu mengenal sifat-sifat bakteria, agar pencemaran makanan dapat dihindarkan.
B. Spora
Kebanyakan bakteria mati jika tidak ada makanan atau dalam kondisi yang
tidak cocok. Tetapi bakteria tertentu, membentuk spora yang mempunyai dinding
luar untuk bertahan terhadap kondisi yang tidak menguntungkan tersebut. Bakteri
pembentuk spora adalah sangat penting dalam penyakit bawaan makanan karena
mereka dapat bertahan hidup pada suhu memesak makanan.
C. Toksin
Banyak bakteria pathogen (yang menyebabkan penyakit) membentuk enzim
yang kompleks merusak protein dan jaringan. Enzim ini dikenal sebagai toksin.
Beberapa toksin bahan panas, misalnya toksin stafilokokus. Hal ini sangat
membuat mereka berbahaya dalam makanan, karena tidak rusak dengan memasak
makanan yang bersangkutan.

8
BAB III
ANALISIS

3.1 Waktu dan Tempat


Peristiwa keracunan ini terjadi pada Senin 19 Maret 2018 sekitar pukul 14.00
WIB di Yayasan Asyifa, Jalan Riung Mungpulung, Kelurahan Cisaranten,
Kecamatan Gede Bage, Kota Bandung.

3.2 Jenis Makanan


Pada kasus keracunan ini jenis makanan yang dikonsumsi adalah puding susu
serta nasi dan soto ayam.

3.3 Bahan dan Proses Pengolahan Makanan


A. Puding Susu
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan puding susu antara lain agar-
agar, gula, vanila, koktail, susu kental manis dan susu putih cair. Sedangkan
proses pengolahannya hanya dimasak diatas panci selama 15-17 menit kemudian
disimpan dalam lemari pendingin.
B. Nasi dan Soto Ayam
Makanan soto ayam sangat beragam jenis di seluruh Indonesia. Secara umum,
bahan-bahan yang digunakan diantaranya daging ayam, rempah-rempah, so’un,
santan, dan masih banyak lainnya. Dalam proses pengolahannya cukup lama
sampai soto ayam siap disantap sekitar 30-40 menit, pembuatan soto dilakukan
secara dimasak dalam panci, sedangkan rempah-rempahnya sendiri ditumis dan
untuk daging ayam direbus kemudian digoreng. Sedangkan nasi diolah seperti biasa
dengan cara dimasak menggunakan langseng maupun magic com.

3.4 Kronologis Kasus


Peristiwa ini berawal saat sebuah sekolah dasar di wilayah Cisaranten Kidul,
pada pukul 10.00 WIB memakan puding susu. Kemudian pada pukul 12.00 WIB,
para korban mengonsumsi nasi dan soto ayam dari katering. Pada sore hari sekitar

9
pukul 16.00 WIB, ada beberapa siswa yang mengeluh pusing dan muntah-muntah.
Para korban langsung dilarikan ke RS Al Islam dan RS Humana Prima, berjumlah
30 siswa dan 7 guru. Dari 30 siswa yang dirawat di RS Al Islam, 23 orang sudah
sembuh dan sudah diperbolehkan pulang. Sedangkan 7 siswa lainnya masih
mendapatkan perawatan dengan kondisi yang sudah membaik, begitu pun 7 orang
guru yang dirawat sudah membaik dan diperbolehkan pulang. Pihak Kapolrestabes
Bandung melakukan penyelidikan dan diduga dari catering serta akan
mendatangkan pusat Lab Forensik untuk menyelidiki kasus keracunan tersebut.

3.5 Gejala
Pada kasus keracunan ini gejala yang ditimbulkan yaitu ada beberapa siswa
yang mengeluh pusing, mual serta muntah-muntah.

3.6 Penyebab (Agent)


A. Puding Susu
Bersadarkan hasil analisis kelompok, kasus keracunan ini bisa terjadi karena
beberapa faktor, diantaranya yaitu:
1) Adanya pencemaran bakteri yang bersifat patogen pada susu seperti
Staphylococcus aureus, Mycobacterium spp, dan Escherichia coli.
2) Adanya bakteri pembusuk antara lain adalah Micrococcus sp., Pseudomonas
sp., dan Bacillus sp.
3) Kasus keracunan dapat disebabkan akibat olahan dari susu yang mengandung
toksin, misalnya toksin stafilokokkus.
4) Bahan yang digunakan kadaluarsa seperti produk susu cair, susu kental manis
serta agar-agar.
B. Nasi dan Soto Ayam
Berdasarkan analisis kelompok, kasus keracunan ini bisa terjadi karena
beberapa faktor, diantanya sebagai berikut:
1) Adanya pencemaran bakteri yang bersifat patogen pada daging ayam, seperti,
Salmonella sp. Clostridium botulinum, dan Staphylococcus aureus.
2) Air yang digunakan tercemar oleh bakteri E. coli

