0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
17 tayangan26 halaman
Penyakit kaki gajah (filariasis) disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang ditularkan melalui gigitan nyamuk. Penyakit ini menyebar luas di Indonesia dan dapat dicegah dengan mengurangi kontak antara manusia dan nyamuk vektor, serta pengobatan massal menggunakan obat Diethylcarbamazine.
Penyakit kaki gajah (filariasis) disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang ditularkan melalui gigitan nyamuk. Penyakit ini menyebar luas di Indonesia dan dapat dicegah dengan mengurangi kontak antara manusia dan nyamuk vektor, serta pengobatan massal menggunakan obat Diethylcarbamazine.
Penyakit kaki gajah (filariasis) disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang ditularkan melalui gigitan nyamuk. Penyakit ini menyebar luas di Indonesia dan dapat dicegah dengan mengurangi kontak antara manusia dan nyamuk vektor, serta pengobatan massal menggunakan obat Diethylcarbamazine.
mikrofilaria yang disebarkan oleh nyamuk anopheles, culex, mansonia, aedes, dan armigeres. Proses penyebarannya yang sangat cepat dan
lamanya proses penyembuhan, membuat
penyakit ini tergolong cukup berbahaya. • Hampir setiap jenis nyamuk bisa membantu penyebaran penyakit Kaki Gajah ini. • Tanpa mengenal batasan umur dan strata sosial, penyakit ini akan berkembang di dalam tubuh manusia yang telah terinfeksi. • Meski tidak bersifat mematikan, namun penyakit ini merupakan penyakit menahun. Setelah ratusan bahkan ribuan kali terinfeksi, cacing filaria yang berkembang di dalam pembuluh lymph (kelenjar getah bening) akan mengakibatkan pembengkakan seperti pada tubuh gajah. Dan jika tidak terobati akan menimbulkan cacat yang menetap berupa pembengkakan pada bagian tubuh seperti tangan, kaki dan alat kelamin laki-laki dan perempuan. Gejala penyakit kaki gajah (filariasis) yang biasanya muncul adalah demam berulang- ulang selama 3-5 hari. Terjadi pembengkakan kelenjar getah bening tanpa luka di daerah lipatan paha, ketiak, dan tampak kemerahan. Kelenjar getah bening dapat pecah dan mengeluarkan nanah serta darah. Sasaran penyakit ini juga dapat terjadi pada
pembebasaran tungkai, lengan, buah dada,
kantong buah zakar. Deteksi penyakit ini harus dilakukan di laboratorium melalui pemeriksaan darah jari. Pengambilan darah dilakukan pada malam
hari sebab sifat filaria bergerak dalam tubuh
hanya pada malam hari. Seseorang dinyatakan menderita kaki gajah jika dalam darah ditemukan mikrofilaria. Pencegahan adalah menghindarkan diri dari gigitan nyamuk. Sewaktu tidur menggunakan kelambu,
menutup ventilasi rumah dengan kasa
nyamuk, menggunakan obat nyamuk semprot atau obat nyamuk bakar, mengoles kulit dengan obat anti nyamuk, atau dengan cara memberantas nyamuk. Membersihkan tanaman air pada rawa-rawa yang merupakan tempat berkembangbiaknya nyamuk, menimbun, mengeringkan atau mengalirkan genangan air sebagai tempat berkembangbiaknya nyamuk, membersihkan semak-semak di sekitar rumah juga sebagai upaya tindakan preventif atau pencegahan. Vaksin untuk mencegah penyakit kaki gajah masih belum ada. Satu-satunya cara pencegahan adalah agar manusia tidak digigit nyamuk. Mengingat hampir semua jenis nyamuk bisa menularkan mikrofilaria dan tersebar luas di berbagai tempat maka yang harus dilakukan adalah menerapkan prinsip kebersihan lingkungan. Penderita kaki gajah dapat mengobati penyakit ini dengan cara membunuh cacing dewasa dan anak cacing. Obat untuk membunuh cacing filaria dan mikro filaria sudah diketahui yakni Diethyl Carbamazine Citrate (DEC) (1 x setahun). Obat ini sangat ampuh membunuh filaria, namun memberikan efek samping berupa demam, sakit kepala, sakit otot, atau pusing dan mual. Kontra indikasi: penyakit kronis, gizi buruk,
