Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Globalisasi dan tuntutan gaya hidup yang serba praktis dan cepat telah
membawa pengaruh ke pola konsumsi masyarakat, dengan terjadinya
pergeseran konsumsi dari nasi sebagai menu utama ke produk mi ataupun roti
yang siap saji. Hal itu sejalan dengan makin maraknya industri roti di tanah
air untuk mengisi kebutuhan masyarakat akan makanan sumber energi
tersebut.
Derasnya arus informasi serta makin tingginya tingkat pendidikan
masyarakat juga telah melahirkan tuntutan yang makin besar terhadap
produk-produk yang dikonsumsi. Konsumen menghendaki makanan yang
mereka konsumsi tidak hanya enak, mengenyangkan, memberikan nilai yang
sebanding dengan biaya yang telah mereka keluarkan, namun juga
memberikan nilai tambah yang lain, berupa mutu yang konsisten, aman dan
menyehatkan, bahkan dalam tingkatan yang lebih jauh, konsumen
menghendaki produk-produk diproduksi dalam suatu sistem yang ramah
lingkungan.
HACCP merupakan suatu sistem preventif bagi keamanan pangan, di
mana industri pangan dituntut untuk dapat menganalisa semua potensi bahaya
yang ada pada setiap tahapan proses, termasuk semua bagian yang terikut di
dalamnya. Analisa mengenai potensi bahaya, baik berupa bahaya fisik,
bahaya kimia maupun bahaya biologi perlu dilakukan untuk setiap bahan
yang akan digunakan, untuk menetapkan prosedur pemeriksaan dan upaya
pencegahan yang dapat dilakukan. Oleh karenanya diperlukan pengetahuan
mengenai karakteristik dari setiap bahan berikut proses yang menyertainya.
Analisa mengenai potensi bahaya juga harus dilakukan pada setiap
tahapan proses produksi, untuk menentukan tahapan-tahapan proses mana
yang merupakan Critical Control Point (CCP), sekaligus menentukan
standar/batasan-batasannya. Untuk setiap CCP tersebut, perlu ditetapkan pula

1
sistem pengawasannya dan tindakan koreksi yang harus dilakukan bilamana
terjadi penyimpangan, sehingga keamanan produk yang dihasilkan tetap
terjamin.
Udang rebon merupakan jenis udang putih yang berukuran sangat kecil
(±1-3 cm) dan tidak dapat tumbuh menjadi besar, hidup berkelompok dalam
jumlah yang sangat banyak dan muncul secara berkala pada bulan bulan
tertentu (musim rebon/musim hujan). Udang rebon ini cukup digemari oleh
konsumen masyarakat namun tingkat penerimaan konsumen akan produk
tersebut masih rendah karena hanya kalangan tertentu saja yang menyukai
produk tersebut. Udang akan mengalami perubahan perubahan yang
berlangsung secara sedikit demi sedikit, mengarah kepembusukan yang
terjadi akibat aktifitas autolisis, enzimatis dan mikrobiologis. Untuk itu
dilakukan upaya upaya pengolahan usaha udang rebon asin segar sebagai
solusi untuk menjawab akan kebutuhan produk olahan awetan dari bahan
baku udang rebon.
CV. Indosea Makmur merupakan salah satu industri pengolahan udang
rebon dalam sekala besar. Dengan kualitas yang bagus udang rebon diolah
menjadi produk unggulan yang di distribusikan hingga ke Korea Selatan.
Produk pangan dengan bahan baku perikanan merupakan produk yang
bersifat sangat peka terhadap bahaya mikrobiologi, mempunyai risiko sebagai
penyebab penyakit dan keracunan karena sangat mudah terkontaminasi oleh
mikroorganisme pathogen serta mudah rusak karna komponen penyusunnya
yang sangat baik bagi pertumbuhan mikroorganisme sehingga diperlukan
penanganan yang baik untuk mencegah risiko ini. Cara penanganan dan
pengolahan yang baik dapat berjalan dengan optimal jika penerapan GMP
dan SSOP berjalan sesuai prosedurnya.
Saat ini pelaksanaan standar produksi berupa Good Manufacturing
Practices (GMP) dan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)
merupakan sebuah kebutuhan mutlak yang tidak dapat ditunda lagi untuk
diimplementasikan, agar tuntutan konsumen akan produk yang bermutu dan
aman dapat terpenuhi. Dan tentu saja ini menjadi salah satu tantangan bagi

2
industri udang rebon segar yang ada dalam peningkatan kualitas dan
produktifitas perusahaan.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana proses penerapan HACCP (Hazard Analysis Crirical Control
Point) di CV. Indosea Makmur ?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui penilaian penerapan HACCP (Hazard Analysis Crirical
Control Point) di CV. Indosea Makmur.
2. Tujuan Khusus
a) Mengetahui proses pengolahan udang rebon asin segar di CV. Indosea
Makmur dari proses penerimaan bahan baku hingga stuffing.
b) Menetapkan CCP (Critical Control Point) pada proses produksi udang
rebon asin segar di CV. Indosea Makmur
c) Menetapkan batas kritis pada setiap CCP pada proses produksi udang
rebon asin segar di CV. Indosea Makmur
d) Menetapkan prosedur verifikasi HACCP pada proses produksi udang
rebon asin segar di CV. Indosea Makmur

D. Manfaat
1. Mahasiswa mengetahui penerapan HACCP pada CV. Indosea Makmur
2. Mahasiswa mampu menetapkan CCP dan batas kritisnya pada setiap CCP
pada proses produksi di CV. Indosea Makmur.
3. Mahasiswa mampu menetapkan prosedur verifikasi HACCP pada proses
produksi di CV. Indosea Makmur.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point)


HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) merupakan suatu
alat (tools) yang digunakan untuk menilai tingkat bahaya, menduga perkiraan
risiko dan menetapkan ukuran yang tepat dalam pengawasan dengan
menitikberatkan pada pencegahan dan pengendalian proses pengujian akhir
proses akhir yang biasanya dilakukan dengan cara pengawasan tradisional.
Nasional advisory committee on microbiological criteria for food
(committee) menganjurkan sistem HACCP sebagai pendekatan yang efektif
dan rasional untuk menjamin keamanan pangan. Sistem ini merupakan
pendekatan sistematis terhadap identifikasi, evaluasi pengawasan keamanan
pangan secara bermakna (Arisman, 2009). Menurut Thaheer (2005), sistem
HACCP terdiri dari 7 prinsip sebagai berikut,
1. Melakukan analisa bahaya
2. Menentukan titik kendali kritis
3. Menentukan batas kritis
4. Membuat sistem pemantauan CCP
5. Melakukan tindakan korektif
6. Menetapkan prosedur verifikasi
7. Melakukan dokumentasi seluruh prosedur
Tujuan penerapan HACCP dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu
tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum penerapan HACCP adalah
memelihara kesehatan masyarakat dengan cara mencegah atau mengurangi
kasus keracunan pangan (Haryadi, 2001). Adapun tujuan khususnya adalah :

a. Mengevaluasi cara produksi pangan untuk mengetahui bahaya yang


mungkin timbul dari pangan

4
b. Memperbaiki cara produksi pangan dengan memberikan perhatian khusus
terhadap tahap-tahap proses yang dianggap kritis
c. Memantau dan mengevaluasi cara-cara penanganan dan pengolahan
pangan serta penerapan sanitasi dalam memproduksi pangan
d. Meningkatkan inspeksi mandiri terhadap industri pangan oleh operator dan
karyawan.

