Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Filariasis (penyakit kaki gajah) atau juga dikenal dengan elephantiasis adalah
penyakit menular dan menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang
ditularkan melalui gigitan berbagai spesies nyamuk. Di Indonesia, vektor penular
filariasis hingga saat ini telah diketahui ada 23 spesies nyamuk dari genus Anopheles,
Culex, Mansonia, Aedes dan Armigeres. Filariasis dapat menimbulkan cacat menetap
berupa pembesaran kaki, tangan, dan organ kelamin.
Filariasis merupakan jenis penyakit reemerging desease, yaitu penyakit yang dulunya
sempat ada, kemudian tidak ada dan sekarang muncul kembali. Kasus penderita
filariasis khas ditemukan di wilayah dengan iklim sub tropis dan tropis (Abercrombie
et al, 1997) seperti di Indonesia. Filariasis pertama kali ditemukan di Indonesia pada
tahun 1877, setelah itu tidak muncul dan sekarang muncul kembali. Filariasis tersebar
luas hampir di seluruh Propinsi di Indonesia. Berdasarkan laporan dari hasil survei
pada tahun 2000 yang lalu tercatat sebanyak 1553 desa di 647 Puskesmas tersebar di
231 Kabupaten 26 Propinsi sebagai lokasi yang endemis, dengan jumlah kasus kronis
6233 orang.
Untuk memberantas filariasis sampai tuntas, WHO sudah menetapkan
Kesepakatan Global (The Global Goal of Elimination of Lymphatic Filariasis as a
Public Health problem by The Year 2020) yaitu program pengeliminasian filariasis
secara masal. Program ini dilaksanakan melalui pengobatan masal dengan DEC dan
Albendazol setahun sekali selama 5 tahun dilokasi yang endemis dan perawatan kasus
klinis untuk mencegah kecacatan. WHO sendiri telah menyatakan filariasis sebagai
urutan kedua penyebab cacat permanen di dunia. Di Indonesia sendiri, telah
melaksanakan eliminasi filariasis secara bertahap dimulai pada tahun 2002 di 5
Kabupaten percontohan. Perluasan wilayah akan dilaksanakan setiap tahunnya.

1
Upaya pemberantasan filariasis tidak bisa dilakukan oleh pemerintah semata.
Masyarakat juga harus ikut memberantas penyakit ini secara aktif. Dengan
mengetahui mekanisme penyebaran filariasis dan upaya pencegahan, pengobatan serta
rehabilitasinya, diharapkan program Indonesia Sehat Tahun 2010 dapat terwujud salah
satunya adalah terbebas dari endemi filariasis.
Sampai saat ini DEC merupakan satu – satunya obat penyakit kaki gajah yang
efekitf, aman dan relaitf murah. Pada pengobatan perorangan bertujuan untuk
menghancurkan parasit dan mengeleminasi, guna mengurangi atau mencegah rasa
sakit. Aturan dosis yang di anjukran untuk 6mg/kg berat badan/hari selama 12 hari
diminum sesudah makan, dalam sehari 3 kali. Pada pengobatan massal, di gunakan
pemberian DEC dosis rendah dengan jangka waktu pemberian yang lebih lama,
misalnya dalam bentuk garam DEC 0,2%-0,4% selama 9-12 bulan. Untuk orang
dewasa digunakan 100mg/minggu selama 40 hari.
1.2 Masalah
1.Apa yang dimaksud dengan filariasis?
2.Bagaimana mekanisme terjadinya filariasis?
3.Bagaimana upaya pencegahan, pengobatan dan rehabilitasi filariasis?
1.3 Tujuan
1.Untuk mengetahui yang dimaksud dengan filariasis.
2.Untuk mengetahui mekanisme terjadinya filariasis.
3.Untuk mengetahui upaya pencegahan, pengobatan dan rehabilitasi filariasis.
1.4 Manfaat
Manfaat penyusunan makalah ini adalah agar masyarakat dapat mengetahui segala
sesuatu tentang filariasis, bagaimana mekanisme terjadinya filariasis, dan bagaimana
upaya pencegahan, pengobatan serta rehabilitasi filariasis. Dengan demikian,
diharapkan masyarakat ikut memberantas penyakit ini secara aktif sehingga tidak
menjadi endemi di masyarakat.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Filariasis (penyakit kaki gajah) atau juga dikenal dengan elephantiasis adalah
suatu infeksi sistemik yang disebabkan oleh cacing filaria yang hidup dalam saluran
limfe dan kelenjar limfe manusia yang ditularkan oleh nyamuk. Penyakit ini bersifat
menahun (kronis) dan bila tidak mendapatkan pengobatan akan menimbulkan cacat
menetap berupa pembesaran kaki, lengan, dan alat kelamin baik perempuan maupun
laki-laki.
Cacing filaria berasal dari kelas Secernentea, filum Nematoda. Tiga spesies filaria
yang menimbulkan infeksi pada manusia adalah Wuchereria bancrofti, Brugia malayi,
dan Brugia timori (Elmer R. Noble & Glenn A. Noble, 1989). Parasit filaria ditularkan
melalui gigitan berbagai spesies nyamuk, memiliki stadium larva, dan siklus hidup
yang kompleks. Anak dari cacing dewasa disebut.
Pada Wuchereria bancrofti, mikrofilarianya berukuran ±250µ, cacing betina
dewasa berukuran panjang 65 – 100mm dan cacing jantan dewasa berukuran panjang
±40mm (Juni Prianto L.A. dkk., 1999). Di ujung daerah kepala membesar, mulutnya
berupa lubang sederhana tanpa bibir (Oral stylet). Sedangkan pada Brugia malayi dan
Brugia timori, mikrofilarianya berukuran ±280µ. Cacing jantan dewasa panjangnya
23mm dan cacing betina dewasa panjangnya 39mm. Mikrofilaria dilindungi oleh suatu
selubung transparan yang mengelilingi tubuhnya. Aktifitas mikrofilaria lebih banyak
terjadi pada malam hari dibandingkan siang hari. Pada malam hari mikrofilaria dapat
ditemukan beredar di dalam sistem pembuluh darah tepi. Hal ini terjadi karena
mikrofilaria memiliki granula-granula flouresen yang peka terhadap sinar matahari.
Bila terdapat sinar matahari maka mikrofilaria akan bermigrasi ke dalam kapiler-
kapiler paru-paru. Ketika tidak ada sinar matahari, mikrofilaria akan bermigrasi ke
dalam sistem pembuluh darah tepi. Mikrofilaria ini muncul di peredaran darah pada