< 2tahun dan > 65 tahun, BUMIL dan BUTEKI
Keberadaan beberapa jenis tumbuhan air tertentu di suatu perairan erat kaitannya dengan keberadaan nyamuk sebagai tempat inangnya. Adalah nyamuk Mansonia sp. yang telur, larva
dan pupanya tidak terlepas dari keberadaan
tumbuhan air (tumbuhan inang) di perairan. Menurut Hadi Suwasono (1996), telur Mansonia ditemukan melekat pada permukaan bawah daun tumbuhan inang dalam bentuk kelompok yang terdiri dari 10- 16 butir. Telurnya berbentuk lonjong dengan salah satu ujungnya meruncing. Larva dan pupanya melekat pada akar atau
batang tumbuhan air dengan menggunakan
alat kaitnya. Alat kait tersebut, kalau pada larva terdapat pada ujung sifhon, sedangkan pada pupa ditemukan pada terompet. Dengan alat kait itu, baik sifhon maupun
terompet dapat berhubungan langsung
dengan udara (oksigen) yang ada dijaringan udara tumbuhan air. • Parasit filariasis di Indonesia terdiri dari tiga spesies yaitu: Brugia malayi, B. timori dan Wuchereria bancrofti. • Ketiga spesies ini dapat dipisahkan lagi menjadi lima tipe yaitu : B. malayi periodik, B. malayi sub periodik, B. timori, W. bancrofti tipe kota (urban) dan W. bancrofti tipe pedesaan (rural). • Filariasis tersebar luas di seluruh Indonesia tetapi bersifat fokal. Dari ketiga spesies tersebut yang menjadi masalah cukup besar dalam kesehatan masyarakat adalah B. malayi dan B. timori terutama di daerah pedesaan. Tipe Cacing filaria Brugia malayi endemik di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan pulau-pulau di Maluku, tetapi terbatas pada sebelah Barat garis Weber, yang memisahkan Irian Jaya dengan pulau Seram dan Ambon. Dari berbagai tipe parasit filaria ini, Brugia
malayi dan B. timori menempati urutan
pertama dalam penyebarannya di Indonesia. Demikian pula penderita dan penularannya lebih besar dibandingkan dengan W. bancrofti. • Vektor filariasis tersebar di hampir seluruh wilayah Indonesia. • Culex quinquefasciatus adalah merupakan vektor • W. bancrofti jenis perkotaan. Diketahui ada dua strain W. bancrofti,yaitu perkotaan dan pedesaan. • Umumnya di Indonesia banyak yang perkotaan dan sampai saat ini bukan merupakan masalah. Tetapi yang pedesaan belum banyak diketahui baik vektor maupun epidemiologinya. • Apakah W. bancrofti jenis pedesaan yang ada di' Indonesia sama dengan yang ada di Malaysia di mana vektornya adalah Anopheles (maculatus, letifer dan whartoni) yang juga merupakan vektor malaria, masih perlu diteliti lebih lanjut. • Vektor B. malayi periodik di Sumatera adalah berbagai jenis Mansonia terutama Ma. bonneae/dives dan Ma. uniformis. • Sedangkan Anopheles spp yang potensial dapat bertindak sebagai vektor adalah An. paditaeniatus dan An. nigerrimus • Sedangkan vektor B. malayi subperiodik adalah terutama Ma. uniformis, Ma. indiana dan Ma. bonneae/dives. Di Kalimantan, vektor B. malayi periodik adalah Mansonia spp. terutama Ma. uniformis yang berkembang biak di rawa air tawar dekat dengan