B. Analisa Bahaya
Bahaya (hazard) adalah agen biologis, kimia, atau agen fisik atau
factor yang berpotensi untuk menimbulkan efek yang merugikan bagi
kesehatan (WHO, 2005). Bahaya yang ada harus ditiadakan atau dikurangi
sehingga produksi pangan dinyatakan aman. Penentuan adanya bahaya
berdasarkan tiga pendekatan yaitu keamanan pangan, sanitasi, dan
penyimpanan secara ekonomi seperti penggunaan bahan yang tidak
dibenarkan. Hazard analysis adalah analisis bahaya atau kemungkinan
adanya risiko bahaya yang tidak dapat diterima. Bahaya disini adalah segala
macam aspek mata rantai produksi pangan yang tidak dapat diterima karena
merupakan penyebab masalah keamanan pangan. Bahaya tersebut meliputi
(Suklan, 1998):
1. Keberadaan yang tidak dikehendaki dari pencemar biologis, kimiawi atau
fisik pada bahan mentah
2. Pertumbuhan atau kelangsungan hidup mikroorganisme dan hasil
perubahan kimiawi yang tidak dikehendaki misalnya nitrosamine pada
produk antara atau jadi atau pada lingkungan produksi; dan
3. Kontaminasi atau kontaminasi silang (cross contamination) pada produk
antara, jadi atau pada lingkungan produksi.
Keberadaan yang tidak dikehendaki dari pencemar biologis,
kimiawi, atau fisik pada bahan mentah dapat dijabarkan sebagai berikut
(Nurliana, 2004):
a. Bahaya kimia terjadi apabila bahan pangan terkontaminasi pestisida,
logam berbahaya dan pupuk kimia saat dilahan pertanian. Bahaya kimia

5
juga dapat berasal dari bahan tambahan terlarang atau bahan tambahan
pangan yang melebihi takaran maksimum yang diizinkan dalam
penggunaannya. Selain itu dapat juga berasal dari bahan makanan yang
tercemarracun kapang, misalnya biji-bijian atau kacang-kacangan
seperti kacang kedelai yang disimpan pada kondisi salah.
b. Bahaya mikrobiologi meliputi bakteri pathogen (kontaminasi,
pertumbuhan, dan ketahanan) beserta toksin-toksin yang dihasilkannya,
virus, jamur, dan mikotoksin, protozoa.
c. Potensi bahaya fisik seperti serpihan gelas atau logam dari mesin atau
wadah, benda-benda asing seperti pasir, kerikil atau potongan kayu,
rambut, tulang atau bagian tubuh dari serangga dan hewan lainnya yang
mencemari pangan.

Tabel 2.1 Pengelompokan Bahaya Kimia Menurut National Advisory


Committee on Microbiology Criteria for Food

Pengelompokan Bahaya Penjelasan

Bahaya A Bahaya yang dapat menyebabkan produk


yang ditujukan untuk kelompok berisiko
menjadi tidak steril. Kelompok berisiko
antara lain bayi, lanjut usia, orang sakit atau
orang dengan daya tahan tubuh rendah

Bahaya B Produk mengandung bahan yang sensitif


terhadap bahaya mikro biologi

Bahaya C Proses yang tidak diikuti dengan langkah


pengendalian terhadap mikroba berbahaya

Bahaya D Produk yang terkontaminasi ulang setelah


pengolahan dan sebelum pengepakan

Bahaya E Bahaya yang potensial pada penanganan


saat distribusi atau penanganan oleh

6
konsumen sehingga menyebabkan produk
menjadi berbahaya apabila dikonsumsi

Bahaya F Bahaya yang timbul karena tidak adanya


proses pemanasan akhir setelah proses
pengepakan atau ketika dimasak di rumah.

Sumber: Sara dan Wallace (2004).

Tabel 2.2 Pengelompokan Tingkat Bahaya

Tingkat Bahaya Penjelasan

Kategori 6 Jika bahan pangan mengandung bahaya A atau


ditambah dengan bahaya yang lain

Kategori 5 Jika bahan pangan mengandung lima karakteristik


bahaya (B,C,D,E,F)

Kategori 4 Jika bahan pangan mengandung empat


karakteristik bahaya (B,C,D,E,F)

Kategori 3 Jika bahan pangan mengandung tiga karakteristik


bahaya (B,C,D,E,F)

Kategori 2 Jika bahan pangan mengandung dua karakteristik


bahaya (B,C,D,E,F)

Kategori 1 Jika bahan pangan mengandung satu karakteristik


bahaya (B,C,D,E,F)

Kategori 0 Jika tidak terdapat bahaya

Sumber: Sudarmaji (2005)

C. Titik Kritis

7
Food flow (alir makanan) yaitu perjalanan makanan dalam rangkaian
proses pengolahan pangan. Titik Kritis (TK) adalah setiap titik, tahap atau
prosedur pada suatu sistem pengolahan bahan pangan yang jika tidak
terkendali dapat menyebabkan risiko dan jika dikendalikan dapat mencegah,
mengurangi atau menghilangkan bahaya. Titik-titik kritis/ kondisi rawan
dalam proses pengolahan makanan bias saja terdapat satu atau lebih dimana
kondisi rawan (critical point) tersebut harus dikendalikan untuk
menghindarkan bahaya konsumen (Thaheer, 2005).

Critical control point (CCP) atau titik kendali kritis adalah langkah
dimana pengendalian dapat diterapkan dan diperlukan untuk mencegah atau
menghilangkan bahaya atau menguranginya sampai titik aman. Dengan
menggunakan pohon keputusan (decision tree) pada setiap tahapan proses
pengolahan makanan/minuman dapat ditentukan titik kritis pada alur proses
(Thaheer, 2005). Titik kendali kritis (CCP) dapat berupa bahan mentah,
lokasi praktek, prosedur atau pengolahan dimana pengendaliannya dapat
diterapkan untuk mencegah atau mengurangi bahaya (Suklan, 1998).