3
waktu 6 bulan sampai 1 tahun setelah terjadinya infeksi dan dapat bertahan hidup
hingga 5 – 10 tahun.
Banyak spesies nyamuk yang ditemukan sebagai vektor filariasis, tergantung pada
jenis cacing filarianya dan habitat nyamuk itu sendiri. Wuchereria bancrofti yang
terdapat di daerah perkotaan ditularkan oleh Culex quinquefasciatus, menggunakan air
kotor dan tercemar sebagai tempat perindukannya. Wuchereria bancrofti yang ada di
daerah pedesaan dapat ditularkan oleh berbagai macam spesies nyamuk. Di Irian Jaya,
Wuchereria bancrofti terutama ditularkan oleh Anopheles farauti yang menggunakan
bekas jejak kaki binatang untuk tempat perindukannya. Di daerah pantai di NTT,
Wuchereria bancrofti ditularkan oleh Anopheles subpictus. Brugia malayi yang hidup
pada manusia dan hewan ditularkan oleh berbagai spesies Mansonia seperti Mansonia
uniformis, Mansonia bonneae, dan Mansonia dives yang berkembang biak di daerah
rawa di Sumatera, Kalimantan, dan Maluku. Di daerah Sulawesi, Brugia malayi
ditularkan oleh Anopheles barbirostris yang menggunakan sawah sebagai tempat
perindukannya. Brugia timori ditularkan oleh Anopheles barbirostris yang
berkembang biak di daerah sawah, baik di dekat pantai maupun di daerah pedalaman.
Brugia timori hanya ditemukan di daerah NTT dan Timor Timur.
2.2 Etiologi
Seseorang dapat tertular atau terinfeksi filariasis apabila orang tersebut digigit
nyamuk yang infektif yaitu nyamuk yang mengandung larva stadium III (L3).
Nyamuk tersebut mendapatkan mikrofilaria sewaktu menghisap darah penderita atau
binatang reservoar yang mengandung mikrofilaria. Siklus penularan filariasis ini
melalui dua tahap, yaitu mosquito satges atau tahap perkembangan dalam tubuh
nyamuk (vektor) dan human stages atau tahap perkembangan dalam tubuh manusia
(hospes) atau binatang (hospes reservoar).

4
Di dalam tubuh nyamuk, mikrofilaria berselubung (yang didapatkannya ketika
menggigit penderita filariasis), akan melepaskan selubung tubuhnya yang kemudian
bergerak menembus perut tengah lalu berpindah tempat menuju otot dada nyamuk.
Larva ini disebut larva stadium I (L1). L1 kemudian berkembang hingga menjadi L3
yang membutuhkan waktu 12 – 14 hari. L3 kemudian bergerak menuju probisis
nyamuk. Ketika nyamuk yang mengandung L3 tersebut menggigit manusia, maka
terjadi infeksi mikrofilaria dalam tubuh orang tersebut. Setelah tertular L3, pada tahap
selanjutnya di dalam tubuh manusia, L3 memasuki pembuluh limfe dimana L3 akan
tumbuh menjadi cacing dewasa, dan berkembangbiak menghasilkan mikrofilaria baru
sehingga bertambah banyak. Kumpulan cacing filaria dewasa ini menjadi penyebab
penyumbatan pembuluh limfe. Aliran sekresi kelenjar limfe menjadi terhambat dan
menumpuk di suatu lokasi. Akibatnya terjadi pembengkakan kelenjar limfe terutama
pada daerah kaki, lengan maupun alat kelamin yang biasanya disertai infeksi sekunder
dengan fungi dan bakteri karena kurang terawatnya bagian lipatan-lipatan kulit yang
mengalami pembengkakan tersebut.
2.3 Penyebab dan penyebaran penyakit filariasis