10
3) Adanya bahan kimia pada daging ayam seperti formalin.
4) Nasi yang digunakan mengandung spora akibat disimpan pada suhu kamar.
C. Faktor Lain
Faktor lain yang mendukung terjadinya kasus keracunan ini, antara lain:
1) Makanan yang tidak dimasak hingga matang.
2) Ayam yang disembelih dapat saja mengandung penyakit, atau memang sudah
sakit, atau daging dapat tertular kuman pathogen dalam proses
penyembelihan, pengolahan dirumah potong atau pada pengangkutan.
3) Menyimpan makanan tidak di dalam kulkas dan malah membiarkannya di
suhu udara biasa terlalu lama.
4) Adanya risiko kontaminasi silang.
5) Mengonsumsi makanan yang tersentuh orang yang sedang sakit.
6) Penyimpanan bahan pangan tidak pada suhu yang sesuai.
7) Proses pemerasan susu yang akan dijadikan sebagai bahan pangan
dikahawtirkan dapat menjadi sumber penyakit karena alat yang tidak streril
serta hewan yang menjadi sumber dalam keadaan kotor atau sakit.
8) Alat-alat yang digunakan tercemar oleh zat kimia, seperti logam.

3.7 Upaya
Adapun upaya yang dilakukan dalam mengatasi kasus tersebut, yaitu :
A. Pencegahan
Cara mencegah keracunan makanan dapat dilakukan dengan Komunikasi,
Informasi, dan Edukasi (KIE) pada masyarakat tekait:
1. Menjaga kebersihan
a) Mencuci tangan secara benar sebelum dan sesudah memasak serta setiap kali
selesai menyentuh daging mentah.
b) Ketika sakit, sebaiknya tidak masuk dapur.
c) Mencuci peralatan masak setelah dipakai dengan sabun cuci piring
berkualitas, seperti Sunlight, dan dengan air hangat jika perlu.
d) Mencuci lap dapur, serbet, dan spons cuci piring secara rutin.

11
e) Menggunakan pembersih dapur pada meja dapur sebelum dan sesudah
memasak, pintu lemari es, wastafel dan keran.
2. Menyimpan makanan terpisah dan tertutup
a) Memisahkan daging mentah dan makanan laut mentah dari bahan makanan
lain di kulkas. Tempatkan kedua jenis bahan makanan ini di wadah tertutup
rapat dan simpan di rak paling bawah.
b) Memisahkan masakan matang dan bahan pangan mentah di kulkas. Gunakan
wadah bersih tertutup rapat untuk menyimpan masakan matang.
c) Menyiapkan bahan masakan memakai peralatan dan talenan terpisah untuk
sayuran dan daging/makanan laut.
d) Memeriksa setiap bahan makanan dalam kemasan apakah bisa disimpan lagi
setelah dibuka.
e) Membuang bahan makanan kedaluwarsa, basi, atau busuk.
3. Memasak hingga matang
a) Daging sapi dan kambing tidak perlu dimasak hingga benar-benar matang
luar-dalam asalkan dipersiapkan secara higienis.
b) Daging ayam dan babi harus dimasak sampai benar-benar matang, bagian
dalam daging tidak boleh tampak merah muda ketika diiris.
c) Ikan perlu dimasak sesuai tingkat kesegarannya. Semakin lama terpapar udara
atau mati, ikan perlu dimasak semakin lama.
4. Menyimpan makanan pada suhu aman
a) Periksa kemasan bahan makanan untuk mengetahui cara dan suhu
penyimpanannya.
b) Simpan kelebihan masakan matang di dalam kulkas tidak lebih dari dua jam
setelah dimasak.
5. Memakai air bersih dan bahan segar
Pemakaian air bersih dan bahan makanan layak makan menjadi kunci
keamanan apa yang akan dikonsumsi. Hindari pemakaian bahan makanan basi,
berjamur tertentu, dan busuk. Untuk daging dan ikan, perubahan warna
menandakan kondisi kesegarannya.

