Anda di halaman 1dari 6

TOKSISITAS SUBKRONIK ALGINAT PADA HISTOPATOLOGI

HATI, GINJAL DAN LAMBUNG MENCIT


Jovita Tri Murtini*, Nandang Priyanto* dan Tuti Hartati Siregar*

ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian mengenai toksisitas subkronik ekstrak dari rumput laut coklat jenis
Sargasum sp. pada hewan uji. Hewan uji yang digunakan adalah mencit jantan (Mus musculus L.), berumur 2-3
bulan dengan berat 20 30 gram, selama 28 hari. Mencit dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu kelompok kontrol,
dan 4 kelompok perlakuan yang masing-masing terdiri dari 16 ekor mencit. Untuk kelompok kontrol tidak
diberikan bahan uji. Kelompok perlakuan diberikan bahan uji sesuai dosis normal (dosis I), 2x dosis I (dosis II)
dan 4x dosis I (dosis III) dengan konsentrasi 1, 2, 4 mg alginat/g berat badan mencit. Hasil penelitian uji
toksisitas subkronik alginat menunjukkan bahwa dosis I dan dosis II tidak merusak hati, ginjal dan lambung
mencit, sedangkan dosis III mengakibatkan hati mengalami degenerasi sel, jumlah sel kupfer meningkat, dan
lambung mengalami degenerasi sel parietal.
Kata kunci : sub kronik, toksisitas, alginat dan mencit
*) Peneliti pada Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan
PENDAHULUAN
Alginat merupakan hasil ekstrak rumput laut coklat
jenis Sargassum sp yang merupakan sumber serat
sudah banyak dikonsumsi oleh masyarakat untuk
berbagai tujuan misalnya pengobatan dan diet, tanpa
diketahui ada atau tidaknya efek samping. Sumber
serat yang lain yaitu karaginan merupakan hasil
ekstrak rumput laut jenis Euchema sp. Untuk bidang
farmasi telah dicoba oleh Wikanta et a.l, 2002 bahwa
natrium alginat dapat menurunkan kadar gula tikus
percobaan yang mengalami kondisi diabetes.
Pemberian Na alginat pada tikus putih dapat
menurunkan kandungan kolesterol total darah secara
efektif selama 4 minggu (Wikanta, et al., 2003).
Sedangkan untuk penelitian pemberian karaginan
secara
invivo
dengan
hewan
uji
kelinci
mengindikasikan bahwa pemberian karaginan dalam
jangka panjang dapat menimbulkan efek samping
terjadinya ketidak normalan (lesi) sel epitel saluran
cerna maupun sel permukaan usus kelinci ( Wikanta et
al., 2005).
Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan
Bioteknologi Kelautan dan Perikanan (BBRP2B) telah
mengeluarkan produk berupa minuman kesehatan dari
alginat. Selama ini produk tersebut belum melalui uji
keamanan dan penelitian ini dilakukan untuk menguji
alginat secara invivo menggunakan mencit. Hal ini
sangat penting karena dikhawatirkan dapat
mengancam kesehatan konsumen dalam jangka
panjang. Semua zat berpotensi menjadi racun
tergantung dari dosis yang dikonsumsi. Oleh karena
itu penelitian ini dikerjakan untuk mendapatkan
informasi mengenai dosis alginat yang aman apabila
dikonsumsi.
Uji toksisitas dibagi menjadi dua golongan
yaitu uji toksisitas umum dan uji toksisitas khusus
(Lu, 1995). Uji toksisitas umum dirancang untuk
mengevaluasi keseluruhan efek suatu senyawa pada
hewan coba meliputi uji toksisitas akut, uji toksisitas
subkronik dan uji toksisitas kronik. Dalam pengujian