P1.
Adakah tindakan pencegahan ?
8
Ya Tidak Lakukan modifikasi tahapan

dalam proses atau produk ?


Lakukan modifikasi tahapan
Ya
dalam proses atau produk ?

Tidak Bukan CCP Berhenti

P2. Apakah tahapan dirancang spesifik untuk


Ya
menghilangkan atau mengurangi bahaya yang mungkin
terjadi sampai level yang dapat diterima ?

Tidak

Dapatkah kontaminasi dengan bahaya yang


P3.
diidentifikasikan terjadi melebihi tingkatan yang dapat
diterima atau dapatkah ini meningkatkan sampai
tingkatan yang tidak dapat diterima ?

Ya Tidak Bukan CCP Berhenti

P4. Akankah tahapan berikutnya menghilangkan atau


mengurangi bahaya yang teridentifikasi sampai level
yang dapat diterima ?

Ya Tidak
CCP

Bukan CCP Berhenti

Gambar 2.1 Pohon Keputusan Penentuan Titik Kritis

Sumber: Badan Standarisasi Nasional (1998)

D. Batas Kritis

9
Batas kritis atau Critical Limit (CL) adalah satu atau lebih batas
parameter yang harus dipenuhi untuk tiap CCP. Batas tersebut memisahkan
antara apa yang dianggap aman dengan yang tidak aman berdasarkan bahaya
mikrobiologi, kimia, dan fisik. Karena batas kritis ini kan dipantau secara
real-team. maka batas harus dipilih berdasarka suatu kriteria yang dapat
diukur atau diobservasi denga mudah dan cepat (Dewanti, 2013).

Batas kritis dapat ditetapkan berdasarka pada suatu standar, pedoman


tahap pproses yang ada, informasi dari pemasok, hasil penelitian, hasil
challenge test, pemodelan matematis, pendapat pakar atau kelompok pakar
(expert judgement), dan sebagainya (Dewanti, 2013).

1. Penetapan Proses Pemantauan Monitoring


Pemantauan atau monitoring adalah seperangkat pengamatan
terjadwal yang diimplementasikan pada CCP untuk menjamin bahwa batas
kritisnya terpenuhi. Dalam rencana HACCP, CL dari suatu CCP adalah
apa yang dipantau. Siapa yang ditugaskan untuk memantau adalah petugas
yang memiliki keterampilan untuk melakukan pemantauan dan juga
ditugaskan di area yang sama debngan tahap proses yang dipantau. Kapan
atau seberapa sering pemantauan dilakukan harus didasarkan pada analisis
kebutuhan berdasarkan pengalaman atau statistika (Dewanti, 2013)
2. Penetapan Tindakan Koreksi
Melakukan tindakan korektif apabila pemantauan mengindikasikan
adanya CCP yang tidak berada di bawah kontrol. Tindakan korektif
spesifik yang diberlakukan pada setiap CCP dalam sistem HACCP untuk
menangani penyimpangan yang terjadi. Tindakan korektif tersebut harus
mampu mengendalikan membawa CCP kembali dibawah kendali dan hal
ini termasuk pembuangan produk yang mengalami penyimpangan secara
tepat.

3. Penentuan Prosedur Verifikasi

10
Menetapkan prosedur verifikasi untuk mengkonfirmasi bahwa sistem
HACCP bekerja secara efektif. Prosedur verifikasi yang dilakukan dapat
mencakup peninjauan terhadap sistem HACCP dan catatannya, peninjauan
terhadap penyimpangan dan pengaturan produk, konfirmasi CCP yang
berada dalam pengendalian, serta melakukan pemeriksaan (audit) metode,
prosedur, dan uji. Setelah itu, prosedur verifikasi dilanjutkan dengan
pengambilan sampel secara acak dan menganalisanya. Prosedur verifikasi
diakhiri dengan validasi sistem untuk memastikan sistem sudah memenuhi
semua persyaratan Codex dan memperbaharui sistem apabila terdapat
perubahan di tahap proses atau bahan yang digunakan dalam proses
produksi.
4. Penetapan Dokumentasi
Dokumentasi atau pencatatan rekaman dalam suatu rencana HACCP
adalah rekaman kegiatan penyusunan rencana HACCP dan
implementasinya. Dokumentasi hasil monitoring umumnya dibuat dalam
satu buku atau kertas Log. Dokumentasi ini dapat digunakan untuk
mempelajari penyebab penyimpanagn serta tindakan koreksi yang tepat
(Dewanti, 2013).

E. Udang Rebon
Udang rebon adalah salah satu hasil laut dari jenis udang-udangan
namun dengan ukuran yang sangat kecil dibandingkan dengan jenis udang-
udangan lainnya. Karena ukurannya yang kecil inilah, udang ini disebut
dengan udang “rebon”. Di mancanegara, udang ini lebih dikenal dengan terasi
shrimp karena memang udang ini merupakan bahan baku utama pembuatan
terasi. Di pasaranpun, udang ini lebih mudah ditemukan sebagai bahan seperti
terasi, atau telah dikeringkan dan sangat jarang dijual dalam keadaan segar
(Astawan, 2009).
Udang rebon merupakan zooplankton dengan ukuran panjang 1 - 1,5
cm yang terdiri dari kelompok Crustacea yaitu Mysidocea acetes dan larva
peraedae yang ditemukan disekitar muara (Nontji, 1986). Ciri-ciri udang

11
rebon adalah mempunyai tiga pasang kaki yang sempurna, restum dan
telsonnya pendek, mempunyai kaki renang yang sempurna dan tampak
berbulu dan panjang antena sekitar 2-3 kali panjang tubuhnya (Hutabarat dan
Evans, 1986). Walaupun tidak setenar seperti daging ayam, daging sapi atau
ikan, seperti jenis udang lainnya, udang rebon memiliki kandungan protein
yang tinggi. Dari setiap 100 g udang rebon kering, 59,4 g nya merupakan
protein. Berlawanan dengan kandungan 7 protein udang rebon kering,
kandungan lemak udang rebon termasuk rendah, hanya 3,6 g dari setiap 100 g
udang rebon kering (PERSAGI, 2009).
Klasifikasi udang rebon menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut :
Phylum : Arthropoda
Class : Crustacea
Ordo : Decapoda
Famili : Penaidae
Genus : Penaeus
Spesies : Panaeus monodon

Gambar 1. Udang rebon (Mysis relicta)