5
Dalam musim hujan biasanya nyamuk dapat berkembang biak dengan sangat
cepat. Banyak sekali penyakit yang dapat ditularkan oleh hewan kecil yang satu ini.
Salah satunya penyakit kaki gajah (filariasis). Penyakit disebabkan oleh cacing
(wuchereria Bancrofi). Cacing ini dapat ditularkan melalui berbagai gigitan nyamuk
kecuali nyamuk mansoni.
Penyakit ini bersifat menahun (Kronis) dan apabila tidak mendapatkan
pengobatan dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembengkakan kaki, lengan
dan alat kelamin baik pada pria maupun wanita. Akibatnya, penderita penyakit kaki
gajah tidak dapat bekerja secara optimal, bahkan hidupnya harus selalu tergantung
pada orang lain.
 Siklus Hidup Cacing Filaria
Siklus hidup cacing filaria dapat terjadi dalam tubuh nyamuk apabila nyamuk
tersebut menggit dan menghisap darah orang yang terserang filariasis, sehingga
mikro filaria yang terdapat ditubuh penderita ikut terhisap kedalamtubuh nyamuk.
Mikrofilaria tersebut masuk kedalam tubuh nyamuk, kemudian menembus dinding
lambung dan bersarang diantara otot – otot dada (Toraksi).
Bentuk mikrofilaria menyerupai sosis yang disebut larva stadium I. Dalam
waktu kurang lebih satu minggu larva ini berganti kulit, tumbuh menjadi lebih
gemuk dan panjang yang yang disebut larva stadiun II. Pada hari kesepuluh dan
seterusnya larva berganti kulit untuk kedua kalinya, sehingga menjadi lebih
panjang dan kurus, ini adalah larva stadium III. Gerak larva stadium III ini sangat
aktif, sehingga larva mulai bermigrasi mula – mula ke rongga perut (Abdomen)
kemudian pindah ke kepala dan alat tusuk nyamuk.
Apabila nyamuk mikrofilaria ini menggigit manuisa maka mikrofilaria yang
sudah berbentuk larva infektif (Larva stadium III) secara aktif ikut masuk kedalam
tubuh manusia (Hospes),bersama – sama dengan aliran darah dalam tubuh
manusia.Larva keluar dari pembuluh darah dan masuk ke pembuluh limfe. Didalam
pembuluh limfe larva mengalamidua kali pergantian kulit dan tumbuh menjadi

6
dewasa yang sering disebut larva stadium IV dan larvastadium V. Cacing filaria
yang sudah dewasa bertempat di pembuluh limfe, sehingga akan menyumbat
pembuluh limfe dan akan terjadi pembengkakan. Cacing filaria sendiri memiliki
ciri sebagai berikut :
Cacing dewasa (makrofilaria) berbentuk seperti benang berwarna putih
kekuningan. Sedangkan larva cacing filaria (kirofilaria berbentuk seperti benang
berwarna putih susu..
Makrofilaria yang betina memiliki panjang kurang lebih 65-100mm dan ekornya
lurus berujung tumpul. Untuk makro filaria yang jantan memiliki panjang kurang
lebih 40mm dan ekor melingkar.Sedangkan mikrofilaria memilki panjang kurang
labih 250 mikron, bersarung pucat
Tempat hidup makrofilaria jantan dan betina di saluran limfe. Tetapi pada malam
hari mikrofilaria terdapat didalam darah tepi sedangkan pada siang hari mikrofilaria
terdapat di kapiler alat- alat dalam seperti paru- paru, jantung, dan hati.
2.4 Cara penularan
Penyakit ini ditularkan melalui nyamuk yang menghisap darah seseorang yang
telah tertular sebelumnya. Darah yang terinfeksi dan mengandung larva dan akan
ditularkan ke orang lain pada saat nyamuk yang terinfeksi menggigit dan menghipas
darah orang tersebut.
Tidak seperti Malaria dan Demam berdarah, Filariasis dapat ditularkan oleh 23
spesies nyamuk dari genus Anopheles, Culex, Mansonia, Aedes & Armigeres. Karena
inilah, Filariasis dapat menular dengan sangat cepat.
Penyakit kaki gajah / filariasis ini ditularkan melalui nyamuk yang menghisap
darah seseorang yang telah tertular sebelumnya.Darah yang terinfeksi yang
mengandung larva dan di tularkan ke orang lain. pada nyamuk yang terinfeksi,
kemudian menggigit / menghisap darah orang tersebut.
Adapun tanda-tanda dan gejalanya (symtom) pada orang yang telah terinfeksi
penyakit filariasis ini,gejala filariasis akut dapat berupa :

7
1. Demam berulang-ulang selama 3-5 hari,demam dapat hilang bila istirahat dan
muncul kembali setelah bekerja berat.
2. Pembengkakan kelenjar getah bening (tanpa ada luka) didaerah lipatan paha
(lymphadenitis) yang tampak kemerahanKetiak (Lymphadenitis) yang tampak
kemerahan, panas dan sakit
3. Panas dan sakit radang saluran kelenjar getah bening yang terasa panas dan sakit
yang menjalar dari pangkal kaki / pangkal lengan kearah ujung (Retrograde
lymphangitis)
4. Filarial abses akibat seringnya menderita pembengkakan kelenjar getah bening,
dapat pecah dan mengeluarkan nanah serta darah
5. Pembesaran tungkai, lengan, buah dada, buah zakar yang terlihat agak kemerahan
dan terasa panas (early lymphodema)
Filariasis abses akibat seringnya menderita pembengkakan kelenjar getah
beningdapat pecah dan mengeluarkan nanah serta darah, pembesaran tungkai, lengan,
buah dada (Mamae), buah zakar yang terlihat agak kemerahan dan terasa panas (Early
lymphodema).
Gejala klinis yang kronis berupa pembesaran yang menetap (Elephantrasis) pada
tungkai, lengan, buah dada (Mamae), buah zakar (Elephantiasis skroti).
Tidak Seperti malaria, dan demam berdarah, filariasis dapat ditularkan oleh berbagi
jenis nyamuk diantaranya spesies nyamuk dari genus anopheles, culex, mansonia,
aedes dan arnigeres. Karna inilah yang menyebabkan filariasis dapat menular dengan
cepat.
2.5 Upaya Pencegahan, Pengobatan, dan Rehabilitasi Filariasis
2.5.1 Upaya Pencegahan Filariasis
Pencegahan filariasis dapat dilakukan dengan menghindari gigitan nyamuk
(mengurangi kontak dengan vektor) misalnya menggunakan kelambu sewaktu
tidur, menutup ventilasi dengan kasa nyamuk, menggunakan obat nyamuk,
mengoleskan kulit dengan obat anti nyamuk, menggunakan pakaian panjang