toksisitas ini dapat diketahui perubahan berupa


akumulasi, toleransi, metabolisme, dan kelainan
khusus di organ atau sistem organ yang diteliti (
Depkes RI, 2000). Tujuan uji toksisitas adalah untuk
mengetahui spektrum efek toksik serta hubungan dosis
dan toksisitas pada pemberian berulang dalam jangka
waktu tertentu. Umumnya pengukuran toksisitas dapat
dilakukan secara invivo yang menggunakan hewan
percobaan. Meskipun extrapolasi hasil uji dari hewan
percobaan ke manusia sulit dilakukan namun
penggunaan hewan percobaan mempunyai beberapa
keuntungan antara lain mudah, murah dan dapat
dikontrol (dosis dan lama percobaan), serta
pengamatan lebih detail terhadap semua jaringan
(melalui operasi). Pengamatan yang dilakukan
terhadap kerusakan hati, ginjal dan lambung. Hati
merupakan kelenjar terbesar dan terberat yang
terdapat di dalam tubuh. Hati terletak di dalam rongga
abdomen sebelah kanan atas di bawah diafragma.
Dalam keadaan normal hati berwarna coklat
kemerahan dengan konsistensi padat kenyal (Ganong,
2003). Beberapa fungsi hati adalah sintesis protein
plasma, penyimpanan metabolit, sekresi empedu,
fungsi metabolit, detoksifikasi dan aktivasi.
Sedangkan kerusakan hati ada beberapa jenis yaitu
nekrosis, steatosis, koleostatis dan sirosis. Untuk
mengetahui kerusakan hati perlu pengamatan kadar
Glutamat Oksaloasetat Transaminase (GOT) dan
Glutamat
PiruvatTransaminase (GPT). Ginjal
merupakan sepasang organ berbentuk kacang yang
terletak pada bagian dorsal, di bawah diafragma dan
masing-masing terletak pada kolom tulang belakang
(Mutschler, 1991; Price, 1995). Salah satu fungsi
ginjal adalah mensekresikan hormon-hormon dan hasil
metabolit, terutama urea, asam urat dan kreatinin.
Kreatinin adalah suatu metabolit kreatin dan
diekresikan seluruhnya dalam urin melalui filtrasi
glomerolus. Peningkatan kadar kreatinin darah
merupakan indikasi rusaknya fungsi ginjal. Oleh sebab
itu parameter yang diambil adalah kandungan
kreatinin dalam darah (Price, 1995; Pearce, 1999).
III - 97

Lambung adalah bagian dari saluran pencernakan


yang terletak di bawah diafagma, di depan pankreas.
Lambung terdiri dari bagian atas yaitu fundus, batang
utama dan bagian bawah yang horisontal yaitu antrum
pilorik (Pearce, 1999; Price, 1995). Beberapa fungsi
lambung adalah menerima makanan dan bekerja
sebagai penampung untuk jangka pendek, merubah
protein menjadi pepton, mengeluarkan kasein,
mencerna lemak dan membentuk faktor antianemi,
menyalurkan kimus ke duodenum. Dari penelitian ini
akan dapat dilihat seberapa batas aman alginat bagi
kesehatan manusia dan pengaruhnya terhadap organorgan tubuh manusia.
BAHAN DAN METODE
Bahan Uji
Alginat yang diperoleh dari hasil ekstraksi
Sargassum sp. yang diproduksi oleh BBRP2B.
Hewan Uji : Hewan uji yang digunakan adalah mencit
jantan (Mus musculus L.), galur DDY, berumur 2-3
bulan dengan berat 20 25 gram diperoleh dari Badan
Pengawas Obat dan Makanan Jakarta, sebanyak 64
ekor.
Pakan standar : Pakan
mencit standar
diperoleh dari pabrik di Jakarta. Pakan diberikan
sesuai kebutuhannya.
Air minum: Air yang digunakan untuk minum mencit
adalah air minum merk Aqua
Metode kerja
Hewan uji mencit jantan (Mus musculus
L.) setelah sampai dilaboratorium diaklimatisasi
selama 7 hari dengan diberi pakan standar, kemudian
dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu kelompok kontrol,
dan 3 kelompok perlakuan yang masing-masing terdiri
dari 16 ekor mencit. Untuk kelompok kontrol tidak
diberikan bahan uji. Kelompok perlakuan diberikan
bahan uji 3 dosis, yaitu dosis I sebesar 1 mg alginat/g
berat badan mencit, dosis II sebesar 2 mg alginat/g