Selain kaya akan sumber zat gizi protein, kalsium dan zat besi ternyata
terdapat satu manfaat unik dari udang rebon yang bisa jadi sulit didapatkan
dari jenis udang-udangan lain, yaitu kulitnya yang berbeda. Berbeda dengan
jenis udangudangan lain yang biasanya hanya dimakan dagingnya saja tanpa
kulitnya, seluruh bagian udang rebon dapat dimakan. Hal ini terutama karena
ukurannya yang sangat kecil sehingga tidak memungkinkan untuk membuang

12
kulit atau kepalanya seperti ketika akan memakan udang-udangan lain.
Hasilnya, justru inilah yang menjadi salah satu keunggulan udang rebon
dibandingkan udang-udangan lain, maupun makanan sumber protein lainnya
(Astawan, 2009).
Selain kaya kalsium, kulit udang ternyata mengandung satu zat unik
yang ditemukan dalam cangkang serangga dan cangkang kepiting, yaitu
kitosan (Nasir, 2008). Menurut beberapa penelitian kulit udang sangat
bermanfaat dalam mengikat kolesterol dalam tubuh sehingga sangat
bermanfaat jika dikonsumsi. Kitosan mulai bekerja saat bercampur dengan
asam lambung. Pencampuran ini akan merubah kitosan menjadi semacam gel
yang akan mengikat kolesterol dan lemak yang berasal dari makanan.
Hasilnya, terjadi penurunan LDL, sekaligus perubahan perbandingan HDL
terhadap LDL (Astawan, 2009).

BAB III

13
PELAKSANAAN KEGIATAN

A. Waktu dan Tempat


Hari : Rabu
Tanggal : 13 November 2019
Jam : 08.00 – selesai WITA
Tempat : CV.INDOSEA MAKMUR
Jl. Lambung Mangkurat RT. 013 RW. 006 Desa Gunung Makmur
Kec.Takisung Kab. Tanah Laut Prov. Kalimantan Selatan 70861
B. Jenis Kegiatan
Praktikum HACCP di CV.INDOSEA MAKMUR
C. Alat
 Lembar Observasi
 Alat Tulis
D. Uraian Kegiatan
1. Permintaan izin praktikum lapangan
2. Pengarahan praktikum dan diskusi bersama sebelum ke lapangan
3. Pembagian kelompok untuk observasi ke tempat proses pengolahan
udang rebon
4. Diskusi tanya jawab.

BAB IV

14
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
1. Data Umum
Salah satu komoditas perikanan di Kalimantan Selatan (Kalsel)
menjadi produk unggulan yang dapat menembus pasar ekspor ke Korea,
yakni udang rebon asin segar. Udang yang diekspor telah diolah dan
ditangani oleh Unit Pengolahan Ikan (UPI) yang telah menerapkan sistem
jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan dan telah bersertifikasi
HACCP oleh Otoritas Kompeten yaitu Badan Karantina Ikan,
Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) sehingga
produk yang dihasilkan telah memenuhi persyaratan jaminan mutu dan
keamanan untuk dikonsumsi.
Produk perikanan dari Kalsel yang baru-baru ini telah mampu
menembus pasar ekspor yaitu udang rebon asin segar yang diproduksi oleh
CV Indosea Makmur, Pelaihari yang beralamat di Jalan Lambung
Mangkurat RT.013 RW.006 Desa Gunung Makmur Kecamatan Takisung
Kabupaten Tanah Laut Kalimantan Selatan. Produk ini telah diekspor ke
negeri ginseng, Korea Selatan.
Bahan baku berupa udang yang berasal supplier rasau maupun
lupak dicampur garam dengan kadar salinitas 15 ppt. Pada proses produksi
di CV. Indosea Makmur baik dari penerimaan bahan baku sampai stuffing
yang sangat di perhatikan adalah kadar salinitas dan keadaan suhu ruang
untuk menjaga kualitas produk.
2. Data Khusus
a. Penerapan GMP (Good Manufacturing Product) di CV. Indosea
Makmur
b. Penerapan SSOP di CV. Indosea Makmur
c. Penerapan HACCP di CV. Indosea Makmur
1) Pembentukan Tim HACCP

15
Pembentukan tim HACCP terdiri dari lebih dari 1 orang tim
multi disipliner yang terlatih HACCP, dari bagian departemen
yang berlainan, atau bisa menggunakan bantuan tenaga ahli.
Berikut merupakan tugas dan tanggungjawab Tim HACCP di CV.
Indosea Makmur.
Tabel 4.1 Tugas dan Tanggung Jawab Tim HACCP
Udang Rencana Kerja Jaminan Mutu Nomor Bagian: 1.3
Rebon Terbit/Revisi : 2/0
Asin ORGANISASI TIM HACCP Tgl Terbit: 16 September 2019
Segar Halaman : 1 dari 1
No. Jabatan Nama Personil Tugas/Tanggung Jawab
1. Direktur Eviridah Gumarus - Ketua Tim
- Mengawasi kegiatan proses
produksi penerapan HACCP
2. Kepala Quality Andi Winata - Anggota
Control - Mengawasi kualitas bahan
baku
3. Kepala Elo - Anggota
Dokumen - Mengawasi dokumen
HACCP HACCP
4. Anggota Noorhasanah - Anggota
- Penanggungjawab
penerimaan bahan baku,
bahan tambahan, dan bahan
kemasan
5. Anggota Felixs - Anggota
- Penanggungjawab
pembuatan air garam
6. Anggota Jan - Anggota
- Penanggungjawab proses

16
produksi
7. Anggota Ermanti - Anggota
- Penanggungjawab sanitasi
peralatan dan higiene
karyawan
Disetujui oleh : Jabatan : Tanggal:

Eviridah Gumarus Direktur 16 eptember 2019


Pembentukan tim HACCP pada CV. Indosea Makmur sudah sesuai
ketetapan dalam pembentukan tim HACCP karena memiliki 1 orang
direktur sebagai ketua tim dalam mengawasi kegiatan proses produksi
penerapan HACCP dan 6 orang anggota yang mempunyai tugas masing-
masing baik mengawasi kualitas bahan baku, mengawasi dokumen
HACCP, penanggungjawab penerimaan bahan baku, bahan tambahan dan
bahan kemasan, serta penanggungjawab pembuatan air garam, dan
penanggungjawab proses produksi.
a. Deskripsi Produk
Deskripsi produk pada proses produksi udang rebon asin
segar di CV.Indosea Makmur sebagai berikut.
Tabel 4.2 Deskripsi Produk
Nama Produk Akhir Fresh Salted Opossum Shrimp
Spesies Acetes Indicus
Asal Bahan Baku Kalimantan Selatan
Bagaimana Bahan Baku Diterima Bahan baku yang diterima dari supplier
dicampur dengan garam. Bahan baku
tersebut kemudian langsung diproses
Jenis Produk Akhir Fresh Salted Opossum Shrimp
Ingredient Garam dan Air Asin
Tahapan Proses Penerimaan Bahan Baku (penimbangan