8
yang menutupi kulit, tidak memakai pakaian berwarna gelap karena dapat
menarik nyamuk, dan memberikan obat anti-filariasis (DEC dan Albendazol)
secara berkala pada kelompok beresiko tinggi terutama di daerah endemis. Dari
semua cara diatas, pencegahan yang paling efektif tentu saja dengan
memberantas nyamuk itu sendiri dengan cara 3M.
Pencegahan terhadap penyakit filariasis / kaki gajah dapat dilakukan dengan
jalan :
1. Berusaha menghindari diri dari gigitan nyamuk
2. Membersihkan air pada rawa-rawa yang merupakan tempat perindukan
nyamuk
3. Mengeringkan / genangan air sebagai tempat perindukan nyamuk
4. Membakar sisa-sisa sampah (berupa kertas dan plastik)
5. Minimal melakukan penyemprotan sebulan sekali
Pencegahan penyakit kaki gajah / filasiasis bagi penderita penyakit filariasis
diharapkan untuk memeriksakan kedokter agar mendapatkan penanganan obat –
obatan sehingga tidak menyebabkan penularan kepada masyarakat lainnya.
Perlu adanya pendidikan dan pencegahan serta pengenalan penyakit kaki
gajah / filariasis di wilayah masing – masingsangatlah penting untuk memutus
mata rantai penularan penyakit ini.Membersihkan lingkinggan sekitar adalah hal
terpenting untuk mencegah terjadinya perkembangan nyamuk diwilayah
tersebut.
2.5.2 Upaya Pengobatan Filariasis
Dari dulu sampai sekarang DEC merupakan pilihan obat yang murah dan
efektif jika belum bersifat kronis. Selain DEC, terdapat pula Ivermectin yang
sampai sekarang harganya pun semakin murah. Diethilcarbamazyne (DEC, 6
mg/kgBB/hari untuk 12 hari) bersifat makro dan mikrofilarisidal merupakan
pilihan yang tepat untuk individu dengan filariasis limfe aktif (mikrofilaremia,
antigen positif, atau deteksi USG positif cacing dewasa). Meskipun albendazole

9
(400 mg dua kali sehari selama 21 hari) juga mampu menunjukan efikasi yang
baik.
Pada kasus yang masih bersifat subklinis (hematuria, proteinuria, serta
abnormalitas limfosintigrafi) sebaiknya diberikan antibiotik profilaksis dengan
terapi suportif misalnya dengan antipiretik dan analgesik. Sedangkan jika sudah
mikrofilaremia negatif, yakni ketika manifestasi cacing dewasa sudah terlihat,
barulah DEC menjadi acuan obat utama.
Pasien dengan limfedema positif pada ekstremitas patut mendapatkan
fisioterapi khusus untuk limfedema atau dekongestif. Pasien mesti dididik untuk
hidup bersih dan menjaga agar daerah yang membengkak tidak mengalami
infeksi sekunder. Sementara itu hidrokel bisa dialirkan secara berulang atau
dengan insisi pembedahan. Jika dilakukan dengan baik ditambah DEC yang
teratur, sebenarnya gejala pembengkakan ini bisa dikurangi hingga menjadi
sangat minim.
Penggunaan DEC selama 12 hari dengan dosis 6 mg/kgBB (total dosis 72
mg) merupakan patokan standar yang telah dilaksanakan di negara-negara
dengan filariasis. Sebenarnya dengan dosis tunggal 6 mg/kgBB selama sehari
juga sudah mampu membunuh parasit-parasit yang ada di tubuh. Penggunaan
selama 12 hari merupakan sarana supresi mikrofilaremia secara cepat. Namun
biasanya penggunanan DEC dosis tunggal dikombinasikan dengan albendazole
atau ivermectin dengan hasil mikrofilarisidal yang efektif.
Efek samping dari DEC ialah demam, menggigil, artralgia, sakit kepala,
mual, hingga muntah. Keberhasilan pengobatan ini sangat tergantung dari
jumlah parasit yang beredar di dalam darah serta sering menimbulkan gejala
hipersensitivitas akibat antigen yang dilepaskan dari debris sel-sel parasit yang
sudah mati. Reaksi hipersensitivitas juga bisa terjadi akibat inflamasi dari
lipoprotein lipolisakarida dari organisme intraseluler Wolbachia, seperti yang
disebutkan di atas. Selain DEC, ivermectin juga memiliki efek samping yang