berat badan mencit dan dosis III sebesar 4 mg


alginat/g berat badan mencit. Pemberian bahan uji
dilakukan dengan cara melarutkan bahan uji ke dalam
larutan CMC Na 0,5% sebanyak 1 ml secara oral
menggunakan sonde, sekali sehari selama 28 hari.
Pengambilan darah dan organ mencit dilakukan
sebanyak 2 kali yaitu setelah perlakuan selama 2
minggu dan 4 minggu. Cara pengambilan darah
mencit secara intra cardinal kemudian diukur aktivitas
enzim Glutamat Oksaloasetat Transaminase (GOT),
Glutamat Piruvat Transaminase (GPT) dan kreatinin
alat Spotchem EZ SP 4430 di BBRP2B. Pengamatan
histopatologi juga dilakukan terhadap organ hati,
ginjal dan lambung mencit setelah 2 minggu dan 4
minggu percobaan. Organ hati, ginjal dan lambung
diawetkan dalam larutan formalin untuk dianalisis
histopatologinya. Analisis histopatologi dilakukan di
Laboratorium Histopatologi, Departemen Klinik
Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran
Hewan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
HASIL DAN PEMBAHASAN
ematologi dilakukan melalui analisis terhadap
enzim GPT, GOT dan kreatinin. Dipilihnya enzim
GPT dan GOT sebagai parameter kemungkinan
adanya kerusakan hati karena peningkatan aktifitas
enzim-enzim tersebut merupakan indikator yang kuat
dan peka terhadap kelainan sel-sel hati. Sementara
pemilihan pengukuran kreatinin dilakukan sebagai uji
dasar untuk fungsi ginjal. Kreatinin adalah hasil
buangan dari pencernaan protein, tingkat kreatinin
dalam darah menunjukkan fungsi ginjal yang
digunakan sebagai pertanda baik buruknya kerja ginjal
dalam mengeluarkan produk buangan dari tubuh.
Hasil analisis GOT, GPT dan kreatinin mencit pada
hari ke-14 dan ke- 28 disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil analisis GPT, GOT dan kreatinin darah mencit


Perlakuan
GPT(IU/L)
GOT(IU/L)
Kreatinin (mg/dL)
14 hr
28 hr
14 hr
28 hr
14 hr
28 hr
Kontrol
29
72
44
76
0.3
0.3
Dosis I
155
44 667 *)
150
0.3
0.3
Dosis II
231**)
114
193
163
0.3
0.3
Dosis III
366**)
129 479 *)
193
0.3
0.3
Keterangan tabel :
Dosis I = 1 mg / gr berat tubuh, dosis II = 2
mg/ gr berat tubuh, dosis III = 4 mg/ gr berat tubuh,
Berat mencit : 20 30 g, *) GOT > 400, **) GPT >
200, Nilai rujukan mencit (Shayne, dalam Irnawati et
al., 1992), GPT : 25- 200 U/l, GOT : 70400U/l untuk
kondisi normal
GPT merupakan enzim sitosol yang sebagian
besar terdapat pada hati, jantung dan otot. Enzim ini
sebagai indikator yang lebih spesifik untuk kerusakan
sel-sel hati
dibandingkan GOT, karena GOT
merupakan enzim mitokondria yang ada dalam jumlah
besar di dalam jantung, hati, otot rangka dan ginjal.

Hasil analisis kadar enzim GPT dan GOT pada


kontrol hari ke 28 meningkat dibandingkan dengan
kondisi hari ke 14, walaupun masih dalam kisaran
normal. Pada dosis I kadar GPT pada hari ke 28
menurun dari 155 menjadi 44 IU/l, sedangkan kadar
GOT menurun dari 667 menjadi 150 IU/l. Pada dosis
II kadar GPT pada hari ke 28 menurun dari 231
menjadi 114IU/l, sedangkan kadar GOT juga menurun
dari 193 menjadi 163 IU/l. Penurunan kadar GPT dari
366 menjadi 129 dan GOT dari 479 menjadi 193
ditemukan pada dosis III. Hal ini kemungkinan
disebabkan oleh
fungsi alginat yang dapat
menurunkan kadar GPT dan GOT mencit (Tabel 1).
III - 98

Tetapi kadar GPT dan GOT pada hari ke 28 untuk


kontrol, Dosis I, Dosis II dan Dosis III masih dalam
kisaran normal walaupun gambaran histopatoginya
sudah ada perubahan pada hari ke 28 baik pada hati
maupun lambung mencit untuk dosis III. Shayne
dalam Irnawati (1992) menyatakan bahwa rentang
aktifitas enzim GOT dan GPT mencit berturut-turut
25-200 UI/l dan 70400 UI/l. Hal ini menunjukkan
bahwa efek positip (penurunan kadar enzim) mulai
kelihatan pada hari ke-28 baik pemberian alginat dosis
I maupun II. Penurunan kadar enzim sampai berada
dalam rentang normal, menunjukkan bahwa tidak ada
kelainan pada organ sel yang memproduksi enzim
tersebut. Pemberian alginat dosis II dan dosis III
selama 14 hari perlakuan meningkatkan aktifitas
enzim GPT dan aktifitas enzim GOT tetapi setelah 28
hari perlakuan GPT dan GOT menurun masuk
kedalam kisaran normal. Hal ini kemungkinan

mengidikasikan kerusakan sel hati dan kerusakan ini


biasanya sulit untuk dikembalikan lagi. Hasil analisis
kreatinin terlihat bahwa baik kelompok kontrol
maupun perlakuan dosis I, dosis II dan dosis III tidak
tampak terjadi perubahan baik pada hari ke-14
maupun setelah hari ke-28. Hal ini menunjukkan
secara enzimatis tidak ada perubahan yang terjadi
pada fungsi renal dan didukung oleh gambaran
histologi ginjal mencit yang tidak mengalami
perubahan sampai pemberian bahan uji sampai hari ke
28 pada dosis I,II dan III.
Hasil histopatologi organ mencit (hati, ginjal dan
lambung):
Pengamatan histopatologi sel pada hari ke-14 dan ke28 baik kelompok kontrol, dosis I, II maupun III
disajikan pada Gambar 1 sampai dengan 8