17
dan pembayaran penerimaan bahan
baku), pencucian dengan air garam
(salinitas 22 % - 33 %), pembersihan,
pengemasan dan pelabelan,
penyimpanan produk akhir, stuffing.
Penerimaan, Pencucian, Pembersihan,
Pencampuran dengan garam, Pengisian
air garam, Pengemasan, Pelabelan,
Suffing
Type Pengemas Plastik ukuran 46 x 70 cm dan Ember
Pail 32,3 x 32,3
Penyimpanan Disimpan di suhu beku - 10˚C
Umur Simpan ± 2 Tahun
Labelisasi 1. Nama Produk
2. Berat Isi
3. Importir
4. Tanggal Produksi
5. Komposisi
6. Cara Simpan
7. Bahan Kemasan
8. Pabrik Produksi
9. Nomor Registrasi
10. Asal Barang
11. Penukaran Bahan
CV. Indosea Makmur sudah mendeskripsikan produknya secara lengkap
karena sudah menginformasikan komposisi produk, cara simpan, umur simpan, .

b. Identifikasi Pengguna Produk


Identifikasi pengguna produk yang ditujukan, konsumen
sasarannya dengan referensi populasi yang peka (sensitif). Produk
udang rebon asin segar ditujukan untuk konsumsi masyarakat

18
umum, kecuali masyarakat yang memiliki riwayat alergi dan
memiliki riwayat hipertensi.

c. Diagram Alir Proses Udang Rebon Asin Segar


Diagram alir harus disiapkan oleh tim HACCP. Dibuat
untuk setiap spesifik produk, meliputi semua langkah dalam
proses. Satu diagram alir dapat digunakan untuk beberapa item
dengan kategori proses sejenis. Berikut merupakan diagram alir
proses udang rebon asin segar pada perusahaan CV. Indosea
Makmur.

Penerimaan Bahan
Baku

Penyimpanan
sementara

Pembersihan Bahan
Baku

Pencucian Bahan Baku

Packing & Labelling

Penyimpanan Produk
Akhir

Stuffing

Gambar 4.1 Diagram Alir Proses Udang Rebon Asin Segar

d. Verifikasi Diagram Alir di Tempat


Setelah diagram alir proses mendapatkan persetujuan dan
pengesahan dari ketua tim HACCP, diagram alir proses

19
disesuaikan dengan kenyataan yang ada di lapangan. Tahap-tahap
proses yang terjadi dilapangan disesuaikan dengan pedoman
pengolahan yang baik (GMP).
e. Analisis Bahaya
a. Identifikasi Bahaya Pada Bahan Baku Pembuatan Udang
Rebon Asin Segar
Pada pembuatan udang rebon asin segar di CV. Indosea
Makmur meiliki tiga bahan baku utama yaitu udang, garam,
dan air garam. Berikut ini merupakan identifikasi bahaya pada
bahan baku pembuatan udang rebon Asin Segar di CV. Indosea
Makmur.
Tabel 4.3 Identifikasi Bahaya Pada Bahan Pembuatan Udang Rebon
Asin Segar
No. Bahan Identifikasi Bahaya
Fisik Kimia Biologi
1. Udang Benda - Vibrio
asing cholerae,
Salmonella,
ALT
2. Garam Benda - -
asing
3. Air Garam Benda - -
asing

b. Analisis Bahaya Pembuatan Udang Rebon Asin Segar


Analisis bahaya terdapat beberapa tahapan yaitu
mengidentifikasi potensi bahaya pada setiap tahapan,
identifikasi penyebab, menilai tingkat keakutan (severity),
determinasi peluang kejadiannya (resiko), menetapkan
signifikasnsinya, menentukan tindakkan-tindakan yang
diperlukan untuk mencegah bahaya yang signifikan yang ada

20
di CV. Indosea Makmur. Berikut analisis bahaya pembuatan
udang rebon asin segar.

Tabel 4.5 Analisis Bahaya

Potensi Penyebab Tindakan


No. Tahap Severity Risiko Sig.
bahaya Bahaya Pencegahan
- Melakukan
dengan
Peneri cepat dan
maan Benda tepat
1. Fisik L M US
bahan asing - Menggunak
baku an APD
yang
ditentukan
Benda
Fisik M L US
asing - Menjaga
- Penurun salinitas
Penyim
an diatas 15 ppt
panan
2. salinita - Menjaga
Sement Biologi
- Suhu M H S suhu
ara (bakteri)
yang maksimal
tidak 20°C
sesuai
3. Pember Benda - Melakukan
Fisik M L US
sihan asing dengan
bahan Biologi Kontamin M H S cepat dan
baku (bakteri) asi silang hati-hati
dari - Menggunak
penjamah an APD
yang

21
ditentukan
Benda
Fisik L L US
asing
- Penurun
- Menjaga
an
salinitias
salinitas
Pencuci tetap di atas
- kontami
an 25 ppt
4. nasi
bahan Biologi - Menggunak
silang M M S
baku (bakteri) an APD
dari air
yang
yang
ditentukan
digunak
an untuk
mencuci

- Menjaga
salinitias
- Penurun tetap di atas
an 25-30 ppt
salinitas - Menutup
Packin
- kontami rapat dan
g dan Biologi
5. nasi M H S menyegel
labellin (bakteri)
silang ember
g
dari kemasan
penjama - Menggunak
h an APD
yang
ditentukan

Penyim Ruangan - Menjaga


6. panan Fisik cold L L US ruangan
produk storage cold storage

22
yang kotor tetap bersih
dan aman
- Menjaga
suhu
ruangan
cold storage
minimal 0°C
dan
maksimal -
akhir Suhu yang 10°C
Biologi
tidak L H S - Meletakkan
(bakteri)
sesuai produk akhir
minimal 5
cm dan
tidak
bersentuhan
dengan
dinding cold
storage
Kendaraan - Kendaraan
Fisik kotor dan L L US harus bersih
tidak layak dan layak
untuk
ekspor
7. Stuffing
Suhu yang - Menjaga
Biologi
tidak L H S suhu
(bakteri)
sesuai container
setelah segel
-10°C

23
Penetapan Titik Kendali Kritis CCP Produksi Pembuatan Udang Rebon Asin
Segar
Berdasarkan analisis bahaya maka hasil yang signifikan
ditetapkan titik kendali kritisnya. Berikut penetapan titik kendali
kritis produksi pembuatan udang rebon asin segar di CV. Indosea
Makmur.