hutan dan kebun karet. • Di Sulawesi vektor B. malayi periodik adalah Anopheles barbirostris dan An. nigerrirnus selain Ma. uniformis, Ma. indiana dan Ma. bonneae/dives. • Vektor utama di Sulawesi adalah An. Barbirostris yang berkembang biak pada daerah persawahan (Atmosoedjono dkk, 1976; Bahang dkk, 1984). • Mansonia di Sulawesi berkembang biak di tempat yang sama dengan Anopheles, tetapi mereka ditemukan juga di rawa-rawa • Di Maluku vektor B. malayi periodik diperkirakan Ma. uniformis • dan An. bancrofti. • Vektor B. timori ada tiga spesies Anopheles yaitu barbirostris, vagus dan subpictus tetapi yang telah dikonfirmasikan adalah An. barbirostis • Dari berbagai penelitian telah diketahui bahwa B. malayi di Indonesia mempunyai reservoir dan yang berperan penting adalah non-human primates. • Brugia malayi sub periodik adalah merupakan zoonosis yang penting di Asia (Dissanaike, 1979). • Di Malaysia kera yang telah diketahui sebagai reservoir penyakit filaria adalah Presbytis cristata, P. melalopos, P. obscura dan Macaca fascicularis, tetapi Presbytis spp adalah yang utama (Lim & Mak, 1978). • Di Indonesia B. malayi telah ditemukan di P. cristata dan M. fascicularis (Palmieri, 1979; Lim dkk. 1984; Poernomo,1984).
• Bahkan di daerah endemik B. malayi periodik
telah ditemukan juga cacing dewasa di dalam P. cristata. Selain kera, kucing juga merupakan reservoir dari B. malayi yang telah dibuktikan diberbagai tempat di Indonesia A. Penanggulangan filariasis dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu : 1) pengurangan reservoir penular, 2) penanggulangan /pengendalian vektor , 3) pengurangan kontak antara manusia dan vektor. B. Penyuluhan C. Pengobatan massal dengan DEC masih merupakan cara yang efektif untuk penanggulangan filariasis saluran getah bening. Cara ini dipergunakan di daerah- daerah endemik, baik terhadap penduduk asli maupun pendatang (transmigran). Ada tiga altematif cara pemberian obat DEC, : a) Pengobatan DEC dosis standar
dosis tunggal sehari 5 mg/kg BB selama
15 hari untuk Filariasis bancrofti dan selama 10 hari untuk Filariasis malayi dan Filariasis timori. b) Pengobatan DEC dosis bertahap. Dosis tunggal sehari cukup 1 tablet Filarzan(50 mg. DEC)bagi penduduk berumur di atas 10 tahun dan 1/2 tablet bagi yang berumur di bawah 10 tahun selama 4 hari dan hari-hari berikutnya dilanjutkan dengan pemberian dosis standar . c) Pengobatan DEC dosis rendah. Kepada setiap penduduk diberikan dosis tunggal sehari 1/2 tablet bagi yang berumur di atas 10 tahun dan ¼ tablet bagi yang berumur di bawah 10 tahun. Obat hanya diminum setiap minggu selama 6 bulan dan dilanjutkan selama 6 hari lagi dengan dosis standar . D. Pemeriksaan klinis dan pemeriksaan darah jari. Dari ditemukannya tanda-tanda dan gejala-
gejalaklinis akut dan menahun akan dapat
ditentukan besarnya Acute Disease Rate (ADR) dan Elephantiasis Rate (ER). Dari jumlah penduduk yang ditemukan
mikro-filaria dalam darah jarinya akan dapat
diketahui besarnya tingkat penularan penyakit (Micro-filaria rate : M f rate4). 1. Menghilangkan breeding places : mengalirkan genangan, menimbun rawa, dsb 2. Mencegah gigitan ( feeding places): kawat kasa, sos bud (perilaku) 3. Menghilangkan resting places 4. Menekan populasi nyamuk dewasa : - mekanis : electric, trap - biologis : predator - lingkungan : tanaman - kimiawi : pestisida - PHT