10
serupa dengan gejala ini.
Yang penting selain pengobatan klinis filariasis ialah edukasi dan promosi
pada masyarakat sekitar untuk memberantas nyamuk dengan gerakan 3M, sama
seperti pemberantasan demam berdarah. Selain itu, di beberapa tempat perlu
juga dilakukan pemberian DEC profilaksis yang ditambahkan ke dalam garam
dapur khusus untuk masyarakat di daerah tersebut. Namun yang belakangan
tidak terlalu populer di Indonesia.
Memang lebih dari 40 tahun untuk pengobatan penyakit kaki gajah , baik
secara Perorangan maupun secara massal dengan menggunakan DEC (Diethil
Carbamazine Citrate). DEC bersifat membunuh mikrofilaria dan makrofilaria
(Cacing dewasa). Sampai saat ini DEC merupakan satu – satunya obat penyakit
kaki gajah yang efekitf, aman dan relaitf murah. Pada pengobatan perorangan
bertujuan untuk menghanurkan parasit dan mengeleminasi, guna mengurangi
atau mencegah rasa sakit. Aturan dosis yang di anjukran untuk 6mg/kg berat
badan/hari selama 12 hari diminum seudah makan, dalam sehari 3 kali. Pada
pengobatan massal, di gunakan pemberian DEC dosis rendah dengan jangka
waktu pemberian yang lebih lama, misalya dalam bentuk garam DEC 0,2%-
0,4% selama 9-12 bulan. Untuk orang dewasa digunakan 100mg/minggu selama
40 hari.
Tujuan utama dalam penganan dini terhadap penderita penyakit kaki gajah
adalah membasmi parasit / larva yang berkembang dalam tubuh penderita
sehingga tingkat penularan dapat ditekan dan dikurangi.
Dietilkarbamasin citrate / dietylcarbamazine citrate (DEC) adalah satu –
satunya obat filariasis yamg ampuh baik untuk filariasis bancroffi maupun
malayi, bersifat makrofilarisidal.
Obat ini teregolong murah, aman dan tidak ada resistensi obat.Penderita yang
mendapatkan teapi obat ini mungkin akan memberikan reaksi samping
sisitematik.

11
Dietilkarbamasin tidak dapat di pakai untuk hemoprofilaksis.Pengobatan
diberikan oral sesudah makan malam, diserap cepat, mencapai konsentrasi
puncak dalam darah sekitar 3 jam, dan diekresi melalui air kemih.
Dietilkarbamasin tidak dapat diberikan pada anak berumur kurang dari 2
tahun, ibu hamil / menyusui, dan penderita sakit berat / dalam keadaan lemah.
Namun, pada kasus penyakit kaki gajah / filariasis yang cukup parah (sudah
membesar) karna tidak dapat terdeteksi dini, selain pemberian obat-obatan
tentunya memerlukan langkah lanjutan seperti tindakan operasi.
2.5.3 Upaya Rehabilitasi Filariasis
Penderita filariasis yang telah menjalani pengobatan dapat sembuh total.
Namun, kondisi mereka tidak bisa pulih seperti sebelumnya. Artinya, beberapa
bagian tubuh yang membesar tidak bisa kembali normal seperti sedia kala.
Rehabilitasi tubuh yang membesar tersebut dapat dilakukan dengan jalan
operasi.
2.6 Penatalaksanaan
Diagnosis yang efisien dan efektif sangatlah penting dan menjadi faktor penentu
dalam penatalaksanaan penyakit. Terdapat beberapa cara :
1. Pemeriksaan klinis : tidak sensitif dan tidak spesifik untuk menentukan adanya
infeksi aktif.
2. Pemeriksaan parasitologi dengan menemukan mikrofilaria dalam sediaan darah,
cairan hidrokel atau cairan kiluria pada pemeriksaan darah tebal dengan pewarnaan
Giemsa, tehnik Knott, membrane filtrasi dan tes provokasi DEC.Sensitivitas
bergantung pada volume darah yang diperiksa, waktu pengambilan dan keahlian
teknisi yang memeriksanya. Pemeriksaan ini tidak nyaman, karena pengambilan
darah harus dilakukan pada malam hari antara pukul 22.00-02.00 mengingat
periodisitas mikrofilaria umumnya nokturna. Spesimen yang diperlukan ± 50µl
darah dan untuk menegakan diagnosis diperlukan ≥ 20 mikrofilaria/ml (Mf/ml).21
3. Deteksi antibodi: Peranan antibodi antifilaria subklas IgG4 pada infeksi aktif