Tabel 4.6 Penetapan Titik Kendali Kritis


TAHA PENY PERTANYA JAWAB KESIM
NO BAHAYA KETERANGAN
PAN EBAB AN AN PULAN
1 Penyim P1 : Apakah YA 1. Menjaga salinitas
panan ada tindakan diatas 15 ppt dan
Sement pencegahan ? menjaga suhu
ara maksimal 20°C
- Penur
unan P2 : Apakah YA 2. Tindakan
salinit langkah menjaga salinitas
as menjaga diatas 15 ppt dan
Biologi
salinitas menjaga suhu CCP
(Bakteri) - Suhu
diatas 15 ppt maksimal 20°C
yang
dan menjaga bertujuan untuk
tidak
suhu menjaga kualitas
sesuai
maksimal udang
20°C dibuat
khusus untuk
mengendalik
an bahaya?
2 Pember Biologi Kontam P1 : Apakah YA 1. Menggunakan Bukan
sihan (Bakteri) inasi ada tindakan APD yang CCP

24
bahan pencegahan ? ditentukan
baku
P2 : Apakah TIDAK 2. Langkah
langkah menggunakan
menggunaka APD tidak hanya
n APD dibuat untuk
silang
khusus untuk mengendalikan
dari
mengendalik kontaminasi
penjam
an bahaya? silang dari
ah
penjamah

P3 : TIDAK 3. Menggunakan
Dapatkah APD tidak dapat
pencemaran mencemari bahan
terjadi? baku
3 Pencuci Biologi - Penur P1 : Apakah YA 1. Tindakan CCP
an (Bakteri) unan ada tindakan pencegahan
bahan salini pencegahan ? dengan
baku tas melakukan
- konta menjaga salinitias
mina tetap di atas 25
si ppt
silan
g dari P2 : Apakah YA 2. Tindakan
air langkah menjaga salinitias
yang menjaga tetap di atas 25
digun salinitias ppt dibuat khusus
akan tetap di atas untuk mencuci
untuk 25 ppt dibuat bahan baku
menc khusus untuk
uci mengendalik

25
an bahaya?
4 Packin Biologi - Penur P1 : Apakah YA 1. Menjaga
g dan (Bakteri) unan ada tindakan salinitias tetap di
labellin salini pencegahan ? atas 25-30 ppt
g tas
P2 : Apakah YA
- konta
langkah 2. Tindakan
mina
menjaga menjaga salinitias
si CCP
salinitias tetap di atas 25-
silan
tetap di atas 30 ppt dibuat
g dari
25-30 ppt khusus untuk
penja
dibuat khusus tahapan packing
mah
untuk
mengendalik
an bahaya?
5 Penyim Biologi Suhu P1 : Apakah YA 1. Menjaga suhu CCP
panan (Bakteri) yang ada tindakan ruangan cold
akhir tidak pencegahan ? storage minimal
produk sesuai 0°C dan
maksimal -10°C

P2 : Apakah YA 2. Tindakan
langkah menjaga suhu
menjaga suhu ruangan cold
ruangan cold storage minimal
storage 0°C dan
minimal 0°C maksimal -10°C
dan maksimal dibuat khusus
-10°C dibuat untuk
khusus untuk penyimpanan
mengendalik akhir produk

26
an bahaya?
6 Stuffing Biologi Suhu P1 : Apakah YA 1. Menjaga suhu
(Bakteri) yang ada tindakan container setelah
tidak pencegahan ? segel -10°C
sesuai
P2 : Apakah YA 2. Tindakan
langkah menjaga suhu
menjaga suhu container setelah CCP
container segel -10°C
setelah segel dibuat khusus
-10°C dibuat untuk tahapan
khusus untuk stuffing
mengendalik
an bahaya?

ii.Batas Kritis (CL) Pada CCP Produksi Pembuatan Udang Rebon


Asin Segar
Berdasarkan penetapan titik kendali kritis maka hasil yang
CCP ditetapkan batas kritisnya pada produksi pembuatan udang
rebon asin segar di CV. Indosea Makmur. Berikut batas kritis
produksi pembuatan udang rebon asin segar di CV. Indosea
Makmur.
Tabel 4.7 Batas Kritis (CL) Pada CCP Produksi Pembuatan Udang Rebon Asin Segar
Tahapa Prosedur Monitoring
Dokumen
n Batas Tindakan Verifika
tasi dan
Proses Kritis What How Where Who When Koreksi si
Record
CCP
Penyimp Salinita Salini Pemer Bahanb Pekerja Pada Tidak Pengece Formulir
anan s diatas tas iksaan aku dan saat menyimp kkan monitorin
Sementa 15 ppt dan kadar tempat peneri an bahan terhadap g
ra dan suhu salinit penyim maan baku suhu

27
suhu as dan panan bahan apabila ruang
maksim penga sementa baku kondisi penyimp
al 20°C turan ra ruang anan
suhu kurang sebelum
bersih nya dan
dan suhu selama
tidak masa
memenuh penyimp
i standart anan
UPI

Pencucia Saliniti Salini Pemer Bahan Pekerja Pada - Air Pengece -


n bahan as di tas iksaan baku saat garam kan
baku atas 25 kadar pencuci yang kebersih
ppt salinit an sudah an dan
as bahan kotor salinitas
baku secara air garam
visual
tidak
digunaka
n lagi.
- Salinitas
air
kurang
dilakuka
n proses
penggara
man
ulang
Packing Saliniti Salini Pemer Bahan Pekerja Pada Pengemas Pemeriks Formulir

28
dan as tetap tas iksaan baku saat an aan monitorin
labelling di atas kadar packing dan/atau terhadap g
25-30 salinit dan pelabelan seluruh
ppt as labellin yang tidak proses
g sesuai di dan
pisahkan rekaman
untuk di pengema
kemas san
dan/atau pelabela
di label n
ulang
Penyimp Suhu Suhu Pengu Ruang Pekerja Pada Segera - melaku -
anan ruangan kuran penyim saat di melakukan kan
akhir cold suhu panan ruang perbaikan pemeri
produk storage akhir penyim bila cold ksaan
minima produk panan storage terhada
l 0°C akhir mengalam p suhu
dan produk i masalah, cold
maksim simpan storage
al - sementara setiap 4
10°C produk jam
pada cold sekali
storage - melaku
lainnya kan
pemeri
ksaan
dan
perawa
tan
mesin
cold

29
storage
setiap
hari
Stuffing Suhu Suhu Pengu Pada Pekerja Sebelu - Suhu - melaku -
contain kuran contain m containe kan
er suhu er didistri r yang pemeri
setelah busikan tidak ksaan
segel - memenu terhada
10°C hi syarat p suhu
tidak contain
digunaka er
n sebelu
- produk m,
yang selama
tidak dan
sesuai setelah
dipisahk proses
an baik - melaku
itu kan
jumlah, pemeri
label, ksaan
dan kesesu
kemasan aian
/labeling terhada
yang p
tidak produk
sesuai, yang
untuk akan
dikemba dikirim
likan ke seperti:
cold jumlah,