(a)
(b)
(c)
Gambar 1. Mikrofotografi hati (a), ginjal (b) dan lambung (c) dari kontrol pada14 hari
Figure 1. Microphotograph liver (a), kidney (b) and abdomen (c) of control on 14 days

(a)
(b)
(c)
Gambar 2. Mikrofotografi hati (a), ginjal (b) dan lambung (c) dari kontrol pada 28 hari
Figure 2. Microphotograph liver (a), kidney (b) and abdomen (c) of control on 28 days

(a)
(b)
(c)
Gambar 3. Mikrofotografi hati (a), ginjal (b) dan lambung (c) dari dosis I, pada 14 hari
Figure 3. Microphotograph liver (a), kidney (b) and abdomen (c) of dosage I on 14 days

III - 99

(a)
(b)
(c)
Gambar 4. Mikrofotografi hati (a), ginjal (b) dan lambung (c) dari dosis I, 28 hari
Figure 4. Microphotograph liver (a), kidney (b) and abdomen (c) of dosage I on 28 days

(a)

(b)

(c)

Gambar 5. Mikrofotografi hati (a), ginjal (b) dan lambung (c) dari dosis II pada 14 hari
Figure 5. Microphotograph liver (a), kidney (b) and abdomen (c) of dosage II on 14 days

(a)

(b)

(c)

Gambar 6. Mikrofotografi hati (a), ginjal (b) dan lambung (c) dari dosis II pada 28 hari
Figure 1. Microphotograph liver (a), kidney (b) and abdomen (c) of dosage II on 28 days

(a)
(b)
(c)
Gambar 7. Mikrofotografi hati (a), ginjal (b) dan lambung (c) pada dosis III pada 14 hari
Figure 7. Microphotograph liver (a), kidney (b) and abdomen (c) of dosage III on 14 days

III - 100

(a)
(b)
(c)
Gambar 8. Mikrofotografi hati (a), ginjal (b) dan lambung (c) dari dosis III pada 28 hari
Figure 8. Microphotograph liver (a), kidney (b) and abdomen (c) of dosage III on 28 days

Pada kontrol hari ke14 (Gambar 1)


menunjukkan bahwa ketiga organ tersebut yaitu hati,
ginjal dan lambung tidak ditemukan perubahan,
sedangkan pada kontrol hari ke 28 (Gambar 2)
menunjukkan bahwa ketiga organ tersebut tidak
ditemukan perubahan. Hal ini disebabkan karena
kontrol memang hanya diberikan pakan standar berarti
selama percobaan 28 hari tidak ada faktor luar yang
mempengaruhi perkembangan kesehatan mencit.
Gambar 3 memperlihatkan bahwa pada dosis
I hari ke 14 pada ketiga organ hati, ginjal dan lambung
tidak ditemukan perubahan. Dosis I pada hari ke 28
menunjukkan bahwa ginjal tidak mengalami
perubahan (Gambar 4) yang berarti bahwa dosis I
masih aman karena tidak ada kerusakan pada organ
vital mencit.
Gambar 5 menunjukkan bahwa pada dosis II
hari ke 14 pada ketiga organ tersebut hati, ginjal dan
lambung tidak ditemukan perubahan. Pada dosis II
hari ke 28 menunjukkan bahwa pada ketiga organ
tidak terjadi perubahan (Gambar 6) yang berarti dosis
II masih aman karena tidak ada kerukan pada organ
vital mencit selama percobaan 28 hari.
Gambar 7 menunjukkan bahwa dosis III pada
hari ke 14 hati mencit telah mengalami degenerasi sel
dan jumlah pada sel Kupffer meningkat. Ginjal (b)
tidak ada perubahan dan pada lambung (c) sel-sel
mengecil/atrofi yang berarti pada hari ke 14 dosis III
sudah tidak aman karena sudak merusak hati dan
lambung, tetapi tidak merusak sel ginjal. Dosis III
pada hari ke 28 menunjukkan bahwa hati (a)
mengalami degenerasi sel dan peningkatan jumlah selsel Kupffer, ginjal (b) tidak mengalami perubahan,
dan lambung (c) mengalami degenerasi sel parietal
(Gambar 8). Pada dosis III juga terjadi resiko iritasi
lambung yang menyebabkan parasit meningkat.
Dengan demikian dosis III tidak aman pada hari ke 28
karena merusak hati dan lambung walupun masih
aman untuk kesehatan ginjal.