12
filarial membantu dikembangkannya serodiagnostik berdasarkan antibodi kelas ini.
Pemeriksaan ini digunakan untuk pendatang yang tinggal didaerah endemik atau
pengunjung yang pulang dari daerah endemik. Pemeriksaan ini tidak dapat
membedakan infeksi parasit sebelumnya dan kini, selain itu titer antibodi tidak
menunjukkan korelasi dengan jumlah cacing dalam tubuh penderita.
4. Deteksi antigen yang beredar dalam sirkulasi. Pemeriksaan ini memberikan hasil
yang sensitif dan spesies spesifik dibandingkan dengan pemeriksaan makroskopis.
Terdapat dua cara yaitu dengan ELISA (enzyme-linked immunosorbent) dan ICT
card test (immunochromatographic) . Hasil tes positif menunjukkan adanya infeksi
aktif dalam tubuh penderita, selain itu, tes ini dapat digunakan juga untuk
monitoring hasil pengobatan. Kekurangan pemeriksaan ini adalah tidak sensitif
untuk konfirmasi pasien yang diduga secara klinis menderita filariasis. Tehnik ini
juga hanya dapat digunakan untuk infeksi filariasis bancrofti. Diperlukan keahlian
dan laboratorium khusus untuk tes ELISA sehingga sulit untuk di aplikasikan di
lapangan.4 ICT adalah tehnik imunokromatografik yang menggunakan antibodi
monoklonal dan poliklonal. Keuntungan dari ICT adalah invasif minimal (100 µl),
mudah digunakan, tidak memerlukan teknisi khusus, hasil dapat langsung dibaca
dan murah. Sensitivitas ICT dibandingkan dengan pemeriksaan sediaan hapus
darah tebal adalah 100% dengan spesifisitas 96.3%.
5. Deteksi parasit dengan Polymerase Chain Reaction (PCR). Tehnik ini digunakan
untuk mendeteksi DNA W. bancrofti dan B. malayi. PCR mempunyai sensitivitas
yang tinggi yang dapat mendeteksi infeksi paten pada semua individu yang
terinfeksi, termasuk individu dengan infeksi tersembunyi (amikrofilaremia atau
individu dengan antigen +). Kekurangannya adalah diperlukan penanganan yang
sangat hati-hati untuk mencegah kontaminasi spesimen dan hasil positif palsu.
Diperlukan juga tenaga dan laboratorium khusus selain biaya yang mahal.

6. Radiodiagnostik

13
a) Menggunakan USG pada skrotum dan kelenjar inguinal pasien, dan akan
tampak gambaran cacing yang bergerak-gerak (filarial dancing worm).
Pemeriksaan ini berguna terutama untuk evaluasi hasil pengobatan.
b) Limfosintigrafi menggunakan dextran atau albumin yang ditandai dengan zat
radioaktif yang menunjukkan adanya abnormalitas sistem limfatik sekalipun
pada pasien dengan asimptomatik milrofilaremia
Untuk diagnosis yang praktis dan cepat, sampai saat ini di samping sediaan darah
malam ialah menggunakan ELISA dan rapid test dengan teknik imunokromatografik
assay. Kedua pemeriksaan praktis ini mampu mendeteksi antigen dari mikrofilaria dan
atau cacing dewasa dari darah tepi sehingga memiliki spesifisitas mendekati 100% dan
sensitivitas antara 96 hingga 100%. Sayangnya, tes cepat ini hanya tersedia untuk
spesies W.bancrofti, sementara belum ada tes yang adekuat untuk mikrofilaria Brugia.
Jika pasien sudah terdeteksi diduga kuat telah mengalami filariasis limfatik,
penggunaan USG Doppler diperlukan untuk mendeteksi pergerakan cacing dewasa di
tali sperma pria atau di kelenjar mammae wanita. Hampir 80% penderita filariasis
limfatik pria mengalami pergerakan cacing dewasa di tali spermanya. Fenomena ini
sering dikenal dengan filaria dance sign. Di luar metode di atas, terdapat pula teknik-
teknik lain yang lebih spesifik namun biasanya hanya digunakan untuk penelitian,
yakni PCR, deteksi serum IgE dan eosinofil, serta penggunaan limfoscintigrafi untuk
mendeteksi pelebaran dan liku-liku pembuluh limfe.Ketika episode akut, filariasis
limfatik mesti dibedakan dari tromboflebitis, infeksi, serta trauma. Gejala limfangitis
yang retrograd merupakan pembeda utama ketimbang limfangitis bakterial yang
bersifat ascending. Sedangkan sebaliknya, pada episode kronis dari limfedema filarial
mesti dibedakan dari keganasan, luka akibat operasi, trauma, status edema kronis,
serta abnormalitas sistem limfe kongenital.

BAB III

14
ASUHAN KEPERAWATAN FILARIASIS

A. Pengakajian
1. Riwayat kesehatan
Jenis infeksi sering memberikan petunjuk pertama karena sifat kelainan imun. Cacing
filariasis menginfeksi manusia melalui gigitan nyamuk infektif yang mengandung
larva stadium III. Gejala yang timbul berupa demam berulang-ulang 3-5 hari, demam
ini dapat hilang pada saat istirahat dan muncul lagi setelah bekerja berat.
2. Pemeriksaan fisik (Objektif) dan Keluhan (Sujektif)
 Aktifitas / Istirahat
Gejala : Mudah lelah, intoleransi aktivitas, perubahan pola tidur.
Tanda : Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi aktivitas
( Perubahan TD, frekuensi jantung).
 Sirkulasi
Tanda : Perubahan TD, menurunnya volume nadi perifer, perpanjangan pengisian
kapiler.
 Integritas dan Ego
Gejala : Stress berhubungan dengan perubahan fisik, mengkuatirkan penampilan,
putus asa, dan sebagainya.
Tanda : Mengingkari, cemas, depresi, takut, menarik diri, marah.
 Integumen
Tanda : Kering, gatal, lesi, bernanah, bengkak, turgor jelek.
 Makanan / Cairan
Gejala : Anoreksia, permeabilitas cairan.
Tanda : Turgor kulit buruk, edema.
 Hygiene
Gejala : Tidak dapat menyelesaikan AKS
Tanda : Penampilan tidak rapi, kurang perawatan diri.
 Neurosensoris