30
label,
kondisi
storage packin
g dan
lainnya

B. Pembahasan
1. Penerapan HACCP di perusahaan CV. Indosea Makmur
HACCP merupakan suatu sistem yang mengindetifikasi baha
spesifik yang mungkin timbul dan cara pencegahannya untuk
mengendalikan bahaya tersebut. setiap unit pengolahan wajib menerapkan
system jaminan keamanan hasil perikanan berdasarkan konsepsi HACCP
yang diverifikasi oleh inspektur mutu. Penerapan HACCP sebagai langkah
dalam menghindari bahaya yang mungkin terjadi diantaranya personal
hygiene penjamah makanan, material (suhu dan waktu ) sarana dan
prasarana (GMP).
Penerapan sistem keamanan pangan yang baik merupakan salah
satu langkah perusahaan untuk melindungi tenaga kerja dari kesakitan atau
penularan penyakit melalui makanan (foodborne disease). Penerapan
HACCP dalam organisasi atau perusahaan akan memberikan manfaat yang
besar bagi perusahaan tersebut diantarnya:
a) Menjamin kualitas dan keamanan pangan
b) Meningkatkan kepercayaan dalam keamanan produk san produksi
c) Mengurangi kerugian dan pemborosan
d) Menjamin efesiensi penerapan HACCP
e) Memenuhi persyaratan peraturan/spesifikasi/standard
Penerapan HACCP di Perusahaan CV. Indosea Makmur yang
memproduksi udang rebon asin segar sudah cukup bagus baik dari
penerimaan bahan baku sampai dengan distribusi produk akhir, namun
masih ada beberapa point yang masih dalam kondisi perlu perhatian
khusus. Penjelasan mengenai penerapan Good Manufacturing Product

31
(GMP) akan di bahas pada produksi udang rebon asin segar, sebagai
berikut ini :
a) Penerimaan Bahan Baku
Penerimaan bahan baku yang diterima dilakukan pemeriksaan
mutu dan spesifikasinya, di sertai dengan surat garansi supplier yang
menyatakan bahwa bahan baku dilakukan dengan proses yang benar
sesuai dengan kriteria yang diinginkan perusahaan. Bahan baku yang
telah sampai dilakukan penirisan dan penimbahan dengan dilakukan
kalibrasi timbangan. Bahan baku yang diterima harus dilakukan
penanganan dengan cepat untuk menjaga bahan baku dari kerusahan
fisik dan karyawan dalam keadaan sehat dan bersih (hygiene) serta
memakai kelengkapan atribut kerja yang telah ditentukan.
b) Penyimpanan Sementara
Bahan baku yang diterima apabila tidak dilakukan proses
dalam waktu 1 hari di masukan ke dalam box yang diberi penutup
untuk menjaga keamanan bahan baku agar tetap aman harus memiliki
kadar salinitas 15 ppt dan menyimpan suhu 20 0
C. Dengan
penyimpanan rapid an tidak tersentuh dinding.
c) Proses Pembersihan
Bahan baku dibersihkan dari kotoran- kotoran dan ikan-ikan
kecil dilakukan dengan hati- hati. Dimasukan kembali kedalam basket
untuk proses pencucian. Karyawan yang melaksanakan proses
pembersihan dalam keadaan sehat dan bersih (hygiene) serta
menggunakan kelengkapan atributan kerja yang telah ditentukan.

d) Proses Pencucian Bahan Baku


Pencucian bahan baku menggunakan air garam agar bahan
baku tetap terjaga kualitas, bahan baku yang berada dalam baskes
kemudian ditempat diatas bos pencucian dengan posisi menggantung
dan disiram dengan air garam olah bersalinitas diatas 25 ppt.

32
Pencucian dilakukan sampai tidak ada lagi kotoran tersisa dilakukan
dengan cepat dan hati-hati agar fisik produk tidak mengalami
kerusakan.
e) Packing dan Pelabelan
Bahan baku yang telah siap dikemas dimasukan kedalam
ember kemasan yang telah diberi kantong plastik didalamnya
kemudian ditimbang dengan timbangan yang telah dikalibrasi harian.
Berat bahan baku yang dimasukan berkisar 16-18kg. kemudian
menambahkan garam olahan sekitar salinitas 25-30 ppt sampai berat
kotor produk kurang lebih 22,75kg, selanjutnya ditaburi garam
sebanyak ±100 gr. kemudain memastikan kantong plastic kemasan
tidak bocor dan mengosongkan udara yang tersimpan didalamnya
dengan cara menggunakan alat vakum atau menggunakan tangan.
Mengikat plastic dengan karet ikat. Menutup rapat dan diberi labeb
yang memuat informasi tentang produk. Karyan yang melakukan
dalam keadaan sehat.
f) Penyimpanan Produk Akhir
Ruang cold dalam keadaan bersih, aman dan suhu minimal 0ºC
dan maksimal -10 ºC, Penyimpanan tersusun rapi dengan ember
disusun dalam posisi tutupnya diatas dan tidak boleh ditidurkan.
Penyusunan tidak tersentuh dengan dinding cold storage (minimal
jarak 5 cm) agar produk mendapatkan sirkulasi udara dingin secara
merata dan pada lantai cold storage menggunakan pallet.
Penyimpanan produk mengunakan system FIFO (First in First
out). Produk yang masuk terlebih dahulu, keluar terlebih dahulu.
Karyawan dalam keadaan sehat dan bersih serta memakai peralatan
yang telah ditentukan
g) Stuffing
Kendaraan yang digunakan untuk stuffing dalam keadaan
bersih dan layak untuk ekspor. Proses stuffing dilakukan dengan cepat
dan hati-hati agar tidak merusak produk. Penyusan rapid an tidak

33
tumpang tindih, sisa ruang dalam kendaraan yang tidak bias dimuati
kemasan di beri sterofom lembaran yang berfungsi agar kemasan tidak
bergerak saat diperjalanan sehingga produk aman. Suhu konteiner
setelah disegel -100C untuk tetap menjaga mutu dari produk. .
Karyawan dalam keadaan sehat dan bersih serta memakai peralatan
yang telah ditentukan