12
B. Pengobatan
1. Beristirahatlah yang cukup.
2. Perbanyak minum air putih untuk mencegah terjadinya dehidrasi. Bisa juga
ditambah dengan minum oralit (larutan garam dan gula).
3. Konsumsi obat antidiare untuk memadatkan feses sekaligus untuk menyerap
racun yang ada di dalam usus, seperti alumunium hidroksida atau kaopectate.
4. Jangan berikan obat antimuntah. Hanya berikan obat tersebut jika Anda atau
pasien mengalami dehidrasi parah.
5. Makan makanan yang padat, seperti biskuit, sereal kering secara perlahan
sampai Anda bisa kembali mengonsumsi makanan seperti biasa. Hal ini juga
berlaku untuk anak-anak.
6. Pergi ke Dokter jika mengalami gejala keracunan yang parah.
C. Penanggulangan
1. Lindungi jalan nafas. Muntah dan diare adalah tanda yang baik untuk
mempercepat keluarnya racun. Namun pastikan posisi muntah tidak
menghalangi jalan nafas, muntahlah dengan menghadapkan wajah kebawah.
2. Jaga asupan cairan. Pada penderita yang muntah dan diare, usahakan menjaga
agar tidak terjadi dehidrasi. Tambahkan asupan cairan dan elektrolit dari air
putih atau air kelapa, kaldu ayam juga baik untuk meningkatkan cairan dan
penambah energi. Anda juga bisa membuatkan larutan oralit sendiri dari
campuran 2 sdt gula dan ½ sdt garam kedalam segelas air.
3. Arang aktif. Bila tersedia, berikan tablet karbon aktif untuk menyerap racun
pada pencernaan. Bisa juga menggunakan susu murni untuk mempermudah
memuntahkan racun. Namun jangan berikan susu jika ada gejala diare.
4. Hindari makanan berat. Jangan memberikan makanan berat sebelum kondisi
benar-benar membaik.
5. Beri makan secara bertahap. Jika sudah mulai membaik, mulailah
memberikan makanan dengan porsi sedikit dahulu.
6. Hindari jenis makanan tertentu. Jauhi makanan pedas, berlemak, kopi, soda
dan soft drink untuk sementara waktu hingga benar-benar pulih.

13
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Kesimpulan dalam makalah ini yaitu sebagai berikut:
1. Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya untuk mencegah pangan dari
kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang mengganggu,
merugikan dan membahayakan kesehatan manusia.
2. Bakteri dapat menyebabkan keracunan pangan melalui dua mekanisme yaitu
intoksikasi dan infeksi.
3. Dari segi kontaminan, pangan terkontaminasi oleh mikroorganisme atau
bahan-bahan kimia.
4. Bakteri pencemar makanan antara lain, bakteria, spora dan toksin.
5. Analisis berita pada kasus keracunan terjadi di Yayasan Asyifa, Jalan Riung
Mungpulung, Kelurahan Cisaranten, Kecamatan Gede Bage, Kota Bandung.
6. Keracunan makanan dapat terjadi disebabkan karena kebersihan dan proses
pengolahan makanan oleh penjamah makanan yang tidak memperhatikan
prinsip-prinsip hyigene dan sanitasi makanan.
7. Terdapatnya bahan- bahan pencemar dalam makanan baik yang bersifat
bakteriologis, chemis, dan fisik dan akan memberikan citra negatif bagi
pengelola jasa makanan seperti jasa boga, dan tempat pengolahan lainnya.

4.2 Saran
1. Diharapkan kepada pihak produsen untuk tetap memperhatikan prinsip-
prinsip Hygine Sanitasi Makanan.
2. Diperlukan suatu kerjasama antara pihak produsen dengan instansi terkait,
dengan melaksanakan pelatihan dan keterampilan terhadap pengelola
makanan.
3. Kepada Dinas Kesehatan dapat melakukan penyuluhan tentang sanitasi
peralatan makan bagi pengusaha atau pemilik rumah makan.

14
DAFTAR PUSTAKA

Fathonah, S. (2005). Higiene dan Sanitasi Makanan. Buku Ilmiah. Fakultas Teknik,
Universitas Negeri Semarang. Semarang.
https://hellosehat.com/hidup-sehat/tips-sehat/mengatasi-keracunan-makanan.html
diakses pada tanggal 17 April 2019
https://regional.kompas.com/read/2018/03/20/10005171/puluhan-siswa-dan-guru-
keracunan-usai-santap-makanan-katering diakses pada tanggal 17 April 2019
https://www.antaranews.com/berita/751914/keracunan-makanan-klb-terbesar-
kedua-setelah-difteri-selama-2017 diakses pada tanggal 17 April 2019
https://www.honestdocs.id/penanganan-keracunan-makanan-di-rumah.html
diakses pada tanggal 17 April 2019
https://www.merdeka.com/sehat/saat-dipanaskan-kembali-6-makanan-ini-
berubah-jadi-racun.html diakses pada tanggal 17 April 2019
https://www.pom.go.id/new/view/more/berita/14911/Kerjasama-BPOM-dan-
Rumah-Sakit-dalam-Pemetaan-Kasus-Keracunan-di-Indonesia.html diakses
pada tanggal 17 April 2019
Lubis, P. A. H. (2015). Identifikasi bakteri escherichia coli serta salmonella sp. yang
diisolasi dari soto ayam.
Murdiati, A. dan Amaliah. 2013. Panduan Penyiapan Pangan Sehat Untuk Semua.
Edisi kedua. Jakarta: Prenadamedia Group.
Purnawijayanti, H. A. (2001). Sanitasi higiene dan keselamatan kerja dalam
pengolahan makanan. Kanisius. Yogyakarta, 104.
Sucipto, C.D. 2015. Keamanan Pangan Untuk Kesehatan Manusia. Yogyakarta:
Gosyen Pulbising.

Anda mungkin juga menyukai