15
Gejala : Pusing, perubahan status mental, kerusakan status indera peraba,
kelemahan otot.
Tanda : Ansietas, refleks tidak normal
 Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Nyeri umum / local, rasa terbakar, sakit kepala.
Tanda : Bengkak, penurunan rentang gerak.
 Keamanan
Gejala : Riwayat jatuh, panas dan perih, luka, penyakit defisiensi imun, demam
berulang, berkeringat malam.
Tanda : Perubahan integritas kulit, pelebaran kelenjar limfe.
 Seksualitas
Gejala : Menurunnya libido
Tanda : Pembengkakan daerah skrotalis
 Interaksi Sosial
Gejala : Masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis, isolasi, kesepian.
Tanda : Perubahan interaksi, harga diri rendah, menarik diri.
3. Pemeriksaan diagnostic
Menggunakan sediaan darah malam, diagnosis praktis juga dapat menggunakan
ELISA dan rapid test dengan teknik imunokromatografik assay. Jika pasien sudah
terdeteksi kuat telah mengalami filariasis limfatik, penggunaan USG Doppler
diperlukan untuk mendeteksi pengerakan cacing dewasa di tali sperma pria atau
kelenjer mammae wanita.
B. Diagnosa keperawatan
1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan peradangan pada kelenjar getah bening
2. Nyeri berhubungan dengan pembengkakan kelenjar limfe
3. Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan fisik
4. Mobilitas fisik terganggu berhubungan dengan pembengkakan pada anggota tubuh
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan bakteri, defisit imun, lesi pada kulit
C. Intervensi keperawatan

16
1. Diagnosa Keperawatan : Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan peradangan
pada kelenjar getah bening
Hasil yang diharapkan : Suhu tubuh pasien dalam batas normal.
No. Intervensi Rasional
 Berikan kompres pada daerah frontalis dan axial
 Monitor vital sign, terutama suhu tubuh
 Pantau suhu lingkungan dan modifikasi lingkungan sesuai kebutuhan, misalnya
sediakan selimut yang tipis
 Anjurkan kien untuk banyak minum air putih
 Anjurkan klien memakai pakaian tipis dan menyerap keringat jika panas tinggi
 Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi pengobatan (anti piretik).
Rasionalisai :
 Mempengaruhi pusat pengaturan suhu di hipotalamus, mengurangi panas tubuh
yang mengakibatkan darah vasokonstriksi sehingga pengeluaran panas secara
konduksi
 Untuk mengetahui kemungkinan perubahan tanda-tanda vital
 Dapat membantu dalam mempertahankan / menstabilkan suhu tubuh pasien.
 Diharapkan keseimbangan cairan tubuh dapat terpenuhi
 Dengan pakaian tipis dan menyerap keringat maka akan mengurangi penguapan
 Diharapkan dapat menurunkan panas dan mengurangi infeksi
2. Diagnosa Keperawatan : Nyeri berhubungan dengan pembengkakan kelenjar limfe
Hasil yang diharapkan : Nyeri hilang
Intervensi :
 Berikan tindakan kenyamanan (pijatan / atur posisi), ajarkan teknik relaksasi.
 Observasi nyeri (kualitas, intensitas, durasi dan frekuensi nyeri).
 Anjurkan pasien untuk melaporkan dengan segera apabila ada nyeri.
 Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi pengobatan (obat anelgetik).
Rasional :
 Meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali perhatian dapat meningkatkan

17
koping.
 Menentukan intervensi selanjutnya dalam mengatasi nyeri
 Nyeri berat dapat menyebabkan syok dengan merangsang sistem syaraf simpatis,
mengakibatkan kerusakan lanjutan
 Diberikan untuk menghilangkan nyeri.
3. Diagnosa keperawatan : Harga Diri Rendah berhubungan dengan perubahan fisik
Hasil yang diharapkan :
 Menyatakan gambaran diri lebih nyata
 Menunjukan beberapa penerimaan diri daripada pandangan idealism
 Mengakui diri sebagai individu yang mempunyai tanggung jawab sendiri
Intervensi :
 Akui kenormalan perasaan
 Dengarkan keluhan pasien dan tanggapan – tanggapannya mengenai keadaan
yang dialami
 Perhatikan perilaku menarik diri, menganggap diri negatif, penggunaan penolakan
atau tudak terlalu menpermasalahkan perubahan actual
 Anjurkan kepada orang terdekat untuk memperlakukan pasien secara normal
(bercerita tentang keluarga)
 Terima keadaan pasien, perlihatkan perhatian kepada pasien sebagai individu
 Berikan informasi yang akurat. Diskusikan pengobatan dan prognosa dengan jujur
jika pasien sudah berada pada fase menerima
 Kolaborasi :
Rujuk untuk berkonsultasi atau psikoterapi sesuai dengan indikasi Pengenalan
perasaan tersebut diharapkan membantu pasien untuk menerima dan
mengatasinya secara efektif.
Rasional
 Memberi petunjuk bagi pasien dalam memandang dirinya, adanya perubahan
peran dan kebutuhan, dan berguna untuk memberikan informasi pada saat tahap
penerimaan