2. Penerapan Sanitation Standard Operating Procedures


a) Keamanan air dan es
Air yang digunakan dalam produksi bersumber dari air artesis
dan bersih. Di lakukan penampungan terlebih dahulu di tandon
penyimpanan air dan dilakukan filtrasi yang mana air ini juga
digunakan untuk sanitasi dan karyawan.pengecekan air dilakukan
setiap hari dan dilakukan pembersihan atau pengurasan setiap 2
minggu sekali. Pengujian air dilakukan setiap 6 bulan sekali di
laboratorium eksternal.
b) Kondisi peralatan yang kontak langsung dengan produk
Pembersihan meliputi meja dan basket yang dipakai untuk
proses produksi, pembersihan dilakukan sebelum dan sesudah
produksi menggunakan bahan pembersih yang foodgrade. Setelah
sipakai bahan pembersih disimpan diruangan yang terpisah dengan
ruang produksi, tempat kering, diberi lael dan terlindung dari sinar
matahari dan pemakaian bahan pembersih sesuai dengan petunjuk
pemakaian.

c) Pencegahan kontaminasi silang


Desain atau layout proses dibuat untuk mencegah kontaminasi
silang antara satu bagian dengan bagian- bagian lainnya, alat produksi,
limbah, peralatan, kemasan dan karyawan di atur harus dapat
menghindari terjadinya kontaminasi, pemisahkan bahan baku dan
bahan pembantu dari produk akhir selama proses penanganan,

34
karyawan harus memakai pakaian kerja yang bersih dari produk akhir
selama proses penanganan. Karyawan sebelum masuk ruang produksi
haru mencuci tangan, memakai masker, sepatu boot dan sarung tangan
untuk menghindari kontaminasi silang.
d) Pemeliharaan fasilitas sanitasi/ pencucian tangan/ toilet/ kamar mandi
Toilet dibersihkan setiap hari sebelum dan sesudah proses
produksi oleh petugas kebersihan dipantau oleh QC melalui checklist
sanitasi harian, sabun cair dan kertas tissue sekali pakai sdi toilet
tersedia sesuai dengan kebutuhan karyawan, toilet karyawan
dilengkapi water flushing sistem sehingga tidak terjadi kemungkinan
terpercik air kotor dari toilet.
e) Perlindungan produk/ pengemas/ alat dari bahan-bahan kimia/
kontaminasi
Dilakukan pengecekan setiap pemasuk dalam daftar pemasok,
bahan kontaminan pda bahan baku di cek secara visual setiap jam 7.00
oleh QC, semua bahan kimia yang digunakan diruang proses diberi
labeb dengan jelas untuk menghindari kesalahan yang tidak
diinginkan.

f) Syarat label dan penyimpanan penggunaan bahan toksin yang benar


Bahan kimia digudang dilakukan pengecekan di ruang
penyimpanan dan labelnya secara visual sebelum proses oleh QC
g) Kebersihan dan kesehatan karyawan
Karyawan yang bekerja dalam keadaan sehat dari penyakit
menular dan bersih (hygiene), karyawan yang sakit tidak
diperbolehkan untuk bekerja karena dapat mengkontaminasi produk,
untuk fasilitas dilengkapi untuk kebersihan tangan dan persiapan
sanitasi yang efektif, perilaku karyawan harus sesuai dengan standard
penanganan produk perikanan yang baik, pemeriksaan kesehatan
dilakukan setiap 6 bulan sekali.
h) Pengendalian hewan penggangu

35
Pengendalian yang dilakukan dengan menjaga kebersihan
lingkungan, seperti penempatan perangkap tikus dan serangga,
fumigasi sesuai dengan kondisi yang ada, melakukan pengecekan
keberadaan serangga yang dapat menyebabkan penyebaran penyakit
atau tempat bersarangnya vektor penyebab penyakit.

BAB V
PENUTUP

A. Simpulan
1. Alur dan proses produksi di Udang Rebon Asin Segar CV. INDOSEA
MAKMUR dimulai dari penerimaan bahan baku berupa udang segar,
penyimpanan sementara harus memiliki kadar salinitas 15 ppt dan
memiliki suhu 20°C, proses pembersihan dari kotoran dan ikan-ikan kecil,
pencucian bahan baku dengan air garam olah bersalinitas diatas 25 ppt,
packing dan pelabelan, penyimpanan produk akhir dengan suhu minimal
0ºC dan maksimal -10 ºC, dan stuffing.

36
2. Pada proses produksi udang rebon asin segar di CV. INDOSEA
MAKMUR terdapat beberapa CCP (Critical Conrol Point) antara lain
pada proses penyimpanan sementara, pencucian bahan baku, packing dan
labeling, penyimpanan produk akhir, stuffing.
3. Penetapan batas kritis pada setiap CCP pada proses produksi udang rebon
asin segar di CV. INDOSEA MAKMUR salinitas pada penyimpanan
sementara udang rebon asin segar 15 ppt dan suhu maksimal 20°C, pada
tahapan pencucian bahan baku salinitias di atas 25 ppt, pada tahapan
packing dan labelling salinitias tetap di atas 25-30 ppt, suhu ruangan cold
storage minimal 0°C dan maksimal -10°C terdapat pada penyipanan akhir
produk, dan pada tahapan stuffing suhu container setelah segel -10°C.
4. Prosedur verifikasi HACCP pada proses produksi udang rebon asin segar
di CV. INDOSEA MAKMUR pada tahapan penyimpanan sementara
verifikasi pengecekkan terhadap suhu ruang penyimpanan sebelumnya dan
selama masa penyimpanan, pada tahapan pencucian bahan baku verifikasi
pengecekan kebersihan dan salinitas air garam, pada tahapan packing dan
labelling verifikasi pemeriksaan terhadap seluruh proses dan rekaman
pengemasan pelabelan, pada tahapan penyimpanan akhir produk verifikasi
melakukan pemeriksaan terhadap suhu cold storage setiap 4 jam sekali dan
melakukan pemeriksaan serta perawatan mesin cold storage setiap hari,
dan tahapan stuffing verifikasi melakukan pemeriksaan terhadap suhu
container sebelum, selama dan setelah proses melakukan pemeriksaan
kesesuaian terhadap produk yang akan dikirim seperti: jumlah, label,
kondisi packing dan lainnya.

B. Saran
1. Pada tahapa penyimpanan sementara, pencucian bahan baku, packing dan
labelling, penyimpanan produk akhir dan stuffing (yang merupakan CCP)
agar sebaiknya selalu memberikan perhatian penuh untuk menjaga,
mengatur suhu dan kadar salinitas sesuai dengan persyaratan agar hasil
produksi tetap dalam keandaan baik dan aman.

37
2. Sebaiknya paa saat bekerja karyawan memakai APD yang telah disediakan
dengan lengkap, agar menghindari terjadinya kontaminasi silang.

38

Anda mungkin juga menyukai