histopatologi hati, ginjal dan lambung mencit tidak


terjadi perubahan.
Pada dosis III pada hari ke-14, hasil uji
toksisitas alginat terhadap histopatologi hati mencit
mengalami degenerasi sel dan jumlah sel kupfer
meningkat serta pada lambung sel-sel mengecil/atrofi.
Pada dosis III pada hari ke-28, hasil uji
toksisitas alginat terhadap histopatologi hati mencit
mengalami degenerasi sel dan jumlah sel kupfer
meningkat serta pada lambung mengalami degenerasi
sel parietal.
Ginjal mencit tidak mengalami kerusakan
selama percobaan 28 hari yang diberi dosis I, dosis II
dan dosisi III.
Saran
Apabila mengkonsumsi tepung alginat disarankan
maksimal sehari sebesar 15 gram/70 kg berat tubuh
atau 220 mg/ kg berat tubuh manusia untuk
menghindari kerusakan sel lambung maupun hati dan
sebaiknya tidak dilakukan dalam jangka waktu yang
lama.
Ucapan Terima Kasih
Ucapan terima kasih disampaikan kepada
Drh. Ekowati Handaryani, MSi., Ph. D. di
Laboratorium Histopatologi, Departemen Klinik
Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran
Hewan, Institut Pertanian Bogor, atas bantuannya
mendiagnosis histopatologi.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen
Kesehatan
ri,
2000.
Pedoman
pelaksanaan uji klinik obat tradisional. Dirjen
POM, Jakarta. Hal 13-20

Kesimpulan

Ganong, W.F., 2003. Buku ajar fisiologi kedokteran.


Edisi 20. D iterjemahkan oleh H.M. Djauhari
Widjajakusumah. EGC, Jakarta. Hal 480

Hasil uji toksisitas alginat terhadap hewan uji


mencit menunjukkan bahwa kadar enzim GOT dan
GPT perlakuan dosis I, dosis II dan dosis III sampai
dengan hari ke-28 penelitian berada dalam kisaran
normal.
Pada dosis I dan dosis II pada hari ke-14 dan
ke-28, hasil uji toksisitas alginat terhadap

Irnawati, R., Widyawaruyanti, A., dan Studiawan, H.,


2005. Pengaruh ekstrak etanol dan air
kulit bat Artocarpus champeden Spreng
terhadap kadar enzim SGPT dan SGOT
mencit. Majalah Farmasi Airlangga , Vol 5,
No. 3. Bagian Ilmu bahan alam Fakultas
Farmasi Universitas Airlangga, http//www.
III - 101

Jurnal.
Unair.ac.id/login/jurnal/file/MPA.
Diakses 3 Juli 2007
Lu, F.C.,1995. Toksikologi dasar : Asas, organ
sasaran, dan penilaian resiko. Edisi kedua.
Diterjemahkan oleh Nugroho. UI Press. Hal
85-102
Mutschler, E,.1991. Dinamika obat buku ajar
farmakologi dan toksikologi. Diterjemahkan
oleh Widianto, m.b., Setiadi, A.R.. Edisi 5.
ITB, Bandung. Hal 551-553
Pearce, E.C., 1999. Anatomi dan fisiologi untuk
paramedis. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta. Hal 1666- 188
Price, S.A. dan Wilson, L.M., 1995. Fisiologi prosesproses penyakit. Alih bahasa : Anugerah P.
Edisi empat . Jakarta. Hal 65-66
Wikanta, T., Khaironi dan Rahayu, L., 2002. Pengaruh
pemberian
natrium
alginat
terhadap
penurunan kadar glukosa darah tikus. J.
Penel.Perik. Indon 8 (6): 21-32
Wikanta, T., Nasution, R.R. dan Rahayu, L., 2003.
Pengaruh pemberian natrium alginat terhadap
penurunan kadar kolesterol total darah dan
bobot badan tikus. J. Penel.Perik. Indon 9 (5)
23-32
Wikanta, T., Rustanti, K.I. dan Rahayu, L., 2005.
Pengujian secara invivo efek anti oksidatif
dari ekstrak air rumput laut Sargassum
craaifolium. J. Penel.Perik. Indon 11 (8): 6983

III - 102

Anda mungkin juga menyukai