18
 Mengidentifikasi tahap kehilangan / kebutuhan intervensi.
 Melihat pasien dalam kluarga, mengurangi perasaan tidak berguna, tidak berdaya,
dan persaan terisolasi dari lingkungan dan dapat pula memberikan kesempatan
pada orang terdekat untuk meningkatkan kesejahteraan.
 Membina suasana teraupetik pada pasien untuk memulai penerimaan diri
 Fokus informasi harus diberikan pada kebutuhan – kebutuhan sekarang dan
segera lebih dulu, dan dimasukkan dalam tujuan rehabilitasi jangka panjang.
 Mungkin diperlukan sebagai tambahan untuk menyesuaikan pada perubahan
gambaran diri.
4. Diagnosa keperawatan : Mobilitas fisik terganggu berhubungan dengan
pembengkakan pada anggota tubuh
Hasil yang diharapkan : Menunjukkan perilaku yang mampu kembali melakukan
aktivitas
Intervensi :
 Lakukan Retang Pergerakan Sendi (RPS)
 Tingkatkan tirah baring / duduk
 Berikan lingkungan yang tenang
 Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi
 Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas
Rasionalisi
 Meningkatkan kekuatan otot dan mencegah kekakuan sendi
 Meningkatkan istirahat dan ketenangan, menyediakan enegi untuk penyembuhan
 tirah baring lama dapat meningkatkan kemampuan
 Menetapkan kemampuan / kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan intervensi
 kelelahan dan membantu keseimbangan
5. Diagnosa Keperawatan : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan bakteri,
defisit imun, lesi pada kulit
Hasil yang diharapkan : Mempertahankan keutuhan kulit, lesi pada kulit dapat hilang.
Intervensi:

19
 Ubah posisi di tempat tidur dan kursi sesering mungkin (tiap 2 jam sekali).
 Gunakan pelindung kaki, bantalan busa/air pada waktu berada di tempat tidur dan
pada waktu duduk di kursi.
 Periksa permukaan kulit kaki yang bengkak secara rutin.
 Anjurkan pasien untuk melakukan rentang gerak.
 Kolaborasi : Rujuk pada ahli kulit. Meningkatkan sirkulasi, dan mencegah
terjadinya dekubitus.
Rasionalisasai ;
 Mengurangi resiko abrasi kulit dan penurunan tekanan yang dapat menyebabkan
kerusakan aliran darah seluler.
 Tingkatkan sirkulasi udara pada permukaan kulit untuk mengurangi panas/
kelembaban.
 Kerusakan kulit dapat terjadi dengan cepat pada daerah – daerah yang beresiko
terinfeksi dan nekrotik.
 Meningkatkan sirkulasi, dan meningkatkan partisipasi pasien.
 Mungkin membutuhkan perawatan profesional untuk masalah kulit yang dialami.
D. Implementasi
1. melakukan kompres pada daerah frontalis dan axial
2. menganjurkan klien untuk banyak minum air putih
3. melakukan tindakan kenyamanan (pijatan / atur posisi), ajarkan teknik relaksasi.
4. melakukan Retang Pergerakan Sendi (RPS)
5. mengevaluasi respon pasien terhadap aktivitas
6. memeriksa permukaan kulit kaki yang bengkak secara rutin.
E. Evaluasi
Setelah melakukan tidakan keperawatan diharapkan klien akan mendapatkan
perubahan yang lebih baik, jika tidak ada hasil yang didapatkan maka tindakan akan
dihentikan dan mengkaji kembali keadaan klien dengan membuat intervensi baru.

20
BAB IV
PENUTUP

3.1 Simpulan
Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing filaria yang hidup dalam
sistem limfe dan ditularkan oleh nyamuk. Bersifat menahun dan menimbulkan cacat
menetap. Gejala klinis berupa demam berulang 3-5 hari, pembengkakan kelenjar
limfe, pembesaran tungkai, buah dada, dan skrotum. Dapat didiagnosis dengan cara

21
deteksi parasit dan pemeriksaan USG pada skrotum.
Mekanisme penularan yaitu ketika nyamuk yang mengandung larva infektif
menggigit manusia, maka terjadi infeksi mikrofilaria. Tahap selanjutnya di dalam
tubuh manusia, larva memasuki sistem limfe dan tumbuh menjadi cacing dewasa.
Kumpulan cacing filaria dewasa ini menjadi penyebab penyumbatan pembuluh limfe.
Akibatnya terjadi pembengkakan kelenjar limfe, tungkai, dan alat kelamin.
Pencegahan filariasis dapat dilakukan dengan menghindari gigitan nyamuk dan
melakukan 3M. Pengobatan menggunakan DEC dikombinasikan dengan Albendazol
dan Ivermektin selain dilakukan pemijatan dan pembedahan. Upaya rehabilitasi dapat
dilakukan dengan operasi.
3.2 Saran
Diharapkan pemerintah dan masyarakat lebih serius menangani kasus filariasis
karena penyakit ini dapat membuat penderitanya mengalami cacat fisik sehingga akan
menjadi beban keluarga, masyarakat dan Negara. Dengan penanganan kasus filariasis
ini pula, diharapkan Indonesia mampu mewujudkan program Indonesia Sehat Tahun
2010.

DAFTAR PUSTAKA

Abercrombie, et al. 1997. Kamus Lengkap Biologi. Jakarta : Erlangga.


Entjang, Indan. 1982. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Bandung : Penerbit Alumni.
Noble, Elmer R. & Glenn A. Noble. 1989. Parasitologi Biologi Parasit Hewan Edisi
Kelima. Yogyakarta :Gajah Mada University Press.
Prianto, Juni L.A., dkk. 1999. Atlas Parasitologi Kedokteran. Jakarta : PT Gramedia
Pustaka Utama.

22
Schnurrenberger, Paul R., William T. Hubbert. 1991. Ikhtisar Zoonosis. Bandung : Penerbit
ITB Bandung.
Yatim, Wildan. 2003. Kamus Biologi. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.

23

Anda mungkin juga menyukai